Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Pesan tren batasan itu kita yang bikin

Kita ingin berkembang dari sekarang sering dihambat oleh pikiran kita sendiri. Misalkan kita mau pulang kerja, tapi nggak jadi karena ada pekerjaan yang belum selesai. Padahal pekerjaan itu bisa dijadwalkan besok. Atau kita bisa pulang karena ada urusan keluarga. Semua itu kita sendiri yang batasin. Dalam kerja sering kali kita menunggu hasil kerja orang lain baru bisa kerja. Seusai SOP dan job desc. Lalu mau sampai kapan kita mulai kerja kalau orang lain belum selesai ? Contoh lain seorang suami “tidak boleh cuci piring” karena itu tugas isterinya. Tapi sebenarnya suami bisa aja mencuci piring tanpa alasan apapun.

Semua hal yang ingin kita kerjakan atau memang seharusnya kita membantu orang atau memang karena kita pengen aja TIDAK perlu dibatasi oleh pikiran kita sendiri. Pikiran kita membatasinya karena persepsi yang sudah ada atau aturan dan sebagainya. Mestinya pikiran kita bisa berkembang tanpa batasan tersebut. Mulailah kata orang “ringan tangan” untuk membantu orang lain atau kita sangat ingin segala sesuatu itu menjadi baik atau memang kita ingin mengerjakannya (ikhlas).


Bayangkan dalam kerja kita harus menunggu proses dari kerja orang lain atau kita memberikan kerja kita kepada orang lain sesuai waktunya, maka banyak waktu yang hilang. Maka dari itu ringan tangan atau proaktif membantu orang lain selama kita bisa mengerjakannya. Berikan dengan cara santun (berkontribusi) mengajarkan cara kerja yang lebih baik. Bagi orang lain semakin produktif dan kita pun semakin baik kerjannya. Terkadang masih banyak orang tidak mau dibantu atau tidak mau mencari bantuan agar pekerjaannya semakin baik, disinilah perlu silaturahmi (bersahabat) untuk saling memahami.



Ada hal yang menarik lagi, membuka batasan pikiran memperluas wawasan tentang banyak hal yang baik. Mengambil peran yang proaktif dengan ikhlas jauh lebih produktif, karena setiap orang sangat ingin menambah ilmu dan ketrampilan semakin tinggi. Bahasa saya adalah kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk beramal. Misalkan saja, ada sampah yang terlihat oleh kita. Bukankah seharusnya ada OB kalau di kantor atau tugas pembantu rumah tangga. Berhubung orang yang bertanggung jawab tidak ada, apakah kita menyiakan kesempatan itu untuk mebuang sampah ? Bukankah itu amal saleh. Amal saleh itu baik buat diri kita dan dibalas kebaikan oleh Allah. Semakin banyak yang kita lakukan seperti ini semakin menambah kebaikan bagi kita. Seorang suami yang umumnya tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dapat menjadi idaman keluarga karena mengerjakannya dengan ikhlas. Beres-beres rumah, mencuci piring, mencuci pakaian dan sebagainya. Hati-hati jika kesempatan itu tidak kita ambil, maka kita maka “memanggil” orang untuk melakukannya (terkadang memancing emosi kita).

Insya Allah kita selalu dimampukan untuk proaktif melakukan apa yang bisa kita lakukan sekalipun bukan pekerjaan kita dan dikuatkan untuk ikhlas mengerjakannya.

No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...