Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Rabu, Agustus 13, 2025

Ngobrol itu berempati

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kebahagiaan itu menenangkan hati. Hati yang tenang itu memberi banyak kebaikan yang bisa dilakukan. Aamiin

Hari ini saya ngebahas tentang sulitnya membangun team, karena team tidak memiliki semangat bersama untuk mencapai tujuan bersama. Selalu ada uang dalam benak setiap orang agar semangat, tapi apa iya mesti pakai uang untuk menyemangati team. Kadang ada benarnya juga, tapi jika dilakukan menjadi biasa. Lalu apa ada solusi lain ? Emosi yang tidak terkendali ini karena kita fokus kepada solusi ... membuat terbatasnya akal sehat menemukan solusi. Dalam kondisi tenang, kita bisa menemukannya. Ngobrol ? Ya. Ngobrol itu santai. Dengan ngobrol tersebut, hampir semua orang memiliki banyak ide. Ngobrol menciptakan kebersamaan ... menghadirkan semangat.

 “Membangkitkan Semangat yang Hilang”.
Di sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang teknologi, suasana kantor belakangan terasa berbeda. Tidak ada lagi tawa ringan di ruang istirahat, tidak ada obrolan santai di sela-sela pekerjaan. Para karyawan terlihat lesu, bekerja seadanya, dan semangat yang dulu menyala kini meredup.
Pak Damar, sang manajer tim, memperhatikan perubahan itu dengan cemas. Ia bukan tipe pemimpin yang suka marah-marah, tapi ia tahu, jika dibiarkan, kondisi ini bisa berdampak buruk pada produktivitas dan moral tim.
Suatu pagi, ia memutuskan untuk berbicara dengan timnya. Ia mengumpulkan mereka di ruang meeting kecil, tanpa agenda formal, hanya ingin mendengar.
“Saya tahu belakangan ini kita semua merasa berat,” kata Pak Damar membuka pertemuan. “Saya ingin tahu, apa yang sebenarnya kalian rasakan?”
Awalnya ruangan hening. Beberapa karyawan menunduk, yang lain hanya menatap meja. Tapi kemudian, Rina, salah satu staf senior, angkat bicara.
“Pak, jujur saja... kami merasa tidak dihargai. Kerja keras kami seperti tidak ada artinya. Tidak ada apresiasi, tidak ada arah yang jelas. Rasanya seperti jalan tanpa tujuan.”


Beberapa kepala mengangguk pelan. Pak Damar mendengarkan dengan seksama, tidak menyela. Ia tahu, ini bukan saatnya membela diri, tapi saatnya memahami.
Mamat, karyawan muda yang biasanya ceria, menambahkan,
“Mungkin kita perlu duduk bersama, Pak. Bukan cuma bicara soal target, tapi juga soal harapan. Mungkin kita bisa diskusi terbuka, cari jalan bareng-bareng.”
Pak Damar tersenyum. Itu saran yang bijak. Ia pun mengusulkan sesi “kopi dan diskusi” mingguan, di mana semua anggota tim bisa menyampaikan ide, keluhan, dan harapan mereka secara terbuka.
Membangun Kembali Semangat dengan mengadakan pertemuan, 
Pertemuan pertama berlangsung sederhana. Tidak ada slide presentasi, hanya kopi, camilan, dan suasana santai. Tapi dari situ, muncul banyak hal yang selama ini terpendam.
Myra, staf bagian administrasi, mengungkapkan bahwa ia merasa pekerjaannya monoton dan tidak berkembang.
Bujang, dari tim operasional, merasa ide-idenya sering diabaikan.
Mamat, bagian teknis, merasa beban kerja tidak seimbang.
Pak Damar mencatat semuanya. Ia tidak berjanji muluk-muluk, tapi ia berkomitmen untuk mulai dari hal kecil: membagi tugas lebih adil, memberi ruang untuk ide baru, dan mulai memberikan apresiasi, sekecil apapun.
Ia juga mulai menerapkan sistem “penghargaan mingguan”, di mana setiap minggu satu karyawan dipilih berdasarkan kontribusi dan semangatnya. Hadiahnya sederhana—voucher makan siang atau ucapan di grup kantor—tapi dampaknya besar.



Kebersamaan yang Dijaga
Semangat perlahan mulai tumbuh kembali. Karyawan mulai saling menyapa, bercanda, dan yang paling penting: mulai bekerja dengan hati. Mereka merasa didengar, dihargai, dan punya arah.
Pak Damar tidak hanya menjadi bos, tapi juga menjadi pemimpin yang hadir. Ia ikut turun tangan saat tim kesulitan, ia mendengarkan saat ada masalah, dan ia memberi ruang saat ada ide.
“Kita bukan cuma kerja bareng, kita tumbuh bareng,” katanya suatu hari saat menutup sesi diskusi.
Kebersamaan itu menjadi fondasi baru. Tim mulai berani menetapkan target yang lebih tinggi, bukan karena dipaksa, tapi karena mereka percaya bisa mencapainya bersama.
Komitmen Menuju Tujuan Bersama
Beberapa bulan kemudian, tim yang dulu lesu kini menjadi salah satu tim paling produktif di perusahaan. Mereka berhasil menyelesaikan proyek besar lebih cepat dari jadwal, dengan kualitas yang memuaskan klien.
Saat presentasi hasil kerja di depan direksi, Pak Damar tidak mengambil semua pujian. Ia justru mempersilakan Myra, Bujang, dan Mamat untuk berbicara mewakili tim.
“Kami belajar bahwa semangat itu bukan datang dari atas, tapi tumbuh dari dalam. Dan itu butuh ruang, kepercayaan, dan kebersamaan,” kata Myra.
Direksi terkesan. Bukan hanya karena hasil kerja, tapi karena budaya tim yang sehat dan solid.
Pak Damar menutup presentasi dengan satu kalimat yang menjadi pegangan timnya:
“Tujuan besar hanya bisa dicapai oleh tim yang punya semangat besar. Dan semangat itu lahir dari rasa dihargai.”

Kisah ini bukan tentang strategi manajemen yang rumit. Ini tentang hubungan manusia, tentang mendengar, memahami, dan membangun bersama. Ketika seorang pemimpin mau duduk bersama timnya, bukan hanya memberi perintah tapi juga memberi ruang, maka semangat yang hilang bisa kembali menyala.
Dan ketika karyawan merasa dihargai, mereka tidak hanya bekerja... mereka berjuang.

Insya Allah tulisan ini menjadi inspirasi untuk membangun team. Bagi kita, semua bisa memberdayakan diri untuk menjadi karyawan yang terbaik. Bukan bekerja sendiri, tapi bekerja dengan team. Inilah motivasi diri yang terbaik untuk semakin baik. 

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured post

Dari Mata turun ke pikiran

 Salam bahagia selalu, merasa bahagia itu penting dan membuat diri kita menjadi semakin bahagia. Insya Allah imajinasi dan apa yang kita lih...