Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kerja sepenuh hati

Judul itu seperti tidak mudah dijalani, kerja sepenuh hati. Bukankah kerja sepenuh hati itu tanpa pamrih ? Itulah pandangan orang tentang kerja sepenuh hati.  Cocoknya untuk mereka yang kerja sukarela, lembaga sosial. Pandangan itu tetap saja dipegang sampai hari ini.
Terus apakah mungkin dijalani kerja sepenuh hati itu di kantor dan sejenisnya ? Oke, saya mengikuti pandangan awal bahwa kerja sepenuh hati tanpa pamrih (sukarela). Sebenarnya saya menulis judul kerja sepenuh hati itu maksudnya kerja ikhlas. Kata ikhlas berhubungan dengan hati dan Allah, saya temukan bahasa Indonesianya sepenuh hati.
Perhatikan kata ikhlas atau sepenuh hati, ikhlas berarti untuk Allah. Untuk Allah itu adalah kita mempersembahkan kerja kita untuk Allah. Bukan berarti kita tidak memberi kerja kepada perusahaan/kantor. Apa yang kita kerjakan itu adalah kerja yang diberikan kantor, untuk menjadi kerja yang ikhlas untuk dipertunjukkan kepada Allah adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah berikan. Kerja yang jujur, kerja yang bertanggung jawab, kerja yang berilmu, kerja tuntas, yang sesuai keinginan Allah. Dengan kerja seperti ini tentu membuat kita kerja yang benar dan pasti bisa memenuhi target kerja di kantor. Jadi pola pikir kita mesti dibangun kerja ikhlas/sepenuh hati itu mempunyai nilai lebih tinggi dari apa yang ditargetkan kantor. Akibatnya kita tidak bercabang, kerja ikhlas secara agama dan kerja juga secara dunia. Dalam firman Allah, jika kita mengerjakan agama (akhirat) maka kita mendapatkan dunia dan akhirat. 
Berikutnya .... saat kita kerja untuk Allah, maka "bos" kita sudah lebih tinggi dari bos kantor yaitu Allah. Allah memberi amanah dan kita mesti mempertanggungjawabkannya. Untuk bisa mewujudkannya maka Allah selalu mengawasi kita 24 jam, kalau salah ditegor dan kalau benar disupport (didampingi dan diberi petunjuk). Akibatnya kita kerja jadi bener ... setiap saat dilihat Allah.
Disisi lain, kerja ikhlas atau sepenuh hati itu menjalankan yang wajib ditambah yang sunnah. Sunnah berarti kita mengerjakannya lebih dari yang diminta. Bayangkan saat kita mengerjakan apa yang diperintahkan dengan menambah nilai pekerjaan itu .. sudah menjadi ikhlas/sepenuh hati. Bukankah tambahan nilai yang kita berikan itu tidak diminta (tanpa pamrih) ?
Dari penjelasan di atas, kerja sepenuh hati itu sangat mungkin dilakukan. Dimulai dengan niat kerja (kerjaan kantor) dan melanjutkan dengan mempertunjukkan kerja yang benar di mata Allah dan hasilnya kita bisa "bahagia" dan menghasilkan yang terbaik untuk kantor. Allah pun membalas kita dengan kebaikan di dunia berupa pendapatan dan kebaikan lainnya seperti karir dan dipercaya banyak orang.
 

Bersemangat !!

Saar ini yang sedang pandemi corona, banyak orang kurang semangat kerja. Semangat karena ada dorongan untuk bertahan hidup dan ada pula mulai pasrah dengan keadaan karena gaji dipotong atau terdampak pengurangan karyawan. Apa yang terjadi ? Kita menjadi sangat tergantung dengan keadaan pandemi, mau kerja takut tertular corona dan tidak kerja atau kerja dengan WFH menjadi kurang produktif. Semua tergantung corona dan terasa dampaknya
Selanjutnya kita bisa bertanya dimana Allah ? Ketergantungan kepada keadaan corona membuat kita yakin ... yakin terhadap dampaknya atau akibatnya. Mau keluar rumah takut ? Mau berbisnis takut bertemu orang dan sebagainya bahkan mau shalat di Masjid takut juga.
Bagi yang yang terdampak  dipecat atau dipotong gajinya, maka yang salah adalah corona. Pengurangan atau diPHK menyalahkan corona. Tapi renungkan sesaat, apa benar kita dipecat karena corona. Dalam perusahaan ada yang dipecat atau tidak dipecat. Yang dipecat dipilih 90% karena tidak produktif dalam kerja atau tidak kooperatif dalam team (terutama atasan). Tidak produktif berearti tidak ada kemampuan yang luar biasa. Kemampuan itu tumbuh karena mau belajar dan berubah. Saat kita dipecat maka mulai mengoreksi diri, mengapa dulu saya tidak memulai mandiri ? mengapa dulu saya tidak belajar ? 
Jadi bukan karena corona 100% kita dipecat atau dipotong gajinya. Bayangkan saat dulu kita sudah belajar dan menerapkan ilmunya untuk meningkatkan kinerja kita, bisa jadi tidak terjadi PHK pada diri kita. Bayangkan lagi kalau dulu saya mulai mandiri, bisa jadi saya tidak masalah kalau diPHK karena saya bisa mengerjakan banyak hal.
Tak ingin menyalahkan siapa-siapa lagi dan sudah terjadi, yang terbaik adalah kita menerima dengan ikhlas. Ikhlas berarti menerima keadaan ini bukan karena corona, corona hanyalah perantara dari Allah untuk keadaan kita. Keadaan kita hari inipun karena dulu kita tidak melakukan hal yang berarti. Tak perlu menyalah apa-apa lagi, tapi mulailah memperbaiki diri agar mampu melewati.Tumbuhkan rasa percaya dan beriman kepada Allah agar harni tertuju kepada Allah, Bismillah  

Bukan Ujian keimanan

Banyak kejadian yang sudah kita lewati, salah satunya kita sering bilang,"ini adalah ujian". Ujian apa ? ujian keimanan kita. Apakah salah kita mengatakan ini ? Tidak salah sih. Mari kita dalami dulu makna ujian keimanan, menguji keimanan kita. Umumnya ujian itu sesuai keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin tinggi pula ujiannya. Apakah benar iman kita sudah siap diuji oleh Allah. Contoh, kadang orang bilang,"sakit itu ujian". Apa yang terjadi jika makna itu benar ? Yang pertama adalah kita yang merasa diuji tadi, merasa iman tinggi mau dinaikkan sama Allah. Apakah kita semakin beriman dengan sakit tadi ? Jika iman kita sudah siap diuji maka sikap kita mesti baik terhadap ujian itu.
Apa yang kita lakukan saat sakit ? Biasanya aktivitas kita menurun dan mulai mengeluhkan kondisi yang semakin lemah. Apakah ini yang kita bilang ujian iman, dimana iman kita ? Bukankah jika iman itu sudah ada memiliki sifat dan karakter yang baik, diantara kita bisa menerima dengan ikhlas ketetapan Allah (sakit tadi). Tak hanya itu jika kita sakit kita cenderung dan fokus untuk berobat lebih dulu dan sangat mengandalkan obat agar sembuh. Dengan apa yang kita lakukan di atas, dimana iman kita ? dimana kita menempatkan Allah dalam masalah sakit ini ? Disinilah kita mulai berpikir dan introspkesi diri
Bisa kita bayangkan .... bisa kan sakit tidak diizinkan Allah karena kita menjaga kesehatan dengan makan yang sehat. Kita bekerja melebihi waktunya sehingga tubuh tidak mendapatkan istirahat. lalu bisa juga kita memang melalaikan pola pikir negatif sehingga tubuh mengikuti pola negatif. Atau memang kita tidak tahu cara hidup sehat dan tidak mau juga belajar. Jika ini yang terjadi maka apakah ini yang disebut ujian keimanan ?
Bagaimana dengan masalah hidup ? musibah dan sejenisnya ... masihkah kita berpikir kita diuji imannya. Saya mulai berpikir memang itu ujian, tapi ujian apa ? Sakit mengingatkan kita diuji, apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat sehat ? Sudahkah kita menggunakan pikiran untuk menjalani hidup sehat atau mengabaikannya ? apakah kita bersyukur dengan tubuh yang sehat dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh atau melalaikan (kufur) dengan nikmat Allah itu dengan tidak mentaatinya ? Jika pola pikir kita seperti ini membuat kita lebih sadar dan sesuai memang kondisi kita, maka kita pun menjadi mau berubah menjadi semakin baik (tidak merasa iman kita yang sudah baik).
Apapun sikap kita menghadapi sakit dan sejenisnya ? Yang terpenting kita semakin sadar kepada Allah dan kembali kepadaNya untuk menghadapinya bersama Allah. Hal inilah yang menjadi kekuatan kita untuk meningkatkan iman kita.  

Mengeluh atau berhenti

Dimulai tgl 31 Desember Malam ... ada banyak bencana di seluruh Indonesia. Umumnya banjir. Air menggenangi banyak wilayah dan menganggu aktivitas banyak orang. Ada apa ya ?
Ada yang bilang ini bencana, maknanya telah terjadi kerusakan di muka bumi dan laut oleh tangan-tangan manusia. Bencana itu sudah seizin Allah. Bisa jadi bencana ini tadinya belum terjadi karena Allah ingin melihat apakah manusia itu sombong atau nggak. Ada pembangunan yang dibanggakan dan ada banyak karya yang diyakini karya yang luar biasa. Begitulah kita jafi sombong dan sekarang masih mau bicara tanpa hati. Allah pasti lebih tahu ... yang hebat lagi manusia itu mengklaim bencana ini dengan menyalahkan orang lain. Mari kita bercermin, untuk apa kita menyalahkan karena pasti ada orang yang seperti itu. Jadi yawng jauh lebih penting adalah apa yang mesti kita lakukan hari ini. Yang pasti banyak istigfar dan lakukan banyak hal tanpa perlu mengeluh.
Hal lain dari kejadian di atas adalah menetima keadaan dengan terus bersemàngat memperbaiki keadaan sebagai amal kita. Mengeluh dan menyalahkan orang lain tidak merubah keadaan. Bisakah kita ikhlas  ? Ikhlas pun tanpa komentar ya.
Ayo kita menata hati agar dapat menyikapi dan semakin baik dalam bertindak., Bismillah semua itu menjadi baik dan inilah latihannya

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...