Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri
Showing posts with label Manajemen syukur. Show all posts
Showing posts with label Manajemen syukur. Show all posts

Tujuan yang suka berubah

 Semangat pagi yang mencerahkan buat semua, hari ini adalah kesempatan untuk memperbaiki hari sebelumnya yang belum dikerjakan atau yang mau diperbaiki. Kesempatan ? Iya, bersyukur atas semua ini. lakukan yang semakin baik hari ini yang membuat saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu demi waktu sampai saya bisa berbuat yang lebih baik. Insya Allah saya dimampukan oleh pemilik alam semesta ini.

Saya pernah memiliki tujuan atau keinginan. Saking pengennya, tujuan itu sangat berarti dan mendorong saya untuk mewujudkannya. Mulailah saya kerja/beraktivitas, tapi ditengah perjalanannya saya merasa ada yang tidak bener dengan tujuan saya, 

a. Bisa karena tidak mudah dicapai, "apa ya saya bisa capai ?" Mulailah ada keraguan dan menurunkan semangat untuk mencapainya.

b. Kok tujuan ini menurun dan ada tujuan lain yang lebih menarik. Mulailah imajinasi saya mengarah kepada tujuan lain untuk dicapai. Ada ketidakpastian untuk memilih meneruskan tujuan awal atau berganti tujuan baru.

c. Dengan sibuknya aktivitas/kerja rutin yang dituntut mesti diselesaikan, membuat waktu yang pendek untuk mengejar tujuan sehingga melemahkan semuanya. Akhirnya saya hanya berharap,"suatu hari saya bisa meraih tujuan saya itu".

d. Misalkan tujuan itu pengen beli rumah. Apa cukup dengan gaji saya membeli rumah ? kalau saya bisa membeli tapi rumahnya jauh banget dari tempat kerja, bikin keluar uang lagi ? Apa nggak saya kontrak rumah saja dulu ? begitu banyak tujuan awal bisa berubah menjadi lebih rendah atau lebih tinggi tergantung suasana saat itu.

Semua itu terjadi pada setiap orang sesuai tujuannya. Atau ada yang bilang,"saya mah nggak pengen apa-apa, jalani aja hidup ini". Tapi tetep aja tujuan itu bisa berubah, waktu bergaul sama temen yang punya rumah sederhana ... hadirlah tujuan pengen punya rumah dan lainnya.

Apapun tujuan atau keinginan itu baik asal dihadirkan oleh emosional. Tujuan yang emosional  cenderung tidak baik, awalnya juga tidak baik dan biasanya diikuti oleh tindakan yang tidak baik pula. Sebaiknya diam sejenak (bisa juga beberapa hari) saat ada tujuan atau keinginan. Buat apa ? Untuk memastikan tujuan atau keinginan itu diuji oleh akal sehat sebagai kebutuhan. Selanjutnya tujuan atau keinginan itu dianalisis oleh akal sehat agar menjadi nyata untuk diwujudkan. 

Tujuan atau keinginan yang sudah bulat untuk dicapai itu menjadi bener menurut saya saat itu. Apa yang terjadi ? Ada lintasan pikiran yang menghambat untuk memulai tujuan itu, ada rencana bagus yang disusun, ada banyak cara untuk mewujudkannya. Sempurna ! Langkah pertama berjalan mulus, semua hambatan atau persoalan yang dihadapi dapat dilewati. Masih ada semangat besar ...

Apakah iya saya memiliki tujuan itu saja ? pasti tidak, banyak sekali tujuan lain. Kalau mau ditulis, kayaknya lebih dari 10 tujuan, tujuan keluarga, tujuan pasangan, tujuan anak-anak dan sebagainya. Tujuan mana yang lebih dulu untuk dicapai ? Disini mulai bercabang dan salah satu tujuan bisa melemah saat itu. Tidak bisa disalahkan bahwa tujuan hadir dan berkembang sesuai waktunya. Bahkan bisa jadi tujuan awal melemah dan berganti dengan tujuan lain.

Apa yang terjadi ? Tujuan itu sebaiknya mesti memiliki batas waktu pencapaiannya, terjadwal dan memiliki komitmen untuk mencapainya. Batas waktunya tidak terlalu lama, sebaiknya dalam rentang maksimal 1 bulan atau lebih sedikit oke saja. Bagaimana kalau 6 bulan atau 1 tahun ? Bisa juga, sesuai dengan besar kecilnya tujuan. Alangkah baiknya, tujuan itu dipecah menjadi beberapa tujuan kecil bertahap. Tujuan yang pendek memudahkan pikiran untuk meraihnya dan memberi semangat tambahan saat mendekati waktunya. Selanjutnya tujuan berikutnya menjadi menarik untuk diwujudkan. Ini adalah cara menyikapi saya tidak berubah-berubah terhadap tujuan yang berubah.

Tujuan bisa saja berubah sesuai waktunya. Saya bisa mengubah tujuan asal masih sejalan dan lebih baik. Yang terpenting adalah tujuan itu pasti untuk dicapai, jadi hindari untuk meninggalkan tujuan tersebut. Alangkah indahnya, saat saya memiliki tujuan dan tujuan itu saya sampaikan kepada Allah agar diberi rahmat lewat doa. Doa yang tidak memaksa untuk diizinkan (dikabulkan) atas tujuan saya. Kalimat yang pantas saya sampaikan kepada Allah untuk tidak mendikte tapi hanya menyampaikan apa yang saya alami, "Ya Allah hari ini saya memiliki tujuan membeli rumah, tujuan ini sesuai dengan apa yang saya rasakan penting bagi saya dan keluarga. Kalaulah tujuan ini Engkau rahmati, mampukan dan mudahkan jalan menuju tujuan itu. Tapi kalau tujuan ini belum Engkau rahmati dan belum baik bagi saya sekarang, maka sudilah Engkau yang Maha Penyayang dari yang paling sayang di bumi ini memberi saya yang lebih baik. Bimbing, arahkan dan mampukan saya untuk menjalaninya" Dalam doa ini saya berharap dengan tujuan saya, tapi saya tahu bahwa Allah Maha Tahu yang terbaik buat saya dan saya memohon petunjuk yang lebih baik buat saya. Tidak memaksa dikabulkan tapi berharap rahmat Allah untuk saya.




Demikianlah apa yang bisa saya bagikan untuk menghadapi tujuan yang suka berubah. Tujuan yang berubah tak perlu disesali, tapi perlu disikapi dengan ilmu yang lebih baik. Inilah kultum motivasi yang bisa menginspirasi saya untuk lebih baik, memberdayakan diri untuk jauh lebih baik.

Manajemen syukur 4

 Saya melanjutkan penjelasan manajemen syukur 4, yaitu melanjutkan apa yang sudah kita kerjakan secara optimal dengan ikhlas, dengan menjadikan aktivitas itu berjalan konsisten. Tidak sekedar satu kali saja, atau dua kali atau hanya seminggu atau satu bulan. Tapi dikerjakan terus-menerus.

Manajemen syukur 4 ini mengandung beberapa hal :

1. Aktivitas kita hari ini tidak cukup untuk kebaikan hidup kita hari berikutnya. Dengan dasar itulah kita terus beraktivitas yang lebih baik, baik kualitatif maupun kuantitatif. Terus ada pertanyaan, kapan kita menikmati hasil aktivitas kita (hasil) ? Ada yang bilang beraktivitas lalu menikmati dan dilanjutkan lagi dengan aktivitas dan menikmati lagi. Kata menikmati bukan berarti kita tidak beraktivitas, cenderung santai dan relax menikmati hasil. Tapi boleh dong kata menikmati itu adalah menikmati aktivitas yang sedang kita lakukan. Aktivitas kita hari ini dapat berdampak kepada aktivitas kita hari berikutnya berupa kemudahan dan kelancaran atau kebaikan dalam aktivitas tersebut.  Bahkan ada yang merasakan bahwa kebahagiaan itu saat kita bisa melakukan aktivitas yang sedang kita kerjakan.

Yang terpenting dalam point manajemen syukur ini adalah terus-menerus beraktivitas. Karena Allah melihat aktivitas kita, sekecil apapun, dan Allah membalasnya dengan pahala kebaikan. Jika kita terus-menerus shalat, puasa, sedekah, membantu orang lain, berbuat baik, berkata yang baik, maka kita adalah apa yang kita lakukan tersebut. 

2. Kontinuitas atau terus-menerus beraktivitas secara kualitatif atau kuantitatif dapat "menurunkan" semangat beraktivitasnya atau bosen. Mestinya kita selalu referensikan aktivitas kita dengan niat kepada Allah, maka aktivitas itu semakin membuat kita senang dan ingin mengerjakannya lagi. Ini adalah yang utama mesti kita lakukan, yang kedua kita mesti selalu mengevaluasi secara ilmu. Apakah ada cara yang lebih mudah ? Apakah ada cara yang lebih cepat ? Apakah ada cara yang hasilnya lebih tinggi ? Pertanyaan ini selain membuat kita kepo ingin mengerjakannya lagi dan juga menghilangkan rasa bosen yang membuat kita mendapatkan nikmat yang lebih besar dan setiap hari. Pertanyaan tadi adalah evaluasi syukur diri BUKAN untuk bersaing dengan orang lain (melihat keberhasilan orang lain), tapi terus berlomba banyak bersyukur karena Allah telah lebih banyak (tak terhitung) memberi kebaikan kepada kita. Apa nggak capek ? Perhatikan point pertama, aktivitas itu adalah menikmati hasil. Akhirnya apa yang kita lakukan semakin baik itu untuk berbagi kepada banyak orang dan membantu orang lain.

Dengan kata lain, manajemen syukur 4 ini mengajak kita semakin banyak beraktivitas sebagai bentuk syukur setiap hari. Tiada hari kecuali bersyukur.


Demikianlah manajemen syukur yang saya susun dari apa yang saya pahami tentang agama Allah. Manajemen syukur ini tidak hanya berlaku pada pekerjaan saja, tapi juga mendasari kita dalam segala aktivitas. Manajemen syukur sebagai anak, sebagai murid/mahasiswa, sebagai ibu rumah tangga, sebagai orang tua, dan sebagai apa saja yang baik.



Produktivitas dan manajemen syukur

 Beberapa orang berpersepsi bahwa manajemen syukur yang berasal atau didasarkan agama tidak mensupport dalam produktivitas kerja. Agama hanya mengurus kehidupan akhirat (iman, ibadah dan amal saleh), sedangkan kerja dan produktivitas yang mengatur teknis kerja untuk hasil yang baik. Tetapi apakah begitu ? Agama itu memberikan petunjuk hidup termasuk kerja dan bahkan Allah menyatakan bahwa Dia yang mengurus segala hal di dunia  ini, mengizinkan semua terjadi termasuk kerja, ilmu Allah terdapat di semua hal dan apa yang kita peroleh (ilmu) saat ini adalah apa yang Dia kehendaki. Dengan demikian bahwa Allah dengan manajemen syukurnya adalah petunjuk untuk bersikap dan berperilaku yang benar sebagai manusia.

Di zaman dahulu, ilmuwan Islam merupakan orang yang mendasari Al Qur'an sebagai petunjuk untuk menggali dan menemukan ilmu (Ilmu kedokteran, ilmu arsitek, ilmu bisnis, ilmu matematika dan sebagainya). Ilmuwan seperti Ibnu Sina sebagai ilmuwan kedokteran Islam sangat menguasai Al Qur'an. Sebenarnya Iman - manajemen syukur - produktivitas itu sejalan.

Kalimat bersyukur yang menghasilkan nikmat bermakna, bersyukurnya itu bekerja/beraktivitas dengan ilmu dan petunjuk Allah (proses yang benar), dimana hasilnya (tambah nikmat) itu benar-benar menghasilkan hal baru. Bersyukur ini tidak berhenti di saat itu saja, tapi menjadikan bersyukur yang lebih baik lagi agar nikmat (hasilnya) bertambah besar lagi. Keadaan ini menjadikan proses (bersyukur)nya menjadi produktivif karena setiap periode bersyukur berubah menjadi lebih baik. Apakah ada orang yang hanya bersyukur hari ini saja ? Pasti tidak, karena orang ingin hidupnya lebih baik lagi setiap hari. Maka bersyukur itu pasti terus-menerus.

Belum beriman kita bila tidak didukung ilmu dan petunjuk Allah. Menjadi sempurna itu iman kita jika diamalkan (amal saleh) yang terus-menerus. Artinya iman, ilmu dan petunjuk Allah, amal saleh terus berkualitas dan berkuantitas secara periodik.

Bayangkan seorang atasan atau pemilik perusahaan pasti suka dengan karyawan yang produktif,

a. Yang percaya kepada Tuhannya sehingga terhindar dari perbuatan buruk. Bertanggung jawab, disiplin, jujur dan suka beramal saleh (bekerja yang baik).

b. karena memiliki sikap dan perilaku positif dengan prasangka baik dengan siapapun (terutama kepada Allah). selalu bersyukur dengan nikmat yang ada dan memaksimalkan pemanfaatannya.

c. Yang mampu mengendalikan emosional sehingga dapat bekerja dengan cerdas (pikiran sehat). Buah dari iman yang mampu mengaktifkan hati dalam setiap perbuatan.

Produktif dulu dengan ilmu atau bersyukur dulu ? Yang terbaik adalah bersyukur dengan manajemen syukur dan Insya Allah menjadi produktif.


Insya Allah kultum motivasi kali ini untuk selalu memberdayakan diri menjadi semakin berkualitas hidup kita. Dengan memahami agama sebagai petunjuk hidup di dunia dan di akhirat, maka kita menjadi terbimbing oleh Allah dalam hidup ini.


Manajemen syukur 3

 Alhamdulillah sebelumnya saya sudah memahami manajemen syukur 1 dan 2, Merasakan nikmat yang ada pada diri kita. Dilanjutkan dengan menyadari nikmat itu datang dari Allah, lalu berterima kasih dan memujinya. Manajemen syukur 3 ini merupakan upaya memanfaatkan nikmat dengan ilmu dan petunjuk Allah dengan optimal dengan ikhlas, merupakan perbuatan dari manajemen syukur.

Tulisan sebelumnya, menyadari nikmat otak/pikiran dari Allah. Terima kasih kita diberikan otak/pikiran untuk mengorganisasikan tubuh kita, karena ada beberapa orang tidak diberikan otak yang sempurna (ada yang sakit kepala, sakit stroke, kelainan otak sejak lahir dan sebagainya). Oleh karena rasa terima kasih kita diungkapkan dengan memuji Allah. Setelah itu ? Kita mesti mewujudkan terima kasih dan pujian itu dalam tindakan, yaitu memanfaatkan otak/pikiran sesuai ilmu dan petunjuk Allah untuk kehidupan kita dan orang lain. Dalam memanfaatkan otak/pikiran, maka kita mesti ikhlas. Kita belajar dan berbagi ilmu (dan penerapannya). Bukan sekedarnya saja dalam memanfaatkan otak/pikiran, tapi terus mengembangkan diri untuk menjadi otak/pikiran kita menjadi semakin baik. 

Apakah tidak cukup kita hanya menerima dalam bersyukur ? Misalkan kita diberikan uang, maka bersyukurnya tidak berakhir dengan menghabiskan uang untuk kebutuhan kita saja, tapi kita mesti lebih optimal dengan ilmu dan petunjuk Allah. Bagaimana menginvestasikan uang yang kita terima ? Ada yang digunakan untuk kebutuhan kita, ada hak orang lain dengan bersedekah, dan kalau memungkinkan kita investasikan uang itu menjadi nilai tambah. Begitu juga dengan otak, bukan sekedar untuk berpikir dalam kehidupan kita. Tapi dapat dimaksimalkan dengan otak yang bisa bermanfaat bagi kehidupan yang jauh lebih baik (diri dan ummat).

Insya Allah dengan terus menafsirkan syukur sebagai manajemen yang bener, kita dapat terus menggali dan menyempurnakan syukur kita kepada Allah.

1. Dalam hidup ini, rahmat Allah begitu banyak dan tak terhitung. Rahmat dan karunia Allah itu jauh melebihi dari kemurkaanNya. Jika rahmat dan karunia Allah itu didasarkan ibadah dan amal kita, maka saat ini kita banyak menerima balasan Allah. Karena ibadah dan amal kita pasti lebih kecil dari dosa dan kesalahan kita. Faktanya kita masih hidup dengan keadaan yang baik, ada musibah dan sejenisnya. Tapi itu semua tidak seberapa kenyamanan hidup kita. Oleh sebab itu sudah menjadi kepantasan kita selalu menyadari rahmat dan karunia Allah sepanjang hari dan sepanjang usia kita begitu besar sehingga kita dapat beraktivitas dengan baik tanpa ada halangan yang berarti, dan bersyukur. "bersyukurlah, maka Allah menambah nikmat kepada kita, dan sebaliknya jika tidak bersyukur Allah memberikan azabNya" (Surah Ibrahim, 14 : 7)


2. Azab Allah bisa berupa kesulitan kecil, sakit, musibah dan sejenisnya. Jika kita tidak bisa lebih baik, maka dapat diartikan bahwa kita belum bersyukur. Belum bersyukurnya kita karena kita tidak mengikuti ilmu dan petunjuk Allah. Dalam surah An Nisa, 4 : 111, Allah berfirman kesulitan hidup kita karena disebabkan kesalahan/dosa kita. kesalahan/dosa kita adalah karena tidak sesuai dengan ilmu dan petunjuk Allah. Masih di An Nisa, 4 : 147, Allah berfirman Allah tidak menghukum hambanya yang beriman dan bersyukur. Ada ayat lain yang difirmankan,"Allah telah memberikan kita pendengaran, penglihatan dan hati, tapi hanya sedikit yang bersyukur".

3. Penjelasan point 1 dan 2 adalah dasar kita bersyukur. Manajemen syukur menjadi langkah sederhana untuk menjalani syukur yang lebih mudah.

a. Menyadari nikmat, rahmat dan karunia Allah. Merasakan kebaikan dan sadar bahwa itu pemberian (titipan Allah).

b. Berterima kasih dan memuji atas segala nikmat tersebut

c. Memanfaatkan (bersyukur) dengan kerja/aktivitas sesuai ilmu dan petunjuk Allah agar menjadi ibadah/amal saleh yang berkah untuk semua orang.

Insya Allah dengan tulisan ini yaitu bersyukur kepada Allah itu semakin mendorong kita dekat kepada Allah (iman bertambah). Tulisan kultum motivasi ini dapat memberdayakan kita semakin baik.


Manajemen syukur 2

 Semangat pagi semua, Insya Allah diberikan kebaikan hari ini. Tulisan kali ini adalah melanjutkan Manajamen syukur 1, yaitu langkah melihat, merasakan potensi (nikmat) Allah pada diri kita sendiri. Dimana merasakannya itu dalam keadaan sadar kepada Allah. Apa yang kita lakukan setelah itu ? Bersaksi kepada Allah dengan memujiNya.

Dalam manajemen syukur 1 ini kita berupaya mengungkapkan apa yang kita rasakan atas nikmat Allah itu. Jika merasakan tangan itu bermanfaat bagi kita, maka kita berterima kasih dan memuji yang memberikan tangan kita. Sebaliknya jika kita menerima dari seseorang yang kita tidak butuh, maka rasa terima kasih dan pujiannya ala kadarnya. Dengan Allah tidak seperti itu, kita bukan tidak menerima nikmat Allah tapi bisa mampu melihat dan merasakan kebaikannya ... Maka kita tidak mampu berterima kasih dan memujinya. Misalkan kita memuji Allah yang Maha Pemberi Rezeki tanpa mampu melihat rezeki itu, maka pujian itu hanya di bibir saja. Kalau rezeki itu berupa kesehatan, maka kita mampu melihat bahwa sampai hari ini keadaan kita sehat dan ada kala sakit (merasakan rezeki sehat itu luar biasa), maka kita memuji Allah itu dengan Ya Razzaq menjadi bermakna (tulus datang dari dalam diri).

Pernahkah kita mampu merasakan otak kita, fisik dan lainnya ? Renungkan sesaat, saat pusing berkelanjutan membuat kita baru merasakan bahwa kita memiliki otak/pikiran. Kita bisa bertanya, siapa sih yang memberi otak/pikiran kita ? Dengan otak itu bisa berpikir dan beraktivitas. Allah menitipkan semua nikmat itu dan kita sering menafsirkan yang berbeda dengan "ini otak saya". Bagaimana kalau sakit ? Maka kita merasa sedih tidak berpikir (merasa kehilangan). Sebenarnya kita merasa kehilangan karena kita merasa "mengakui" milik kita, padahal itu hanya titipan Allah. Kapan pun Allah berhak mengambilnya jika kita tidak amanah dengan titipannya. Sebaliknya jika kita memanfaatkan otak yang dititipkan itu untuk kebaikan banyak orang (amal saleh), maka Allah ridho dan merahmatinya. Allah bisa saja menambah nilai otak yang dititipkannya menjadi lebih tinggi atas apa yang sudah kita manfaatkan. Sudahkah kita memanfaatkan otak/pikiran menjadi memberikan nilai tambah ? 

Bulan puasa ini mengajari kita untuk membuka hati melihat nikmat Allah. Tidak makan dan tidak minum menunjukkan kita mesti berterima kasih karena dalam keadaan itu kita bisa lebih cerdas (bayangkan kalau kenyang kita jadi malas). Menahan nafsu menunjukkan kita berterima kasih bahwa kita bisa tidak emosional dalam berpikir dan bertindak (bayangkan di luar puasa kita mudah emosi untuk perkara yang kecil). Berinteraksi dengan Al Qur'an dan banyak amal saleh mesti kita syukuri karena amal itu jarang kita lakukan, bahkan di bulan ini kita terdorong banyak beristighfar karena bulan dimana Allah siap mengampuni dosa kita (bayangkan diluar puasa jarang kita melakukannya)

Manajemen syukur 2 ini mengajak kita berterima kasih dan memuji Allah dengan sepenuh hati. Paling mudah adalah merasakan nikmat Allah pada kondisi tidak menyenangkan, lagi sakit dan tidak memiliki atau kehilangan, maka kita dapat merasakan bahwa nikmat dapat diambil Allah (sebagai titipan).  Perbanyak pujian kepada Allah dan hanya kepada Allahlah pujian kita hadirkan.


Insya Allah kultum motivasi ini dapat memberdayakan kita untuk bergerak dan beraktivitas yang optimal di jalan Allah. langkah bersyukur menjadi semakin baik

Sikap dan perilaku karyawan yang siap berhenti.

 Seorang karyawan hanya seorang karyawan yang berkuasa untuk terus bekerja di perusahaan milik orang lain. Seorang profesional sebagai CEO, Direktur, GM, Manager sampai staf adalah dibayar karena kemampuannya. Jika kemampuan karyawan itu tidak sesuai dengan harapan pemilik perusahaan atau tidak bisa membuktikan kinerjanya, maka kepercayaan atas kemampuannya menurun. Apakah ada jalan keluarnya ? Ada yang berusaha untuk mempertahankan kinerja dengan berbagai caranya, umumnya mereka menekan bawahannya untuk bekerja untuk mereka. Mereka yang mempertahankan tentu memberi janji kepada bawahan. Sekali janji ini tidak 100% dilaksanakan ... beberapa dari mereka gagal. Pilihan singkat adalah pindah perusahaan. Atau ada yang hanya mengikuti ABS (asal bapak/pemilik perusahaan senang) dengan kata lain bersikap "Yes Sir". Sikap "Yes Sir" lama-lama membuat mereka tertekan (stress). Akhir dari seorang karyawan adalah dipecat/pensiunkan atau pindah kerja ?

Tujuan seorang karyawan adalah untuk bekerja agar mendapatkan pendapatan. Jabatan atau kepercayaan itu hanyalah sebutan atas hasil bekerja karyawan. Beberapa kecenderungan karyawan itu hanya fokus kepada pendapatannya. Pertama, Karyawan minta dibayar gajinya (pendapatannya) dengan kemampuan bekerja sebelumnya, atau kedua, karyawan itu siap digaji tinggi karena memang sudah membuktikan bekerja dengan bukti-bukti nyata. Termasuk karyawan yang mana Anda ?

"Saya sih maunya jadi karyawan kedua", beneran ? Apakah Anda siap untuk selalu belajar yang berorientasi kepada penerapannya. Butuh waktu, butuh biaya dan apakah Anda sabar dan konsisten ? Ada jawab pasti,"Saya bisa". Kalau Anda sekarang sudah bekerja, apakah kepercayaan itu tumbuh dari atasan/pemilik perusahaan ? Untuk lebih detailnya apakah ilmu Anda bertambah setiap bulan ? Apakah Anda stress ? Apakah setiap pekerjaan dikerjakan tuntas sebelum waktunya ? Apakah ada pekerjaan yang selalu Anda buat berkualitas (menjadi lebih baik) ? Apakah ada kepercayaan atas amanah baru ? Akhirnya apakah Anda semakin baik karir dan pendapatannya secara bener ? Jawaban atas pertanyaan di atas dapat membuktikan bahwa Anda sudah siap.

Sikap dan perilaku karyawan kedua dapat menentukan bahwa Anda merasa bisa menentukan sendiri akhir Anda sebagai karyawannya, mau pensiun karena usia atau mau bisnis, atau mau pindah perusahaan karena Anda merasa tidak sesuai penghargaannya, atau Anda mau bertahan dengan alasan tertentu. Tetapi ingat pula akhir dari perjalanan kita sebagai karyawan ditentukan pula oleh suka dan tidak sukanya perusahaan atau atasan kita, atau ada faktor lain karena lalai dalam hal kecil yang membuat kita diberhentikan, bisa update kemampuan yang tidak gaul dengan zamannya, bisa juga usia kita tidak bisa bersaing dengan yang muda, atau memang skenario Allah yang kita tidak pernah melihat hikmahnya saat itu. Apapun ujung dari perjalanan sebagai karyawan, dimana kinerja kita mesti memberikan indikasi untuk mendorong kita untuk mandiri.

Bagaimana dengan sikap dan perilaku karyawan yang pertama ? Bukan sekedar "Yes sir" saja, tapi banyak hal yang merugikan karyawan sekalipun kita merasa nyaman karena membuat ABS tadi dengan kerja kita. yang hadir adalah kita suka mengeluh atas pekerjaan yang diberikan, lalu stress dan menghadirkan banyak masalah lanjutannya. Mungkin Anda adalah salah satunya, yang penting kerja aja.

Apapun pilihan kita menjadi karyawan pertama atau kedua, pasti kita berujung kepada akhir dari perjalanan sebagai karyawan. Pilihan kerja itu bagaiama menempatkan diri kita kepada perusahaan yang bener-bener menghargai dan mensupport apa yang kita kerjakan. Jadi selama menjadi karyawan mesti selalu bisa merasakan atau mengukur apakah perusahaan kita kerja adalah yang terbaik atau tidak untuk bisa bersikap sebagai karawan kedua ? Dan kitapun mesti memiliki sikap untuk mampu menjadi menjadi karyawan kedua di perusahaan sekarang, dan membangun sikap dan perilaku mandiri untuk menghadapi ujung perjalanan kita sebagai karyawan.

Minuman mineral di Warung dihargai Rp 5.000, tetapi menjadi bertambah saat dijual di Mall, dan menjadi bertambah nilainya jika dijual di tempat khusus seperti di bandara atau resto terkenal. harga bisa mencapai Rp 15.000. Cerita harga air mineral tersebut ditentukan oleh tempat dimana air mineral itu dijual. DI warung harga Rp 5.000 dengan display seadanya, tai di resto, air mineral dibuatkan list harga yang menarik, disimpan di show case yang selalu dingin, disedikan gelas untuk minum, ada tempat duduk untuk menikmatinya, diantar pelayan yang cantik, lokasi dengan ruang berAC dan sebabgainya. Begitulah air mineral bukan sekedar air mineral lagi, tapi sudah menjadi produk plus sehingga harganya bisa tinggi. Analogi air mineral bisa kita terapkan kerja kita sebagai karyawan.

Dimana pun kita bekerja sebagai karyawan, maka karyawan yang baik itu adalah menjadi menjalankan kerja karyawan plus dengan bener dan semakin bener. Siapkan diri kita menghadapi akhir perjalanan kita sebagai karyawan yang bisa kita lakukan sewaktu bekerja.

Insya Allah kultum motivasi ini dapat memberdayakan diri kita menjadi semakin lebih baik dalam kondisi apapun. Rasa syukur mesti kita bangun kepada Allah dengan terus kerja yang berkinerja tinggi agar Allah ridho dan membalasnya dengan kebaikan dari pekerjaan kita sepanjang hidup kita. 

Bersyukur adanya puasa

 Kemarin saya menulis tentang puasa dan ibadah lainnya dapat dikerjakan dengan sedikit paksaan untuk memulainya. Bagaimana caranya untuk mengalihkan paksaan itu menjadi dorongan yang lebih baik, khususnya dalam bulan puasa ?

Yang baik adalah hadirnya kesadaran kita untuk menikmati bulan puasa dengan ikhlas, tapi tidak mudah dengan iman yang rendah. Selama ini kita memiliki persepsi bahwa puasa itu kewajiban untuk mendapatkan kebaikan bagi kita. Sebagai kewajiban dalam menjalani puasa agak berat. Maka paksaan itu menjadi langkah awal memulainya. Saya berpikir untuk merubah persepsi itu agar lebih mudah dan ringan serta membuat kita ingin menjalaninya. Apa ya ?


Allah menghadirkan bulan puasa untuk menghapuskan kesalahan, jalan menuju taqwa dan kebaikan yang berlipat. Dengan kata lain Allah memberikan KESEMPATAN kepada kita untuk mengambil kebaikan itu semua, bukankah kita banyak dosa dan kesalahan. Penghapusan dosa itu memperlebar kedekatan kita kepada sehingga kita berharap kepada rahamtNya. KESEMPATAN bulan puasa belum tentu dapat kita jalani setiap bulan, karena Allah hanya memberikan KESEMPATAN ini 1 bulan dari 12 bulan yang ada. Kita dapat membangun persepsi baru tentang bulan puasa yaitu mengambil KESEMPATAN ini untuk memperbaiki diri dan meningkatkan hubungan kita kepada Allah. Masak sih ada orang beriman yang tidak mau diampuni dosa dan diberikan rahmat dari Allah ? Jika KESEMPATAN ini tidak dapat kita ambil, berarti hati ini begitu gelap sehingga tidak mampu lagi melihat KESEMPATAN Allah ini sebagai langkah menjadi bertaqwa. Jika ini terjadi maka kita bener-bener mesti memaksakan diri untuk membersihkan diri.

KESEMPATAN selama bulan puasa ini mesti kita sikapi dengan bersyukur, apakah ada waktu lain ? Sekali pun masih ada di tahun depan, tapi apakah kita masih diberi kesempatan lagi ? Mari kita syukuri bulan puasa ini sebagai KESEMPATAN terakhir dari Allah untuk menjadi kita orang yang bertaqwa. Sikap ini dapat mendorong kita menjalani puasa dengan mudah dan nyaman.

Insya Allah kultum motivasi kali ini bener-bener memberdayakan diri kita dapat berpuasa dengan lebih baik, dan berharap Allah menyempurnakan puasa. 

Berbuat baik itu tidak mudah ... tersenyum dong

 Sebagai manusia biasa, saya masih tidak mudah untuk berbuat baik. Memang berbuat baik itu perintah Allah dan sebagai rasa syukur saya kepada Allah. Sebagai perintah mesti wajib dijalankan, berbuat baik apa saja. Misalkan tersenyum saja, disebutkan tersenyum itu baik buat kesehatan dan jadi amal. Fakta tidak banyak orang bisa senyum ikhlas. Kalau senyum nggak ikhlas banyak terjadi atau tersenyum karena aturan untuk mendapatkan hasil. Ini menunjukkan fakta berbuat itu tidak mudah.

Tersenyum saja sebagai perbuatan baik itu selalu banyak hambatan. Hambatan itu adalah upaya musuh manusia agar tidak berbuat baik. Ada sih yang bisa melewati hal ini dengan berbuat baik ... hanya sesekali dan beberapa waktu saja. Sejak awal ingin tersenyum saja sudah ada dalam pikiran saya yang menghambat, "kalau tersenyum entar orang komentar, tumben senyum", "senyum saya dibilang ada maksud tertentu", "saya tersenyum kepada orang lain, tapi mereka tidak membalas senyum saya" dan banyak lagi dalam pikiran saya mau menghambat saya tersenyum. Terakhir saya berucap dalam hati,"buat apa tersenyum, yang penting saya baik". Tidak mudah tersenyum.

Lalu ? sekalipun saya bisa tersenyum. Hari selanjutnya, saya mesti tersenyum lagi. Apa yang terjadi ? Pengalaman saya sebelumnya, semakin menguatkan saya tidak mudah tersenyum. Pikiran saya berkembang lagi, "Saya senyum ke pasangan/atasan/bawahan/temen, tapi mereka hanya biasa saja. Lalu buat apa saya senyum". Pikiran dari hasil pengalaman ini mendorong saya tidak ingin tersenyum lagi. Alhasil, saya senyum beberapa hari saja dan selanjutnya senyum seperlunya.

Semua orang tahu senyum itu baik, tapi itu hanya sebatas pikiran saja. Atau senyum itu masih saya lakukan secara emosional karena ingin direspon baik (dicintai/dikasihi). Bagaimana saya bisa tersenyum "ikhlas". 

1. Perintah senyum itu ibadah, dapat saya pahami sebagai rasa syukur atas kebaikan Allah yang telah memberikan saya bibir, mulut dan sebagainya. Saya senyum bukan karena siapa-siapa, saya tersenyum kepada Allah. Apakah tidak malu kepada Allah yang melihat saya 24 jam dengan sedikit senyum ? Saya sering berdoa meminta sesuatu tapi kok nggak senyum kepada Allah ?

2. Jadilah masuk kedalam manusia yang bersyukur, dan hanya sedikit yang bersyukur itu. Allah mencintai orang yang bersyukur.

3. Pemahaman di atas sudah cukup dan teruslah difokuskan agar hambatan dalam pikiran bisa melemah. Sekalipun ada upaya menghambat, 

4. Just do it Now, saat tersenyum dan fokuslah kepada senyumnya. Inilah proses yang hanya butuh tindakan (senyum), bukan lagi untuk berpikir. Apa pun respon orang kepada saya , saya tidak perlu menanggapinya. Tetaplah tersenyum terus

5. teruskan tersenyum sampai Allah mencintai saya, yaitu senyum telah menjadi mudah dan memberi banyak kebaikan pada diri saya.

Insya Allah kultum motivasi ini membangkitkan saya untuk terus tersenyum kepada siapa saja, dan dalam keadaan apapun, dimanapun saya berada. Memberdayakan diri saya untuk menguatkan keyakinan kepada Allah, agar senyum itu membuat saya terbiasa senyum untukMu.


Manajemen syukur yang terus-menerus 1

 Kali ini melengkapi tentang menajemen bersyukur. Ada pertanyaan dari temen yang bilang,"saya sudah bersyukur kok, menerima apa yang ada dan berterima kasih". Fakta tidak banyak yang berubah dalam hidupnya. BUkankah kalau bersyukur itu ditambah nikmatnya. Secara naluriah mereka, buat apa dong bersyukur kalau tidak ada perubahan ? Akhirnya bersyukur yang dijalaninya hanya formalitas saja, bersyukur ya berterima kasih, ya bersyukur menerima keadaan sampai menunggu perubahan dari kebaikan Allah yang Maha syukur.

Bisa jadi sampai hari ini kita bersyukur hanya sampai pada lisan saja, apa merasa "terpaksa" bersyukur. Bersyukur menerima pemberiaan Allah dan saat diambil jadi kurang bersyukur, yang ada hanya meminta kepada Allah agar dikembalikan pemberian Allah itu. Bagaimana sih seharusnya kita bisa bersyukur yang bisa konsisten (terus-menerus) ? Memang tak mudah, wajar sebagai manusia bisa bersyukur dan kadang tidak. Yang terpenting saat tidak bersyukur segera ingat Allah dan bersyukur lagi.

Membayangkan diri kita menerima pemberian dari seseorang, misalkan diberikan uang  sebesar Rp 100.000. Apa yang dapat kita maknai pemberian itu ... orang itu baik dan mau membantu kita atau ada udang dibalik batu. Ada beberapa waktu mau menerima pemberian itu, malah balik tanya,"dalam rangka apa pemberian ini ?". Disisi lain ada orang yang sedang membutuhkan uang Rp 100.000, maka pemberian itu langsung dengan mengucapkan, "terima kasih dan Anda baik sekali".  Maknanya :

1. Seseorang yang menerima dapat menilai dari pemberian itu, berapa nilainya bagi kita, apa manfaat pemberian tersebut dan nilai lainnya. Dengan menyadari nilai dari pemberian itu, maka seseorang memuji pemberian itu kepada orangnya. Perhatikan jika tidak bernilai pemberian itu, maka tidak ada pujian dan hanya ucapan terima kasih saja.

2.  Dalam bersyukur dapat kita analogikan seperti hal diatas. Langkah awal pastilah kita beriman (percaya tanpa ragu). Level iman ini menjadi kekuatan untuk bersyukur. Selanjutnya, kita mensti menyadari pemberian Allah yang Maha segalanya. Apa pemberiannya ? 

a. Kita yang tadi mati dihidupkan, maka sadarilah bahwa kehidupan ini adalah kenikmatan. 

b. Allah memberi kita pendengaran, penglihatan, hati serta penyempurnaan penciptaannya. Kita diberi modal untuk menikmati kehidupan ini. Telinga yang bekerja otomatis (tak banyak bisa kita kontrol) bekerja untuk kita, bisa mendengar. kita bisa berpikir, kita berdiri tanpa jatuh, bisa berbicara dan sebagainya

c. Allah memberi petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia ini agar mendapatkan kebaikan dan berdampak kepada kehidupan di akhirat.

d. Allah menundukkan alam ini untuk manusia. 

e. Ada orang tua, saudara, isteri/suami, anak yang selalu mensupport dan menginginkan dan berdoa agar kita menjadi orang baik (sukses di dunia dan diakhirat)

f. Ada juga teman, bawahan, atasan yang juga mendupport kita.

Sadarkah kita dengan pemberian semua itu ? tahukah nilai dari pemberian itu ? 

Bayangkan jika ditanya,"berapa nilai tangan kita ?" Pasti kita jawab pastilah nilainya tak terhingga. Apa artinya ? Bukankah nilai yang tak terhingga itu menunjukkan nilai tangan itu bisa menghasilkan nilai tak terhingga. Sudahkah nilai tangan itu diwujudkan ? Kok kita hanya mendapatkan pendapatan hanya Rp 2 juta dengan kerja (menggunakan tangan ini) ? Sadarilah ternyata kita belum bersyukur ... baru 2 juta, padahal bisa menghasilkan nilai tak terhingga. Bagaimana caranya ? Optimalkan tangan dengan ikhlas, bukankah balasan keikhlasan itu tak terhingga.

Yuk kita ingin tahu dan mencari tahu nilai pemberian Allah itu. ternyata pemberian Allah itu tidak bisa kita hitung, sangat banyak. Untuk itu mulai menyadari pemberiannya saja, dan mulai pula fokus dari pemberian yang bisa kita sadari dan rasakan. Misalkan kita menyadari dan merasakan kita memiliki tubuh yang sehat, maka tubuh ini mempunyai nilai besar. Maka bersyukurlah dan jangan sampai tubuh kita jadi sakit atau diambil Allah pemberian nikmat sehat itu. karena Allah itu Maha berkuasa segala hal.

Setelah menyadari dan dapat merasakan pemberian Allah itu, karena pemberian itu adalah Allah yang rahman dan rahim. keadaan ini memunculkan kekaguman dan ingin mengakui keMahaan Allah itu ... kita ingin memujinya. Memuji Allah adalah akibat dari langkah pertama yang menyadari dan menghargai pemberian Allah. ikuti ulasan berikutnya


Insya Allah kultum ini dapat memotivasi kita untuk jadi lebih baik dalam bekerja, yaitu meluruskan dan mengharmonikan iman yang sejalan dengan kerja dunia. Keadaan ini memberdayakan diri kita menjadi semakin beriman.

  


Suka responsif dam emosional itu BUkan masalah

Dalam sehari-hari masalah itu identik dengan hambatan yang terjadi saat saya ingin menjadi lebih baik. Misalkan ada staf yang susah di atur dan dianggap stanya yang bermasalah. Waktu staf salah, seorang atasan dengan responsif tanpa mikir banyak memarahi staf yang salah. Marahnya atasan itu dianggap bener, karena memberitahu staf yang salah. Atau anak yang salah dianggap masalah bagi orang tuanya, Tapi perilaku orang tua yang "memarahi" dianggap bener.

Ada yang menarik lagi, saat saya tidak berbuat baik. Apa yang terjadi ? yang disalahkan itu adalah lingkungan atau "setan" yang menggoda. Memang bener sih ada orang yang salah, dan dengan sikap dan perilaku yang "emosi" itu bagian dari memperbaiki kesalahan tersebut. Apakah begitu ? Pastikan sikap dan perilaku saya pun ikut salah. Perhatikan dengan baik, staf salah, atasan marah, ... Selanjutnya pasti tidak baik. Yang negatif diteruskan negatif maka selanjutnya cenderung negatif. Sikap dan perilaku negatif itu bisa berhenti jika mau dihentikan. Staf yang hadir utuh, maka menerima marahan atasan untuk tidak mengulangi kesalahan agar tidak dimarahi lagi. Atau Atasan tidak perlu marah untuk menyelesaikan masalah stafnya, cukup memberitahu dan mengarahkan cara yang bener. 

Jadi judul diatas itu sering dialami semua orang, karena beberapa orang tetep aja emosional lagi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap emosional itu masalah. Yang ada dipersepsinya itu adalah orang salah kalau nggak dimarahi, malah salah terus. Dari sikap seperti inilah banyak orang terus bersikap dan perilaku emosional terus-menerus. 

Yuk mulai berpikir saat tidak emosional untuk mengubah sikap dan perilaku emosional itu menjadi lebih baik. Logika bilang, nggak baik marah itu, nggak baik responsif (tanpa mikir), nggak baik buru-buru itu, nggak baik ikuti banyak orang, nggak baik menunda itu, nggak baik hanya pilih yang disukai saja, nggak baik hanya ingin yang nyaman (tidak susah) saja. Maka saya kerja itu buat kemanfaatan bagi saya, saya jadi dipercaya, saya jadi disukai dan saya jadi problem solver, dan sebagainya. Kan akhirnya kemampuan itu menambah nilai diri saya di mata perusahaan.

Bagaimana kalau sikap dan perilaku itu dilanjutkan menjadi memahaminya dengan hati ? Saya melihat staf yang salah, maka saya mesti memberitahu dan mengajarkan ilmunya. Tak hanya itu saya memberi ilmu itu sebagai kesempatan saya melakukan amal soleh. Bahkan saya ingin mengabdi kepada Allah karena Allah telah berikan segala untuk saya bekerja. Allah berikan keluarga yang selalu berdoa untuk saya sukses, Allah siapkan staf yang membantu pekerjaan saya, Allah telah berikan pula konsumen yang "cerewet" agar saya menjadi sabar dan lainnya.

Insya Allah kultum motivasi ini bisa memberdayakan diri kita semua untuk menjadi hidup yang lebih bermakna. Bukan sekedar memuaskan nafsu saja, tapi berpikir untuk menjadi manfaat bagi orang lain, dan akhirnya membuat diri kita bersyukur atas kebaikan Allah. 


Saat kerja sering bilang tidak bisa

 Saat pelatihan berlangsung, ada karyawan yang bilang,"rumit banget sih mengerjakannya dan menghabiskan waktunya". Ucapan ini sering dilakukan karyawan yang sedang mengikuti pelatihan. padahal pelatihan itu diikuti agar ingin bertambah ilmunya. Tanpa disadari karyawan ini sudah menolak ilmunya, BUKAN berarti karyawan tidak dapat ilmunya. Tapi karyawan tersebut tidak mau tahu lebih lanjut tentang ilmu tersebut dan bilang,"maaf saya tidak bisa mengerjakannya"

Ucapan karyawan ini bukan sekedar terucap begitu saja, tapi sudah menjadi kebiasaan dengan ilmu atau hal-hal baru. Dengan kata lain, karyawan tersebut sudah merasa cukup dengan keadaannya sekarang. Nyaman dengan kerjanya dan ilmunya, menjadi tidak nyaman dengan ilmu baru yang berdampak dia harus kerja lebih. Secara lisan karyawan pandai bicara, tapi kerjanya yang susah. Sama dengan keadaan pelatihan di atas, setiap menerima tugas baru dapat ditolah dengan halus,"saya sudah banyak kerjanya dan sangat sibuk". Semakin lama keadaan ini berlangsung, maka karyawan semakin kuat untuk tidak mau diganggu kenyamanannya. keadaan ini bisa berubah saat mengalami suatu kejadian yang tidak dialaminya. Bisa jadi sebuah musibah sakit, dipecat, terpuruk dan sebagainya

Bilang,"saya tidak bisa", menunjukkan cara menutup diri untuk menerima hal baru. Pikiran diajak menolak karena tidak menguntungkan. lalu apa yang terjadi ? Emosional lah yang dominan sehingga semakin memperburuk keadaan saat menerima hal baru. Secara ilmu bisa dipahami tapi untuk dikerjakan "ntar dulu". Jadi hati-hati berucap agar kita tidak terbawa tanpa sadar dengan ucapan kita. Berlatihlah mengucapkan hal-hal baik dan selalu berada dalam lingkungan yang bener.


Yang jauh lebih penting adalah menyadarkan diri sendiri untuk memahami keadaan itu dengan apa yang diinginkan. Ada ilmu dan cara yang bener agar perubahan ini dapat dilakukan dengan mudah. Kalau tetep merasa berat, maka perubahan itu tidak mudah terjadi. Atau lakukan perubahan itu dengan menyadari bahwa langkah kecil yang terus-menerus itu dapat merubah segalanya.

Kultum motivasi kali ini untuk memberdayakan diri atas ucapan yang bener itu sangat mempengaruhi tindakan kita. Sesering kita berucap yang tidak bener, maka tindakan kita mengikutinya. bersyukurlah masih ada hati yang masih bisa memahami yang tersirat dari apa yang kita kerjakan itu masih ada kebaikan. Bersyukurlah masih diberi kesempatan sehat dan hadir setiap hari untuk memperbaiki keadaan sebelumnya. Masih bersyukur juga Allah masih menunggu dengan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. 




Apakah saya percaya dengan petunjuk Allah ?

 Saya percaya kepada Allah Swt, tapi mengapa saya belum yakin tanpa ragu dengan petunjukNya ? Dalam kehidupan sehari-hari, saya pun belum sepenuhnya menjalankan ibadah dengan sebenarnya dan kontinu. Hal ini menunjukkan bahwa saya belum sepenuh hati percaya (yakin tanpa ragu). Jika saya benar yakin, maka petunjuk Allah itu saya jalani dengan ikhlas. Diutak-atik tentang ibadah dengan memperbaikinya menjadi semakin bener, sudah merupakan yang bener. tapi rasanya masih aja berat menjalani petunjuk Allah. 

Saya pengen banget menjalani ibadah itu dengan ikhlas. Misalkan shalat saja, kok masih belum sempurna. Selalu ada kelalaian dalam shalat, entah itu wudhu, niatnya, gerakan dan bacaannya dan sebagainya. Soal sedekah saja, masih belum rutin (setiap hari), masih ada rasa khawatir dalam bersedekah karena apa yang saya miliki bisa berkurang sedangkan kebutuhan harus selalu tercukupi. Belum lagi soal rezeki, rasa semua aktivitas tersebut memang belum didasari iman yang benar kepada Allah. Saya merasa sudah mengenal Allah, tapi kok tidak takut dengan peringatannya, saya sudah merasa beribadah yang bener, tapi kok ibadah saya tidak bertambah banyak. Saya merasa sudah bertaubat, tapi kok masih banyak hal baik tidak saya kerjakan. Semua menjadi renungan bagi saya untuk mengoreksi yang pertama dan utama yaitu iman saya kepada Allah.

Salah satu cara adalah mengurangi logika berpikir sebagai manusia dan menggantikannya dengan berpikir dengan hati. Bagaimana caranya ? Berpikir dengan logika cenderung berpikir untungnya buat saya atau ruginya buat saya, akibatnya tindakan saya tidak mau yang rugi, padahal bisa jadi secara nilai rugi tapi memberikan hikmah kebaikan. Berpikir memahami selain logika, yaitu hati. Memandang tidak kepada keuntungan dan kerugian saja, tapi makna dari tindakan saya. Bersedekah secara logika berkurang materi (rugi), tapi memberikan nilai kebaikan. Bisa jadi shalat saya masih berat karena berpikir capeknya shalat dan sebagainya, tapi jika berpikir dengan hati, maka shalat itu mendekatkan diri dan komunikasi saya dengan Allah. Apalagi Allah telah berikan rahmat dan karunianya kepada saya, maka saya mesti bersyukur lewat ibadah shalat. Saya berusaha setiap hari menguatkan dan mengafirmasi diri dengan memahami (berpikir) dengan hati. menggali maknanya dengan membaca Al Qur'an.

Langkah lain yang bisa saya lakukan adalah menerapkan ihsan dalam setiap tindakan saya. Jika bener-bener saya bisa "mengimajinasikan" seolah saya melihat Allah dan pasti Allah melihat saya. Maka setiap awal tindakan dengan niat dan menyebut Bismillahirrahmnirrahiim, di saat itulah saya sudah membayangkan Allah hadir dan melihat saya. Apakah saya berani tidak melakukan petunjuk Allah ? Apakah siap dengan balasanNya ? Sepertinya saya merasa takut dan dapat menjaga tindakan saya selalu dalam petunjukNya.

Apakah berani ikhlas ? terkadang masih berpikir kalau saya ikhlas, saya dapat apa ? Allah menjanjikan keikhlasan dengan pahala yang sempurna. teruslah berlatih ikhlas tanpa berharap kepada manusia, hanya berharap kepada Allah. Tunjukkan saya bertindak yang terbaik di hadapan Allah (ihsan) agar diridhai Allah. Dengan doa, saya berharap Allah memenuhi kebutuhan hidup saya.

Insya Allah kultum motivasi kali ini dapat memberdayakan diri saya untuk selalu menemukan cara untuk meningkatkan iman saya kepadaNya. Insya Allah saya dimampukan shalat yang semakin meningkat dan dimampukan memahami petunjukNya serta dimampukan menjalani kehidupan ini dengan iman yang bener.

Apa setelah doa dikabulkan ?

 Hampir setiap saat kita berdoa, bahkan ada yang mengatakan "ucapan itu doa". Hampir semua manusia di muka bumi ini selalu berdoa untuk keselamatan, kesehatan, dan kebahagiannya. Ada doa yang dikabulkan Tuhan (Allah) dan ada yang belum dikabulkan. Tetep saja kita berdoa terus. Abis berdoa kita mesti apa sih ?

Berdoa itu mengandung 2 hal yaitu yang pertama, permohonan (harapan) yang kita sampaikan yang biasanya menjadi keinginan kita. Yang kedua adalah memohon izin atas keinginan kita. Misalkan doa untuk rezeki adalah kita memohon rezeki kepada Allah diberikan yang berkah. Tentunya doa minta rezeki adalah kebaikan di mata Allah dan bermanfaat bagi kita. Maka dalam doa itu kita ikuti dengan aktivitas mencari rezeki dengan cara yang bisa kita lakukan. Doa memohon izin diberikan rezeki berupa keinginan kita dan diizinkan dengan cara yang kita lakukan. Begitulah hendaknya doa menjadi kebaikan.

Saat doa kita dikabulkan oleh Allah, pastilah kita berterima kasih. Apakah hanya berterima kasih saja ? Kalau doa sudah dikabulkan, maka kita menerima pemberian Allah. Yang pertama ya pasti bersyukur dan yang kedua adalah bertanggung jawab atas pemberian Allah dengan mengoptimalkan pemberian menjadi bernilai tambah. Biasanya yang pertama kita lakukan, tapi yang kedua apakah sudah ?

Hendaknya kita mulai berpikir efek dari doa adalah bertanggung jawab atas pemberian Allah, berupa nikmat. Nikmat jika disyukuri dengan cara Allah, maka ditambah lagi nikmatnya. Bayangkan sudah berapa banyak doa kita dikabulkan, apakah kita masih meminta tanpa mempertanggungjawabkannya ? Sepantasnyalah kita sudah mesti banyak bersyukur dengan memanfaatkan apa yang Allah telah berikan (kabulkan keinginan kita).

Kultum motivasi hari ini ingin memberdayakan diri untuk semakin baik. Doa menjadi ibadah buat kita, dan menjadi sarana untuk memohon kepada Allah. Insya Allah selain berterima kasih, kita pun mesti bersyukur dengan mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah.


Sudahkah siap ?

 Dalam keseharian saya, banyak yang hebat sebetulnya yang terjadi. Apa buktinya ? Saat seseorang ditanya," sudah siap untuk sukses ?" Jawabannya pasti sudah siap. Atau info dari beberapa orang yang menerima hadiah besar (atau uang besar) selalu bilang siap menerimanya. Mereka pernah bilang,"mereka selalu siap dan tidak ada itu kesempatan". Pertanyaannya,"emang sudah siap ?" Siap memegang jabatan, siap menerima gaji tinggi, siap dengan pekerjaan baru, siap menikah, siap apa saja.

Ada seseorang siap memiliki mobil baru dengan mencicil atau beli cash. Siap itu bukan berarti tetap memiliki sikap dan perilaku sebelum memiliki mobil, dan "bisa menerima mobil". Jika ini yang terjadi maka siapnya itu bisa menimbulkan masalah. Misalkan sebelum punya mobil memiliki sikap dan perilaku hemat, berhematnya itu juga dalam rangka menabung untuk membeli mobil. Bagaimana setelah memiliki mobil ? Masih memiliki sikap dan perilaku yang sama yaitu hemat. Yang terjadi adalah mobil jarang digunakan karena "takut habis uangnya" (berhemat). Mobil hanya digunakan untuk keperluan yang penting atau ingin menunjukkan kepemilikan mobilnya. Sikap hemat itu terlihat pula saat ada yang meminta sumbangan, maka mereka hanya menyumbang sedikit dengan alasan uangnya sudah habis untuk membeli mobil. Akhirnya mobil dimiliki hanya untuk "pamer" saja. Keadaan seperti ini disebut belum siap memiliki mobil. Atau sebaliknya siap memiliki mobil dengan selalu menggunakannya dan "berlagak" punya banyak uang. Malah jadi boros (berubah sikap dan perilaku). Keadaan inipun membuat masalah bagi mereka. Apakah Anda sudah siap betul memiliki sikap dan perilaku dengan adanya mobil ? yaitu merubah sikap dan perilaku tanpa mobil menjadi sikap dan perilaku memiliki mobil dengan benar.

Bagaimana dengan jabata di kantor ? Banyak orang merasa bisa (siap) untuk menjadi jabatan yang lebih tinggi, walaupun kemampuan dan ketrampilan belum siap. Bahkan sikap dan perilakunya belum mendukung. Misalkan seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi memiliki sikap dan perilaku tidak emosional dan memiliki visi yang jauh ke depan, atau sikap dan perilaku bijaksana. apakah juga memiliki sikap dan perilaku mengayomi bawahan ? Yang bilang siap hanya berani mengambil amanah dan resikonya. Dalam perjalanannya seseorang yang memiliki jabatan tinggi "mengalami tekanan" antar kebutuhan untuk berubah menjadi sesuai jabatan dan mengelola teamnya serta permintaan untuk lebih hebat dari pemiliki. Beberapa juga ada seorang pemilik perusahaan belum siap menjadi pemiliki perusahaan karena memang belum ada pengalaman dan kemampuan yang cukup sebagai pemilik. Hanya karena ada uang atau penerus orang tua, mereka menjadi pemilik perusahaan.

Siap dan belum siap, selalu memberdayakan diri untuk menaikkan level sikap dan perilaku yang bener. Di saat saya belum memiliki mobil misalnya, saya mesti mulai belajar dan menjadi mahir menyetir mobil, merawat mobil, bekerja optimal dengan mobil, tidak pelit, suka membantu dan sebagainya. Saatnya memiliki mobil, maka saya sudah siap. Kapan saya merubah sikap dan perilaku itu ? Sekarang. Dengan apa ? Jika memiliki motor, anggap saja motor itu sebagai mobil. Siap nggak dengan motor memiliki sikap dan perilaku bisa merawat motor, tidak pelit, beraktivitas produktif dengan motor ? Jadi keadaan ini bisa dikatakan bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang dan siap menerima nikmat yang lebih besar lagi.

Sama halnya dengan jabatan yang lebih tinggi, sudah siapkah menjadi orang dengan sikap dan perilaku mengayomi anak buah ? Sudah siapkah berdisiplin dalam kerja ? Sudahkah memiliki sifat ramah dan suka membantu ? Sudahkah kita bisa tidak sombong dan tidak pelit ? Sudah siapkah kita dapat memberi solusi kepada bawahan ? Dan banyak lagi. Jika sikap dan perilaku yang tidak sesuao dengan jabatan tersebut, maka kita bermasalah. Ada upaya yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan jabatan, ada tekanan dari pimpinan di atas kita yang menuntut hasil kerja yang bagus dimana sikap dan perilaku kita belum siap, ditambah lagi mengontrol bawahan dengan segala kebutuhannya.

Siap berarti kita merubah diri tanpa disuruh orang lain untuk menjadi apa yang kita inginkan. Ingin sukses ? Ciptakan dalam diri untuk bersikap dan berperilaku sukses dari sekarang. Jangan pernah merasa untuk keadaan kita yang sekarang aja sudah bilang berat, apalagi menjalani keadaan di atasnya.

Yang perlu dilakukan adalah menyisihkan waktu untuk belajar dan mengamalkan sikap dan perilaku baru (pada level yang lebih tinggi). Kedua benar-benar melatih sampai bisa (mahir) dengan sikap dan perilaku baru itu. Kata orang bijak, kita tidak perlu meminta yang lebih, tapi semua itu sudah dibuktikan oleh sikap dan perilaku kita sekarang yang berubah (bertambah).

Kultum hari ini mengingatkan kita untuk selalu termotivasi menjadi semakin baik dengan mendahulukan sikap dan perilaku yang sesuai. Insya Allah . Tak perlu disuruh atau diperintah atau didorong oleh lingkungan, tapi merubah sikap dan perilaku itu adalah upaya rasa syukur kita kepada Allah. Hal ini karena Allah telah memberikan begitu banyak nikmat. 

Kesalahan itu membuat kita kesulitan

 Dalam sehari-hari saya jarang memperhatikan bahwa setiap ada kesalahan yang dibuat dapat membuat saya mengalami kesulitan. Saya anggap biasa dan tinggal perbaiki aja. Tapi dalam kenyataannya saya tidak pernah ingin mencari cara yang bener, maka kesalahan itu pun terjadi. Misalkan bangun pagi yang terlambat, mestinya saya sadar bahwa tidak boleh terlambat lagi. Tapi bangun pag yang terlambat itu terus terjadi. Inilah yang dibilang kesulitan itu berasal dari kesalahan, ya kesalahan cara menjalaninya (kurang ilmu atau tidak tepat ilmunya) atau kesalahan dalam menyikapinya atau kesalahan lain. 

Kesalahan demi kesalahan terjadi dari mulai bangun pagi, indikasi kesalahan itu adalah kesulitan atau kerjanya banyak hambatannya. Di kantor apa lagi, banyak orang melakukan dengan ilmu dan cara yang sama setiap hari setiap bulan untuk pekerjaan yang sama. Disiplin kerja saja yang sudah terbiasa terlambat masuk kerja, mengerjakan laporan yang tidak sesuai tanggal atau laporannya begitu-begitu saja, pulang kerja on-time tapi kerjaan belum selesai dan pencapaian yang tidak pernah terjadi. Apa yang salah dengan semua itu ? Masuk kerja, saya masuk kerja walaupun ada beberapa kali terlambat, laporan tetap dikerjakan dan pencapaian kerja selalu ingin dicapai ... mungkin itu semua hanya menyenangkan hati saya saja. Tapi ada indikasinya mau mulai kerja berat ("rada malas") , bukankah ini kesulitan dalam kerja. Apakah ini masih dianggap biasa ? Akibat dari masuk kerja ini menular kepada pekerjaan lain jadi tidak nyaman dan tidak tepat. Indikasinya kerja jadi kurang fokus dan membuat  kelelahan, mengerjakannya rada males (bosen). Apakah ini masih dianggap biasa ? Bukankah ini adalah kesulitan kerja. Semua indikasi ini berujung kepada bosen, males, tidak produktif, "cepek dulu", atau kok pendapatan saya begitu-begitu saja (alias nilai kepercayaan yang tidak naik). Sadarkah saya semua itu berawal dari kesalahan cara menyikapinya, kesalahan menggunakan referensi ilmu yang tepat, kesalahan tidak mampu mengendalikan diri, atau kesalahan kecil yang menganggap itu semua itu biasa. 

Dalam beragama juga sering saya lakukan, shalat tidak tepat waktu sudah dianggap biasa. Salahkah ini ? Ya salah karena Allah inginnya saya shalat tepat waktu. Lalu apakah ada kesulitan ? Bisa jadi kesulitan itu berupa banyak keinginan yang belum diizinkan Allah, rezeki kurang sesuai harapan dan sebagainya. Sadarkah saya ? Menyadari indikasi ini penting. Sebenarnya shalat tidak tepat waktu itu tidak mendekatkan saya kepada rahmat Allah. Pilihannya ada satu yaitu shalat tepat waktu, maka saya mendapatkan kebaikan dari Allah (tidak ada kesalahan waktu shalat, maka tidak mendapatkan kesulitan tapi malah mendapatkan balasan kebaikan dari sisi Allah). Karena saya tidak memilih yang bener dengan shalat tepat waktu, maka itu kesalahan, maka hasilnya saya belum mendapatkan balasan yang sebenarnya dari Allah

Yuk mulai perhatikan indikasi dari kesalahan yang kita perbuat adalah kesulitan, kesusahan, masalah, banyak hambatan dan sejenisnya. Akibat dari kesalahan itu ditunjukkan dengan

1. sikap yang berat untuk mengerjakannya

2. bosen

3. sering ditegur orang baik berupa kemarahan atau nasehat baik

4. malas belajar (males mikir) terus-menerus

5. mudah capek dan mudah merasa lelah, inginnya istirahat aja

6. banyak keinginan tapi tak pernah diwujudkan, menjadi pemimpi saja

Apa yang bisa saya lakukan dengan hal di atas ? 

a. Pertama adalah menyadari setiap merasakan indikasi di atas, saya mesti memeriksa bagian mana yang tidak tepat dalam mengerjakannya. 

b. Kedua yang mudah mengatasi hal itu adalah merubah sikap yang berbeda. Langkah ini untuk tindakan segera untuk mengurangi kesalahan dan mengurangi indikasi tidak baik terhadap saya.

c. Barulah langkah ketiga menyempurnakannya dengan belajar ilmunya, meningkatkan iman (dekat) dengan Allah, dan melatih semuanya agar terampil.


Berani salah itu bagus, karena berani juga untuk memperbaiki kesalahannya. Hasilnya berani untuk mendapatkan kemudahan. Bayangkan saat saya tidak berani salah, maka saya selalu khawatir salah dan kesalahan itu terjadi, hasilnya saya belum mengerjakannya atau mengerjakannya dengan cara lama (kesulitanlah yang saya dapat).  Seolah ada 2 pilihan, tapi sebenarnya pilihan itu hanya satu yaitu berani salah atau mau lebih baik (mengurangi kesalahan). Pilihan tidak berani salah itu bukan pilihan, apakah saya mau memilihnya ? Tidak mau. Semua itu karena emosional saya yang mau nyaman aja (tidak terganggu). 

Kultum motivasi hari ini untuk menyadari hal biasa yang saya lakukan ternyata kurang baik buat diri saya. Oleh sebab itu saya mesti memberdayakan diri saya untuk menjadi lebih baik dengan memaksimalkan potensi saya berupa akal sehat, referensi yang tersedia sudah ada (Al Qur'an dan online), hati yang ingin selalu mendapatkan banyak kebaikan dari Allah dengan kerja. 

Lihatlah apa yang sudah kita bisa kerjakan ...

 Pernahkah kita "melaporkan" dengan apa yang sudah kita lakukan kepada Allah ? Misalkan dalam doa, kita mengucapkan terima kasih bahwa tadi kita sudah makan dan membuat kita kenyang dan senang. Mungkin jarang kita melakukannya. Dalam doa kita kepada Allah, kita lebih banyak curhat tentang kesusahan daripada apa yang bisa dan sudah kita lakukan. Tak hanya curhat kesusahan, tapi juga selalu meminta (pertolongan). Apakah pantas kita begitu terus ?

Berdoa itu adalah ibadah, menjadi bernilai jika kita ikhlas. Bayangkan kita selalu curhat atau meminta tanpa diimbangi rasa berterima kasih. Apa iya kita ikhlas dalam curhat dan meminta ? Tidak salah meminta kepada Allah. Sudah sewajarnya sebelum kita curhat dan meminta, kita mendahului untuk berterima kasih atas apa yang sudah kita kerjakan walaupun tidak sempurna. "Ya Allah ya rahman ya rahiim, terima kasih atas kehidupan hari ini. Saya sudah Engkau rezeki dengan makan pagi, dan Engkau sehatkan kami pagi ini, dan kami telah beribadah kepadaMu dengan shalat Subuh dan dhuha, Kami paham pastilah semua itu atas rahmanMu kepada kami". Dengan seringnya kita mengucapkan hal seperti itu, Insya Allah membuka hati untuk menyadari begitu besar rahmat dan karunia Allah. Dan kita pun mau bersyukur atas semua itu.

Beranilah mengucapkan terima kasih atas semua yang telah Allah berikan atau izinkan atas kehidupan kita hari ini. Begitu banyak, sampai kita pun masih bisa menulis, membaca, melihat, mendengarkan dan sebagainya. Disisi lain ada orang yang tidak bisa melihat atau mendengar karena kekuasaan Allah. Apakah kita mau bersyukur ? jangan sampai suatu saat nikmat yang Allah itu diambil. Karena sakit atau musibah, kita sakit kalau berjalan atau terbaring kita bisa beraktivitas. Di  saat itulah kita baru menyadarinya. 

Kultum kali ini hanya ingin mengingatkan saya dan setiap orang yang yang membaca kultum ini untuk segera berlatih mengucapkan terima kasih atas rahmat dan karunia Allah yang terus berlangsung setiap hari. Motivasikan diri dengan memberdayakan diri untuk menjadi semakin baik.

Alhamdulillah bisa meningkat bersyukurnya

 Bersyukur menjadi penting dalam menyikapi dan beraktivitas dalam hidup ini, baik beribadah maupun aktivitas (kerja). Beribadah pun mesti selalu ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Ibadah menjadi motivasi untuk kerja yang ikhlas. Kerja yang ikhlas terus memacu kembali ibadah kita. Insya Allah bersyukur itu selalu memberi dampak kepada iman kita semakin meningkat.

Bersyukur dalam shalat, setiap hati ada hal yang mesti kita ditingkatkan dalam shalat. Hari ini meningkatkan wudhu dengan bener, hari berikutnya wudhu semakin bersyukur dengan menghayati wudhu itu membersihkan jiwa dari kesalahan (dosa), dan hari berikutnya wudhu semakin bermakna dan mendorong kita memperbaiki shalat. Jika kita telusuri lebih lanjut, perbaikan semakin meningkat (syukur) semakin mudah perjalanan menjadi semakin baik karena ada nikmat Allah. Tak terbayangkan dengan satu subjek yang kita syukuri semakin membuat kita semakin baik, tidak perlu butuh lama sebulan saja sudah semakin meningkat kualitas shalat kita.

Bagaimana jika kita juga bersyukur dalam kerja ? Disiplin bangun pagi, mengisi pagi dengan aktivitas yang baik, dan berangkat kerja lebih awal dan sebagainya. Hal ini menjadi kebiasaan yang menguatkan jika dilakukan terus-menerus. Semakin hari semakin nyaman dan terbiasa untuk melakukan peningkatan kualitas hidup.


Apalagi ? Banyak hal yang bisa kita syukuri dengan bertahap dan berlanjut. Dari satu peningkatan bisa memotivasi kita untuk melakukan peningkatan yang lain. Insya Allah kultum kali ini bisa memberdayakan diri untuk hidup semakin bermakna.



a bersyukur 

Merasa berat kerjanya ?

 Salah satu sebab dari menurunnya semangat saya adalah pekerjaan yang saya anggap berat. Berat untuk memulai dan sudah tergambar pekerjaan itu menyita tenaga dan memiliki tingkat kesulitan serta resikonya. Tapi kata berat sebenarnya bisa saya ciptakan karena memang saya malas untuk mengerjakannya. Misalkan disuruh bikin laporan untuk hari ini, Kata berat itu saya tafsirkan dengan pencitraan positif (cari alasan), yaitu saya mengatakan,"laporan belum selesai karena masih ada kerjaan lain yang lebih penting" atau "saya sibuk banget hari ini jadi laporan dibuat besok aja ya" dan begitu saya atau Anda menjaga harga diri, padahal saya atau Anda lagi nggak mau mengerjakannya BUKAN tidak mampu mengerjakannya.

Kejadian di atas banyak dilakukan karyawan kepada atasannya. Kata "belum selesai atau belum capai target, saya kerjakan sekarang (tadi sibuk)" seolah ingin mengatakan saya sudah mengerjakannya tapi belum selesai/belum target. Padahal saya memang belum melakukan apa-apa. Hikmahnya adalah setiap saya mengatakan alasan, bisa jadi sebenarnya pekerjaan itu belum dikerjakan dan mau dikerjakan saat itu kalau dipaksa (merasa tidak nyaman). Buat apa sih saya melakukannya semua ini ? Minimal saya menjaga harga diri tidak turun. Langkah ini jika sebagai karyawan membuat Anda menjadi terpuruk dan menjadi biasa melakukan hal ini. Efeknya ? Saya semakin tertekan dengan waktu yang berjalan, dimana pekerjaan mesti diselesaikan.


Apa yang mesti saya lakukan ? Kata berat dalam menjalani kerja, jika disebabkan tidak menarik, sedangkan saya mampu. Saya cenderung menolak kalau bisa atau menunda. Sebenarnya jika memang itu kerjaan saya, pasti kembali ke saya juga pekerjaan itu. Jika ditunda pekerjaan itu semakin berat karena waktu yang terbatas, mengapa tidak dikerjakan sekarang ? Saat saya berpikir tenang, maka saya cenderung mengerjakannya (sekalipun di awal terasa berat). Sikap dan perilaku saya mesti saya ubah. Pertama, langkah awal sudah mengurangi level berat menjadi berkurang, dan jika saya kerjakan langkah berikutnya maka menjadi semakin berkurang beratnya dan menjadi ringan. Kedua adalah saya mesti memiliki sikap (prasangka) baik dari pekerjaan yang saya anggap berat itu, yaitu pekerjaan itu jika saya dapat selesaikan segera, maka menambah nilai dari diri saya (menumbuhkan nilai kepercayaan). Atau sikap lain yang bernilai baik sehingga sikap ini menciptakan semangat untuk mengerjakannya. Soal kata berat, maka perilaku saya mesti mengerjakan step by step agar tidak berat.

Bayangkan pekerjaan itu berat, maka saya cenderung "berbohong" dan malas. Kemalasan ini bagaikan virus yang merembet kepada pekerjaan lain. Saya mengajak Anda berhentilah mengatakan,"nanti saya kerjakan atau saya sibuk atau apa saja" yang intinya kita menolak halus pekerjaan itu. Ingat bahwa pekerjaan itu adalah mendorong kita meningkatkan kemampuan semakin tinggi. Tidak saja meningkatkan kemampuan, tapi pekerjaan itu adalah media untuk beramal saleh. Amal saleh yang merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikannya. Masih kerja, masih dipercaya orang, masih ada tubuh yang sehat, masih ada iman dan masih ada orang yang mendoakan kita menjadi orang baik. 

Alhamdulillahirrabbilalamin, kultum kali ini menyadarkan saya untuk memotivasi diri menjadi orang yang bersegera beraktivitas (beramal saleh). Inilah langkah pemberdayaan diri agat dapat memaksimalkan diri (bersyukur).

Team harus selalu belajar

 Dalam dunia kerja, beberapa orang senang diupgrade ilmu dan ketrampilan lewat training. Mereka baru menyadari saat apa yang dikerjakannya terasa tidak mudah. Keadaan ini membuat mereka tertekan karena ada batas waktu yang ditentukan harus selesai. Mau belajar sendiri mungkin bisa tapi butuh waktu agak lama, dan "uang" buat beli buku dan sejenisnya. Belum lagi memiliki sikap untuk belajar mesti didorong. Alhasil pekerjaan tetap dan bertambah tidak mudah.

Bisa jadi dari sisi atasan yang mau mengerti keadaan tersebut berupaya memberikan ilmu dan buku, atau mengusulkan pelatihan. Tapi hal itu tidak mudah, apalagi mesti mengeluarkan biaya. Biasanya sih atasan hanya mengejar pekerjaan sesuai waktunya dan tetap mengandalkan kemampuan karyawannya. Kadang terjadi negosiasi waktunya, bisa dijadwalkan ulang atau diminta untuk mengerjakannya lebih awal. Kejadian ini bisa berlangsung terus setiap hari atau setiap minggu atau setiap bulan. Apa akibatnya ? Atasan tidak mau peduli dengan kemampuan karyawan yang tidak mencukupi, yang membuat karyawan tertekan. Team dari atasan ini pasti tidak berkembang dan bertahan pun tidak mudah. Dasar team itu bisa berkembang adalah kemampuan yang meningkat dari semua anggota team. Ketidakpedulian atasan tersebut membuat karyawan pun menjadi tidak peduli dengan pekerjaan, dikerjakan seadanya dan tidak peduli juga waktu selesainya (kalau belum selesai tinggal lapor). Hati-hati bila keadaan ini menjadi sudah biasa, maka team (termasuk) atasan selalu bilang,"mereka sudah sibuk dan banyak kerjaan". Atasan selalu mengajukan tambahan SDM jika ada target baru  atau kerjaan tambahan.

Dari sisi karyawan, maka keadaan di atas juga mempengaruhi sikap dan perilakunya. "Menolak" kerjaan tambahan dan target baru. Status karyawan ini pasti stabil dan tidak berkembang. Bertahan dengan jabatan yang dipegang dan bertahan seolah sudah bekerja luar biasa. 

Dari sisi mana pun, karyawan atau atasan. Keduanya mesti memotivasi diri untuk meningkatkan kemampuan. Jika tidak ada budget training, maka atasan dan karyawan mesti belajar sendiri. Atasan yang memiliki kemampuan tinggi lebih mudah akses untuk belajar, mau tidak mau ilmu yang dimiliki mesti diajarkan kepada karyawan. Disini atasan mesti memiliki kemampuan sebagai training manager untuk meningkatkan kemampuan karyawannya. Dan karyawan mesti banyak aktif menyampaikan ketidakmampuannya kepada atasan agar diketahui dan ditindaklanjuti. Salah media belajar itu adalah You Tube yang gratis dan bisa diakses siapa saja. Buat apa sih training (meningkatkan kemampuan) ? Yang paling sederhana adalah setiap orang bisa mengerjakan pekerjaan dengan mudah, tidak tertekan dan nyaman. Kondisi ini membuat orang tidak mudah sakit, tidak mudah capek dan selalu dapat menjaga diri untuk siap menjadi yang lebih baik. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dari kemampuan karyawan adalah efek dari keuntungan dari karyawan sendiri, jadi tak perlu dipikirkan.


Belajar untuk meningkatkan kemampuan diri adalah bentuk syukur atas pemberian Allah berupa tubuh untuk beraktivitas, akal sehat untuk memikirkan penciptaan Allah buat kehidupan kita, hati yang Allah siapkan untuk menerima petunjuk (ilmu) yang semakin baik. Kerja yang Allah amanahi untuk dipertanggungjawabkan dan masih banyak lagi. masihkah kita tidak mensyukuri semua itu ?

Insya Allah kultum ini membuat kita dapat menyadari baik sebagai atasan maupun karyawan untuk terus memberdayakan diri, meningkatkan kemampuan menjadi semakin baik. Apapun atasan yang tidak mendukung atau sebaliknya karyawan yang rada malas, tetap terus memotivasi untuk belajar. Untuk apa ? Untuk kebaikan diri kita sendiri.

Hidup ini mau dibawa kemana

 Judul di atas adalah pertanyaan yang mesti kita jawab. Ada banyak pilihan di dunia ini untuk melayani apa yang kita inginkan, tapi mau kemana hidup ini mau dibawa ? Mau mengejar uang untuk ditunjukkan kepada orang bahwa kita banyak uang atau mau menikmati kesenangan dunia saja atau mau jadi orang baik saja dan seterusnya. Semua pilihan itu disediakan oleh banyak orang dengan berbagai fasilitas.

Yang mau kehidupan dunia, mereka mesti bekerja atau usaha agar hasilnya dapat dipergunakan untuk menikmati kesenangan dunia. Ada banyak pilihan kerja atau ada banyak pilihan usaha, semua pilihan itupun ada yang bener dan ada yang nggak bener. Terkadang dengan satu pilihan yang tidak memberikan kebaikan bagi siapapun maka dia bisa pindah ke pilihan lainnya. 

Yang mau jadi orang baik, ada yang mengikuti guru yang taat beragama dengan banyak ibadah, ada guru yang mengajarkan banyak sedekah, ada guru yang mengajak banyak zikir saja, dan banyak lagi. Mereka yang memilih satu jalan ingin mengatakan mereka berada di jalan yang bener dan yang lain kurang tepat. Untuk itu mereka mengajak menjadi golongannya. Itulah yang terjadi.

Semua pilihan kerja dan pilihan beragama dan pilihan apapun mesti didasarkan iman kepada Allah. Dengan iman yang benar, kita mampu mengendalikan pilihan hidup apapun. Mau dibawa kemana ? Bawalah diri kita kepada Allah dengan iman. Misalkan dengan iman, kita mampu menjadikan profesi kerja kita menjadi baik dan bermanfaat bagi orang lain. Dengan iman yang kuat, kita bisa berzikir yang bener dan memberi kebaikan bagi semua orang. Zikir kita semakin menambah iman kita. Kata iman selalu bersanding dengan amal saleh. Berimanlah yang utama dan lalu beramallah yang saleh dengan profesi dan aktivitas kita. Beramal saleh itu merupakan rasa syukur kita karena telah diberi iman, telah diberi kehidupan, telah diberi akal sehat, telah diberi hati, telah diberi pendengaran, telah diberi amanah (kerja), telah dititipkan harta, telah dititipkan orang yang dicintai (anak dan isteri) dan banyak lagi.

Insya Allah kultum singkat ini memberi wawasan kepada kita untuk introspeksi diri menjalani kehidupan dengan benar. Yuk motivasi diri kita untuk semakin beriman dengan memberdayakan diri dengan potensi yang kita miliki. 

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...