Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

 Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya ada ? Pasti ada. Yang dimaksud memberontak adalah karyawan yang cenderung kritis dan menerima keputusan melalui proses pemahaman. Sebenarnya 90% karyawan atau anak buah itu nurut, karena kalau nggak nurut kan bisa masalah dengan atasannya. Bisa dicuekin, bisa dipindahkan ke posisi lain, bisa diserahkan ke HRD, atau diproses dengan surat peringatan. Ujungnya sih mau nurut (terpaksa) karena masih mau kerja.

Ada kondisi karyawan seolah menurut, tapi sebenarnya dia tidak menurut. Banyak hal yang dilakukannya tidak sesuai harapan atasan. Kerjanya lambat, kerja asal saja yang penting selesai, beberapa kali melakukan kesalahan, dan lainnya. Karyawan seperti ini membuat masalah bagi atasan, dimana atasan tidak melakukan kontrol dengan periodik. Karyawan seperti ini adalah karyawan yang membawa virus untuk karyawan lainnya. Tidak banyak, maksimal 10%. Ada 10% menjadi karyawan yang baik dan 80% karyawan tergantung situasi dan kondisi.

Banyak atasan mengurus karyawan yang tidak baik, tidak suka dan tukang kritik tapi tidak mau melakukan yang bener. Apa yang terjadi ? Seringkali menjadi konflik. Konflik ini dilihat dan didengar oleh semua karyawan. Berbagai macam reaksi atas konflik ini, kebanyakan cenderung melihat atasan tidak bijaksana dan berpandangan tidak baik. Maka statistik karyawan yang 80% dapat berpindah kelompok karyawan yang tidak baik. Tadinya 10%, sekarang bertambah menjadi lebih dari 10%. Maka kekuatan yang melawan lebih banyak. Fokus, energi dan waktu untuk berkomunikasi dengan karyawan yang tidak baik telah banyak dilakukan. Hasilnya kurang proporsional.

Terus apa yang bisa dilakukan ? Tidak selalu yang nurut itu bener, bisa jadi tidak mau pusing jadi nurut saja. Sebaliknya yang tidak nurut itu bisa jadi bener, maka perlu dibuktikan. Tidak nurut itu bisa jadi ada alasannya. Maka langkah terbaik adalah mencari alasan dibalik tidak mau nurut. Lalu berprasangka baiklah dan beri kepercayaan untuk melakukannya. Dalam proses ini wajib dilakukan kontrol dan monitor dengan dengan ketat, agar apakah yang dilakukan oleh orang yang tidak nurut ini bener. Kalaupun tidak bener, kita dapat mengambil hikmahnya dengan menagmbil yang baik dan memperbaiki yang tidak baik. Hal ini tidak didapat dari orang yang nurut.

Biasanya kita jarang mengontrol orang yang nurut sehingga hasilnya tidak memberi keuntungan bagi kita. Hasil yang tidak sesuai membuat kita tidak menegur keras, karena kita lebih senang dengan orang yang nurut daripada apa yang mesti dijalani dengan semakini baik. Bayangkan saat orang nurut dilakukan yang sama seperti orang yang tidak nurut, maka hasilnya menjadi luar biasa.

Sangat proporsional hasil yang didapat dari mempercayakan pekerjaan kepada orang yang nurut dan orang yang tidak nurut. Keduanya memberi hasil yang positif dan bisa diikuti oleh sisa orang yang 80% bekerja apa adanya. 

Bagaimana kalau kita tidak melakukan apapun terhadap karyawan yang tidak nurut ? Mereka yang tidak nurut menjadi semakin "menggila" untuk mempengaruhi 90% yang lain. Ini adalah kerugian besar dalam team. Jadi tetaplah terus memberi kesempatan bagi yang tidak nurut untuk membuktikan alasannya menjadi benar dengan kontrol dan monitor ketat. 

Saya membayangkan juga, ternyata dalam diri saya sendiri sama halnya dengan pola di atas. Dalam diri saya ada 10% sikap dan perilaku yang tidak baik, 10% sikap dan perilaku yang baik dan 80% sikap dan perilaku yang ikut-ikutan. Saya mesti memberi perhatian sikap dan perilaku yang tidak baik, dan jangan dibiarkan begitu saja. Misalkan saya memiliki sikap dan perilaku malas, maka saya mesti membuktikan sendiri bahwa malas itu tidak ada gunanya dan merusak diri. Sekali waktu saya malas seharian, apa yang saya rasakan ? Capek dan tidak ada hasil apa-apa. Maka temukan ilmu agar malas itu menjadi produktif, salah satunya bangun diri dengan banyak aktivitas sehingga malas itu semakin berkurang, menjadi sikap dan perilaku baik. Demikian juga untuk sikap dan perilaku yang tidak baik yang lainnya. Yang baik bisa mempengaruhi yang tidak baik dan bisa dengan mudah mengajak 80% yang ikut-ikutan. Dan sebaliknya untuk sikap dan perilaku tidak baik bisa mempengaruhi 90% untuk ikutan.

Persentase karyawan tidak baik


Saya tidak ingin membiarkan sikap dan perilaku yang tidak baik berkembang dan mempengaruhi hidup saya. Misalkan yang sederhana saja, malas. Bila dibiarkan terus bisa membuat malas untuk banyak hal. Saya mesti menemukan cara agar tidak ada tempat dan waktu untuk malas. Dengan apa ? menciptakan aktivitas sederhana dan ringan untuk dikerjakan. Dampaknya bisa membuat saya pengen beraktivitas lagi. Selalu ada solusi untuk sikap dan perilaku tidak baik. Yang pasti saya mesti belajar ilmu yang lebih banyak dan bermanfaat. Dengan pribadi yang memiliki sikap dan perilaku yang baik, maka saya bisa menjadi karyawan yang baik dan bisa mengajak dan mempengaruhi karyawan yang lain.

Kultum motivasi ini dapat dijadikan inspirasi untuk  menjadi semakin baik hari ini. Tidak lain dengan cara memberdayakan diri terus-menerus. Insya Allah rekan-rekan mendapatkan hikmah dan kebaikannya, serta Allah meridhaiNya.



Apa yang terjadi saat emosi ?

 Semangat pagi rekan-rekan, Insya Allah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini dan diberkahi. Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Belum Target", dimana terjadi komunikasi atasan dan bawahan yang cenderung "emosional". Ternyata yang terjadi adalah atasan menyerang dan kecewa dengan kinerja bawahan. Bawahan ada yang "yes sir" diam saja biar cepet urusannya atau Bawahan yang membela dirinya sudah bekerja dengan bener, kalau kurang oke bukan sayanya dan menyalahi diluar dirinya.

Saya belum menuju detail hal di atas, tapi ingin mengingatkan dampak bagi pelakunya. Apa yang terjadi dengan atasan yang terlihat "marah-marah" atas hasil target yang belum tercapai ? Yang pertama, suasana "marah-marah" itu tidak ada baik-baiknya. Tapi beberapa orang bilang,"kalau dimarahin itu bagus untuk memotivasi diri agar menjadi berubah dan semakin baik". Apa iya ? Apakah ada orang termotivasi karena dimarahin ? Yang ada motivasi tapi motivasinya terluka. Ada memori dalam pikiran yang tidak nyaman yang mendorong termotivasi. Bayangkan hasil yang baik diperoleh dari proses dan masukan yang baik. Bagi atasan menjadi sok merasa bener dan bawahan yang tidak bener. Kondisi ini pasti tidak ada komunikasi, syaratnya komunikasi itu adalah kesetaraan, bukan yang atasan merasa lebih tinggi dari bawahan yang menciptakan "perintah" atasan dan "menerima perintah" sebagai bawahan. Bukankah kedua orang ini mesti saling melengkapi atau sebagai team untuk meraih target bersama.

Sebenarnya atasan yang marah-marah/emosional itu sudah tidak zaman lagi saat ini. Tahukah nggak sih, atasan yang "emosional" itu telah menunjukkan kelemahannya dihadapan Bawahan. Kok bisa ? kalau atasan yang cerdas (kerja cerdas) pasti tahu cara mengelola sumber daya untuk meraih target. Sebagai Atasan yang memiliki Bawahan, mesti mampu mendelegasikan apa yang seharusnya dilakukan kepada Bawahan. Lalu Atasan memiliki kewajiban untuk mengukur secara periodik dan mengevaluasi untuk dilakukan perbaikan agar target tercapai. Apakah Atasan yakin dengan apa yang didelegasikan sebagai formula bener untuk capai target ? Apakah Atasan juga sudah melakukan pengukuran kinerja Bawahan agar menjamin target dapat diraih ? JIka kedua hal ini tidak dilakukan menunjukkan dirinya hanya bisa "emosional" sebagai Atasan dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Ketidakmampuan ini dilimpahkan kepada Bawahan yang kerja tidak bener.

Mungkin ada juga Atasan yang sudah tidak memiliki kemampuan dan memiliki jabatan hanya karena tahu saja atau ada juga pemahamannya, tapi belum pernah berkomunikasi dengan pelaksana (belum pernah praktek). Maka yang dilakukan Atasan seperti ini adalah hanya perintah saja, lalu emosional dan perintah lagi. Ada sih yang berhasil dengan caranya ini, tapi dampaknya sangat buruk, Atasan sangat tergantung kepada Bawahan. Biasanya Bawahan sering memberi banyak alasan dan meminta Atasan untuk memberi solusi yang cenderung merusak kebijakan yang sudah ada. Misalkan dalam sales, menurunkan harga dengan kasih discount, hadiah dan promo lainnya sehingga nilai produk menjadi rendah.

Lebih lanjut saya ingin menunjukkan keadaan emosional yang berulang dapat merusak kesehatan, yang berdampak kepada ketidakseimbang diri. Bikin tidak sehat dalam pola berpikir dan juga secara fisik. Kok bisa ya ? Mari tenangkan diri dan berani untuk jujur kepada diri sendiri. Lihat dan lihat dari mereka yang emosional (marah-marah). Mukanya merah, dan memiliki kekuatan pada tangan untuk "memukul/melempar/menunjuk" dan sebagainya dan tanganya juga kelihatan merah, kekuatan fisik terletak di seluruh indra untuk bereaksi. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena darah mengalir dengan cepat ke seluruh organ tubuh. Darah yang mengalir itu memberi energi yang besar. Sebenarnya bagus sih, tapi ternyata otak (pikiran) mendapat aliran daran dan oksigen yang sangat sedikit. Akibatnya adalah kemampuan berpikir akal sehatnya tidak ada. bener nggak ? Waktu orang sedang emosional, pasti tidak bisa berpikir akal sehat. Secara tubuh, pembuluh darah ke otak (pikiran) mengecil, sedangkan pembuluh darah ke Muka, tangan dan lainnya membesar. Bayangkan keadaan ini berlangsung lama dan terus-menerus yang dapat membantu terciptanya pembuluh darah tetap mengecil. Bisa menjadi pemicu stroke, darah untuk otak tidak tercukupi. Bagaimana dengan dimarahi ? Sama terjadi karena merasa tidak nyaman dan disalahkan yang membuat Bawahan ikutan membela diri (emosional), tidak terima atas perlakuan tersebut.

Orang yang emosional cenderung mudah lelah, dan akibatnya memilih makan untuk menutupi kekurangan energi yang telah dikeluarkan. Lalu dengan kondisi makan yang tidak terkontrol ini dapat berdampak kepada aliran darahnya ke otak (pikiran) sedikit dan malah pindah ke perut yang banyak darahnya.

Apakah orang yang sedang marah (emosional) bisa dinasehati saat itu ? Kecenderungannya kecil, karena orang yang emosional (marah-marah) tidak mampu berpikir dengan akal sehat. Yang ada malah semakin marah-marah. Jadi dari semua itu menunjukkan bahwa orang yang sedang emosional (marah-marah) banyak memberi dampak buruk, mulai dari tidak disenangi orang, tidak sehat dan menjadi pribadi yang tidak baik.

Dari penjelasan di atas, masih ada yang mau emosional ? Sebagai manusia biasa bisa saja terjadi, bersegeralah untuk berhenti dan menciptakan kebiasaan baru yang sehat dan cerdas. Saya mengulangi kembali tentang emosional ini ;

  1. Orang yang emosional, terutama marah-marah. Bisa saja dapat berpikir bahwa marah-marah itu diperlukan untuk merubah perilaku seseorang. Tetapi kebaikan ini tidak sebanding dengan ketidakbaikan yang didapat. Apakah ada orang mau dimarahi ? Sebenarnya yang sedang marah saja tidak mau marah.
  2. Emosional dan marah-marah alami sebagai manusia. Alangkah baiknya, jika kita menjadi orang yang tidak umumnya (marah/emosional). Menjadi manusia dengan perilaku baik dan disenangi orang banyak, inilah upaya untuk mengendalikan diri yang terbaik.
  3. Emosional atau marah, bukan menemukan solusi tapi cenderung berdampak tidak baik. Ada kesehatan yang terganggu, tidak disukai sikap dan perilakunya, mudah lelah, dan lainnya
  4. Emosional atau marah menunjukkan diri kita lemah, memiliki ketidakmampuan dalam kompetensi, tidak memiliki kemampuan juga dalam mengendalikan diri. Masak mau sih menunjukkan ketidakmampuan kita ?

Insya Allah tulisan ini dapat memberi inspirasi dan motivasi dalam memperdayakan diri menjadi semakin baik hari ini. Cek hari ini, apakah ada diri kita yang berperilaku emosional ? Orang yang mampu mengendalikan dirinyalah adalah orang hebat dan berkemampuan tinggi.

 

Belum target

     Semangat pagi semua, doa mengiringi semua dimampukan sehat dan dimampukan SIAP kerja yang semakin baik hari ini.

   Pagi itu baru mau mulai kerja, saya sudah dipanggil sama bos. Self talk liar saya sambil jalan menuju bos,”Apa salah saya ya, yang penting aja dulu”. Sesampai di pintu ruangan bos sembari membuka pintu,”Selamat pagi bos”. Dan bos mempersilahkan duduk. Tanpa basa-basi bos langsung “marah” dan mempertanyakan,”kenapa bulan lalu tidak capai target ?”. Saya terdiam sebentar,” Begini bos bulan lalu itu tidak capai target karena pasanya lagi lesu”. Langung dibantah bos,”Pasar mana yang lesu, brand sebelah capai target kok” dan bos pun ngerocos terus kesalahan saya. Saya membela diri sedikit dan ternyata bos semakin tinggi marahnya. “Mau gajimu dipotong ?” lanjut bos. Saya hanya bisa diam. Akhirnya obrolan tadi tak memberi apa-apa, yang ada hanya emosional semua. Tersisa seberapa dalam emosional itu dirasakan ... bos kecewa dan kesel, dan saya tak terima caranya dan ada kekahwatiran kalau ketemu bos lagi.





Setelah dari bos, pikiran saya kacau dan kepikiran terus semua ucapan bos tadi. Bahkan hari berikutnya masih kepikiran terus. Kapan selesainya penguasaan emosional saya ? Saya mesti stop hal ini, karena saya tidak melakukan apa-apa dan membuat suasana diri saya semakin tidak baik. Saya bisa bayangkan hanya karena belum capai target sudah begini, bagaimana hal lain. Bos kan mau semua perfect. Berapa banyak hari yang hilang yang membuat saya tidak nyaman dan tidak produktif.

Yuk belajar dan mengamalkan yang terpenting dalam hidup ini adalah penguasaan diri, dalam agama disebutkan orang hebat itu adalah yang bisa mengalahkan hawa nafsu. Sekalipun bisa mengalahkan orang lain karena sesuatu ... sebenarnya saya sudah tidak menang terhadap diri saya.  Apa iya ? Iya lah apa iya dong. Perhatikan hari sebelum hari ini banyak emosi atau nafsu menguasai diri saya ...

1.1. Bangun pagi tak jadi lebih awal karena saya mengikuti hawa nafsu untuk tidur lagi dan baru bangun karena keterdesakan mesti bangun untuk kerja. 

   2. Karena ada kebiasaan minum pagi, maka saya pun mengikuti hawa nafsu minum kopi dulu. Akhirnya waktu mepet untuk bersiap ke kantor.

33. Ntah karena ada, saya menganggap berangkat ke kantor pun ditunda sedikit saja. Bukankah ini juga ketidakmampuan saya untuk menguasai diri saya. Kalaulah ada urusan antar anak yang sudah terburu-buru, paling mudah lagi saya bilang naik ojek aja atau antar sama ibunya.

44. Sesampai di kantor masih ada syukur karena tiba tepat waktu. Ngobrol dulu bareng rekan kerja dan baru kerja. Ini urusan gaul biar nggak jadi orang dijauhin sama rekan kantor. Sekali lagi inipun saya tidak bisa mengatakan iya dan tidak untuk urusan yang penting atau tidak penting. Bukankah ini urusannya ‘nafsu”.

55. Mau mulai kerja pun masih mau ditunda dengan urusan yang remeh-temeh.

66. Dalam kerjapun HP masih menghiasi dalam kerja. Mata dan bunyi nitofication selalu menggoda untuk melihat HP isinya. Hitunglah berapa lama waktu kerja saya telah dibajak oleh HP, bisa 1 jam hingga 2 jam.

77. Ada hal yang menghambat saya kerja, lalu saya tergoda untuk relax dulu atau ngerokok dulu untuk cari ide.

88. Menjelang waktu pulang ontime, 30 menit sebelumnya pikiran sudah tidak fokus kepada kerja

99. Belum waktu ngobrol dengan alasan diskusi telah dihabiskan, ngobrol sesama yang berisi curhatan sesama.

Kebayang nggak sekarang kalau waktu kerja 8 jam sehari itu telah dihabiskan oleh nafsu dan emosional. Bisa jadi hanya kerja 5 jam atau lebih rendah lagi. Bagaimana saya bisa mencapai target kerjaan tepat waktu ? Tidakkah saya bisa memanfaatkan waktu yang habis oleh nafsu tadi untuk :

1.1. Mempercepat kerja yang berkualitas. Yang tidak lain hal ini untuk mengantisipasi pekerjaan yang diberikan bos. Bahkan dapat saya berkomunikasi periode mingguan atau periode hari untuk mengkalibrasi pekerjaan saya dengan harapan bos. Kalau pun belum tercapai sepertinya bisa saling dimengerti oleh saya dan bos.

22. Menyisihkan waktu untuk belajar kompetensi yang semakin tinggi. Buat apa ? Mempersiapkan diri untuk SIAP menerima pekerjaan yang lebih banyak atau berkualitas. Lalu bukannya itu menambah kerjaan ? Insya Allah SIAP kerja itu memunculkan kepercayaan dari bos, yang bermakna untuk menambah pendapatan.

33. Kapan untuk urusan diri sendiri ? Gunakan setiap hati untuk melakukan tindakan-tindakan kecil untuk mengantarkan saya kepada tujuan pribadi. Gunakan waktu sebelum waktu kerja dan beberapa saat setelah pulang kerja.

Bukankah kekhawatiran yang mesti saya hapuskan adalah tidak mampu mengendalikan diri, yang telah menghabiskan waktu yang tidak memberi apa-apa untuk kebaikan saya. Setiap hari saya mengulangi penguasan nafsu atas diri saya telah menjadi kebiasaan tanpa disadari. Akibatnya saya tetap dengan pekerjaan saya saat ini ... adapun kerja yang ditambahkan kepada saya karena bos melihat saya masih ada waktu bukan sebagai kepercayaan. Alhasil pendapatannya SAMA setiap tahun. Ada ketakutan menerima kerjaan lebih tinggi karena saya tidak SIAP. Keadaan ini membuat saya semakin nyaman tidak ingin berubah, semakin terpuruk. Masih mau keadaan seperti ini ? Yuk belajar tentang nafsu, emosional dan referensi yang bener agar hidup semakin baik hari ini.

Insya Allah tulisan ini dapat memberi inspirasi dan menyadarkan diri saya dan siapapun yang membacanya. Tidak lain ada pesan “Wake up”.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...