Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Minggu, Agustus 10, 2025

Lima tahun tak berubah, Mau ?

Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu tercurahkan kebaikan yang banyak dan mampu membuat kita dinamis dalam menjalani hidup.

Teringat temen lama, Mamat yang sampai 5 tahun ini sepertinya aman-aman aja. Hidup berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, isteri dan anak. Bujang sebagai temen sudah pernah mengingatkan Mamat untuk mengambil langkah perbaikan untuk sesuatu yang lebih baik di masa depan. Bujang, Mamat dan Myra adalah tiga sahabat yang sudah seperti keluarga. Myra yang sudah lebih baik kehidupannya dari Mamat pun ingin keluarga sahabatnya dapat menikmati hidup yang lebih baik. BUkan sekedar bersyukur tapi meningkatkan kemampuan sebagai amanah dari Allah. 

Saya mulai kisahnya dari judul "Lima Tahun Diam, Satu Sore yang Mengubah Segalanya”

Di sebuah Warung kopi kecil di sudut jalan, dekat kantor,  sore yang mendung. Mamat duduk sendiri, menatap kopi yang sudah dingin. Myra dan Bujang datang menyusul dan merasakan ada yang kurang pas dengan Mamat.
Myra: Mat, lo kenapa? Dari tadi diem aja. Biasanya lo yang paling rame kalau udah ngopi sore begini.
Mamat (pelan): Gue lagi mikir, Ra. Tentang hidup gue.
Bujang (bercanda):Wah, berat nih. Biasanya lo mikir cuma pas gaji telat. Sekarang nggak telat. Pasti oke dong ?
Mamat (tersenyum tipis): Gue dapet tawaran kerjaan dari luar. Startup teknologi. Mereka butuh orang buat bangun sistem pelaporan dari nol. Menurut saya tawaran ini menarik.
Myra: Serius? Lo udah lima tahun di sini, Mat. Gak pernah sekalipun lo ngomong mau pindah. Hidup Lo oke-oke aja, tak ada masalah yang berati di kantor dan di rumah.
Mamat: Itu dia. Lima tahun gue ngerjain hal yang sama. Masuk, buka spreadsheet, kirim laporan, pulang. Gaji naik, iya, tapi pelan. Skill ? Gitu-gitu aja. Gue kayak... mandek. Gue dibuat nyaman. Kalau gue pindah, gue memulai hal baru yang belum tentu membuat gue lebih baik. Tapi kantor ini sudah memanjakan gue 5 tahun, tanpa ada perubahan yang berarti. “Zona nyaman itu seperti pelukan hangat di malam dingin. Menenangkan, tapi bisa membuatmu lupa bahwa pagi akan datang.”
Bujang: Tapi lo nyaman kan? Gak ada tekanan, kerjaan lo udah lo kuasain luar kepala. 
Mamat: Nyaman, iya. Tapi gue mulai sadar, kenyamanan itu bisa jadi jebakan. Gue takut lima tahun lagi, gue masih di sini, ngerjain hal yang sama. Bagaimana gue mempersiapkan kehidupan keluarga di masa depan setelah gue pensiun.
Myra: Lo inget gak, dulu pas lo baru masuk sini? Lo semangat banget. Lo bilang, ‘Gue mau belajar banyak di sini.’
Mamat: Iya, dan gue udah belajar. Tapi sekarang, gue gak belajar apa-apa lagi. Gue cuma mengulang. 
Bujang: Terus, lo mau ambil tawaran itu?
Mamat:Gue belum tahu. Gue takut. Gue gak pernah kerja di tempat yang dinamis. Di sana, gak ada SOP, gak ada template. Semua harus gue pikirin sendiri.
Myra: Mat, perubahan itu gak pernah nyaman. Tapi kadang, kita harus berani keluar dari lingkaran yang kita buat sendiri.
“Manusia tumbuh bukan karena waktu berlalu, tapi karena keberanian mengambil langkah baru.”

Mamat (diam sejenak): Gue juga lagi mikirin keluarga gue. Kemarin, bokap bilang, “Mat, kamu udah kerja lama, tapi kapan bisa bantu adik kuliah?” Gue gak bisa jawab. Gaji gue cukup buat hidup sendiri, tapi gak cukup buat bantu orang lain.
Bujang (terdiam): Itu berat, Mat. Tapi  keluarga memang mesti dipikirin sih.
Mamat: Iya. Nyokap juga mulai sakit-sakitan. Gue pengen bisa bawa dia berobat ke tempat yang lebih bagus. Tapi gue tahu, kalau gue tetap di sini, penghasilan gue gak akan cukup buat itu.
“Kadang, dorongan terbesar untuk berubah bukan datang dari dalam diri, tapi dari orang-orang yang kita cintai.”
Myra: Mat, itu alasan yang kuat. Lo gak cuma berubah buat diri lo, tapi buat keluarga lo juga.
Mamat: Gue capek jadi penonton hidup orang lain. Gue pengen jadi pemain utama di hidup gue sendiri.
Ketiganya terdiam. Suasana menjadi hening, tapi bukan karena kekosongan. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Mamat. Sebuah keputusan mulai tumbuh.



Inilah Mamat yang merenung atas hidupnya :
Lima tahun gue berjalan di jalur yang sama. Stabil, aman, tapi datar. Gue bersyukur, tapi juga sadar: rasa syukur gak boleh jadi alasan untuk berhenti tumbuh.
Obrolan sore itu bukan sekadar ngobrol. Itu cermin. Cermin yang nunjukin siapa gue sekarang, dan siapa gue bisa jadi kalau gue berani melangkah.
Gue inget kutipan yang pernah gue baca: “Kalau kamu merasa nyaman, mungkin kamu sedang tidak berkembang.” Dan itu jadi tamparan.
Tapi yang paling nyentuh adalah kata-kata bokap. Gue sadar, hidup gue bukan cuma tentang gue. Ada orang-orang yang berharap gue bisa jadi lebih baik. Dan gue gak mau mengecewakan mereka.
Besok, gue akan jawab tawaran itu. Bukan karena gue yakin akan sukses, tapi karena gue yakin gue gak mau stagnan. Gue mau hidup yang penuh tantangan, penuh pembelajaran, dan penuh kemungkinan.
Rezeki Allah itu Maha Luas, maka hijrahlah di jalanNya. Gue pasti mendapatkan keberkahan rezeki untuk kehidupan gue yang lebih baik. Tidak ada yang tahu tentang masa depan, hiduplah bersama Allah untuk mempertanggungjawabkan amanah Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan terus menjadi manusia yang taqwa, yang semakin baik setiap saat. Berubahlah dengan berhijrah dengan pikiran, pekerjaan, lokasi dan apapun selama masih berada dalam naungan Allah. Gue ngerti, gue bisa memulainya sekarang.

Akhirnya Bujang dan Myra sangat bergembira mendengar pilihan Mamat untuk pekerjaan barunya. Mereka merayakannya dengan makan pecel lele bareng malam harinya. Semua terharu dan saling berpelukan. Mamat bilang,"ada pertemuan dan ada perpisahan". Bujang mengingatkan,"ini kan hanya pekerjaan". Ditutup dengan Myra sebelum mereka berpisah,"Insya Allah kita berpisah di dunia ini dengan kematian, dan dengan rahmat Allah kita dipertemukan dengan rahmatNya di Surga". Myra menangis dan diikuti dengan Mamat dan Bujang yang meneteskan air matanya.

Insya Allah kita dapat mengambil hikmahnya dengan sudut pandang positif. Tidak berubah itu kadang baik tapi cenderung jebakan kenyamanan. Berubah itu tidak menjamin juga menghasilkan kebaikan, kecuali bersama iman (Allah). Kapanpun kita bisa berubah dengan hijrah di bumi Allah dengan pikiran dan tindakan, profesi serta tempat berdiam. Inilah prosen menjadikan kita berdaya sebagai hamba Allah dan mampu menjadi khalifah di bumi ini. Ini adalah bekal memotivasi diri dengan motivasi Islam.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured post

Dari Mata turun ke pikiran

 Salam bahagia selalu, merasa bahagia itu penting dan membuat diri kita menjadi semakin bahagia. Insya Allah imajinasi dan apa yang kita lih...