Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri
Showing posts with label artiekl motivasi. Show all posts
Showing posts with label artiekl motivasi. Show all posts

Sudah bersungguh-sungguh ?

 Seorang temen bilang,"Mas, kok beberapa keinginan saya tidak tercapai. Ada apanya ? Padahal semua itu sudah saya lakukan dengan sungguh-sungguh." Dan saya pun membalas,"Apa iya ? Kok bisa begitu ? belum rezekinya kali". Temen saya menjadi kurang optimis dalam hidupnya, karena menganggap keinginan itu hanya mimpi dan menyikapi hidupnya dengan ada apanya.

Lalu saya pun merenungkan hal tersebut. Saya mesti perhatikan beberapa hal. Apa iya keinginannya tidak tercapai ? Apa sih yang menjadi keinginan temen saya tadi ? Sebenarnya saya pun mengalaminya dan semua orang. Yang menjadi kurang pas itu adalah saat temen saya mengharapkan keinginan itu tercapai, tapi nyata tidak. Padahal untuk keinginan yang lain diperolehnya. Dari sini saya mesti membangun sikap pertama dulu yaitu "Tidak semua keinginan tercapai". Lalu apakah saya tidak perlu memiliki keinginan lagi ? Tidak begitu juga, karena saya tidak tahu keinginan yang mana yang tercapai dan yang tidak tercapai, tetaplah memiliki keinginan dan keinginan itu adalah harapan untuk lebih baik.

Biasanya keinginan itu saya sampaikan kepada Allah agar dikabulkan. Artinya yang memenuhi keinginan saya itu adalah Allah. Allah memiliki kehendakNya sendiri dan tidak bisa dipengaruhi oleh saya. Saya membayangkan kalau keinginan saya itu tidak sesuai kehendak Allah, apa iya Allah mau memenuhinya ? Yang pasti tidak dipenuhi Allah. Agar keinginan saya bisa dipenuhi oleh Allah paling tidak saya mesti memiliki keinginan yang baik dan sesuai kriteria Allah. Jika memang keinginan saya itu memiliki nilai kebaikan, yang bukan saja kepada diri saya sendiri tapi memberi kebaikan juga buat orang disekitar saya. Maka keinginan itu mesti disampaikan kepada Allah untuk mendapatkan rahmatNya dan diupayakan sungguh-sungguh. Orang yang bersungguh-sungguh itu pasti menemui hasilnya yang gigih, konsisten dan istiqamah memperjuangkannya. kalau saya bilang sudah sungguh-sungguh mengejar keinginan tersebut, tapi sebenarnya kesungguhan itu belum terjadi bahkan sudah tidak ada. Saat saya bilang sungguh-sungguh, apa yang terjadi ? Saya sudah berhenti untuk sungguh-sungguh dan mulai ada keluhan atas hasil yang dicapai. "kok tidak ringan ya ?" atau "kapan keinginan itu tercapai ?" Pertanyaan-pertanyaan ini hasil dari status kesungguhan yang belum tercapai. Jika memang keinginan saya itu sudah baik, maka saya mesti yakin Allah memenuhiNya. Yang saya lakukan adalah sungguh-sungguh mengerjakan keinginan saya dan sayalah yang menentukan tercapainya keinginan tersebut. Allah ? Allah mengizinkan semua terjadi. 

Disisi lain, saat keinginan saya itu hanya sekedar nafsu saja. Hal ini terlihat dari dorongan di awal yang besar dan sangat fluktuatif dalam perjalanan waktunya. Untuk keinginan seperti ini, saya mesti uji apakah keinginan itu nafsu atau kebutuhan ? Kalau hanya nafsu sesaat saja, saya mesti mengurungkan niat untuk mewujudkannya. Tak hanya itu, Allah juga tidak ingin mengabulkannya kecuali saya maksa banget (hasilnya juga belum tentu berhasil). Jangan pernah untuk bersungguh-sungguh dalam memenuhi keinginan yang berdasarkan nafsu sesaat. Dari sini saya ingin mengatakan bahwa kesungguhan itu hanya untuk keinginan yang baik, yang memberi kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.

Apa yang perlu dalam perilaku bersungguh-sungguh ? Apakah hanya mengandalkan tenaga saja ? Tentu tidak hanya fisik (tenaga), karena fisik itu bisa naik turun dan dipengaruhi/mempengaruhi pikiran. Fisik yang lemah dapat merubah sikap yang ada dalam pikiran dan pikiran membalas untuk mempengaruhi fisik . Kesungguhan itu sangat memerlukan fisik yang sehat, pikiran yang sehat, dan pikiran yang sehat itu mesti disupport oleh keyakinan dan ilmu. Insya Allah kesungguhan yang dilakukan semakin dimudahkan karena kemampuan yang semakin baik. Dalam banyak persepsi orang, kesungguhan itu berat. Jika ini yang terjadi, maka kesungguhan itu bisa melemahkan. Sikap ini seperti ini mesti diubah dengan sikap bahwa kesungguhan itu mesti mengantarkan saya menjadi lebih mudah dan cepat dalam meraih keinginan saya, dimana kesungguhan itu mesti diberi ilmu, sehat fisik dan sehat pikiran, dan keyakinan yang menguat.




Saya mengajak saya sendiri untuk menyikapi dan perilaku sebagai berikut :

1. Tidak semua keinginan itu dapat diraih. Hanya Allahlah yang memenuhi keinginan tersebut, yang diberikan sesuai kehendakNya. 

2. Ciptakan keinginan yang baik, baik dimata Allah dan memberi kebaikan kepada diri sendiri dan orang lain. Sampaikan kepada Allah untuk dimampukan mewujudkannya lewat kesungguhan saya lakukan.

3. Jika ada keinginan yang cenderung didasari oleh nafsu, maka sebaiknya tidak untuk dipenuhi.

4. Kesungguhan itu tak pernah ada ujungnya. Ujungnya adalah terpenuhinya keinginan itu sendiri. Kesungguhan butuh didukung oleh fisik yang sehat, pola pikir yang sehat, terus menjaga keyakinan kepada Allah. 


Insya Allah kultum motivasi ini dapat menginspirasi saya untuk bisa bersikap dan berperilaku yang benar terhadap keinginan yang hadir. keinginan yang benar mesti dilakukan dengan sungguh-sungguh yang mampu memberdayakan diri dari ilmu, fisik yang sehat dan keyakinan agar tercapai.

Tidak mudahnya berpikir positif

Saya sudah membaca tentang berpikir positif dari berbagai buku, dan ada pula nasehat dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan adalah "bagaimana caranya ?" Kok saya merasa belum mampu berpikir positif untuk terus-menerus. Kalau hanya sekali dan dua kali, saya merasa bisa. Bahkan dalam proses berpikir positif itu selalu ada respond dari luar yang tidak menghambatnya yang tertuju kepada emosional saya. Ada kalanya saya bilang begini,"harusnya dia yang berpikir positif dulu".

Sampai kapan hal seperti di atas terjadi terus ? Artinya saya tidak bisa berpikir positif dan efeknya saya tidak semakin baik hari ini. Lalu ? Bagaimana kalau saya berpikir tidak positif ? Mestinya boleh saja. Tapi akibatnya itu yang bikin saya tidak tahan dan membuat saya semakin tidak nyaman. Respon orang lain menjadi semakin membuat hubungan semakin jauh. Misalkan hal kecil di rumah saja, rumah yang tidak bersih. Pastilah ada yang tidak senang, lalu dengan perkataan yang ringan hanya,"tolong dibantu bersihin ya". Apa yang ada dibenak saya ? lalu muncul pertanyaan bukan mengerjakannya, Kok saya ? dan dilanjutkan "dilanjutkan aja sekalian". Antara ya dan tidak. Mau, tapi malas atau nggak mau tapi tidak bersih dan tidak nyaman. Dalam wawasan ilmu agama, saya paham kebersihan itu bagian dari iman. Apakah hanya sebatas ilmu saja ? harusnya saya mengamalkan ilmu itu dengan beramal yaitu membersihkan dan sekaligus merapikannya. Apa yang terjadi ? Belum tentu terjadi apa-apa. Begitulah perjalanan tidak mudah berpikir positif yang dilanjutkan dengan amal positif/baik (amal saleh).

Perhatikan selanjutnya, kalau saya tidak kerjakan maka reaksi lanjutan semakin tidak positif dengan sikap yang lebih tidak baik. Ada konflik dan terjadi hubungan yang kurang harmonis dengan persepsi tidak baik terhadap saya. Lalu ? lihatlah apa sih yang saya inginkan sebenarnya ?

Saya pasti ingin bersih, saya ingin banget mendapatkan kebaikan dari perbuatan saya, saya ingin pula menjadi teladan bagi semua. Semua keinginan itu hanya bisa terwujud jika saya yang melakukannya sendiri. Kok gitu ya ? Emangnya bersihin itu menghabiskan waktu tidak sedikit ? Pastinya waktu membersihkan itu tidak banyak dan sama waktunya saat saya mengerjakannya dengan terpaksa, tapi hasilnya berbeda. Saya yang membersihkan, Allah melihatnya langsung, dan saya pula yang mendapatkan kebaikannya. Jadi saya mesti bersemangat diberi kesempatan Allah oleh orang di rumah untuk beramal saleh. Amal saleh lebih mudah ditindaklanjuti setelah saya memiliki ilmu dan bisa berpikir positif. 

Sudah berilmu positif, sudah bisa berpikir positif dan kesempurnaan itu hanya untuk Actionnya (amal salehnya aja). Waktu tidak pernah kembali, jadi saya mesti senang untuk mengambil kesempatan dari Allah itu dalam hal apa saja. Bukankah Allah memberi kesempatan sesuai kemampuan saya dan Insya Allah saya bisa. Untuk meluruskan jalan berpikir positif itu mesti tenang agar reaksi positif saya tidak dikuasai oleh perasaan atau emosional saya, yang cenderung mengalihkan semua hal positif menjadi tidak positif.

Saya menghindari dari reaksi cepat atas segala hal, karena disinilah akal sehat saya  belum berfungsi. Saya tenangkan diri dan selanjutnya segera mengambil kesempatan untuk meneruskan sikap dan berpikir positif. Dalam contoh ini, Bismillah dengan amalan membersihkan dan merapikan. Insya Allah kebaikan itu hadir berupa semangat, energi dan respond positif dari orang lain.

Saya berhati-hati dengan apa yang saya sudah bisa saya lakukan. mengapa begitu ? Saya khawatir,"tersanjung" sehingga nilai kebaikannya tidak saya dapatkan lagi. Saya terus memelihara pikiran positif itu dengan beramal positif lagi sehingga saya tidak hanya berpikir positif saja, tapi berpikir positif yang diikuti tindakan positif.

Bayangkan satu hal saja dapat memberi banyak kebaikan, bagaimana dengan dua, tiga dan empat dan seterusnya. Tak terbayangkan oleh saya, saat saya berpikir positif terus ... Insya Allah menjadi berkah.



Sikap dan perilaku karyawan yang siap berhenti.

 Seorang karyawan hanya seorang karyawan yang berkuasa untuk terus bekerja di perusahaan milik orang lain. Seorang profesional sebagai CEO, Direktur, GM, Manager sampai staf adalah dibayar karena kemampuannya. Jika kemampuan karyawan itu tidak sesuai dengan harapan pemilik perusahaan atau tidak bisa membuktikan kinerjanya, maka kepercayaan atas kemampuannya menurun. Apakah ada jalan keluarnya ? Ada yang berusaha untuk mempertahankan kinerja dengan berbagai caranya, umumnya mereka menekan bawahannya untuk bekerja untuk mereka. Mereka yang mempertahankan tentu memberi janji kepada bawahan. Sekali janji ini tidak 100% dilaksanakan ... beberapa dari mereka gagal. Pilihan singkat adalah pindah perusahaan. Atau ada yang hanya mengikuti ABS (asal bapak/pemilik perusahaan senang) dengan kata lain bersikap "Yes Sir". Sikap "Yes Sir" lama-lama membuat mereka tertekan (stress). Akhir dari seorang karyawan adalah dipecat/pensiunkan atau pindah kerja ?

Tujuan seorang karyawan adalah untuk bekerja agar mendapatkan pendapatan. Jabatan atau kepercayaan itu hanyalah sebutan atas hasil bekerja karyawan. Beberapa kecenderungan karyawan itu hanya fokus kepada pendapatannya. Pertama, Karyawan minta dibayar gajinya (pendapatannya) dengan kemampuan bekerja sebelumnya, atau kedua, karyawan itu siap digaji tinggi karena memang sudah membuktikan bekerja dengan bukti-bukti nyata. Termasuk karyawan yang mana Anda ?

"Saya sih maunya jadi karyawan kedua", beneran ? Apakah Anda siap untuk selalu belajar yang berorientasi kepada penerapannya. Butuh waktu, butuh biaya dan apakah Anda sabar dan konsisten ? Ada jawab pasti,"Saya bisa". Kalau Anda sekarang sudah bekerja, apakah kepercayaan itu tumbuh dari atasan/pemilik perusahaan ? Untuk lebih detailnya apakah ilmu Anda bertambah setiap bulan ? Apakah Anda stress ? Apakah setiap pekerjaan dikerjakan tuntas sebelum waktunya ? Apakah ada pekerjaan yang selalu Anda buat berkualitas (menjadi lebih baik) ? Apakah ada kepercayaan atas amanah baru ? Akhirnya apakah Anda semakin baik karir dan pendapatannya secara bener ? Jawaban atas pertanyaan di atas dapat membuktikan bahwa Anda sudah siap.

Sikap dan perilaku karyawan kedua dapat menentukan bahwa Anda merasa bisa menentukan sendiri akhir Anda sebagai karyawannya, mau pensiun karena usia atau mau bisnis, atau mau pindah perusahaan karena Anda merasa tidak sesuai penghargaannya, atau Anda mau bertahan dengan alasan tertentu. Tetapi ingat pula akhir dari perjalanan kita sebagai karyawan ditentukan pula oleh suka dan tidak sukanya perusahaan atau atasan kita, atau ada faktor lain karena lalai dalam hal kecil yang membuat kita diberhentikan, bisa update kemampuan yang tidak gaul dengan zamannya, bisa juga usia kita tidak bisa bersaing dengan yang muda, atau memang skenario Allah yang kita tidak pernah melihat hikmahnya saat itu. Apapun ujung dari perjalanan sebagai karyawan, dimana kinerja kita mesti memberikan indikasi untuk mendorong kita untuk mandiri.

Bagaimana dengan sikap dan perilaku karyawan yang pertama ? Bukan sekedar "Yes sir" saja, tapi banyak hal yang merugikan karyawan sekalipun kita merasa nyaman karena membuat ABS tadi dengan kerja kita. yang hadir adalah kita suka mengeluh atas pekerjaan yang diberikan, lalu stress dan menghadirkan banyak masalah lanjutannya. Mungkin Anda adalah salah satunya, yang penting kerja aja.

Apapun pilihan kita menjadi karyawan pertama atau kedua, pasti kita berujung kepada akhir dari perjalanan sebagai karyawan. Pilihan kerja itu bagaiama menempatkan diri kita kepada perusahaan yang bener-bener menghargai dan mensupport apa yang kita kerjakan. Jadi selama menjadi karyawan mesti selalu bisa merasakan atau mengukur apakah perusahaan kita kerja adalah yang terbaik atau tidak untuk bisa bersikap sebagai karawan kedua ? Dan kitapun mesti memiliki sikap untuk mampu menjadi menjadi karyawan kedua di perusahaan sekarang, dan membangun sikap dan perilaku mandiri untuk menghadapi ujung perjalanan kita sebagai karyawan.

Minuman mineral di Warung dihargai Rp 5.000, tetapi menjadi bertambah saat dijual di Mall, dan menjadi bertambah nilainya jika dijual di tempat khusus seperti di bandara atau resto terkenal. harga bisa mencapai Rp 15.000. Cerita harga air mineral tersebut ditentukan oleh tempat dimana air mineral itu dijual. DI warung harga Rp 5.000 dengan display seadanya, tai di resto, air mineral dibuatkan list harga yang menarik, disimpan di show case yang selalu dingin, disedikan gelas untuk minum, ada tempat duduk untuk menikmatinya, diantar pelayan yang cantik, lokasi dengan ruang berAC dan sebabgainya. Begitulah air mineral bukan sekedar air mineral lagi, tapi sudah menjadi produk plus sehingga harganya bisa tinggi. Analogi air mineral bisa kita terapkan kerja kita sebagai karyawan.

Dimana pun kita bekerja sebagai karyawan, maka karyawan yang baik itu adalah menjadi menjalankan kerja karyawan plus dengan bener dan semakin bener. Siapkan diri kita menghadapi akhir perjalanan kita sebagai karyawan yang bisa kita lakukan sewaktu bekerja.

Insya Allah kultum motivasi ini dapat memberdayakan diri kita menjadi semakin lebih baik dalam kondisi apapun. Rasa syukur mesti kita bangun kepada Allah dengan terus kerja yang berkinerja tinggi agar Allah ridho dan membalasnya dengan kebaikan dari pekerjaan kita sepanjang hidup kita. 

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...