Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri
Showing posts with label Katanya mau. Show all posts
Showing posts with label Katanya mau. Show all posts

Katanya mau berubah sekarang

 Ada dorongan saya untuk berubah, apa yang mesti saya ubah duluan ? Pertanyaan ini baru muncul, karena banyak hal yang mau diubah. Tapi kenyataannya perubahan hanya sementara. Katanya mau berubah, tapi pakai syarat. Kalau nanti saya udah ada ilmunya, kalau nanti saya sudah siap dan kalau .... yang lainnya.

Yang menjadi pertanyaan saya di atas, yang mana duluan yang mesti diubah ? Harus punya ilmu dulu baru berubah, atau setelah punya uang duluan baru bisa berubah, atau harus kerja keras dulu dan mendapatkan uang baru mau berubah. Begitulah kenyataan yang sebenarnya tanpa disadari saya mau berubah tapi tidak ada yang fokus sampai tuntas. Maka pikiran tidak segera memerintahkan perubahan itu kepada tubuh (dalam tindakan nyata yang terus-menerus). Memang sih saya bisa semangat karena suasana yang saya rasakan bisa membangkit saya untuk berubah. Misalkan suasana bertemu dengan temen yang sukses, semangat berubahnya tinggi. Tapi semua hanya sekedar semangat saja, karena saya tidak mempunyai modal untuk memulai seperti temen saya. Begitu juga saat mencari ilmu baru dalam training, saya bersemangat sekali karena dengan ilmu itu hanya bisa melakukan hal baru. Tapi hasilnya ternyata tidak langsung diperoleh (butuh proses dan waktu). Alhasil perubahan dengan ilmu baru itupun reda. Semua perubahan yang dimulai berlangsung tidak lama dan kembali kepada rutinitas yang sudah biasa.

Secara logis sudah terjadi seperti di atas, dan secara emosional juga tidak terlalu berhasil juga. Dari pengalaman di atas, saya merasakan perlu yang namanya kontinuitas (memelihara dan selalu ingin meneruskan apa yang sudah diubah menjadi semakin baik). Semangat ada, ilmu ada, motivasi ada .... rasanya semua sudah dimiliki. Mengapa saya belum juga berubah ? Boleh nggak saya bertanya dalam diri saya sendiri, "Apa iya semua itu saya yang menentukan ?" Jika memang yang menentukan, maka saya bisa dong berubah. "Apa iya ya ?" Kan masih ada Allah, dimana saya bergantung segala hal, saya hidup karena Allah berkehendak, saya bisa berjalan/belajar/berkembang karena Allahh yang memberi fasilitasnya dan mengizinkannya, saya mati karena takdir Allah .... Mengapa saya tidak berserah kepada Allah yang menguasai semua pada diri saya ?

Allah memiliki segalanya, mau ilmu Allah punya, mau bimbingan Allah yang Maha sempurna dalam membimbing saya, mau pengingat Allah yang Maha mengingat 24 jam dan kalau salah Allah yang maafin. Katanya mau berubah sekarang, maka saya mesti kembali dulu ke awal, menggantungkan harapan kepada Allah, memohon harapan yang baik, memohon izin harapan yang saya inginkan dirahmati. Insya Allah dengan mengawali perubahan yang saya inginkan dirahmati Allah, lalu saya meneruskannya dengan mencari ilmu Allah yang telah janjikan bisa mengantarkan saya berubah (dan sukses). Saya melakukan perubahan itu karena Allah, maka perubahan dapat mempertahankan kontinuitasnya. 

katanya mau berubah sekarang, sekaranglah untuk meminta ampun atas kesalahan saya sebelumnya. Insya Allah saya mendapatkan semangat untuk membersihkan hati agar saya mudah dan siap menerima petuntuk Allah. Petunjuk di hati inilah yang dapat memberi saya ilmu dan kemampuan dalam mengamalkan (mengerjakannya).

Katanya mau naik gajinya

 Akhir tahun ini dan hampir di penghujung tahun, semua orang yang bekerja mau gajinya naik. Perusahaan juga memang menaikkan gaji sesuai kondisi perusahaan dan kebutuhan hidup standard. Bagaimana sikap karyawan yang "menuntut" gaji naik besar ? Kata bos,"mikir dong mau gaji naik tapi dikasih target naik jadi masalah".

Memang sudah umum bagi semua karyawan bahwa kalau bisa gaji naik ya tidak ditambah kerjaannya. Apa iya ? Kalau semua seperti itu maka pendapatan perusahaan tentu tidak naik. "ya dong karena memang tidak ada kenaikan produktivitas dengan kerja yang tidak ditambahin". Sebagai karyawan harus sadar bahwa tidak ada gaji naik tanpa kerja lebih baik. Maka "katanya mau naik gaji, maka siapkan sikap dan perilaku dengan kerja baru yang lebih baik".


Hindari sikap dan perilaku yang sama dalam kerja dengan sebelumnya. Karena tanpa disadari karyawan tersebut dari hari ke hari pasti ada "paksaan" untuk mengejar produktivitas yang dibutuhkan oleh perusahaan. Karena tidak siap sikap dan perilakunya, maka mulailah karyawan itu "stress". Apa yang terjadi adalah karyawan bilang,"kalau mau tambah kerja hargai dong dengan gaji tinggi". Atau kalau menyikapi kondisi itu dengan biasa-biasa saja, "yang penting kerja". 

Tidak perlu menyalahkan perusahaan dengan tuntutan kerja produktif, karena yang mau menerima gaji tinggi itu kan karyawannya. Maka karyawan mesti kerja yang bener dan produktif untuk menumbuhkan perusahaan. Perusahaan lewat manajemen melihat apa yang karyawan lakukan, kerja yang luar biasa pasti diapresiasi dengan luar biasa. Katanya mau naik gajinya, proaktiflah untuk menjadi kinerja produktif. Ini membuat nyaman karyawan dan perusahaan. Atau tugas HRD lah untuk menfasilitasi karyawan produktif dengan pelatihan dan sebagainya.

Katanya mau naik gajinya tahun 2023, yuk siapin diri untuk berubah menjadi lebih baik. Ubah sikap kita menjadi positif, salah satunya adalah menerima dengan senang saat menerima kerja tambahan (lebih baik), bukan lagi kerja sebagai beban. Dengan merubah sikap ini saja menjadi pembuka untuk menjadi lebih baik. Ubah apa lagi ? Belajar ilmu baru agar pekerjaan menjaddi lebih mudah dan ringan, ubah juga untuk terus berlatih agar menjadi ahli (mahir). Insya Allah langkah berubah ini diizinkan Allah untuk mendapatkan nikmat lebih banyak, salah satunya gaji yang lebih baik (berkah).

Katanya mau nggak malas lagi

Kata malas itu sudah menempel pada setiap orang. Ada yang banyak malasnya dan ada yang sedikit. Dihari Libur dan setelah banyak beraktivitas yang menyebabkan lelah malasnya bertambah besar. Malas biasa dihabiskan dengan istirahat atau tiduran. Diturutin malah keterusan dan makin jadi malasnya. Ada akibat samping dari malas yang berkelanjutan itu adalah badan terasa "sakit". Mau membiarkannya terjadi ? Memulai aktivitas lagi sangat berat.


Katanya mau nggak malas lagi ? Ya udah jangan dijadikan hari libur tanpa aktivitas, baik aktivitas di luar rumah maupun di dalam rumah. Teruslah bergerak dengan aktivitas apapun agar malas itu tidak menyambut kita. Jika aktivitasnya berupa istirahat seperti main HP, nonton TV dan santai saja, maka jangan berlama-lama agar tidak menjerumuskan kita kepada kemalasan juga. Disisi lain jika kita menghadapi kelelahan boleh saja untuk istirahat dan sebaiknya segera bersih-bersih badan dan makan seperlunya. Terutama mandi adalah cara untuk memulihkan kesegaran tubuh, dan jika kita tidur, maka bangunnya menjadi enak. Mandi adalah cara relaksasi tubuh yang baik dan dilanjutkan dengan tidur, relaksasi ini menjadi baik buat pemulihan.

kebanyakan dari kita menjadi malas karena memang tidak ada aktivitas apa-apa. Maka perlu untuk berubah sikap dan perilaku dalam melakukan aktivitas. Ada aktivitas yang tidak perlu atau bukan tanggung jawab kita sehingga kita cenderung untuk diam dan santai. Misalnya di rumah, kita malas beres-beres setelah beraktivitas. Bangunlah sikap baru bahwa beraktivitas itu juga amal saleh dan membuat tubuh bergerak sehingga rasa malas hilang. Jika ada hobby yang bisa dijalani di rumah, maka lakukan itu sesering mungkin. Berkesinambungan beraktivitas dapat meminimalkan rasa malas. 



Kebiasaan beraktivitas mesti kita bangun yang sangat menyehatkan tubuh, pikiran dan perasaan kita. Membayangkan kita yang senang beraktivitas membuat orang disekitar kita bisa merasakannya dengan senang. Kebiasaan beraktivitas terus dibentuk baik di rumah atau di kantor atau ditempat dimana kita sering berada. Bisa aja ada orang yang di kantor rajin beraktivitas tapi di rumah malas. Karena di rumah sudah ada yang mengerjakan segala hal sehingga tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan lagi. Memang yang terbaik adalah selalu beraktivitas, dan kelelahan yang menghentikan aktivitas kita. Awali semua aktivitas dengan ikhlas dan mengucapkan Basmallah, maka maka aktivitas itu menjadi sangat berarti bagi hati yang tenang. Tidak hanya sehat tapi juga berpahala dan dijauhkan dari sifat malas yang dekat dengan setan dan aktivitas kita bisa menjadi amalan yang diridhai Allah. 

Katanya mau nggak khawatir lagi

Katanya mau nggak khawatir lagi, tapi masih beranjak dari dari khawatirnya. Kok tahu mas ? Ya tahulah dari cara berpikir kamu. Yang diucapkan masih tentang hal itu terus, seperti tidak ada cerita lain. Masih membicarakan "saya pengen ini dan itu". Itu tandanya masih ada kekhawatiran yang membuat kamu belum melakukan yang sebenarnya. Bisa aja sudah kamu lakukan tapi biasanya berhenti dan melemah. Merasa ada yang kurang. Kekurangan kamu adalah tidak konsistennya dalam beraktivitass.


Jangan sampai kamu memikirkan apa yang tidak bisa kamu kontrol. Mikiran ini aja bisa menghabiskan waktu lama dan tidak tindakan nyata. Misalkan kamu mau bertindak kalau ada mobil, sedangkan kamu tidak punya mobil. Bisa saja kamu hanya butuh mobil sewaan atau pinjem. Biar terjadi kamu mesti melakukan step by step nya. Untuk pinjem mobil aja, kamu mesti bersilaturahmi dengan temen yang punya mobil. lalu menyampaikan tujuan pinjem mobil. dan seterusnya. Maka hambatan dapat diselesaikan. 

Kalau nggak mau khawatir lagi, ya bertindak atau kerja dan sebaiknya dari hal kecil dan mudah. Agar khawatir semakin kecil, maka teruskan apa yang sudah kamu lakukan untuk semakin tinggi nilainya. Saat itulah muncul keberanian dan teruskan sampai khawatir itu hilang.

 


Tip untuk melakukan sesuatu hal :

Jika malas untuk melakukan sesuatu dan berat, maka bagilah tindakan itu dalam beberapa proses yang berkelanjutan. Semakin detail proses (step) tersebut semakin mudah untuk dikerjakan.




Katanya mau belajar

Katanya mau belajar, kok belum mulai ? Emangnya kamu tahu kapan saya belajar ? Terus bagaimana perubahannya ? Ya belum lah, namanya baru belajar. Belajar terkadang diterjemahkan dengan sekolah, atau mengikuti seminar dan sejenisnya. Atau memang mau bener-bener belajar lewat video atau menonton. Sebenarnya pada situasi apapun kita bisa belajar, dan bisa juga dari perbuatan kita sendiri. Yang penting ada yang berubah dari diri kita. Sudah berubah dengan hasilnya ?
Sekali lagi kita butuh belajar saat mengalami kesulitan atau tidak mampu mengerjakannya. Terkadang kita masih ngotot terus mengerjakannya, tapi hasilnya sama. Belajar dong ? Tanya temen atau orang yang paham sekarang. Tak perlu menjadi pintar, tapi bisa menyelesaikan kesulitan kita sudah bagus. Belajar dan praktekkan.
Seiring dunia yang semakin cepat berubah, tak cukup belajar jika ada kesulitan, tapi belajarlah terus-menerus untuk siap menghadapi dunia yang berubah. Kita siap berada didalam perubahan itu. Untuk itu sisihkan waktu agar bisa belajar. Kesempurnaan belajar seperti ini mesti dilakukan dengan praktek sehingga pelajaran yang kita pahami semakin sempurna.
Jangan dibatasi oleh pikiran kita sendiri untuk belajar. Saya kan bukan jurusan teknik, maka saya tak bisa belajar. Dan sebaliknya saya kan guru, masak belajar psikologi. Yang terpenting adalah belajar itu mengubah pola pikir yang semakin baik dan mendorong untuk mempraktekkannya. Apakah saya seorang yang tamatan SMA, bisa belajar berdagang ? bisa service AC ? Bisa memasak ? Bisa apa saja yang kita inginkan ? Andalah yang bisa menjawabnya dan pikiran Anda tidak terbatas. Belajar dan mempraktekkan terus-menerus

Katanya mau menulis

Katanya mau menulis, kok belum ada juga tulisannya ? Saya mau nulis apa ? Saya nggak ada ide, dan kalau pun ada ide, rasanya idenya nggak menarik. Yang menjadi pertanyaan, kok saya sudah memutuskan bahwa idenya tidak menarik sehingga tulisannya tidak ada. Inilah hambatan terbesar banyak orang dimana belum ada tulisan sudah dihakimi sendiri. Bagaimana ide itu tidak menarik, sedangkan tulisan itu belum dibuat dan belum dibaca ?

Katanya mau menulis, tulis aja. Bersyukurlah jika ada yang protes, itu artinya tulisan itu dibaca. Ada ketidaksesuaian apa yang saya maksudkan dalam tulisan dengan orang yang membaca. Tanggapi saja dengan senang untuk menulis lagi. Sebaliknya ada tulisan yang tidak ada protes, bisa jadi tulisan itu belum ada yang baca.

Buatlah sikap bahwa menulis itu BUKANlah perlombaan, jadi jangan pernah khawatir untuk kalah. Setiap tulisan berbeda dan memiliki keunikan tersendiri. Saya "berlomba" dengan diri saya sendiri untuk bisa menulis, Anda "berlomba" dengan Anda sendiri untuk bisa menulis. Jangan pernah membandingkan dengan orang lain. Menulislah terus ... membuat kita semakin senang dan sehat.

Jika dalam menulis aja seperti hal di atas, maka bisa jadi persoalannya sama dengan aktivitas lain. Bagaimana kita ingin berdagang/berbisnis ? Apakah ada ketakutan dengan kegagalan ? Ya. Padahal gagal itu menunjukkan kita tidak melakukan apa-apa. Berdagang/berbisnis adalah menjalankan usaha unik yang kita miliki untuk memberikan solusi kepada banyak orang. Tidak ada yang sama dalam berdagang, sekalipun yang dijual produknya sama. Pasti ada pelayanan yang berbeda, lokasi yang berbeda, konsumen yang berbeda ... bahkan bahasa agamanya, rezeki kita tidak sama alias tidak tertukar satu sama lain. kegagalan kita karena kita sudah menyakini kita gagal. Dagangnya takut tidak laku dan sebagainya. 


Hal yang sama juga terjadi dalam kerja, banyak orang merasa bahwa nggak perlu kerja yang luar biasa. "ntar juga dicuekin" dan sebagainya. Apalagi hasilnya belum jelas. Kondisi ini membuat orang hanya bekerja dengan cara-cara yang sama. Tidak ada keinginan menjadi semakin baik, hanya menjalankan perintah atasan. Tidak ada produktivitas dan hidupnya sama sepanjang tahun. 


Katanya mau menulis atau kerja atau berbisnis ... jalani aja. kalau belum ada yang membaca tulisan kita, tulislah lagi. kalau belum ada yang merespon kerja kita, maka kerja lagi. Demikian juga dengan berdagang, kalau belum ada yang beli, maka jual lagi. Kita tidak pernah tahu kapan dibaca tulisan kita, dihargai kerja kita, dibeli produk kita, tetaplah meningkatkan semua itu semakin baik.



Katanya mau senyum terus

Katanya mau senyum terus ... apa iya ? Kalau lihat si A, saya seneng banget karena senyum terus. Kayak nggak ada masalah. Kok bisa ya ? Bisalah bahwa si A sering memberikan senyumnya jika bertemu orang. Memang sih ada juga hari si A kurang senyumnya, tapi dari frekuensi keseringan senyumnya, saya sih bilang si A orangnya murah senyum.

Memang tidak ada orang yang sempurna, tapi dari apa yang dilakukannya seperti tersenyum sering dilakukan. Makanya orang menyebut si A itu senyum. Orang tersenyum tidak bisa dipaksakan. Senyum yang tulus datang dari hati yang bahagia. Bisa aja orang memaksakan diri untuk tersenyum tapi jadi nggak enak lihatnya.

Wajah kita mencerminkan suasana hati. Suasana hati yang tidak bahagia, maka senyumpun terasa hambar. Sebaliknya orang yang bawaan seneng aja, maka senyumnya luar biasa. Perhatikan orang yang memiliki senyuman menunjukkan orangnya memiliki sikap positif. Ada sih masalah, tapi sikap positifnya membuat dia menjadi nyaman dengan masalahnya. 

Mari perhatikan orang-orang berikut ini :

Apakah seorang pemimpin yang baik memiliki senyuman ? Mestinya iya, saya membayangkan pemimpin itu tidak murah senyum. Apa yang terjadi dengan yang dipimpinnya ? 

Apakah seorang yang cerdas memiliki senyuman ? Mestinya iya juga. Bagaimana orang yang tidak relax bisa berpikir kreatif ? Relax mengantarkan seseorang murah senyum. 

Apakah seorang karyawan tidak memiliki senyuman saat bekerja ? Mesti karyawan tersebut pasti stress dengan keadaaannya sendiri. Temennya kurang respek. Akhirnya bekerja pun tidak nyaman dan kurang produktif.

masih ada yang ingin dibayangkan orang tidak murah senyum ? Senyum menjadi bagian penting dari kesungguhan kita bekerja atau beraktivitas. Kurang senyum bisa menunjukkan sedikit terpaksa mengerjakan sesuatu. Menurut kedokteran, orang yang tersenyum memberi rangsangan positif dari seluruh tubuh untuk merasakan kenyamanan, dan sebaliknya mereka yang tidak mudah tersenyum membangkitkan otot-otot yang kaku dan stress.



Bukan persoalan ada maunya untuk tersenyum, tapi katanya mau senyum terus merupakan upaya untuk menyehatkan fisik kita (rasa bersyukur), yang juga menyehatkan batin (hati kita). dengan senyum banyak mengurangi tekanan (stress) dan membuat kita mudah bersikap positif dalam menghadapi hidup ini. Senyum membuat kita nyaman dan relax sehingga kita pun mudah untuk berpikir yang positif. Tidak ada ruginya, bahkan dalam Islam senyum adalah ibadah (senyum yang tulus pastinya).



Katanya mau senyum terus ... berusahalah menjaga hati untuk tetap berprasangka baik kepada siapa pun dan khususnya kepada Allah. Belajarlah tersenyum saat kita sendiri, saat beraktivitas apa saja dan buatlah diri kita bisa berimajinasi melihat diri kita sendiri sedang tersenyum. 

Katanya mau konsisten kerjanya

Katanya mau konsisten kerjanya, yang pasti konsisten untuk terus bersemangat kerja dan kalau bisa sih kerjanya semakin meningkat. Tapi apa yang terjadi ? Disiplin datang pagi bisa konsisten, tapi apakah sudah datang pagi bisa memberi nilai optimal dalam kerja ?  Inilah salah satu contoh yang tidak mudah untuk menjadi konsisten dalam meningkatkan nilainya. Bisa jadi kita berpikir, "kalau sudah konsisten dan mencapai nilai tertentu, apa bisa lebih baik lagi ?" Seperti disiplin datang paginya sudah konsisten, apakah bisa terus meningkatkan kualitas datang pagi ? Kita bilang,"mau ngapain lagi kan sudah datang pagi".

Bagaimana dengan kerja kita ? Apakah kita juga bisa konsisten untuk selalu meningatkan kualitas kerja kita ? Bagi sebagian orang yang penting itu,"kerja aja apa yang diperintahkan. Selesai". Dari hari ke hari, bulan ke bulan bahkan dari tahun ke tahun ... bukankah kerjanya bikin bosen dan semakin tidak termotivasi untuk semakin berkualitas. Mungkin sedikit ada rasa bosen bikin kita mau mengerjakan pekerjaan semakin baik seiring semakin lama kita bekerja. Sebenarnya bukan bertambah kualitas dari sisi ilmu, tapi peningkatan kualitas kerja lebih karena telah menjadi kebiasaan sehingga ketrampilan kita mengerjakannya semakin baik.

Konsisten itu menunjukkan kita kerja terus-menerus. Bukankah kita sudah kerja terus-menerus dengan menjalankan SOP dan perintah dalam job desc. Bener sih, secara perusahaan karyawan tersebut sudah bekerja baik dan konsisten. Bekerja sesuai yang tersurat, tapi apakah ada dampak positif dari pekerjaan tersebut bagi perusahaan ? Sepertinya ada dan kecil. Tidak cukup untuk mengembangkan perusahaan untuk lebih maju. Tanpa disadari perusahaan memiliki target kerja yang meningkat setiap tahun dan "dipaksakan" untuk dicapai oleh karyawan. Dari target inilah perusahaan bisa berkembang jika target tercapai. Tapi ada dampak negatif ? Karyawan bekerja secara "paksa" atau tertekan dengan target sehingga tidak senang dalam mencapai target. Mungkin agak terhibur jika ada reward yang baik dari perusahaan. Bagaimana jika target tidak tercapai ? Bisa jadi perusahaan berkembang walaupun tidak sesuai harapan, yang tidak baik adalah kondisi karyawan yang stress.

Maka kata konsisten untuk menjadi semakin baik menjadi perlu dikembangkan dalam perusahaan agar karyawan menjadi semakin baik dan perusahaan berkembang. Maka mesti ada lead masa depan bagi karyawan yang konsisten dalam kerjanya. Sikap saling menghargai terutama adanya kesalahan dalam proses konsistensi (proses belajar) kerja harus terbuka untuk saling mengoreksi. Bisa jadi dalam proses menjadi semakin baik itu ada kesalahan, maka kesalahan itu dianggap sebagai proses belajar. Yang terbaik adalah setiap karyawan memiliki semangat untuk kerja yang semakin baik sebagai motivasinya dan merasa menjadi semakin baik (nyaman) dalam kerja. Disisi lain perusahaan atau atasan membuka forum yang kondusif untuk menjadi semakin baik. Ada "proyek kerja" yang periodik yang bisa mengembangkan karyawan untuk semakin tertarik konsisten untuk bekerja yang berkualitas. Penghargaan atau reward bisa ada, tapi tidak perlu yang besar. Bisa jadi reward itu diberikan berupa penghargaan dan memberikan kebutuhan dasar manusia.

Disisi lain kerja yang tidak konsisten (kerja yang sama dengan cara yang sama terus-menerus), apa tidak bosen ? Kok mau kerja begitu aja ? Kehidupan kita terus berkembang dari seorang diri, berkeluarga dan memiliki anak serta memiliki mimpi yang besar untuk dicapai dalam hidup. Ini sudah bisa menjadi dasar untuk mendorong kerja yang konsisten. Caranya lakukan yang biasa kita lakukan dengan menambahkan sesuatu yang terkait yang menjadikan pekerjaan itu menjadi bernilai. Untung dong perusahaan ? Iya, tapi kan kita sendiri yang konsistennya (perusahaan hanya dapat dampak dari kerja kita). Kalau sudah bisa datang pagi, mengapa kita tidak mempersiapkan kerja lebih awal ? Atau setiap laporan yang kita buat, bisa ditampilkan lebih menarik untuk point penting. Dan banyak contoh kecil yang bisa kita tambahkan dalam pekerjaan kita. Inilah cara kerja yang konsisten, bosennya tidak ada dan yang pasti kemampuan dan ketrampilan kita berkembang



Bagaimana dengan ibadah kita, contoh sedekah ? Biasa-biasa aja tuh. Bisa jadi kita sedekah rutin bukan konsisten, menyumbangkan uang kenclengan setiap Jum'at Rp 10.000.  Bosen nggak sih ? kayaknya nggak. Kayaknya memang adanya segitu. Apakah kita tidak tertarik dengan balasan yang lebih banyak dari Allah ? Tertarik sih, apalagi balasannya yang besar. Begitulah kita punya ketertarikan kepada balasannya tapi merasa berat untuk bersedekahnya. Sebaliknya saat kita tidak sedekah, yang terpikir bagi kita adalah ringan (tidak mengeluarkan materi). Jadi kita lebih suka tidak bersedekah karena ringan dan tidak mengeluarkan apa-apa. Allah menyukai hambanya yang beribadah terus-menerus (konsisten). Untuk itu bukan sekedar ibadahnya yang rutin, tapi ibadahnya yang penuh makna terus-menerus. Yuk sikap dan semangat ibadah kepada Allah ini kita jadikan motivasi juga untuk kerja yang konsisten. Tidak hanya ibadah yang dinilai Allah, tapi kerja (hidupku dan matiku untuk Allah) juga sebagai nilai ibadah kepada Allah



Insya Allah kita selalu diberi kekuatan untuk terus bersyukur dengan terus konsisten pada jalan Allah, "ibadahku, shalatku, hidupku, matiku hanya untuk Allah".




Katanya mau melangkah lagi

Katanya mau melangkah lagi, tapi kadang kita jadi malas karena hasil langkah sebelumnya belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Kepikiran sama kita, apa langkah berikut ini menjamin sampai tujuan ? Daripada daripada, kita pun mutusin "nggak lagi". Secara akal sehat kita tahu bahwa sikap dan tindakan kita ini tidak benar, tapi kita pun tidak memiliki dorongan untuk meneruskannya.

Harapan kita kadang terlalu tinggi dengan apa yang ingin dan sudah kita lakukan. Niat sudah ada, lalu sudah bersiap untuk berangkat ke suatu tempat untuk bertemu seseorang. Tapi langkah persiapan itu meragukan kita, apakah dalam perjalanan bisa nyaman ? Akhirnya kita tidak melanjutkan perjalanan. Sikap yang tidak baik setelah persiapan lewat pertanyaan kepada diri sendiri itu cenderung melemahkan langkah kita. Bayangkan saat persiapan itu sudah kita lakukan, maka step berikutnya adalah naik kendaraan dan jalan. Ikuti step selanjutnya dengan menggerakkan kendaraan menuju lokasi yang dituju dan seterusnya. Melangkah lagi itu tidak perlu berpikir yang menghambat, tapi berpikir menjalani langkah selanjutnya. Boleh saja kita membayangkan niat kita tadi sehingga membuat langkah kita semakin yakin.

Langkah pertama sudah terjadi, maka yang ada adalah langkah kedua ... dan seterusnya. Jika tujuan kita itu memerlukan 100 langkah. Berpikirlah bahwa langkah kedua pun yang sudah kita jalani, makin mendekatkan kita kepada tujuan (masih ada 98 langkah). Apakah tiba di tujuan ? Bisa asal kita fokus untuk terus melangkah, langkah 3, 4, 5 ... 90, 91,  ... 98, 99 dan 100. Apapun tujuan kita pasti ada beberapa langkah yang mesti kita lalui. Hindari berpikir bahwa kita mau melangkah lagi karena hasil. Hasil itu kita peroleh karena kita sudah tiba di tujuan. Adapun hasil dari beberapa langkah yang kita lakukan hanyalah bonus yang bisa membangkitkan semangat untuk melangkah lagi, BUKAN untuk menikmatinya.


Dalam agama ada pesan yang baik, tapi kita jarang memperhatikannya yaitu sabar. Bagaimana bisa sabar dengan keadaan tertentu ? Sedangkan kita dalam kesulitan yang tinggi. kata sabar sering diucapkan tapi susah untuk dijalani. Dalam perjalanannya kita sering menjadi tidak sabar, dan orang bilang "sabar itu ada ujungnya". Kata sabar tidak pernah berujung sampai usia kita, sekalipun kita sudah di tiba pada tujuan. Sabar bisa bermakna kita mesti mengikuti langkah demi langkah yang seharusnya kita jalani, bahkan kita mesti selalu menyempurnakan setiap langkah dan memperoleh hasil yang sempurna juga. Jika kita belum mencapai apa yang kita inginkan, sabar mengajak kita untuk terus melangkah. Lalu dalam sabar pun kita diajak untuk selalu "bersyukur" saat tercapai keinginan kita. Makna keinginan kita dari A ke B dan seterusnya, merupakan perjalanan keinginan kita selama hidup yang berujung kepada kematian. Jadi kita memang dapat menikmati tujuan "sementara" dengan terus bersabar untuk melanjutkan tujuan berikutnya dan berikutnya. Jadi sabar itu bukan lagi untuk satu tujuan saja tapi sabar adalah sikap dan cara hidup kita. 


Yuk kita belajar dan berlatih melangkah demi langkah tanpa perlu memikirkan hasilnya atau mau menikmati hasilnya. Teruslah melangkah, bukankah "katanya mau melangkah lagi". let's go

Kata mau yang mudah


Katanya mau yang mudah, bukan yang mudah itu tidak ada. Kok bisa ? Kemudahan itu setelah ada tidak mudah. Jalan pintas ada yang berkonotasi mudah dan cepat, tapi itu pun kalau kita tahu caranya. Pastilah semua orang ingin mudah dan tidak ada semua orang tahu caranya. Yang pasti seseorang mengerjakan sesuai ilmunya. Anak SD yang sedang belajar berhitung merasa kesulitan menambahkan beberapa deret angka, tapi menjadu mudah setelah diajarkan cara berhitung cepat.

Seorang pedagang gorengan merasa tidak mudah mencari rezeki dengan dagangannya. Lalu pedagang itu belajar cara menggoreng yang bener agar gorengannya krispi yang disenengi banyak orang. Setelah itu berdagangnya menjadi mudah, tidak terbebani oleh gorengan yang tidak enak dan kurang laku. Seorang karyawan yang tidak bisa program komputer seperti excell menjadi tidak mudah membuat laporan yang diminta atasannya. Dengan belajar excell, semua pekerjaan menjadi mudah dan cepar.

Atau seorang lulusan universitas dengan gelar S2 atau S3 merasa kesulitan dalam memimpin perusahaan, yang dia tahu hanya angka-angka dan solusi berbagai orang terkenal. Perintah dan hukuman bagi mereka yang tidak mau mengikuti dan mengganti orang baru. Untuk menarik karyawan diberikanlah reward. Tapi apakah mampu memimpin ? Tentu di awal mengalami kesulitan karena belum mampu mengadaptasikan ilmu sekolah dengan lapangan. Kesulitan menjadi semakin berat jika tidak mempelajari hal mendasar dalam kepeminpinan yaitu tentang perilaku dan sifat manusia. Dengan belajar non teknis, kemudahan semakin menjadi nyata.

Kok shalat itu tidak mudah ? Ya pasti tidak mudah. Selain ada kesungguhan dari kita sendiri, masih sulit karena ada godaan syetannya. Bayangkan jika kita selalu shalat dengan sengaja setiap hari sepanjang tahun, maka shalat itu sudah menjadi kebiasaan dan semakin mudah dikerjakan. Tidak hanya itu kita pun selalu berlindung kepada Allah dalam shalat. Sama halnya seseorang yang dengan mudah suka memberi uang kepada seseorang untuk membantu karena percaya kepada Allah. Maka sedekah baginya juga mudah.

katanya mau mudah, jangan pernah ada jalan mudah tanpa pernah belajar untuk semakin tahu caranya. Kemudahan itu memang selalu kita idamkan, tapi dibalik itu ada godaan mencari jalan termudah yang merupakan bukan jalan yang baik (godaan syetan). Kata orang manajemen, semua kerja itu ada proses dan waktunya, jadi tidak bisa dipaksakan untuk mudah dan cepat. Yang terpenting adalah kita selalu kerja mengikuti step by step dengan benar merupakan jalan termudah saat itu, setelah mengevaluasi dan belajar lagi maka kita dapat menemukan kemudahan itu. Kuantitas atau jumlah kerja yang banyak dan terus-menerus mengantarkan kita kepada kemudahan juga, ada orang yang sudah bertahun-tahun kerja membuat dia memahami proses kerja dan menemukan cara yang mudah (berpengalaman).

Selalu berhati-hati dengan godaan syetan untuk selalu dengan cepat mencari jalan mudah (jalan pintas). Bisa jadi kita tidak merasa jalan itu adalah "jalan syetan", bukankah "syetan" menjanjikan jalan pintas agar kita tidak melakukan kerja yang bener. Akhirnya kita mengikuti jalan mudah tapi hasilnya tidak sesuai, begitulah syetan memberi angan-angan kosong.

Bisa jadi Anda pernah melihat sesorang yang ingin melejit karirnya dengan cara mudah. Ada yang "dekat" dengan atasan, Dengan dekat atasan membuat dirinya dipercaya dan "menyingkirkan orang lain dengan menutupi kebaikan orang tersebut. Atau ada yang berdagang ingin cepat kaya dengan mencurangi takarannya. Semua keinginan itu bisa terwujud, tapi banyak orang yang sudah dirugikan. Allah mengizinkan itu terjadi untuk dijadikan peringatan.Semoga kita dapat mengambil hikmah bahwa mudah itu mesti melalui banyak kerja yang tidak mudah dan belajar, dan harus yakin bahwa Allah itu ada untuk mengizinkan kemudahan itu dengan percaya kepada Allah.





Munir Hasan Basri

Trainer, Motivator dan Writer

Katanya mau berkualitas

 Katanya mau berkualitas, tapi kok masih begitu-begitu aja kerjanya, Kalau ngomong barang kurang lebih mutunya bagus atau kalau kerja berkualitas kerja yang bagus yang hasilnya hebat. Kualitas selalu berdasarkan ilmu yang bener dan dikerjakan dengan ketrampilan yang mendukung sehingga hasil dapat diperoleh dengan waktu yang pas dan hasil kerjanya sesuai. Dalam kerja, soal ilmu dengan apa yang kita hadapi terus berubah (relatif) mengikuti waktu dan bahkan kita didominasi oleh gangguan emosional, sehingga kualitas itu semakin berkembang. Satu pekerjaaan hari ini yang kita lakukan belum tentu dapat kita lakukan kembali di hari berikutnya, tapi kita merasa lebih baik. Kualitas kerja ? Bukan sekedar memahami hal teknis pekerjaan, tadi mesti diimbangi dengan ketrampilan. Ketrampilan yang semakin baik jika kita sering melakukan (dilatih). Juga dipengaruhi oleh semangat, motivasi, pengendalian diri yang juga merupakan faktor penentu non-teknis  dalam kerja berkualitas. 

Misalkan kita ingin membuat laporan yang berkualitas. Tidak sekedar memahami hal teknis saja, mulai mengumpulkan data, menyajikan dan menganalisa. Hal teknis ini mesti membuka/menemukan hal yang bisa kita perbaiki BUKAN sekedar mengolah data kinerja saja. Biasa dan terus-menerus kita membuat laporan dengan menampilkan kinerja saja. Bayangkan jika kita membuat laporan dan menemukan cara untuk kinerja yang lebih baik. Tidak hanya itu saja kita pun mesti didukung ketrampilan menulis, mengungkapkan dengan bahasa yang santun, kemampuan menampilkan laporan untuk mudah dibaca dan dipahami, dan tentunya ketrampilan mengetik di komputer serta hal lain. Yang tidak kalah penting adalah kemampuan mengendalikan diri seperti sikap menghadapi segala sesuatu di saat kita membuat laporan dan mengendalikan emosional kita.

Di rumah, jarang orang berpikir untuk hidup berkualitas. Karena kualitas itu dipersepsikan dengan pekerjaan di luar rumah. Penting nggak sih istirahat berkualitas ? Ya, penting agar istirahat kita bukan sekedar santai atau tidur, tadi bagaimana istirahat itu efektif ? atau bagaimana tidur berkualitas ? Perhatikan istirahat kita, apakah istirahat kita dapat mengatasi kelelahan menjadi kesegaran dalam waktu singkat ? Apakah tidur kita bisa membuat kita fresh kembali ? Semua itu perlu ilmunya, tapi jarang orang ingin mempelajari tentang tidur atau istirahat yang benar. Setiap hari kita membiarkannya terjadi.

Shalatnya berkualitas nggak ? Dalam agama kualitas menjadi faktor penting sebuah amalan dikerjakan. Kualitas beragama didasari oleh iman kepada Allah, percaya tanpa ragu. Tentang shalat, kita masih mau belajar ilmu shalatnya. Belajar makna bacaan shalat, gerakan shalat serta sunnahnya. Tapi mengapa kita tidak memperbaiki iman kita ? Jika kita sudah merasa percaya dan yakin sepenuh hati, maka shalat kita terdorong menjadi berkualitas (khusyuk). Dalam pelaksanaannya ibadah dan amalan kita menjadi semakin berkualitas saat kita bener-bener ikhlas. Sudahkah kita mempelajari keikhlasan agar sempurna dalam menjalani kehidupan beragama. Yang pasti semua itu mesti dilakukan secara terus-menerus agar kita mendapatkan ilmu yang sebenarnya dan mendapatkan ketrampilannya.

Apakah bisa kita melakukan kerja berkualitas dengan mengambil cara berkualitas dalam beragama ? Mestinya "iya". Mari kita renungkan, buat apa sih kita kerja berkualitas ? Biar dapat penilaian bagus yang ujung berharap gaji lebih besar dan karier lebih tinggi. BUkankah itu semua dalam rangka kita mencari rezeki Allah ? Disini kita sudah bisa menemukan titik temunya, bagaimana kerja berkualitas itu dikaitkan dengan iman kita kepada Allah ? Tidak hanya percaya, tapi mesti memiliki ilmu tentang cara mengerjakannya (amal saleh) dengan baik. Dalam melakukan kerja tersebut kita mendapatkan gangguan syetan, mengapa ? Karena syetan tidak mau kita menjadi hamba Allah yang bener. Emosional atau nafsu mempengaruhi kita bekerja berkualitas. Agama mengajarkan kita sabar dan istiqamah dengan pekerjaan kita yang menuju Allah.

Yang menjadi pertanyaan adalah boleh saja kita mencari cara untuk kerja berkualitas setiap hari, tapi ingat bahwa cara dan hasilnya bisa membuat kita "lalai" dengan iman kita. Alangkan indahnya jika kita berkualitas dalam beragama dengan selalu meningkatkan keimanan kita dan selalu memperbanyak amal saleh, Insya Allah kita diberikan hidayah dari sisi Allah untuk kerja yang berkualitas dan selalu diikuti belajar teknis pekerjaannya .



Munir Hasan Basri
Trainer and Writer


Katanya mau baikan


Katanya mau baikan, tapi kok masih apa gengsi dan hubungan menjadi kurang enak. Setiap hari kita diwarnai dengan konflik antar teman, pasangan, anak dan sesama karyawan. Mengapa sih kota konflik atau berselisih paham ? Bukankah semua orang ingin baik-baik saja. Niat dan Ilmunya sudah bener, tapi amalannya yang belum ok. Atasan pengen kerja kita bagus dan cepet, tapi saat kita kerjakan nggak sesuai harapan atasan. Perhatikan atasan mempunyai niat baik hasil kerja bagus dan cepet, dan merasa kita mampu. Kita sebagai bawahan juga pengen kerja kita bagus dan cepet selesai. Tapi terkadang kita belum punya ilmunya dan belum memiliki ketrampilan yang diharapkan. Jadilah "konflik". Padahal dua-duanya memiliki niat dan pengen hasil yang sama, mengapa begitu ? Kita tidak menyamakan tindakannya, Atasan maunya begini, sedangkan kita tidak tahu apa yang diinginkan atasan dalam tindakan kita. Solusinya mesti saling memahami kondisi masing-masing dengan komunikasi. Kejadian ini sering berdampak buruk hubungan antara atasan dan bawahan, terlihat sih baik-baik saja. Tapi Atasan menyimpan rasa tidak percaya dan bawahan merasa atasan semaunya aja. Akibatnya atasan jarang memberikan pekerjaan kepada bawahannya, dan cenderung mencari bawahan lain. Sebaliknya bawahan selalu ingin menghindar dari atasan dengan kesibukannya. Persoalannya bukan lagi kesalahan komunikasi tapi menjadi persoalan gengsi atau suka/tidak suka. Bukan antara atasan dan bawahan, tapi bisa sesama rekan kerja. Apakah Anda mengalaminya ?

Dalam rumah tangga juga terjadi, orang tua ingin anaknya pintar maka orang tua mengharuskan anaknya belajar. anehnya orang tua merasa yakin anak belajar saat melihat langsung anaknya belajar. Tidak dengan anaknya, bisa jadi orang tua yang menyuruh anaknya belajar, tapi orang tua tidak mau mengajarkannya. Atau anaknya sudah belajar di sekolah dan belajar saat orang tua tidak melihatnya. Anaknya memiliki keinginan yang sama dengan orang tua yaitu menjadi anak pintar. Hal ini bisa digambarkan dengan orang tua dan anak disuruh menggambarkan gajah dengan mata tertutup. Orang tua memegang belalai dan anak memegang kaki, maka keduanya tidak pernah ada titik temunya dan keduanya ngotot dengan apa yang dipegang, orang tua bilang,"gajah itu memiliki hidung yang panjang" dan anak menceritakan,"gajah itu memiliki kaki yang besar". Padahal keduanya memegang gajah yang sama.

Yang tak pernah ada konflik adalah antara kita dengan Allah. Allah berkomunikasi dengan kita dari kejadian demi kejadian, petunjuk dan Al Qur'an dan hadist. Dalam hal ini kita memang jarang memahami Al Qur'an sebagai petunjuk hidup (termasuk kerja). Padahal di era modern ini sudah banyak referensi tentang tafsiran dan ilmu Al Qur'an di media online. Saat kita tidak bener-bener paham tentang Al Qur'an, maka kita sering mengalami kejadian yang tidak menyenangkan atau balasan dari Allah. Jika kita tidak menggunakan hati (bersih), maka kita tidak mampu menangkap pesan Allah. Yang luar biasa, saat kita salah Allah dengan kekuasaanNya mau menerima kesalahan kita asal kita mau mengikuti perintahNya. Karena Allah yang Maha dan kita yang lemah merendah, maka semua itu menjadi baik lagi. Yang menjadi pelajaran penting adalah proaktif dari kita sebagai hamba untuk mengenal dan memahami Allah lewat apa yang telah Allah sampaikan.

Bagaimana kita menerapkan agama dengan kerja ? Pasti ada hubungannya, yang utama adalah agama menjadi petunjuk dalam kerja kita. Peran proaktif kita kepada Allah untuk mengenal dan memahami Allah, menjadi bekal buat kita dalam kerja baik hubungan dengan atasan dan sesama. Kita pun mesti proaktif dan tidak menunggu orang lain untuk menjelaskan segala hal dalam pesan komunikasinya, tapi kita lah yang mesti ingin tahu (merendah, tidak tahu karena memang belum disampaikan) tentang pesan yang diampaikan kepada kita. Jika kita tidak tahu, belajarlah (dari atasan atau teman) dan belajar sendiri agar apa yang diharapkan orang lain itu menjadi lebih baik.


Munir Hsan Basri
Trainer and Writer


 

Katanya mau berdagang

Katanya mau berdagang, tapi kok lulus sekolah cari kerja ? Nggak ada modalnya. Jika ini jawabannya ya mesti kerja dulu. Terus kerja kantor atau kerja di tempat orang berdagang. Banyak yang pilih kerja kantor daripada kerja sama orang dagang. Kerja kantor dengan UMR  tergantung wilayah. Saran terbaik adalah menyimpan uang untuk modal dan belajar mau dagang apa. Mesti punya target 2 tahun atau 3 tahun. Sembari kerja, mengambil waktu untuk mulai berjualan online atau reseller. Hati-hati kalau sudah mengenal uang, maka kerja di kantor itu bisa bikin racun dengan iming-iming karier. Gaya hidup mempengaruhi pekerja kantor untuk tampil dengan gaya hidup modern, kendaraan, hp, pakaian dan sebagainya. Akhirnya terikat dalam kerja kantor terus-menerus dimanjakan dengan setiap bulan dapat gaji dibanding berdagang.

Bagaimana mereka yang berdagang ? ada yang sukses dan ada yang biasa aja dan ada yang gagal. Seorang pedagang Bakso yang saya kenal, memulai dagangnya dengan membeli bahan sampai jadi bakso dan menjualnya. Tentu pedagang bakso ini sudah menguji baksonya enak. Alhamdulillah sudah meluluskan dua orang anaknya, yang satu lulus UNS jurusan elektro, yang masuk mau lulus IPB. Cerita lain, saya makan siomay di pinggir jalan. Setiap hari bisa menjual 600 siomay dengan harga Rp 3000/siomay. Total per hari kotor Rp 1.800.000. Keuntungan bisa mencapai Rp 600.000 sampai Rp 800.000. Ada kisah penjual telor yang menjadi agen, yang menjual telor ayam negeri, telor omega, minyak murah, telor asin yang berjualan di pinggir jalan. Setiap bulan penjual bisa meraup penghasilan bersih 6 juta. Tiga contoh pedagang makanan yang bisa meraup uang yang cukup untuk kehidupannya. Jika mereka semakin cerdas maka semakin besar peluang mendapatkan uang lebih, dengan membuka cabang atau menjual produknya ke orang lain. Banyak juga kisah lain. 

Untuk karyawan yang luar biasa bisa meniti karier dengan sekolah yang mumpuni. Tapi beberapa karyawan biasa yang bekerja dengan gaji UMR cenderung stabil dan hanya naik setiap tahun karena inflasi. Diusia yang masih muda, keputusan untuk berdagang menjadi lebih baik karena tidak ada beban yang besar, masih single dan tanggungan sedikit. Boleh aja untuk bekerja karyawan untuk modal. Perhatikan mereka yang berdagang memiliki uang lebih banyak dari gaji karyawan biasa. Hanya gengsi aja yang beda. Banyak cerita bergengsi lainnya, tukang Becak naik haji atau tukang bubur naik haji. Masih mikiran gengsi, ada yang naik haji karyawan biasa dengan penghasilan UMR ? Bisa jadi berdagang itu memberi berkah.

Berdagang sangat bergantung pada usaha yang dilakukan, semakin besar usaha dan doa ... semakin besar yang bisa diperoleh. Tapi sebagai karyawan semakin lembur belum tentu gajinya semakin besar. Nabi menyampaikan bahwa 9 dari 10 muslim yang baik adalah berdagang, ini adalah anjuran untuk berdagang dalam mencari rezeki Allah. Berdagang bisa langsung belajar tentang banyak hal, melayani konsumen, menyediakan produk yang bagus dan terus mengambangkan produk lebih baik, bersilaturahmi dengan banyak orang dalam rangka membentuk jaringan, mudah untuk membantu orang dengan memberikan discount atau menambah timbangan dan banyak lagi.

Ada penyesalan yang sering diungkap mereka yang sudah pensiun, uang pensiun tidak cukup. Sewaktu kerja memiliki niat untuk berdagang selalu ada tapi belum kesampaian karena kesibukan. Ada dalam pikiran,"kok saya bisa menyumbang pikiran dan tenaga untuk perusahaan orang lain, tapi kenapa saya tidak bekerja untuk diri sendiri ?" Bagi yang masih muda segeralah berpikir mengambil keputusan kerja atau berdagang, yang sudah usia mungkin mau tidak mau mesti memulai, sekalipun sudah pensiun. Kerja (berdagang) untuk menjaga kesehatan dan pikiran. 


katanya mau berdagang, nama kerennya berbisnis, yang penting kita mampu menjadi orang yang produktif. Entah sebagai konsultan, sales mandiri, penulis, reseller, produsen, berdagang dan sebagainya. Apa yang kita hasilkan untuk kebutuhan orang lain sebagai ibadah dan amal kita, mendapatkan rezeki dan mendapatkan pahala. Temukan kemampuan kita mau menjadi produsen (penghasil) yang bisa dibayar orang. Belum ketemu kemampuannya, belajarlah dari apa yang menarik dan kita senangi. Insya Allah berdagang adalah jalan terbaik dalam mengabdi kepada Allah. 



Katanya mau bicara

Katanya mau bicara, tapi tidak mudah untuk mengungkapkannya. Beberapa orang pandai berbicara di depan umum tapi ada juga bicara ke seseorang aja susah. Disisi lain kepada orang tertentu mereka bisa bicara. Orang teknis cenderung susah bicara, "saya tahu tapi tidak bisa menjelaskannya". Memang seseorang memiliki kemampuan yang berbeda, ada yang bisa bicara sedikit dan singkat, ada yang bicaranya seadanya sesuai kemampuannya, tapi ada yang banyak bicara sesuai apa yang dimiliki.

Kesulitan bicara tentang ide dan kemampuan yang dimiliki seringkali membuat orang ini dipersepsikan pendiam. Bicara seperlunya. Bisa jadi orang seperti ini kalau disuruh menulis bisa. Tapi bicara menjadi bagian penting agar orang lain bisa memahami apa yang kemampuan kita. Bahkan kesulitan bicara seringkali tidak "dianggap" di dalam forum, makna bicaranya tidak mudah dipahami.Perlu nggak bicara ? Sangat perlu bahkan ada orang yang mengambil inisiatif untuk duluan bicara, efeknya orang yang tadinya mau bicara jadi sedikit minder.

Katanya mau bicara, yuk latih bicara kita setiap hari atau periodik. Walaupun sedikit bicara untuk bisa mengawali latihan kita. Bertemu teman, mulailah mengungkapkan ide dan meminta untuk pendapat temen tentang apa yang kita bicarakan. Di kantor, kita bisa memulai dengan menjawab pertanyaan temen dengan bicara lebih banyak. Hari ini ditanya,"apa kabar ?" bisa jawabannya, "saya sehat". Jika pertanyaan yang sama kemudian kita jawab yang sama, maka hari berikutnya tidak ada orang yang ingin bertanya lagi. Misalkan jawaban lebih banyak seperti,"saya sehat hari ini, kemarin saya sehat tapi nggak nyaman kerjanya". Jawaban kita bisa mengundang orang lain untuk bertanya lagi dan terjadilah dialog. Atau kita mengungkapkan ide kepada temen,"Saya memiliki ide untuk pekerjaan ini lebih mudah". Maka temen kita bisa bertanya lagi,"apa idenya". Lalu kita mengemukakan idenya dan meminta feedbacknya. Terjadilah dialog. Semakin sering kita berlatih seperti ini semakin terpancing kita untuk bicara  dan bicara lagi.

Seseorang memiliki kemampuan bicara tidak lepas dari apa yang sudah dia ketahui, ada ilmunya dan pemahaman yang baik. semakin banyak ilmu dan pemahaman dari pengalaman hidupnya, maka semakin membuat dia menjadi percaya diri. Berbicara tentang pengalaman pribadi baik yang sukses atau yang gagal mudah untuk diungkapkan dengan lancar, daripada ilmu dan pemahaman yang belum kita alami. Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda, maka kita mesti percaya bahwa pengalaman kita sudah terbukti pada diri kita, berbagi kepada orang lain dapat menjadi inspirasi.

Bicara kepada Allah ? yang sering kita alami adalah daam berdoa, kita seperti berdialog. Kepercayaan kita kepada Allah membuat kita ingin bicara kepada Allah. Doa, semua orang bisa. Doa itu ibadah seperti halnya shalat. Bacaan dalam shalat jika kita ikuti dengan pemahaman yang benar merupakan bicara kita kepada Allah. Bayangkan kita bicara tanpa mengerti maknanya, baik dalam doa dan shalat. Apakah kita bisa bicara sebenarnya kepada Allah ? Bicara tapi tidak bicara. Kita shalat (bicara dan memahami artinya) tapi sebanrnya tidak bisa khusyuk. Berdoa hanya dengan mengamini saja, menjadi kita meminta tapi tidak tahu apa yang diminta. Bicara jadi penting terutama mesti memahami maknanya. Minimal kita belajar bicara kepada Allah 5 kali dalam shalat 5 waktu. Masak kita tidak mau memahami bacaan shalat agar bicara atau komunikasi kita kepada Allah menjadi bermakna.

Katanya mau bicara, maka bicaralah. Mulailah. Insya Allah kita dapat selalu mengamalkan apa yang kita bicarakan. itulah pengalaman yang berharga bagi kehidupan kita.




  

Katanya mau berhemat

Katanya mau berhemat, kok nggak memperhatikan yang mau dihemat. Mau hemat listrik ? tapi listriknya (lampu) belum pakai lampu LED yang benar-benar hemat listrik. Lampu biasa yang 40 Watt setara dengan 7 watt LED. Terus saat pakai lampu LED, sikap kita belum berhemat karena kita tidak peduli dengan pemakaiannya. Terkadang ruangan tertentu tidak ada orangnya lampu LED nya menyala. Berhemat tidak hanya pada peralatannya tapi lalu cara bersikap dengan pemakaiannya. Teknologi sudah banyak membantu orang untuk berhemat, diantara dengan lampu LED sensor cahaya, yang menyala sesuai keadaannya (gelap atau terang). Berhemat tidak selalu dengan teknologi tapi cara kita bersikap hemat jauh lebih penting.

Bagaimana dengan hemat tenaga ? Pengennya kerja sedikit hasil besar. Apakah bisa ? Mungkin iya, tapi sebenarnya hemat tenaga itu bukan kerja sedikit tapi kerja yang efektif, kerja yang benar dengan ilmu yang benar. kerja yang benar itu pasti mudah, yang pertama karena ilmu yang tepat. kedua karena kita berpikir positif terhadap pekerjaannya, dan ketiga pekerjaan kita dirahmati Allah. Misalkan kita kerja menulis saja, kalau ilmunya belum cukup pastilah menulisnya agak sulit. Bisa tergantung mood dan sebagainya. Jika ilmu menulisnya saja sudah cukup masih ada hambatan karena sibuk dan belum tercipta pikiran positif dari menulisnya. Akhirnya jika memang Allah telah merahmati dengan memberi kebaikan, maka tidak ada yang mampu menghalanginya. Sama halnya dengan menulis, kerja kita sehari-hari mesti dievaluasi agar dapat diketahui apa yang kurang dari kerja kita. Berhemat dalam kerja menunjukkan kerja yang efektif dengan ilmu yang benar, pikiran positif dan mengikuti petunjuk Allah.

Apakah cara berhemat itu benar ? Misalkan berhemat dengan uang, kita cenderung tidak mengeluarkan uang banyak atau langkah utamanya menabung (menyimpan uang). Padahal tujuan kita berhemat uang adalah untuk mengumpulkan uang yang banyak. Salah satunya mengurangi pengeluaran untuk ditabung. Zaman sekarang menabung di Bank tidak semakin bertambah malah terpotong dengan biaya administrasi dan biaya atm dan lain-lain. Kita berharap dengan menabung uang bertambah. Bagaimana cara berhematnya dengan bersyukur ? Yaitu dengan mengoptimalkan uang yang kita miliki untuk investasi yang benar, misalkan dengan berdagang, keuntungannya melebihi bunga bank. berdagang juga mampu mengembangkan uang dengan cepat. keuntungan dari berdagang dapat disyukuri dengan bersedekah, uang yang kita keluarkan dibalas minimal 10 kali lipat. Mana yang kita pilih berhemat dengan menabung atau bersyukur dengan mengoptimalkan uang dengan berinvetasi lewat dagang dan sedekah ?

Pola pikir berhemat mesti kita luruskan agar kita menjadi semakin cerdas dalam mengambil langkah-langkah yang bener dalam hidup ini. Bisa jadi kata hemat juga mengambil porsi dalam kehidupan kita. Misalkan kita ingin membeli motor, kata hemat bisa dengan cara membeli motor sesuai kebutuhan (bukan yang mahal karena kecanggihannya). Atau berhematnya dengan cara tidak membeli motor tapi kendaraan yang lebih murah dari motor. 

Jangan sampai kita menggunakan kata hemat dalam ibadah dan amal saleh. Ibadah yang banyak dan berkualitas mesti kita bangun agar semakin bermakna. Sama halnya dengan amal saleh. Semakin banyak shalat dan semakin khusyuk shalat adalah yang terbaik, shalat yang  khsuyuk dibangun dengan kuantitas shalat yang semakin baik. Semakin banyak bersedekah dan dilakukan setiap hari (kuantitas) dapat mengantarkan kita kepada keikhlasan (kualitas). 

Katanya mau berhemat ... yuk kita persepsikan hemat itu bukan untuk mengumpulkan sesuatu lebih banyak. Tapi berhemat itu adalah sikap memanfaatkan secara optimal apa yang kita miliki, inilah bersyukur. Bersyukur dengan cara Allah yaitu berinvestasi untuk kehidupan setelah kematian.






Katanya mau dunia

Katanya mau dunia ... tapi apa iya ? Tak mudah untuk mengambil bagian untuk berkompetisi meraih dunia. Tak pernah habis dan mesti saling mengalahkan. Mau gaji gede, mesti pintar dan memiliki keyakinan tinggi, dan ada yang mesti dikalahkan. Begitu kehidupan ini berpotensi untuk menghancurkan diri kita sendiri karena meraih dunia. Bahkan ada orang yang ingin terus berjaya, maka sampai usia tua pun masih ingin berkuasa mempertahankan kehebatannya. Faktanya kehebatan itu sudah turun ... tapi tetap merasa dirinya lebih hebat dari orang yang hebat sekalipun.Sampai kapan pencapaian dunia ini berakhir ? Saat kita mati.

Katanya mau dunia ... mau menjadi kaya, mau menjadi hebat, mau menjadi terkenal dan sebagainya. Jika belum tercapai, banyak orang mencari terus jalannya bahkan ada yang menghalalkan segala cara. Jika pikiran dan perasaan sudah dikuasai dunia, maka tidak ada yang namanya hati yang bisa memberi pencerahan. Bayangkan saat kita gagal, maka pikiran memberi bahasa positif yaitu saya belum berhasil maka kejar terus. Dikejar-kejar tidak mendapatkannya, kegagalan atau musibah yang dialami bukan sebagai peringatan tapi dijadikan motivasi untuk terus meraih dunia. Orang-orang yang disekitarnya selalu memuji perjuangannya untuk meraih dunia, dan disanjung dan diapresiasi.

Hampir semua orang tahu bahwa dunia ini milik Allah, dan ada dorongan yang luar biasa bahwa rezeki itu mesti dicari dengan usaha. Banyak orang hanya mengandalkan kerja keras dan kerja cerdas. Bayangkan jika si A memiliki barang B, maka kita yang menginginkan barang B, apakah harus mengambil dari A dengan cara apapun ? Si A dapat memberikan barangnya kepada orang yang disenanginya. Agar menjadi orang yang disenangi, maka mesti mengikuti apa yang SI A inginkan. Bagitu juga tentang dunia dengan seisinya, pemiliknya Allah. Maka kita mesti sampaikan apa yang kita inginkan dan bertanya juga apakah keinginan kita itu baik buat kita. Bukankah Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat kita (Allah Yang Menciptakan kita). Agar Allah meridhai apa yang kita inginkan, maka alangkah indahnya kita mau mengerjakan apa yang Allah perintahkan. 

Katanya mau dunia, kok cara-caranya hanya mengandalkan ilmu dunia tanpa melibatkan Allah yang memiliki dunia ini. Bisa jadi Allah memberikan dunia ini kepada kita karena kita sangat menginginkannya dan dijadikan ujian apakah kita bersyukur kepada Allah atau tidak ? sebaliknya juga demikian, jika Allah belum memberikannya, maka kita pun diuji apakah ingat kepada Allah atau tidak ?

Mau dunia ini, maka ikuti sang Pemilik dunia agar apa yang kita kerjakan diridhaiNya. Jika kita mengerjakan apa yang Allah ridhai berarti kita pun diberi kehidupan setelah kematian. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, adalah orang-orang yang beruntung. masak sih kita tidak mau ? 




Katanya mau taat

Katanya mau taat, tapi susah jalaninnya. Kalau begitu memang sedikit orang yang taat. Kata taat itu bisa dikerjakan jika kita awali dengan percaya tanpa ragu. Kadang yang kita bilang percaya, ternyata masih ada keraguan. Maka dalam pelaksanaanya kita kadang mengerjakannya dan kadang tidak mengerjakannya. Agar kita dapat terus melakukan kebaikan (taat), maka kita mesti meningkatkan kepercayaan kita semakin baik.

Taat kepada atasan, maka kita sangat percaya kepada kemampuan dan integritas atasan kita. Akibatnya kita menjadi patuh dan menjalankan secara konsisten apa yang diperintahkan atau kita merasa ingin memberi yang terbaik atas kepercayaan itu. Kita melakukan apa ? Melakukan apa yang disenangi oleh atasan kita. Bahkan kita bisa mengganti apa yang kita senangi dengan perbuatan yang senangi atasan kita. Salah nggak ? Itulah cerita tentang ketaatan. Mengapa kita taat ? Kita tahu kekuasan dan wewenang atasan kita sehingga kita tidak ingin mengalami hal buruk yang terjadi saat kita tidak taat.

Bagaimana dalam agama ? Ketaatan diawali dengan percaya kepada Allah tanpa ragu. "Saya dengar dan saya taat". Ketaatan kita yang tidak istiqamah, pasti disebabkan iman kita yang belum kuat. Ketaatan bisa dibangun dengan kekuasaan Allah yang bisa melakukan apapun terhadap kita, kita membayangkan rasa takut terhadap balasan Allah sekalipun kita belum melihatnya. Hal lain yang bisa membangun ketaatan adalah mempelajari ilmu Allah sehingga benar-benar paham dalam menjalani ketaatan itu. 

Jika dalam ketaatan kita belum sempurna atau naik-turun, maka segera ingat kepada Allah meminta maaf dan ampun. Lalu belajar tentang amalan yang masih lemah itu dan menyempurnakannya. Hasil hanya menjadi ukuran untuk kita selalu menyempurnakan amalannya. 

Taat kepada atasan dalam kerja, mesti percaya tentang kemampuan pekerjaan dan wewenang kepada atasan. Salah satunya kita bisa disiplin, karena pekerjaan kita mengharuskannya dan menjadi penilaian kinerja. Jika kita tidak disiplin, maka seharusnya penilaian kerja kita menurun. Saat kita merasa tidak ada yang berubah dalam pendapatan kita, maka disiplin itu membuat kita tidak taat lagi untuk disiplin. Hilang kepercayaan kita.



Taat kepada Allah dalam shalat. Allah pasti memberikan kebaikan dalam shalat dan jika shalat kita belum baik maka kita selalu ingin menyempurnakannya. Bagaimana jika kita tidak shalat ? Ada rasa gelisah dan khawatir tentang kehidupan kita di dunia dan di akhirat nanti. Kepercayaan kepada Allahnya tidak turun, tapi kita lah yang tidak mempercayainya karena kualitas shalat kita yang memang diakui belum sempurna atau kita larut kepada godaan syetan. 



Katanya mau nggak emosi

Katanya mau nggak emosi lagi, tapi kok nggak tenang bicaranya. Apa-apa menyalahkan dan sepertinya merasa diri paling bener. walaupun suara tanpa nada tinggi, tapi masih terlihat kata-katanya menyalahkan. Ternyata sekalipun waktu sudah berlalu beberapa hari emosi itu masih bisa muncul saat ada triggernya yang terjadi di awal yang tersimpan dalam pikiran kita. Misalkan saat kita terinjak kakinya oleh pasangan saat jalan bersama, maka merasakan sakitnya (emosi) dan marah (emosi). Yang tersimpan adalah memori kejadian itu sangat kuat karena emosional kita lagi tinggi, sakit dan marah. Memori ini bisa keluar lagi saat kita jalan bersama lagi, ada perasaan takut terinjak lagi. Apa yang dilakukan ? menjaga jarak. Apakah ada sikap positif ? Sangat jarang.

Yang sangat merugikan tapi tidak bagi yang sedang emosi adalah terjadinya lagi tentang apa yang pernah kita rasakan sebelumnya (bersifat emosional). Orang yang pernah menggoreng dan terkena minyaknya, maka saat itu merasakan sakit banget. Akibatnya orang itu tidak mau menggoreng lagi. Banyak kejadian sehari-hari terjadi yang memacu emosional kita menjadi tinggi dan kita tidak berpikir logis tentang hal tersebut untuk menjadi lebih baik.

Banyak orang berpikir bahwa untuk tidak emosi mesti harus belajar mengendalikan emosi, "jangan emosi". Cara ini mungkin bisa untuk orang tertentu, tapi kebanyakan orang gagal. kata "jangan emosi" malah kita jadi emosi. Memang secara manusiawi kita cenderung emosi terus, didalam ilmu pikiran informasi yang masuk selalu masuk ke otak tengah. Otak tengah ini merupakan pintu masuk informasi untuk diteruskan ke perasaan atau akal sehat (logika). Kondisi kita yang tenang dapat membuka jalan kita melewati otak tengah menuju logika berpikir yang benar, sebaliknya jika kondisi kita yang tegang atau stress maka informasi yang melewati otak tengah malah masuk ke perasaan (kondisi ini disebut pembajakan amygdala).

Apa yang terjadi jika kita memiliki ilmu yang tersimpan dalam pikiran akal sehat ? Misalkan kita tidak tahu tentang berdagang, maka ketika diajak berdagang dalam keadaan relax. Belum tentu kita bisa berpikir logika, karena logikanya tidak ada. Maka saat ingin berpikir dagang dan pengetahuan (ilmu) tidak ada, maka proses yang terjadi adalah kita berpikir dengan emosi. Maka kita bilang,"nggak usah, saya nggak bisa dagang". Dari pemahaman ini BUKANnya kita susah untuk tidak emosi, tapi kita kekurangan ilmu dalam pikiran akal sehat. dengan demikian kita dapat merubah perilaku suka emosi menjadi sikap yang lebih baik adalah dengan belajar banyak hal tentang kehidupan ini agar saat kita menerima informasi tentang sesuatu itu dapat meresponnya dengan akal sehat. 

bagi kita yang dominan emosional, maka sikap memandang seseorang itu selalu salah dan tidak ada benernya. Sekalipun itu sudah berlalu, maka kita yang mau berpikir akal sehat pun sulit. Mengapa ? Karena gengsi. "Masak kemarin saya merasa bener dan kemarin yang salah itu dia, lalu saya mengakui saya salah hari ini. gengsi dong dalam hati kita". Akhirnya seseorang yang sudah terlanjur dominan emosional maka terus emosional. Rugi nggak ? Pasti rugi dan dijauhkan dari temen. Intropseksi diri, jika kejadian itu terjadi pada diri kita ? Maka kita tidak ingin terjadi dan mau memperbaiki diri.

kadangkala emosional itu didukung oleh pikiran kita yang cenderung berpikir maunya untung. Lengkap sudah emosional kita. Satu-satu caranya untuk memperbaiki itu semua adalah dengan hati. Dalam firmanNya,"kita menjadi sabar dan berbuat baik itu karena rahmat Allah". Jadi berusahalah untuk menjadi orang sabar dan berbuat baik dengan menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Insya Allah kita diberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kita bisa bersabar dan berbuat baik.




Katanya mau menulis

Katanya mau menulis, tapi memang ngga bakat menulis. Disisi lain, kita banyak menulis di media sosial dan menulisnya lancar. Banyak orang menjadi pintar menulis karena ada sosial media, seperti facebook, twitter dan sebagainya. Sebenarnya menulis itu menjadi dasar setiap orang dalam beraktivitas, termasuk dalam kerja. Membuat laporan ? Ya menulis. Mengumpulkan data ? Ya menulis. Rapat atau meeting ? Ya menulis.

Yang paling sering kita menulis adalah dalam menulis pesan chatting di WA atau curhatan di FB dan instagram. mengapa sih harus menulis ? Saat kita menuangkan ide dalam tulisan di media apapun dapat menunjukkan kepribadian kita, yang tidak terungkap dalam komunikasi atau pergaulan. Dan bahkan tulisan kita dapat menunjukkan kecerdasan kita yang sebenarnya. Dengan demikian orang lain dapat berkomunikasi dengan kita lebih baik lagi.

Tak hanya itu menulis merupakan amal untuk berbagi ilmu yang bermanfaat. Saya positif bagi yang menulis dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Disisi agama, menulis adalah amal jariah yang menjadi kebaikan kita setelah meninggal. Nggak pengen menulis ? Masih malas ? Apa merasa bisa ngomong tapi susah menulis ? Takut tulisannya tidak bagus ? dan banyak lagi pertanyaan yang membuat Anda tidak menulis dengan sungguh-sungguh. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda, pengalaman hidup kita bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang yang belum mengalaminya.

Pernahkah kita menulis atau membuat catatan atas iman dan amal saleh kita. karena memang kita tidak pernah menulisnya, maka kita pun lalai untuk mengevaluasinya. Bayangkan kita menulis, "sampai dimana iman saya hari ini ?" katanya saya beriman, tapi mengapa saya saya belum shalat dengan kesungguhan ? Catatan tentang iman ini bisa membuka hati kita dan mendorong untuk berbuat lebih baik. Tidakkah kita mau menulis tentang diri kita sendiri ? Tidak ada yang salah dan teruslah menulis agar kita menjadi lebih baik.

Ada yang bilang,"setelah menulis rasanya perasaan saya plong". Menulis tentang keluhan kita bisa jadi seperti curhat kepada diri kita sendiri atau curhat kepada Allah. Sering orang bilang sebagai self talk. Self talk negatif memberi keburukan kepada kita, tapi sebaliknya saat self talk kita positif, maka banyak manfaat yang kita dapatkan. Yuk menulis apa saja yang baik .... Insya Allah kita diberi petunjuk/hidayah lewat hati dan hati mendorong kita menulis. 

katanya mau menulis, ya tulis aja setiap hari di mana saja. Insya Allah tulisan kita membantu orang lain atau paling tidak menambah wawasan.



Katanya mau bermanfaat

Katanya mau bermanfaat, tapi masih mikir untung rugi. Manfaat berarti memberi tanpa perlu memperhitungkan banyak hal. Mau membantu orang lain, yang pasti bantu aja. Mau memberi kebaikan, ya just do it. Jika kita ingin memberi manfaat kepada orang lain tapi masih mikir, artinya kita belum tahu apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak memiliki kecukupan. Misalkan mau memberi tapi kita tidak memiliki lebih, maka memberinya masih mikir.

Memiliki kecukupan merupakan hal yang mesti kita miliki agar mampu memberi manfaat kepada orang lain. Keadaan ini menjadi latihan untuk menjadi bermanfaat buat orang. Tetapi tidak selau demikian, misalkan orang kaya belum tentu bisa memberi manfaat kepada orang lain. Bisa jadi dia kaya tapi merasa kecukupan maka tidak mudah untuk memberi. Dia sendiri merasa kurang dan ingin mendapatkan lebih lagi. 

Ada keadaan yang lebih tinggi nilainya, memberi manfaat itu bukan lagi perkara kecukupan tapi tidak kecukupan pun orang tertentu suka memberi manfaat. Tidak ada rasa takut dan khawatir tentang apa yang ingin diberikan (manfaat). Misalkan ada orang memiliki uang Rp. 25.000 dan bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan memberikan sebagian yang dimilikinya. Mengapa ? Karena dia merasa ada orang yang membutuhkan uang daripada dirinya. Ini terjadi karena dorongan hati yang yakin tanpa ragu untuk memberi manfaat. Orang ini tidak berharap apapun dan yakin kepada Allah yang Maha bersyukur. Disisi lain juga ada orang yang berilmu yang suka mengajarkan orang lain agar menjadi lebih pintar.

Apakah kita bisa memberi manfaat jika kita sendiri masih banyak hal tidak manfaat ? Kita pun mesti belajar memperbaiki diri terutama aktivitas kita yang kadang "tidak manfaat". Seperti kebanyakan istirahat, malas, suka ngomongin orang, main hp dan sebagainya. Jika kita sendiri sudah mendapatkan manfaat yang banyak dari aktivitas sehari-hari, maka kita mudah pula memberi manfaat kepada orang lain. Contoh jika kita mendapatkan ilmu dengan membeli, maka rasanya kita sulit untuk berbagi ilmu. "Mau ngasih ilmu kan saya dapatkan dengan uang". Sebaliknya ada orang yang bertambah ilmunya dengan membayar juga tapi senang berbagi ilmu gratis. Sadari bahwa peran hati sangat mendorong seseorang berbuat sesuatu yang bermanfaat.

Yuk kita menjadi orang yang memberi manfaat kepada sekitar kita. Insya Allah kita sangat dirindukan kehadirannya. Teruslah melatih diri untuk meraih kecukupan apapun agar mudah memberi manfaat, tinggalkan kebiasaan yang tidak bermanfaat dan aktifkan hati untuk menemani aktivitas kita agar yakin untuk menjadi orang yang bermanfaat.




Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...