Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Yang kita lihat hanya depannya aja

Terkadang diantara kita sering mengalaminya, melihat seseorang punya mobil mewah. Saat itu kita bilang,"hebat ya". Hal inilah yang mendorong kita juga ingin seperti orang itu, "memiliki mobil mewah". Apa yang terjadi selanjutnya,"kita berusaha dengan cara kita untuk memiliki seperti yang dimiliki orang tersebut". Disinlah awalnya yang membuat kita bermasalah. Kok bermasalah ? Bukankah kita mulai berusaha maksimal dengan kerja keras untuk menjadi seperti teman kita, salahkah itu ? Tidak salah dan bahkan ada semboyan,"bercita-citalah setinggi langit" dan ada slogan "saya bisa". Semua ini mendorong kita untuk bisa menjadi seperti orang yang kita lihat. Saat kita berkeinginan memiliki mobil mewah seperti orang yang kita lihat membuat kita menjadi lebih maju dan kemajuan itu bagus
Tidak salah seharusnya benar, tapi bisa jadi tidak tepat. Apakah kita hatus memiliki mobil mewah seperti teman kita ? Tidak mesti kan. Mari kita membaca yang tidak terlihat agar kita bisa mengambil hikmahnya.
1. Tujuan membeli mobil mewah itu untuk apa ? Untuk menjadi sombong, untuk transportasi atau untuk aktivitas usaha atau yang lainnya.
2. Darimana teman kita membeli dan apakah mobil itu hadiah atau dibeli dengan hutang ? atau mobil tersebut mobil kantor
3. Apa jabatan atau status teman kita ? sebagai karyawan, pengusaha, atau lainnya
4. Bagaimana sifat teman kita ? Karena sifat atau karakter menjadi penentu bagaimana mobil mewah itu dimanfaatkan.
5. bisa juga yang Anda pikirkan lain dari 4 hal di atas
Dari pertanyaan di atas kita bisa mengambil hikmahnya ...
Kita membeli sesuatu ada tujuannya, jika tujuan kita untuk transportasi maka kita bisa membeli mobil yang sesuai kantong kita, hindari untuk berhutang, atau mencicil yang tidak memberatkan kita. Atau kita memang memegang amanah untuk tidak berhutang dengan menabung terlebih dahulu dengan memaksimal kerja kita. Cara inilah yang mengantarkan kita kepada rasa syukur kepada Allah, persoalan memiliki mobil hanyalah izin dan ridha Allah saja. Jika Allah berkenan maka semua bisa dipenuhiNya.
Agar kita pun bisa mensyukuri pembelian mobil, maka kita mesti belajar dan siap memiliki akhlak yang benar selama memiliki mobil. Sebelumnya kita pikirkan jika sudah memiliki mobil :
1. Mobil itu perlu BBM, sudah siapkah kita dengan uang untuk membeli BBM. Jangan-jangan uang kita pun sudah ngga cukup. Jika ini terjadi maka sering kali kita cenderung pelit untuk menggunakan mobil untuk keperluan yang baik atau lainnya dan menjadi perhitungan setiap menggunakan mobil. Apakah keadaan ini kita senangi sebagai hamba Allah ? Atau kita siap berubah dimana tadinya kita orang yang tidak begitu menjadi pelit dan perhitungan.
2. Mobil itu perlu perawatan seperrti oli, sekali lagi masalah uang. Apakah kita sudah siap ? Atau bahkan kita tidak ingin mobil itu digunakan yang akhirnya banyak diparkir di rumah karena takut rusak dan sebagainya.
3. Apakah aktivitas kita dan akhlak kita sudah siap untuk memiliki mobil, memiliki uang cukup untuk menggunakan mobil, mempunyai aktivitas yang memang memerlukan mobil dan kita pun memiliki sikap yang baik dengan mobil yang kita miliki untuk segala kemungkinan.
Sudahkah kita berpikir dan merenungkan sesuatu yang terlihat dengan membaca yang tidak terilhat, begitu lah Allah mengajari kita untuk bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Jika sudah bersyukur maka Allah tambah nikmatnya dan sebaliknya tidak bersyukur kata Allah tunggu azabNya. Memliki sesuatu atau mobil juga menjadi bagian ilmu dan petunjuk Allah.
Apakah kita memiliki uang lebih untuk memiliki mobil ? apa tujuan kita memiliki mobil ? apakah aktivitas kita memerlukan mobil itu dalam kehidupan sehari-hari ? Apakah mobil itu harga mati untuk dimiliki ? Apakah kita sudah memiliki akhlak yang baik setelah memiliki mobil itu ? Apakah hari ini memiliki mobil itu hanya sekedar emosi saja atau kebutuhan ? Apakah dalam setahun ini kita sudah bertambah rezekinya ? Apakah kita tidak ada kebutuhan utama yang lain yang harus diutamakan  ? Sudahkan kita sering beribadah dan beramal saleh setelah menerima nikmat Allah ? dan banyak lagi pertanyaan yang menjadi ukuran yang tidak terlihat (tersirat).
Insya Allah, saat kita sudah beribadah dan banyak beramal saleh dan bertambah secara kualitas dan kuantitas yang dilakukan terus-menerus, pastilah Allah memberikan yang terbaik karena Allah juga Maha Mendengar isi hati kita dan Allah juga tahu dalam memberi sesuatu (nikmat) agar kita tidak menjadi jauh dariNya maka dari itu kita pun mesti sabar dan menerima dengan ikhlas apapun kehdiupan ini. Aamiin



Masalah setelah membandingkan

Seorang karyawan yang abis gajian pada penasaran kok gajinya biasa-biasa aja. Rasa penasaran itu ditumpahkan ke temannya dan tanya sama temannya, "emangnya gaji kamu berapa ?" dan ternyata gaji temannya lebih besar. lalu muncul dipikirannya, kok bisa ya ? Menurut dia,"selama ini saya kok yang kerja lebih berat dan banyak, tapi kok gaji saya kecil ?" Apa yang terjadi selanjutnya, mulailah karyawan tadi berprasangka buruk ke temanna, ke atasannya dan dicurhatinlah ke semua orang yang ditemuinya. Disinilah mulai muncul masalah dan masalah itu bertambah karena dia mulai malas bekerja sehingga bulan-bulan berikutnya gajinya pun semakin kecil. Bisa jadi ada pikiran tentang "Allah itu tidak adil". 
Padahal jika diulang kembali, saat karyawan tadi merasa gajinya kecil tidak bertanya kepada temannya dan membandingkan. Maka yang ada di pikirannya adalah bagaimana cara supaya gajinya naik ? Apa saya belum produktif ? Apa saya tidak dekat dengan atasan saya ? atau Apa saya melupakan Allah yang Maha Pemberi Rezeki. Yang terjadi adalah karyawan tersebut semangat untuk merubah keadaan sehingga menjadi semakin baik.
Sekalipun karyawan itu bertanya dan melihat, sebenarnya tidak perlu juga kemudian untuk membandingkan. Saat membandingkan itulah ada syetan yang mulai membisikkan agar si karyawan untuk bersikap buruk dan tidak menerima keadaan (tidak bersyukur), tapi ada juga pikiran yang positif yang dikalahkan yaitu membandingkan dan hasilnya lebih rendah mestinya mampu membangkitkan semangatnya untuk merubah dirinya semakin baik.
Allah itu adil kepada hambanya, yaitu bukan menyamakan semua hal. Tapi membalas dan memberikan sesuai dengan apa yang dikerjakan dan jangan lupa ada hal pula yang mengurangi balasan Allah itu untuk setiap keburukan yang dikerjakan. Kita hanya melihat apa yang dikerjakan orang lain, tapi kita tidak pernah tahu amal lain yang dikerjakannya. Bisa jadi kita kerja keras luar biasa, tapi kita iri dan dengki sama orang lain. Apa kita tahu berapa yang Allah balas ? Yang pasti Allahlah yang Maha Tahu dan Maha Penghitung yang benar. Apa yang kita terima hari ini adalah yang terbaik dari Allah dan kewajiban kita adalah hanya bersyukur sesuai petunjukNya.
Insya Allah kita semakin mampu memahami kekuasaan Allah yang ada pada diri kita dan Allah pun membimbing kita untuk berbuat yang semakin baik.

Niat, semua sudah tahu.

Seorang teman yang jadi salesmen merasa kesulitan saat ini, karena untuk menjual banyak sekali hambatan. Harga menjadi mahal dan konsumen tidak memiliki daya beli tinggi, persaingan dengan kompetitor semakin berat, produk kompetitor semakin murah dan bagus, harga yang murah dari penjualan online menjadi trend saat ini. Ditambah lagi kebutuhan keluarga semakin besar seiring anak yang sudah mulai sekolah. Semua persoalan menjadi semakin terasa karena perasaan ini sangat merasakan yang tidak nyaman, merasa sendiri, sedih dan "malas" melakukan apa-apa.
Sama halnya dengan teman yang kerja di kantor, gaji ya segitu aja dan tidak bertambah secara drastis. Sedangkan kebutuhan di rumah dan lainnya semakin meningkat. pinjaman dan pinjaman hanya menjadi solusi sementara. Dan banyak lagi yang dirasakan dan dialami banyak orang. Seorang pedagang pun mengalami hal yang sama dan bisa juga terjadi pada orang yang terlihat kaya dan terkenal.
Jika kita pikirkan sepertinya semua itu karena persoalan duit dan mencari duit itu adalah solusinya. Dalam mencari duit sangat tergantung "nasib", bisa aja orang yang kerjanya ngga begitu sibuk dapat duit besar atau sebaliknya. soal mencari duit ini tidak ada rumus yang benar, bisa zigzag. Orang kaya bisa dapat uang banyak tapi uangnya pun bisa habis, di sisi lain orang yang biasa dapat uangnya sedikit tapi kok bisa pergi haji.
Ada hadist yang bilang begini,"semua amal itu bergantung niat". Oke kita pakai hadist itu sebagai dasar pemikiran kita dalam mencari duit. Jika mau dapat duit maka kita kerjapun diniatkan dapat duit, maka niat itu ngga salah. Tapi kita sering menjalankannya tapi kita tidak dapat duit. Bahkan orang yang berniat itu sudah banyak melakukan ibadah dan berdoa.
Bukan untuk mengatakan solusi benar dan yang itu salah, tapi mari kita merenungkan hadist di atas, memang dikatakan semua amal itu bergantung kepada niatnya, tapi boleh kita bertanya amal yang jelek karena niat jelek. Bener nggak ? iya sih. Perhatikan apakah orang yang jahat itu mempunyai niat jahat pula ? bener nggak ? Tapi kalau ditanya apakah bener mereka yang jahat mempunyai niat jelek ? Kalau ditangkap penjahat itu bilang mereka tidak niat, tapi ada godaan atau kesempatan. Atau boleh saja sih kita bilang penjahata itu merencanakan bukan meniatkan. Apa bedanya ? Rencana itu sebatas pikiran dan emosi kita, tapi niat itu masuk ke dalam hati. Masuk ke dalam hati, berarti niat itu berurusan dengan Allah. Dan niat itu tidak sekedar sebuah "niat" (kepada sesuatu), saya niat kerja buat keluarga bandingan saya niat kepada Allah dengan kerja saya.
Yang pasti niat itu pasti yang baik dan sekaligus niat itu pun tertuju hanya kepada Allah. Niat yang sesuai dengan petunjuk Allah. Mari kita evaluasi saat kita bilang saya kerja cari duit buat keluarga, siapakah yang memberi duit kepada kita dengan kerja ? apakah bos kita atau Allah ? Bisa jadi kita terjebak dalam menetapkan niat ini sehingga kita lalai menempatkan Allah jadi nomer satu dan satu-satunya. Baik nggakk niat itu ? baik dan karena niat cari duit kita pun mendapatkan duit, duit dari bos kita. Apakah duit itu berkah ? inilah yang bisa jadi persoalan kita. orang yang bekerja luar biasa mendapatkan duit terus kerja dan kerja sehingga mereka pun mendapatkan duitnya. Tapi dimasa tuanya duit itu menjadi "hilang" untuk membayar kelelahan kerja mereka alias sakit mereka di masa tua.
Jika begitu boleh dong kita ubah menjadi niat .... saya kerja untuk mendapatkan ridha Allah. Bukankah Allah yang mutlak yang bisa memberikan rezeki kepada kita dan juga yang memelihara kita. Jadi apa yang kita kerjakan tertuju kepada "bos" Allah, cara dan ilmu dalam kerja pastilah sesuai dengan keinginan Allah. Jika kita percaya betul pemahaman ini, Insya Allah kita dicukupkan Allah. Allah mengatur bos kita untuk membayar gaji, Allah mengatur kehidupan kita dimana kita menjalankan kehidupan sesuai petunjukNya. 
Sudah niat ? Insya Allah kita mulai hari ini, kerja kita atau belajar kita untuk mendapatkan ridha Allah. Agar diberi kemudahan dan kelancaran, maka kita mau tidak mau mesti membaca petunjukNya yaitu Al Qur'an. Dengan membaca Al Qur'an kita diberi hikmah oleh Allah tentang apa yang harus kita kerjakan. Ibadah (shalat, puasa, sedekah dan sebagainya) dan amal saleh menjadi dasar kita kerja. Misalkan dengan senyum kepada orang lain, bisa membuat kita kerja lebih baik karena senyum kita membuat orang di sekitar kita ikut memberi kontribusi kerja kepada kita. Shalat itu bisa menyakinkan orang dengan akhlak kita sehingga mereka itu percaya dan tidak takut untuk berbagi.
Demikian saja pemikiran kami tentang niat. Jadi kita mulai dari niat dan memang semua berawal dari niat. Insya Allah persoalan hidup kita yang semrawut dan tidak ada solusinya ini, dapat kita evaluasi dari niat dan menindaklanjuti niat itu dengan benar.

Tidak enak ...

Seorang sahabat "tidak enak" terhadap kita agar kita merasa nyaman, Ada kekhawatiran kita marah, emosi dan banyak hal bisa terjadi yang tidak diduga. Persahabatan menjadi point penting daripada membenarkan apa yang terjadi pada diri kita. Sebaliknya kita pun merasa "tidak enak" untuk menegur sahabat jika ada salah.
Seorang suami merasa "tidak enak"terhadap isteri dan anaknya yang ingin sesuatu, yang menurut suami bisa membuat mereka bahagia. Jika tidak dituruti, maka "kan itu juga tanggung jawab suami". Keadaan ini membuat suami berkorban untuk keluarganya. Dalam hatinya, dia ingin mengungkapkan ada yang mengganjal semua itu. Tak terungkap dan akhirnya suami pun merasakan penderitaannya.
Seorang bawahan di kantor merasa tidak enak menegur atasannya, karena dia (atasan) sudah berbuat baik kepada dirinya. "entar kalau ditegur malah saya disalahin dan dia marah besar". Padahal kita tahu apa yang dilakukan atasan bisa berdampak negatif.
Cerita lain, ada teman yang ingin pinjam uang, tapi kita sendiri tidak suka dengan kelakuan teman yang foya-foya. Mulut tidak mampu bicara untuk mengatakan tidak. Akhirnya kita pun meminjamkan uang juga, padahal kita hanya uang segitunya.
Semua keadaan tidak enak itu memang seperti menutupi "kebaikan" yang berakhir kita mengerjakan atau melakukannya dengan berat (terpaksa) atau tidak ikhlas. Begitulah perasaan yang sangat berperan untuk menciptakan keadaan tidak enak itu. Apakah dampaknya ? Menutupi kebaikan adalah godaan syetan dan kita lah yang terkena dampaknya. Maka orang lain pun mendapatkan balasan yang buruk yaitu "tidak berubahnya perilaku atau sifat mereka".
Allah mengajarkan kita untuk mengungkapkan kebaikan itu, untuk disampaikan agar kita mendapatkan balasan kebaikan dan kebaikan itu bisa memberi manfaat kebaikan bagi orang di sekitar kita. Balasnya keburukan dengan kebaikan melalui cara-cara yang santun. Maka merasa tidak enak mesti diambil hikmahnya adalah kita harus belajar banyak untuk memahami orang lain agar kita pun tahu cara yang pas untuk menegur orang lain. Dan yang pasti proses belajar itu juga harus berani mengungkapkan walaupun pahit.
Insya Allah kita diberi hidayah dan bimbingan untuk mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi diri kita sendiri dan orang lain dengan amal saleh yang kita lakukan.

Terpuruk ...

Beberapa orang pernah mengalami kondisi terpuruk, kondisi yang sangat menyedihkan dan membuat diri kita tak berdaya. Mau curhat ? hanya sedikit orang yang mau mendengar, dan memohon bantuan tidak ditanggapi karena mereka bilang saya juga begitu. keadaan ini membuat kita merasa sendiri sekalipun ada teman, saudara, orang tua dan sebagainya. lalu mau bagaimana ?
Diam dan hanya menyendiri atau terus menjalani saja kehidupan ini apa adanya atau mencari solusi yang tepat dengan pikiran yang tenang. Seringkali kita mengatakan,"kok dia aneh beberapa hari ini" atau bahkan ada yang bunuh diri,"kok bisa bunuh diri, rugi". Inilah tanda-tanda bahwa kita memiliki keadaan yang tidak baik. Ada jalan pintas dan ada jalan yang benar.
Keadaan yang makin terdesak dengan berbagai masalah dan kehidupan sudah menunggu untuk dijalani. Kita cenderung menuju jalan yang pintas, jalan yang mudah untuk menutupi kehidupan yang mesti dijalani. Berharap jalan ini adalah jalan terbaik dan setelah itu kita berharap pula ada jalan lain yang lebih baik. Tapi pengalaman kita sebelumnya jalan mudah itu meneruskan jalan yang sudah dijalani. Akhirnya kita pun terjerumus kembali. 
Jalan yang benar itu jalan yang menyelesaikan masalah (keterpurukan) kita. Berilah waktu untuk merenungkan segala hal yang terjadi  ..... kembalilah kepada Allah. Allah yang Menciptakan kita dan Dialah yang Maha mengatur, yang Maha menyempitkan dan Melapangkan kehidupan kita. Allah itu Maha Adil, Adil terhadap apa yang kita kerjakan. Artinya apa yang kita dapatkan hari ini adalah apa yang kita kerjakan selama ini. Allah tidak zalim kepada hambaNya dan HambaNya lah yang menzalimi dirinya sendiri. Sadarkah kita ? Kesadaran ini mesti mendorong motivasi kita untuk bangkit dan semakin percaya kepada Allah.
Atas dasar kesadaran di atas, maka hanya Allahlah yang mampu menyelesaikan masalah kita, keterpurukan kita hari ini. Selanjutnya mulailah dari kita untuk mendekat kepada Allah yang mendorong Allah meridhai dan merahmati kebaikan buat kita. Di waktu kita lapang, kita sudah tidak bersyukur dan saat sempit kita mesti 2 kali dan bahkan lebih untuk menyediakan waktu, tenaga dan fokus kepada Allah. Ibadah shalat lebih khusyuk dan shalatpun semakin banyak, zikir dan doa lebih merasuk agar kita benar-benar merasakan kedekatan kepada Allah, sedekah dan ibadah lainnya. Yang penting lagi adalah kesabaran dalam menjalani semua itu. Harus ada prasangka positif dengan selalu berharap Allah yang maha Rahman dan Rahiim agar Allah menyelesaikan keterpurukan hari ini. 

Tuhan tempat bersandar

bersandar atau bergantung adalah sesuatu yang seringkali dilakukan oleh manusia manapun. Ada yang pintar selalu menyandarkan dirinya kepada ilmu. Kurang ilmu dia belajar giat dan punya ilmu pun bisa bikin "sombong". Sejak lahir sampai sekarang siapa kita sering diidentikkan dengan sesuatu baik itu berupa materi atau non materi.
Dari nama sejak dilahirkan kita sudah mulai bersandar kepada nama yaitu nama orang tua, "oohh si Amir yang anaknya pak Abdullah". Karena memang kita belum punya apa-apa, mulai sekolah kita pun menempelkan nama kita dengan sekolah. Kita bangga dan bilang hebat karena kita memang sekolah di sekolah favorit. Jika kita menjadi juara kelas, sandaran kita semakin bertambah ....dan seterusnya. Sejak mulai bekerja kita pun mulai bersandar pada pekerjaan kita, pada jabatan, pada perusahaan, bersandar pada materi, uang, rumah, kendaraan
Bagaimana jika sandaran itu hilang ? Maka kita menjadi "hilang" juga. Mengapa itu terjadi ? Karena sandaran kita itu tidak mutlak alias bisa ada dan bisa hilang. Bukankah yang kita harapkan itu sandaran itu mesti kuat dan selamanya. Jadi yang pantas menjadi sandaran adalah Allah, Tuhan semesta alam
Makna yang bersandar itu berarti saat kita memiliki sesuatu berupa materi atau hal lainnya, maka sebaiknya kita berbagi sehingga tidak merasa memiliki. Tapi yang kita miliki adalah Allah yang Maha Memberi. Semua berasal dari Allah dan kembali kepada Allah.
Perhatikan saja, dulu kita dilahirkan dan dibesarkan tidak memiliki apa-apa dan kemudian diberikan Allah segala yang kita perlukan dan kita inginkan .. Mengapa kita mesti "kecewa" jika semua itu diambil lagi ? Insya Allah sikap ini kita bangun membuat iman kita semakin baik dan tinggi.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...