Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Wajib, butuh dan bersyukur

 Dalam hidup lebih banyak terpaksa dijalaninya. Misalkan cari uang, ya mesti untuk kehidupan diri dan keluarga. Cari uang itu dengan kerja, maka banyak orang merasa terbebani dan ada persepsi "kalau bisa kerja sedikit hasil banyak". Kita sih bilang kerja itu sedikit dipaksakan (wajib) karena kita sebagai anak untuk kebutuhan orang tua, atau sebagai orang tua untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau nggak kerja nggak bisa hidup. Keadaan ini memaksa kita wajib kerja.

Sama halnya shalat sebagai kewajiban dalam beragama. Karena memang dasarnya kewajiban, maka perasaan kita merasa "berat" untuk shalat. Ada yang bilang,"nggak berat tuh". Kalau shalat itu nggak berat, mengapa kita tidak shalat di awal waktu ? atau mengapa kita tidak ingin belajar shalat untuk lebih khusyuk ? Mengapa kita tidak menambah shalat dengan shalat sunnah ? Jika jawaban iya, maka bisa jadi shalat kita sudah tidak terpaksa lagi atau kewajiban.

Kewajiban tidak salah, dan menjadi kunci awal untuk membiasakan kita untuk mengerjakannya. Kewajiban yang dijalankan menjadi biasa mesti menyadarkan kita tentang mengapa kewajiban itu dilaksanakan, yang bukan sekedar perintah. Proses mengerjakan bukan lagi sekedar perintah (kewajiban) memunculkan bahwa kita butuh dengan apa yang kita kerjakan menjadi lebih baik. Kalau kita butuh berarti apa yang kita kJierjakan itu adalah untuk diri kita sendiri. Sedangkan kalau kewajiban cenderung untuk orang lain. Butuh kerja adalah upaya kita untuk meningkatkan diri kita sendiri menjadi lebih baik. Butuh shalat untuk komunikasi dengan Allah agar doa kita dikabulkan. Kewajiban itu cenderung dikerjakan ("terpaksa") untuk mengamankan apa yang ingin kita dapatkan (atau kita terhindar dari suatu kerugian). Sedangkan kebutuhan cenderung dikerjakan (termotivasi) untuk mendapatkan apa yang kita inginkan (mencegah kita dari ketidaknyaman).

Jika dalam menjalani aktivitas karena butuh disadari, maka kita dapat merasakan bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengerjakan apa yang kita inginkan. Memiliki potensi, menyadarkan kita bahwa potensi itu pemberian Allah. Maka kita berterima kasih dengan memuji dan menggunakan potensi itu untuk kebaikan kita sendiri. Inilah level yang lebih baik dari sekedar butuh, yaitu bersyukur. Kita mengerjakan sesuatu bukan lagi menginginkannya, tapi ungkapan terima kasih kepada Allah karena kita selalu diizinkannya.

Dimanakah level kita ? Apakah kita kerja masih berat ? Apakah terpaksa mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga ? Jika memang level ini yang terjadi, maka kerja kita masih terasa beban sehingga tidak mudah untuk menyenangi pekerjaan tersebut. Ada yang bilang kalau berat menghidupi anak dan isteri, maka mengapa mau menikah ? Solusi lain dari ini adalah menikah itu wajib, maka beban anak dan isteri jadi "terpaksa" menghidupinya. Bagaimana kalau menikah itu rasa bersyukur kita ? Allah memberikan potensi sebagai laki-laki atau perempuan sehingga menikah itu rasa syukur kita. Maka memiliki anak juga sebagai bersyukur kita karena Allah telah berikan titipan. Maka kehidupan keluarga itu tidak jadi beban dan tidak berat dijalaninya.

Insya Allah kultum ini dapat memberikan motivasi kita untuk menjadi lebih baik lagi. Pemberdayaan diri menjadi penting untuk menjalani proses mulai dari terpaksa, butuh dan menjadi yang terbaik dengan bersyukur. 

No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...