Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Suka responsif dam emosional itu BUkan masalah

Dalam sehari-hari masalah itu identik dengan hambatan yang terjadi saat saya ingin menjadi lebih baik. Misalkan ada staf yang susah di atur dan dianggap stanya yang bermasalah. Waktu staf salah, seorang atasan dengan responsif tanpa mikir banyak memarahi staf yang salah. Marahnya atasan itu dianggap bener, karena memberitahu staf yang salah. Atau anak yang salah dianggap masalah bagi orang tuanya, Tapi perilaku orang tua yang "memarahi" dianggap bener.

Ada yang menarik lagi, saat saya tidak berbuat baik. Apa yang terjadi ? yang disalahkan itu adalah lingkungan atau "setan" yang menggoda. Memang bener sih ada orang yang salah, dan dengan sikap dan perilaku yang "emosi" itu bagian dari memperbaiki kesalahan tersebut. Apakah begitu ? Pastikan sikap dan perilaku saya pun ikut salah. Perhatikan dengan baik, staf salah, atasan marah, ... Selanjutnya pasti tidak baik. Yang negatif diteruskan negatif maka selanjutnya cenderung negatif. Sikap dan perilaku negatif itu bisa berhenti jika mau dihentikan. Staf yang hadir utuh, maka menerima marahan atasan untuk tidak mengulangi kesalahan agar tidak dimarahi lagi. Atau Atasan tidak perlu marah untuk menyelesaikan masalah stafnya, cukup memberitahu dan mengarahkan cara yang bener. 

Jadi judul diatas itu sering dialami semua orang, karena beberapa orang tetep aja emosional lagi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap emosional itu masalah. Yang ada dipersepsinya itu adalah orang salah kalau nggak dimarahi, malah salah terus. Dari sikap seperti inilah banyak orang terus bersikap dan perilaku emosional terus-menerus. 

Yuk mulai berpikir saat tidak emosional untuk mengubah sikap dan perilaku emosional itu menjadi lebih baik. Logika bilang, nggak baik marah itu, nggak baik responsif (tanpa mikir), nggak baik buru-buru itu, nggak baik ikuti banyak orang, nggak baik menunda itu, nggak baik hanya pilih yang disukai saja, nggak baik hanya ingin yang nyaman (tidak susah) saja. Maka saya kerja itu buat kemanfaatan bagi saya, saya jadi dipercaya, saya jadi disukai dan saya jadi problem solver, dan sebagainya. Kan akhirnya kemampuan itu menambah nilai diri saya di mata perusahaan.

Bagaimana kalau sikap dan perilaku itu dilanjutkan menjadi memahaminya dengan hati ? Saya melihat staf yang salah, maka saya mesti memberitahu dan mengajarkan ilmunya. Tak hanya itu saya memberi ilmu itu sebagai kesempatan saya melakukan amal soleh. Bahkan saya ingin mengabdi kepada Allah karena Allah telah berikan segala untuk saya bekerja. Allah berikan keluarga yang selalu berdoa untuk saya sukses, Allah siapkan staf yang membantu pekerjaan saya, Allah telah berikan pula konsumen yang "cerewet" agar saya menjadi sabar dan lainnya.

Insya Allah kultum motivasi ini bisa memberdayakan diri kita semua untuk menjadi hidup yang lebih bermakna. Bukan sekedar memuaskan nafsu saja, tapi berpikir untuk menjadi manfaat bagi orang lain, dan akhirnya membuat diri kita bersyukur atas kebaikan Allah. 


No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...