Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Pasien sakit dan menunggu tidak nyaman

 Hari ini saya mengantarkan anak berobat karena batuknya nggak sembuh-sembuh. Kalau malam, batuknya nggak habis-habis dan membuat tidak bisa tidur. Keluarga terganggu dan merasa kasihan. Berobat ke dokter dengan klinik/rumah sakit/tempat praktek bertujuan ingin sembuh. Ingin sembuh itu berharap mendapatkan pelayanan di lokasi berobat yang tenang dan nyaman.

Apakah saya mendapatkannya. "iya sih, semua tidak banyak bicara" Tapi dalam hatinya banyak ingin diutarakan ... "ya sudahlah, memang begitu adanya". Sudah menjadi budaya untuk antri kalau menunggu dokter, pasien tidak bisa berbuat banyak. Dokter terlambat sudah maklum, tapi pasien terlambat kedatangan maka dokter tidak maklum untuk menunggu. Pekerjaan menunggu ini sangat memberatkan pasien yang datang, niatnya untuk segera ditangani tak jadi kenyataan. Yang heboh lagi, sesama pasien saling menatap dengan diam dan merasakan hal yang sama. Tidak ada lingkungan yang menyenangkan dan saling melemahkan,"saya sudah menunggu 1 jam". Dalam hati saya,"saya mendapat giliran jam berapa". Sakit yang anak saya derita pun semakin bertambah. Apakah dokter dan klinik bisa mendengar perasaan itu ? Saat itu ada ibu yang membawa anaknya yang tidak kuat duduk, hanya tiduran di kursi dan tidak ada yang peduli. Pokoknya antri. 

Saya berharap banyak, klinik dan dokter dapat mendengar suara pasien.

1. Apakah ada orang yang membayar untuk antri ?  kalaupun antri, pasien berharap lagi ada kepastian waktu. Menunggu 10 menit saja sudah waktu yang lama, mungkin 10 menit itu sudah menjadi harapan pasien tentang gilirannya.

2. Apakah ada suasana atau aktivitas selama menunggu itu membuat pasien merasakan "sakitnya" sedikit terobati. Banyak ruangan diisi dengan acara TV, iklan klinik dan seterusnya membuat suaranya menjadi tidak nyaman berada di ruangan tersebut. Pasien berharap dapat menikmati apa yang menjadi apa ingin didengar atau dilihatnya.

3. Apakah perawat dan staf klinik yang menjadi sahabat bagi pasien ? Untuk apa ? Untuk bertanya dan bila perlu curhat sakitnya. Paling tidak pasien tidak diberatkan dengan urusan administrasi. Terbayang oleh saya sewaktu mendaftar memberi KTP dan mendapat nomer antrian, lalu staf memanggil antrian dengan nama dan nomer HP. "kan bisa kaget dan tersanjung". Tidak ada pertanyaan tentang alamat, umur dan lainnya. Apalagi yang sudah pernah berobat, hanya menyebutkan nama saja bisa terdeteksi.

4. Membayangkan saat keluar dari klinik diantar oleh staf sampai ke kendaraan perlu, ada ucapan,"terima kasih dan semoga segera sehat". 

Keadaan ini pasien saat ini adalah pilihan dari yang terbaik dari yang terburuk. Tidak ada pilihan, pasien mau berobat BUKAN karena puas dengan pelayanan. Ini hanya suara pasien dan yang menemaninya. Apakah ada mendengarnya ? Sekalipun ada yang mendengar, tapi kayaknya tidak mampu melakukannya. Alasannya adalah dokter. Bagaimana ya kalau dokter berobat ?  Pasien segera sembuh dimulai dari pelayanan dari klinik dan dokter, dan jangan dibuat yang nemenin pasien malah jadi ikut sakit. Insya Allah, ada orang yang ingin merubahnya, mengajak temennya, pemilik klinik, dokter yang terhormat. 





No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...