Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kamis, Juli 17, 2025

Bukan sekedar kejar deadline, memaknainya lebih baik

Salam bahagia selalu dan Insya Allah hari ini menjadi kerja yang paling menyenangkan. 


Berikut gambaran dari kerja bukan sekedar deadline saja, tapi bener-bener memahami pekerjaan dengan baik. Ada sebuah Divisi Proyek Digital – sebuah kantor startup yang sedang kejar target rilis aplikasi baru. Ada beberapa tokohnya :

Myra: Project officer yang rapi, terorganisir, dan bekerja dengan niat lillah.
Mamat: Senior programmer, teliti, namun kadang kelelahan karena banyak tanggung jawab.
Bujang: Desainer UI/UX, kreatif tapi masih suka tunda kerja.
Situasi Kasus: Deadline Rilis Aplikasi Besar Besok Pagi
H-2 Hari (Malam)
Mamat: (lelah di meja kerja)
"Aku udah selesaikan modul backend-nya. Tapi kalau design Bujang belum masuk, front-end nggak bisa nyatu."
Myra: (lihat progress board)
"Bujang baru kirim setengah desain. Padahal kita udah sepakat hari ini final semua elemen."
Bujang: (masuk, bawa kopi)
"Maaf ya, aku stuck. Tadi pagi baru mulai. Tadi mikir-mikir layout… eh malah buka YouTube."

Myra: (menahan diri)
"Bujang, kita semua kerja bareng. Satu telat, yang lain ikut tersendat. Kamu masih bisa kejar malam ini?"
Bujang:
"Ya… bisa sih. Tapi jujur, aku nunda-nunda dari kemarin. Rasa malas, lalu panik sendiri."

Mamat:
"Gua ngerti, Bro. Tapi kita kerja bareng, bukan buat nyenengin bos, tapi karena ini amanah."

Myra:
"Ayo niat ulang yuk. Kita bantu kamu kejar. Tapi habis ini, coba bangun ritme kerja yang lebih stabil."
H-1 Hari (Siang)
Bujang:
"Aku begadang. Tapi kali ini sambil mikir: 'Aku kerja karena Allah lihat aku'. Rasanya beda."

Myra:
"MasyaAllah… itu namanya kesadaran. Bukan sekadar menyelesaikan, tapi menghidupkan hati."
Mamat:
"Next time, jangan tunggu panik baru sadar ya. Hehe. Tapi bagus, kamu belajar dari ini."

Hari H (Pagi)
Semua desain dan sistem selesai tepat waktu. Tim berhasil presentasi tanpa hambatan.Manager memuji ketepatan dan kekompakan tim. Tapi di balik itu, ada pelajaran yang lebih besar:
Myra (dalam hati): "Yang terpenting bukan hasilnya… tapi bagaimana kami menumbuhkan tanggung jawab, saling menguatkan, dan bekerja dengan kesadaran bahwa Allah melihat setiap usaha kecil kami."

Hikmahnya  ...

Myra menunjukkan bahwa produktif bukan hanya soal tugas selesai, tapi soal komunikasi, empati, dan mengingatkan tim dengan niat lillah.
Mamat menggambarkan sosok profesional yang teliti dan sadar bahwa kerja adalah amanah — bukan hanya beban.
Bujang adalah potret umum banyak karyawan muda: suka menunda, tapi masih bisa berubah saat tersentuh kesadaran dan dibimbing dengan baik.

Karyawan yang Produktif Bukan Sekadar Kejar Deadline — Tapi Bisa Diandalkan, Yang memahami apa yang dikerjakan dan mengambil maknanya. Buat apa ? Agar karyawan dapat mengerjakan lagi bukan otomatis bisa aja, tapi mampu memahami beberapa faktor dan mampu menganalisa dan memperbaikinya menjadi semakin baik.

Mereka yang sekedar bisa saja, biasanya bisa mengerjakan lagi dengan cara yang sama dan monoton. Ini sesuai tugas dan tanggung jawab, tapi belum sesuai harapan yang diinginkan. Orang yang mengerjakan bisa diandalkan, pasti memahami dengan baik dan tidak merasa beban untuk menjalani proses yang semakin baik.

Di banyak tempat kerja, produktivitas sering dipersempit maknanya: siapa yang cepat kirim laporan, siapa yang tepat waktu submit tugas, siapa yang kelihatan sibuk. Akhirnya, bekerja menjadi perlombaan mengejar deadline — bukan karena cinta pada proses, tapi karena takut pada konsekuensi.

Namun, karyawan yang benar-benar produktif bukan hanya yang cepat, tapi yang bisa diandalkan.

Bukan Hanya Cepat, Tapi Paham Arah
Karyawan yang produktif tahu kenapa ia mengerjakan sesuatu, bukan sekadar apa yang harus dikerjakan. Ia mengerti arah kerja tim, nilai yang ingin dibangun, dan dampak dari pekerjaannya. Maka, ia tidak asal kejar target — tapi memastikan bahwa langkahnya menguatkan misi bersama. 
“Saya bisa cepat, tapi lebih dari itu saya ingin tepat.”

Bisa Diandalkan, Bukan Sekadar Ada
Banyak orang hadir di kantor, tapi tidak betul-betul hadir dalam tugasnya. Sebaliknya, karyawan yang bisa diandalkan adalah mereka yang: 
Menyelesaikan tugas sebelum diminta ulang
Konsisten menjaga kualitas tanpa harus diawasi
Memberi solusi, bukan alasan
Siap membantu tim, bukan hanya ‘saya selesai, saya bebas’
Produktivitas sejati adalah saat kehadiran kita meringankan tim, bukan menambah beban.

Tidak Panik di Ujung, Tapi Punya Irama Kerja yang Stabil
Kebiasaan menunda membuat kita bekerja dalam mode darurat. Segalanya jadi serba buru-buru. Akhirnya bukan hanya hasil yang tidak maksimal, tapi juga kesehatan mental yang tergerus.
Karyawan produktif membangun ritme kerja yang teratur, bukan sprint mendekati deadline. Ia tahu kapan harus fokus, kapan rehat, dan bagaimana menjaga energi agar tetap optimal.
“Kerja bagus itu bukan yang dikerjakan cepat-cepat, tapi yang tidak perlu diulang karena rapi sejak awal.”

Bekerja dengan Hati dan Kesadaran kepada Allah
Inilah pondasi terdalam. Seorang Muslim menyadari bahwa produktivitas sejati bukan untuk menyenangkan atasan, tapi untuk memenuhi amanah dari Allah.
“Sesungguhnya Allah mencintai jika salah seorang dari kalian melakukan suatu pekerjaan, ia menyempurnakannya.”
(HR. Al-Baihaqi)

Maka, ia hadir dengan niat yang bersih, bekerja dengan ihsan, dan merasa diawasi bukan oleh kamera kantor — tapi oleh Allah yang Maha Melihat.


Dia Tidak Hebat Sendiri — Tapi Bisa Menguatkan Orang Lain

Karyawan yang produktif tahu bahwa kesuksesan itu kolektif. Maka ia: 

Berbagi ilmu dan info

Menyemangati rekan saat down
Tidak pelit pujian, tapi juga tidak segan memberi masukan
Ia sadar, yang kuat bukan hanya dia, tapi tim yang tumbuh bersamanya.

Apa yang kita pelajarannya :

Produktif bukan berarti selalu terlihat sibuk, tapi selalu tahu apa yang penting dan menyelesaikannya dengan penuh tanggung jawab. Ia tidak mengejar sekadar angka atau deadline, tapi mengejar makna dan amanah.

"Jadilah karyawan yang bisa dipercaya meski tidak diawasi. Karena sesungguhnya, Allah-lah yang selalu mengawasi."

"Karyawan yang produktif bukan hanya cepat menyelesaikan, tapi paham arah kenapa ia menyelesaikan."

"Produktivitas sejati bukan tentang terlihat sibuk, tapi tentang menjadi bisa diandalkan."

"Bekerja bukan sekadar menyenangkan atasan, tapi menyempurnakan amanah dari Allah."

"Allah mencintai hamba yang menyempurnakan pekerjaan, meski tak ada yang melihatnya."

"Karyawan yang hebat bukan yang menonjol sendirian, tapi yang menguatkan tim disekitarnya."


Insya Allah kita terus memberdayakan diri dengan banyak belajar agar menjadi semakin baik, karyawan yang produktif dan dapat dipercaya dan diandalkan. Temukan motivasi diri untuk terus dinamis menuju yang terbaik. Inilah motivasi islam yang dapat diandalkan untuk menjadi karyawan yang diandalkan

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Selasa, Juli 15, 2025

Mensucikan hati menjadi beruntung

 Semangat pagi, salam sejahtera dan bahagia. Insya Allah hari ini menjadi hari yang membanggakan hati untuk terus berubah menjadi semakin baik. 

Hari ini mengungkapkan bahwa Allah selalu ada dan menantikan kita untuk hadir bersamaNya. Kehadiran ini berbuah kepada semua hal yang baik, karena hati telah terbuka dan mengarahkan diri kepada Allah. Koneksi dengan Allah lewat hati menandakan hati ini masih membuka diri karena masih ada sedikit cahaya. Bisa jadi perbuatan baik yang kita lakukan selama ini.

Salah satu upaya membuka diri untuk menerima kehadiran Allah adalah berzikir yang tak pernah habisnya. Yang kita lakukan adalah keinginan besar untuk mengingat dan memanggil Allah karena hati ini sudah kangen yang disebabkan hati yang mulai tertutupi oleh kehidupan dunia. Sibuk kerja, sibuk mengejar impian, sibuk menghadapi masalah, dan bahkan kita sibuk merespon dan membalas apa yang kita alami, dan kita mulai tak sibuk dengan Allah. Hanya ada sedikit kesibukan itu pada doa memohon pertolongan Allah, tapi kesibukan kepada Allah ini sebagai kesibukan sesaat aja. Bisa dibayangkan hati ini sudah mulai tertutupi dengan kebenaran. Ada kekurangan uang ... yang ada hanya uang dan uang, berpikir solusi singkat dan cara-cara bagaimana mendapatkan uang. Kita mengesampingkan Allah untuk menyelesaikan masalah keuangan. Karena masih berpikir Allah itu hanya untuk ibadah dan berbuat baik saja. Renungkan ... uang yang kurang itu memang lebih dekat dengan urusan kerja yang sedikit dan kurang berilmu. Tentu kerja yang sedikit itu adalah kerja sedikit benernya atau sedikit ilmunya sehingga hasilnya memang sedikit. Atau kekurangan. Sedikit kerja bener itu tertuju kepada kerja yang kurang baik, bukankah kalau kita kerja yang baiknya banyak (amal saleh), kita sebut kerja keras, Insya Allah rezeki itu cukup. nah disini kita dapat menganalisa bahwa kurangnya amal itu karena kurang keyakinan kepada Allah. Pada saat kurang yakin itu membuka peluang kita ditemani oleh setan, yang memang mengajari kita untuk tidak berbuat baik yang banyak. Disinilah kita di"butakan" oleh setan kelihatan kerja yang kurang banyak itu seperti sudah bekerja luar biasa atau sudah banyak baiknya. Akhirnya hati pun tidak mampu melihat pendapatan (uang) itu sebagai rezeki Allah. Dengan kata lain kita merasa kurang.  Bayangkan kembali ... kita lupa dengan pikiran akal sehat hanya sekedar lewat saja dan tertuju kembali kepada "setan". Pengen cepet-cepet dapet uang banyak. Pasti semua itu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengejarnya, sedangkan waktu dan fokus kepada Allahnya rendah.

Merenungkan sebaliknya, saat ingat Allah itu kuat dan bertahan dengan amal yang dilakukan. Kita merasakan kebaikan yang banyak, dan menerima dengan baik apa yang kita dapatkan. Tidak merasa kekurangan, tapi sebaiknya bersyukur dan bersabar. Inilah yang kita sebut mengingat Allah yang telah membersihkan hati dari kegelapan bahaya Allah. Yang buta itu hati bukan indera kita. Indera bisa melihat atau mendengar, tapi hati bisa memahaminya. 

Dalam beberapa ayat Al Qur'an dapat kita jadikan peringatan bagi kita untuk kembali kepadaNya dan mendorong kita untuk terus mendekat dengan Allah lewat zikir (salah satunya dan utama adalah salat) dan mengamalkan (kerja) sebagai bukti iman.

Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijak-sana. (QS. [4] An-Nisa' : 111)

Perhatikan ayat di atas, berbuat dosa itu ya melakukan kesalahan. Kesalahan dalam mengambil tindakan yang bener. Tindakan yang bener itu adalah mengikuti jalannya setan. Dan Allah berfirman bahwa sesungguhnya ... menyakinkan kita bahwa apa yang kita lakukan adalah salah dan membuat diri kita menjadi kesulitan dalam hidupnya. karena Allah itu Maha tahu, maka bersegeralah kita untuk mengambil jalan Allah.

Mengapa kita salah atau berdosa :

Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur. (QS. [76] Al-Insan : 3)

Dalam ayat di atas, Allah telah menunjuki jalan yang lurus, jalan kebenaran, jalannya Allah, tapi manusia diberi pillihan untuk bersyukur mengikutiNya atau kufur (mengingakari kebenaranNya). Pilihan ini Allah firmankan juga di ayat berikut ini. Kita memiliki potensi untuk menjadi jalan kejahatan (kufur)dan jalan ketaqwaan (bersyukur)

demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams, 91 :  7 - 10)

Tapi Allah berjanji  bahwa siapa saja yang mensucikan jiwanya dengan jalan ketaqwaan pasti beruntung (Aflaha), yang berarti kita memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan (bukan kesulitan). Dan sebaliknya mereka yang memilih kufur pasti rugi di dunia dan di akhirat. Di ayat lain Allah mempertegas apa yang dilakukan mereka yang bersyukur :

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A’la, 87 : 14-15) 

yang bersyukur itu adalah membersihkan diri dengan menyempurnakan imannya, ingat nama Tuhannya dan salat. Sudahkah kita cek diri kita ? Masihkah kita mengotori hati dengan perbuatan yang salah atau yang jahat. 

mengapa kita tidak belajar dengan ilmu yang bener ? Sudahkah memahami Al Qur'an sebagai petunjuk Allah yang bener tanpa ada keraguan di dalamnya. 

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. [17] Al-Isra' : 36)

sebenarnya kita sudah mengikuti jalan yang salah, apa itu ? Tidak berpegang kepada pengajaran Allah. Maknanya kita mengikuti jalannya setan

Siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya). Maka, ia (setan) selalu menemaninya. (QS Az Zukhruf, 43 : 36)

Begitulah yang terjadi saat kita tidak membersihkan diri menuju jalan Allah, jiwa atau hati ini segera terbimbing oleh setan dan setan itu mengajak kepada keburukan ;

Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Yusuf, 12 : 53)

lalu Allah menjelaskan mereka yang memilih kafir ... memasuki neraka 

Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (QS. [87] Al-A'la : 16 -17)

ternyata pilihan untuk dunia dan mengingkari Allah itu telah menutup hati, karena kita sendiri yang tidak mau memahami jalan kebenarannya dan Allah melaknatnya. Allah tidak menutupi hati kita dan itu karena kita tidak berpegang kepada pengajaran yang Maha Rahman :

وَقَالُوْا قُلُوْبُنَا غُلْفٌ ۗ بَلْ لَّعَنَهُمُ اللّٰهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيْلًا مَّا يُؤْمِنُوْنَ

Dan mereka berkata, “Hati kami tertutup.” Tidak! Allah telah melaknat mereka itu karena keingkaran mereka, tetapi sedikit sekali mereka yang beriman. (QS Al-Baqarah 2 : 88)

kalau sudah tidak berpegang kepada jalan Allah, maka kita larut kepada perbuatan yang mengotori hati 

كَلَّا بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ"
Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka." (QS Al-Mutaffifin ayat 14)

Kemudian Allah membuat diri kita melihat dan mendengar tapi tidak mampu memahaminya ... hati yang telah buta.

وَمِنْهُم مَّن يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ ۖ وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۚ
"Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu, tetapi Kami telah menjadikan hati mereka tertutup (untuk memahaminya), dan telinga mereka berat (mendengarnya)." (QS Al-An'am, ayat 25 )

Akhirnya Allah memberikan azab atas apa yang dilakukan, mengingkari kebenaran dan mengikuti jalannya setan. Yang pasti apa yang kita lakukan itu berbuah kesulitan hidup di dunia dan di akhirat

 خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ"
Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka azab yang besar."(QS Al Baqarah, 2 : 7)

Inilah catatan belajar saya dari petunjuk Allah, Al Qur'an yang telah menjadi petunjuk hidup seorang muslim yang mau bertaqwa. Solusi atas persoalan hidup kita. Bisa jadi solusi saat ini yang tidak mendasarkan diri kepada Allah adalah solusi sementara tapi ternyata itu adalah solusi (impian) kosong yang diberikan oleh setan. Setan memperlihatkan baik apa yang buruk (tidak kepada pengajaran Allah) kita lakukan, karena kita sudah larut dalam masalah yang tidak ada Allah di hati.

Insya Allah semua ini menjadi pelajaran bagi mereka yang mau memahami ayat-ayat Allah. Dan menjadi tidak manfaat bagi mereka yang tidak takut kepada peringatan Allah, melalui Al Qur'an. Yang ada adalah Al Qur'an membuat mereka menjadi rugi dan menyusahkan. Mari kembali kepada kebenaran yaitu jalan Allah, jalan ketaqwaan ... kita mendapatkan aflaha, kebahagian dan kesuksesan.

Jadikan tulisan ini sebagai motivasi diri dengan motivasi islam dan membuktikannya dengan memberdayakan diri menjadi semakin baik. Belajar adalah praktek, maka ilmu yang kita peroleh mesti mudah untuk diamalkan sebagai bukti kita belajar.

Sahabatmu

Munir Hasan Basri 


Senin, Juli 14, 2025

Menerapkan tuma'ninah dalam salat

 Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah selalu dimampukan Allah untuk menimba ilmu setiap hari, satu pemahaman perhari yang mengantarkan kita kepada manusia yang berbeda  1 bulan ke depan.

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul Salat dengan hati yang tenang. Gambaran tentang ketenangan itu adalah tuma'ninah. Salat yang tuma’ninah adalah salat yang dilakukan dengan tenang, tidak tergesa-gesa, dan dengan menghadirkan hati pada setiap gerakan dan bacaan. Tuma’ninah berasal dari kata طمأنينة  yang berarti tenang, mantap, dan diam sejenak. Makna Tuma’ninah dalam Salat adalah diam sejenak dalam setiap rukun salat (seperti ruku’, i’tidal, sujud, dan duduk antara dua sujud) hingga seluruh anggota tubuh stabil, tidak bergerak, dan tidak langsung loncat ke gerakan berikutnya.


Paham dong penjelasan di atas, berikut ini hadis yang menunjang pemahamannya : Hadis orang yang salatnya salah (sholat kilat), Rasulullah ﷺ bersabda:

"Kembalilah dan salatlah, karena kamu belum salat."(HR. Bukhari dan Muslim)" 

Orang tersebut salat sangat cepat dan tidak tuma’ninah. Nabi mengajarkan ulang salat yang benar dan bersabda:

"Jika engkau ruku’, ruku’lah sampai engkau tuma’ninah dalam ruku’. Lalu bangkitlah sampai engkau berdiri tegak. Jika engkau sujud, sujudlah sampai tuma’ninah dalam sujud..." (HR. Bukhari dan Muslim)
➤ Maknanya: Tidak sah salat jika tidak ada tuma’ninah. Itu adalah rukun salat, bukan sunnah.










Yuk kita cek salat kita, apakah benar kita belum tuma'ninah ? Kayaknya sih iya. Sehabis rukuk tak  berselang lama kita udah berdiri lagi. Sujud pun demikian, tak lama dan segera duduk. Padahal saat sujud itu saat kita paling dekat dengan Allah, mestinya kita berlama-lama dan banyak berdoa kepada Allah.  Bagaimana ? Tak perlu disesalkan dan memikirkan tentang kualitas salat kita kemarin. Yang terpenting saat ini kita memiliki dorongan untuk salat lebih baik. Salah satunya adalah melakukan salat dengan tuma'ninah.

Pastikan kita melakukan tuma'ninah dalam setiap gerakan dan membaca dengan tenang setiap bacaan Salat. Dalam takbir ... gerakan angkat tangan dengan tenang dan meletakkan kedua tangan di perut. Sebisa bersamaan dengan mengankat tangan dengan menyebut Allahuakbar. Diamlah sejenak dengan mentadaburi makna Allahuakbar yang membuat kita tunduk dalam hati. 1 - 3 detik barulah kita membaca doa iftitah Tapi ada yang bilang, "ooh begitu, tapi tak mudah dijalaninya". Memang hal itu berat, disebabkan karena kita terbiasa melakukannya lebih cepet. Ini adalah kebiasaan kita, makanya untuk merubah kebiasaan itu tidak mudah. Mulai dulu, terus berlatih sampai terbentuk kebiasaan baru. Mau ? Contoh di atas baru satu gerakan dan bacaan salat, hal yang sama untuk gerakan lainnya.

 Apa Saja Gerakan yang Wajib Tuma’ninah?
Setiap rukun salat harus ada tuma’ninah. Di antaranya:
Ruku’ – Diam sejenak dalam posisi membungkuk sempurna.
I’tidal – Tegak lurus sesaat sebelum sujud.
Sujud – Diam sejenak dalam sujud.
Duduk antara dua sujud – Duduk tenang sejenak sebelum sujud lagi.
Durasi tuma’ninah minimal cukup waktu untuk membaca zikir rukun satu kali, misalnya:
"Subḥāna Rabbiyal ‘Aẓīm" saat ruku’.        

  💡 Cara Latihan Salat Tuma’ninah:
1. Perlambat gerakan salat.Jangan terburu-buru mengejar akhir waktu atau rutinitas.
2. Hafal makna bacaan salat.Pahami arti dari Al-Fatihah, tasbih, doa sujud—agar hati lebih mudah hadir.
3. Tarik napas tenang di setiap rukun. Jangan langsung pindah gerakan. Biarkan tubuh diam 1–2 detik, lalu lanjut.

Untuk mendorong kita melakukan tuma'ninah dalam salah, sebaiknya kita memiki sikap seakan inilah salat terakhir. Hal ini sejalan dengan hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Salatlah seperti salatnya orang yang berpamitan dari dunia." (HR. Ibn Mājah)

Insya Allah proses menerapkan tuma'ninah ini dapat memberi manfaat dalam Salat:
1. Semakin khusyuk dan sadar dalam setiap gerakan.
2. Melatih kesabaran dan ketenangan jiwa.
3. Salat menjadi lebih bernilai di sisi Allah karena dilakukan dengan penuh penghormatan.
Salat yang benar harus ada tuma’ninah di setiap rukun. Ia adalah rukun sah salat, bukan hanya pelengkap. Dengan tuma’ninah, salat tidak hanya sah secara hukum, tapi juga berfungsi menenangkan jiwa dan menghubungkan hati dengan Allah.

Berikut ini beberapa ayat tentang salat yang bener dan memberi manfaat banyak kepada diri kita. 
1.  QS. Al-Mu’minun [23]: 1–2

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ • ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَـٰشِعُونَ

“Sungguh beruntung orang-orang beriman, (yaitu) mereka yang khusyuk dalam salatnya.”
Maknanya:
“Khusyuk” mencakup ketenangan tubuh dan kehadiran hati.
Tidak mungkin seseorang khusyuk tanpa tuma’ninah, karena tergesa-gesa menandakan hati tidak hadir.

🕊️ 2. QS. Al-Baqarah [2]: 45

وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَـٰشِعِينَ

“Dan sesungguhnya salat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
Maknanya :
Ayat ini menekankan bahwa salat yang benar (yakni, bernilai di sisi Allah) adalah yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan—dan itu memerlukan ketenangan, konsentrasi, dan tuma’ninah.

3. QS. Al-Isra’ [17]: 109

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
“Dan mereka tersungkur atas wajah mereka sambil menangis, dan (salat) mereka bertambah khusyuk.”
Maknanya :
Dalam kondisi hati yang khusyuk, tubuh pun tenang dan penuh penghayatan saat bersujud. Ini sangat dekat dengan makna tuma’ninah.

Meskipun kata tuma’ninah tidak disebut langsung dalam Al-Qur’an, nilai dan maknanya sangat ditegaskan, terutama melalui:
Perintah untuk khusyuk, Salat sebagai dzikrullah, dan
Peringatan bahwa amal tanpa kesadaran dan kehadiran hati kurang bermakna. Maka, tuma’ninah adalah wujud praktis dari khusyuk dan dzikrullah dalam salat sebagaimana diajarkan oleh Nabi ﷺ dan sejalan dengan semangat Al-Qur’an.

Berikut ini beberapa istilah seperti meditasi dan relaksasi, yang rada mirip dengan tuma'ninah, tapi berbeda. Inilah penjelasannya 
  
1. Point Arah atau tujuan  
a. dari Salat itu sendiri Aspek Tuma’ninah dalam Salat adalah Mendekat kepada Allah, bentuk penghambaan & dzikir, 
b. sedangkan dalam aspek Meditasi memiliki Pencerahan diri, ketenangan batin, 
c. Dalam relaksasi , Melepaskan ketegangan fisik dan mental
2. Point dari sumber ketenangan. 
a. Dari sisi aspek tuma'ninah berasal Ketenangan berasal dari kesadaran akan kehadiran Allah
b. Pada meditasi sumber Ketenangan berasal dari fokus internal atau objek meditasi
c. Dalam relaksasi berasal ketenangan dari pelemasan tubuh & nafas
3. Dalam penerapannya 
a. Tuma'ninah dalam salat itu Ada aturan syariat (rukun, gerakan, bacaan wajib, dll). Bacaan-bacaan suci (Al-Fatihah, tasbih, doa)
b. Pada meditasi Bebas tergantung metode (Zen, Vipassana, dsb.) Mantra, napas, atau diam Nafas, musik lembut, atau pikiran kosong
c. Dalam relaksasi Bebas dan tidak bersifat spiritual. Nafas, musik lembut, atau pikiran kosong

Akhir dari Tujuannya tuma'ninah dalam salat itu Mencapai jiwa yang tenang (nafs muṭma’innah) dan ridha Allah, sedangkan dalam meditas diperelah kedamaian batin, dan untuk relaksasi didapat pencerahan diri Mencapai rileksasi jasmani-emosional

Insya Allah dengan penjelasan di atas kita dapat memahami tuma'ninah yang sebenarnya agar tidak bercampur dengan cara lain yang dianggap mirip. 

Berlatihlah dalam setiap salat kita, masak sih kita tidak bisa. Sesulit apapun, tetaplah melakukan tuma'ninah dalam salat. Perbanyak istighfar agar hati semakin bersih, dimana hati siap menerima petunjuk Allah. Semakin banyak pula membaca referensi dari Al Qur'an dan hadis tentang salat dan tuma'ninah agar hati ini semakin yakin, dan lengkapi usaha yang sungguh-sungguh kita untuk salat dengan tuma'ninah itu dengan
doa.  Semua ini bisa menjadi inspirasi, motivasi diri dan memberdayakan diri untuk menjadi hamba yang semakin baik.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Minggu, Juli 13, 2025

Hati tenang dalam salat

 Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah kita diberi dorongan dan belajar sedikit demi sedikit untuk dekat dengan Allah. Aamiin


Apa yang terjadi saat orang memulai salat ? Seringnya banyak hal yang diingat diluar salat, tentang barang yang dicari, memikirkan pekerjaan yang belum kelar dan sebagainya. Hati dan pikiran tidak kepada salatnya. Salat bisa berjalan sampai tuntas, karena itu sudah menjadi rutinitas, tanpa perlu mikir. Berusaha pun masih suka terjadi. Lalu bagaimana menjadikan salat kita semakin baik ?

Salah satu rukun salat adalah tuma'ninah. Anda sudah tahu adan ada juga yang belum tahu. Tapi percayalah, saya pun menuliskan ini untuk mengingatkan saya lagi tentang tuma'ninah yang diartikan sebagai diam sejenak. Dan Anda yang membaca ini pun, Insya Allah mendapatkan hikmah yang lebih baik. 

Berikut ini perbincangan ringan tentang tuma'ninah :

Obrolan Ringan tentang Tuma’ninah, Zikir, Meditasi, dan Muthmainnah. Sore itu di alun-alun kota Bandung, tiga sahabat—Bujang, Myra, dan Mamat—duduk berbincang sambil menyeruput teh hangat. Suasana dingin dan enak 

Bujang: “Akhir-akhir ini aku gampang gelisah. Kerja, ibadah, bahkan tidur pun kadang nggak tenang. Kayak ada yang kurang.”

Myra (tersenyum): “Mungkin kamu kehilangan tuma’ninah, Bang.”

Mamat: “Tuma’ninah ? Itu yang di salat itu, ya? Duduk dan ruku harus tenang?”

Myra: “Iya, bukan cuma tenang fisik, tapi juga hati. Dalam salat, tuma’ninah itu rem agar kita nggak gerak kayak robot. Hening sejenak, biar hati sempat menyapa Allah.”

Bujang: “Iya ya… Kadang aku salat cuma gerakan cepat. Kayak ngebut pulang ke dunia.”

Mamat (tertawa): “Waduh, kayak ‘pit stop’ ya. Tapi serius, kalau salat aja buru-buru, kapan sempat tenang?”

Myra: “Makanya zikir penting. Itu alatnya hati untuk hadir. Kalau kita bilang ‘Alhamdulillah’ sambil mikir kerjaan, itu baru mulut yang hadir. Hatinya di tempat lain.”

Bujang: “Jadi zikir itu bukan cuma wirid panjang?”

Myra: “Bukan. Zikir bisa satu kalimat, asal sadar dan khusyuk. ‘La ilaha illallah’ sambil napas dalam itu bisa menenangkan. Seperti meditasi juga, cuma versi kita lebih spiritual.”

Mamat: “Aku pernah coba duduk diam sambil sebut ‘Allah…’ pelan-pelan. Ternyata damai banget.”

Myra: “Nah, itu kunci menuju muthmainnah. Jiwa yang udah tenang, nggak gampang goyah. Kayak dalam Al-Qur’an: ‘Hai jiwa yang tenang… kembali pada Tuhanmu.’”

Bujang: “Jadi kalau salat pelan-pelan, zikir dengan sadar, dan duduk diam sejenak itu latihan jiwa?”

Myra: “Iya, kita lagi mendidik hati. Supaya waktu dunia sibuk dan ribut, hati tetap damai.”

Mamat (mengangguk): “Gimana kalau kita mulai hari ini? Salat Maghrib nanti, coba hadir sepenuhnya.”

Bujang: “Setuju. Dan sebelum tidur nanti, kita dzikir pelan bareng. Biar hati ini ingat jalan pulang.”

Mereka tersenyum. Langit senja menggelap perlahan, tapi cahaya dalam hati mulai menyala.

Kemudian mereka bertiga ngobrol lagi di Kantor. Adegan Lanjutan: Di Kantor – Menemukan Tuma’ninah di Tengah Kesibukan. Pagi hari di kantor. Bujang sedang duduk di depan layar komputer dengan ekspresi lelah. Myra lewat dan menyapanya.

Myra: “Bang, kamu kelihatan tegang banget. Udah istirahat belum?”

Bujang (menghela napas): “Belum, dari tadi ngerjain laporan ini. Otak rasanya mumet.”

Myra: “Coba tarik napas dalam. Terus tahan, lalu embuskan pelan-pelan. Sambil ucap pelan ‘Alhamdulillah’.”

Bujang (mencoba, lalu tersenyum): “Wah… baru segitu aja udah lumayan ringan.”

Mamat datang membawa dua gelas teh.

Mamat: “Ngomongin ketenangan ya? Aku udah coba duduk 3 menit tadi pagi sebelum mulai kerja. Sambil zikir pelan. Lumayan banget buat nenangin pikiran.”

Myra: “Itu kayak meditasi juga. Tapi karena kita pakai zikir, lebih dalam. Kita hadir, tapi juga terhubung sama Allah.”

Bujang: “Aku jadi kepikiran, mungkin selama ini aku kerja kayak mesin. Penuh tapi kosong.”

Mamat: “Coba kasih ruang buat tuma’ninah meski di luar salat. Misalnya sebelum balas email, berhenti sejenak, tarik napas, lalu niatkan dengan sadar.”

Myra: “Itu juga bagian dari hadir. Bukan cuma kerja cepat, tapi kerja dengan hati.”

Bujang: “Kalau gitu, tiap jam aku pasang alarm buat zikir 1 menit. Biar nggak hanyut terus.”

Mereka bertiga tertawa. Tapi tawa itu bukan tawa kosong—ada makna baru di balik kesadaran mereka.

Mulai paham tentang tuma'ninah, kalaupun belum jangan khawatir, Berikut ini penjelasan lebih lanjutnya ;

Tuma’ninah: Bukan Sekadar Pelan, Tapi Penuh

Ketika kita belajar fikih, kita akan menemukan istilah tuma’ninah sebagai bagian penting dalam salat. Bahkan sebagian ulama menyebut, tanpa tuma’ninah, salat bisa tidak sah.

Tapi di lapangan, kata tuma’ninah sering hanya dipahami secara teknis: jeda sebentar dalam setiap rukun salat. Hanya sebatas “jangan buru-buru.” Padahal tuma’ninah lebih dari itu. Ia bukan sekadar soal pelan, tapi soal kehadiran hati.

Apa Itu Tuma’ninah?

Secara bahasa, tuma’ninah berasal dari kata طمأنينة yang berarti: Ketenangan, Kedamaian, Keteguhan hati yang tidak tergesa. Secara ruhani, tuma’ninah adalah saat hati berhenti berlari, dan mulai berdiam dalam hadirat Allah.

Dalam salat, tuma’ninah adalah ketika kita:Menikmati rukuk, bukan sekadar menunduk. Tenang dalam sujud, bukan hanya menempelkan dahi ke sajadah. Merasakan bacaan, bukan hanya mengulang hafalan. Bahkan, tuma’ninah adalah diam yang penuh makna, bukan jeda yang kosong.


Salat Cepat vs Salat Hadir
Ada orang yang salat dalam dua menit, selesai begitu saja. Semua gerakan lengkap, bacaan benar. Tapi... apakah hati sempat ikut sujud?
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam salatnya.” Sahabat bertanya, “Bagaimana ia mencuri dalam salatnya?” Rasul menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

Mengapa begitu keras? Karena salat adalah dialog, dan tuma’ninah adalah bukti bahwa kita menyimak dan menghadirkan diri. Tanpa tuma’ninah, salat hanya gerakan tubuh tanpa ruh.

Mengapa Kita Sulit Tenang? Karena, 
 - Hati kita terbiasa tergesa. 
- Pikiran penuh dengan daftar tugas dan notifikasi. 
- Kita terbiasa cepat, instan, serba buru-buru. 
Padahal, salat seharusnya menjadi ruang jeda dari dunia, bukan justru menirunya.
Tuma’ninah mengajak kita untuk: 
- Berhenti. 
- Bernapas. 
- Mengingat bahwa kita sedang berdiri di hadapan Allah, bukan mengejar waktu.

Latihan Kecil: 
Hadir Sejenak dalam Setiap Rukun
Coba lakukan ini dalam salatmu:
Saat rukuk, tahan sebentar, dan ucapkan “Subhana rabbiyal ‘azhim” sambil menyadari siapa yang kau agungkan.
Saat sujud, diam sesaat setelah bacaan, dan rasakan betapa dekat dirimu dengan Rabbul ‘Alamin.
Saat duduk di antara dua sujud, hayati doa “Rabbighfirli...” dengan permohonan sungguh-sungguh.
Bukan panjang-panjangan. Tapi hati ikut masuk.
Salat yang Menenangkan, Bukan Melelahkan
Kita semua pernah salat dalam kondisi tergesa. Tapi bukan berarti kita harus terus begitu.
Allah tidak meminta salat yang sempurna. Tapi Allah mencintai salat yang dilakukan dengan hati yang sadar.
Tuma’ninah bukan soal memperlambat, tapi tentang membiarkan hati merasa tenang di hadapan Allah.
Karena bisa jadi...dalam satu sujud yang tenang, tersembunyi sebentuk kedekatan yang tidak kau temukan di tempat lain.

Insya Allah tulisan di atas mencerahkan dan memberi inspirasi buat saya dan Anda untuk semakin memahami tuma'ninah yang menjadi jalan kita dekat dengan Allah lewat salat. Tiada lain, semua ini untuk memberdayakan diri dan memotivasi diri sengan motivasi Islam untuk kehidupan yang lebih baik.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri





Sabtu, Juli 12, 2025

Salat merasa dilihat Allah

 Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah selalu ada keinginan untuk belajar bukan sekedar tahu, tapi menjadikan belajar itu untuk menikmati hidup yang membahagiakan bersama Allah. Aamiin

Apa iya kita yang bilang beriman kepada Allah tidak benar-benar menambah ilmu agar semakin dekat dengan Allah. Allah itu diyakini dengan hati, yang menggerakkan lidah berucap dan akhirnya mendorong kita mengamalkannya dengan tindakan yang Allah ridhai. Tidak ada jaminan iman kita hari ini bisa bertahan disaat dunia berubah, dimana kita berkehidupan. dan yang pasti dunia ini adalah sarana kita menuju kehidupan yang kekal. Sekaligus dunia ini tempat menguji iman yang Allah berikan dengan kebaikan dan keburukan.  Oleh sebab itu kita butuh petunjuk yang benar, dimana kita mesti cari dan temukan lalu dipahami dan diterapkan. Itulah proses belajar dengan terus menjaga kedekatan dengan Allah.

Yang utama dalam hidup ini adalah Salat, lebih utama dari ibadah dan amal lainnya. Insya Allah salat yang bener, yang dinilai dari kekhusyukannya. Salat yang yang sebenarnya dapat mengubah hidup seseorang semakin beriman dan beramal saleh. Bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kalau sudah bisa begini menunjukkan bahwa apa yang kita lakukan semuanya adalah kebaikan yang terus-menerus. Continously itu perbaikan yang berkelanjutan, yang artinya semakin produktif. Apalagi dalam menjaga kualitas salat kita menunjukkan kesungguhan untuk selalu bersama Allah.

Berikut ini adalah hadis tentang Salat itu diukur oleh kehadiran hati. Hadis yang sangat kuat maknanya: salat dinilai hanya sesuai kadar kehadiran hati (kekhusyukan).

عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رضي الله عنه قَالَ:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلَاتِهِ، وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُهَا، تُسْعُهَا، ثُمُنُهَا، سُبْعُهَا، حَتَّى بَلَغَ نِصْفَهَا

Artinya: "Sesungguhnya seseorang itu menyelesaikan salatnya, namun tidak ditulis untuknya (pahala) kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya… hingga separuhnya. (Tergantung pada kadar kehadiran hati dan kekhusyukannya)." (HR. Ahmad, no. 18895 – dinilai sahih oleh al-Arna’uth)

Salat dinilai hanya sesuai kadar kehadiran hati (kekhusyukan). Mengapa tidak belajar mencari ilmunya untuk bisa hadirkan hati dalam salat. Bisa jad kita zalim kepada diri sendiri, karena tidak mau belajar. Inilah hak diri untuk muslim yang benar yang terus belajar ilmu. Iman itu semakin baik dibarengi dengan ilmu yang update.

✅ Hadirkan salat yang diterima hanyalah bagian yang dihadiri oleh hati. 
✅ Mulailah dengan niat, mohon berlindung serta menjaga hati Dimana hati selalu dilihat Allah
✅ Salatlah dengan tenang, tidak terburu-buru
✅ Baca dengan seksama. Setelah satu gerakan salat, diamlah sejenak dan metadaburi bacaan yang sudah dibaca. Setelah itu barulah membaca bacaan dengan "perlahan" (tenang). Sebelum menuju gerakan salat berikutnya, diam sejenak.





Hati kita berfungsi saat kita merasa dilihat Allah. Lalu hati ini terhubung dengan Allah, yang mengantarkan kita untuk selalu berbuat baik dalam segala hal. Latihlah dalam salat dan berbagai aktivitas kehidupan kita. 

Berlatih itu tidak cukup 1 kali, dalam sehari kita melatih 17 rakaat dalam salat, dan belum lagi dalam berbagai aktivitas kita. Masak iya kita tidak semakin terlatih, kalau tidak artinya kita tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakaannya. Bagaimana kalau kita diancam oleh Allah, salat yang tidak bermakna, menunjukkan kita lalai dalam salatnya ... Ancamannya adalah neraka.


مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ   ( المدثر: ٤٢ )

”Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” (QS. [74] Al-Muddassir : 42)

قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ  ( المدثر: ٤٣ )

Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat, (QS. [74] Al-Muddassir : 43)

Kalaulah ancaman ini tidak berpengaruh, maka bisa jadi keislaman kita dipertanyakan. 

Kami sudah melakukannya, tapi tidak mudah. Berat ? Iya. 

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ  ( البقرة: ٤٥ )
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (QS. [2] Al-Baqarah : 45)

الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوْا رَبِّهِمْ وَاَنَّهُمْ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ ࣖ  ( البقرة: ٤٦ )
(yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. [2] Al-Baqarah : 46)

latihan demi latihan adalah mengurangi beratnya, dan menunjukkan kita serius. Allah berfirman :

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

Artinya: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (muhajadah) untuk untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS, Al-'Ankabut, 29: 69)

Insya Allah kita benar-benar ingin terus belajar ilmu hati terutama menghadirkan hati dalam salat agar dapat mengupdate kesungguhan yang terjaga. Inilah yang mesti kita sikapi dengan benar dan diterapkan (diamalkan).

Berdayakan diri kita menjadi semakin baik, dengan memotivasi diri dengan cara islami (motivasi islam). Tidak lain kita berharap rahmat Allah untuk kehidupan kita di dunia dan di akhirat.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Kamis, Juli 10, 2025

Fenomena terucap "Ya Allah atau Oh My God"

 Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah kita selalu disadarkan oleh dengan hati yang mendorong kita melakukan setiap aktivitas agar bermakna. 



Saya beranikan diri untuk melihat fenomena saat mungkin semua orang berkata "Oh My God" atau yang muslim mengatakan "Ya Allah". Padahal bisa jadi mereka yang mengucapkan itu tidak dekat dengan Tuhannya (Allah). Kecenderungan ungkapan "Oh My God" atau "Ya Allah" terucap saat kondisi tidak berdaya atau takjub. Mungkin hal ini biasa aja. Tapi yang menjadi pertanyaan, "Mengapa kita mengucapkan ungkapan tersebut ?" dan Bukan mengatakan yang lain. 


Alya : OMG! Lihat sunset-nya… cantik banget!
Nadia : Eh, kamu kok bilang “Oh my God”?
Alya : Iya, refleks aja. Emang kenapa?
Nadia : Aku cuma penasaran aja… kamu sadar nggak sih, itu sebenarnya nyebut Tuhan ?
Alya : Hehe… iya juga ya. Tapi aku nggak mikir sampai ke situ sih, 
cuma ekspresi doang.
Nadia : Menarik ya. Bahkan saat kita nggak mikir pun, kadang hati kita kayak langsung berseru ke Tuhan.
Alya : Iya, kayak otomatis ya. Jadi kayak… tanpa sadar kita ini nyari Allah juga?
Nadia : Mungkin itu bagian dari fitrah kita. Hati selalu tahu ke mana harus berpaling, bahkan sebelum 
otak sempat mikir.
Alya : Wah, aku jadi pengin lebih sadar kalau nyebut nama Allah. Ganti OMG jadi “Subhanallah” kali ya?
Nadia : Bagus tuh. Biar bukan cuma ekspresi, tapi juga zikir.

Karena Sudah Jadi Latah Budaya (Cultural Conditioning). Dalam budaya Barat (yang banyak memengaruhi dunia lewat media), “Oh my God” (OMG) sudah menjadi ungkapan standar untuk reaksi emosional. Melalui film, musik, media sosial, dan percakapan sehari-hari, orang terbiasa mendengarnya sejak kecil, bahkan tanpa memahami maknanya. Akhirnya, frasa ini jadi refleks linguistik, seperti latah — diucapkan otomatis saat kaget, marah, atau takjub, tanpa kesadaran spiritual.

"Seperti orang latah, tapi yang dilatahkan adalah kalimat tentang Tuhan.”



Bisa juga Karena Jiwa Hanya Tahu Satu Arah: Kepada Tuhan. Dari sudut fitrah dan jiwa, ada penjelasan yang lebih dalam. Di saat manusia benar-benar kehilangan kendali, atau menyaksikan sesuatu yang agung, jiwa secara naluriah mencari tempat bergantung. Dan tempat bergantung itu hanyalah Tuhan (Allah). Bahkan orang yang mengaku ateis bisa spontan berseru “Oh my God!” saat terkejut atau dalam bahaya. Ini menandakan bahwa jiwanya tetap memiliki pengakuan terhadap adanya kekuatan tertinggi, walau pikirannya menolak.

"Ini adalah gema dari perjanjian ruh dalam QS Al-A'raaf, 7: 172 — ketika semua manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan mereka" 

Nggak enak kali kalau diganti. Karena Tak Ada Alternatif Yang Sejajar Secara Emosi. Pertanyaannya, Kenapa orang tidak bilang, misalnya: “Oh my universe!”  atau "Oh my science!” atau “Oh my logic!” Jawabannya : Karena tidak ada satu pun dari itu yang mampu menampung kedalaman rasa manusia — seperti: Rasa takut, Takjub, Syukur mendalam, Atau kepanikan akan kehilangan kendali.

"Hanya konsep “Tuhan” yang cukup besar untuk jadi sandaran semua perasaan ekstrem itu"

Lidah Mungkin Latah, Tapi Jiwa Tidak Bohong. Orang bisa mengira dirinya cuma mengikuti kebiasaan (“latah”), tapi sejatinya: Seruan “Oh my God” bisa menjadi suara batin yang menyimpan pengakuan bahwa manusia tidak berdiri sendiri. Lidah boleh lupa, tapi fitrah tetap ingat.

Sisi lain kita bisa melihat Karena Jiwa Tidak Pernah Lupa Arah Pulangnya. Di sisi yang lebih dalam, bisa jadi ini bukan sekadar refleks bibir — tapi gema dari batin. Gema dari fitrah yang tertanam sebelum tubuh ini tercipta, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka  dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berkata):” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab:” Betul , kami menjadi saksi “ (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami orang orang yang lengah terhadap ini. (QS Al A’raaf, 7 : 172)

Semua manusia, sebelum lahir ke dunia, telah mengakui Allah sebagai Tuhan. Itulah sebabnya mengapa dalam keadaan tertentu, seruan “Oh my God” atau “Ya Allah” bisa muncul spontan — sebagai pantulan fitrah yang pernah bersaksi. Jiwa manusia, pernah bersaksi, Jiwa tahu siapa Tuhannya. Maka saat akal sibuk berpikir dan lidah terbata, jiwa bisa saja yang pertama berseru — kepada Allah.

Akhirnya kita ini adalah makhluk, makna kita tidak bisa maunya kita sendiri. Ada Allah sebagai Pencipta dari makhluk, mesti kita percaya bahwa semua yang terjadi itu pasti terhubung dengan penciptaNya. Apapun yang kita kerjakan spontan yang baik atau ucapan seperti di atas, adalah kehendak Allah untuk mengingatkan manusia untuk berpikir dan memahaminya dengan hati, pasti tidak ada yang sia-sia. Bagi yang sudah beriman dengan benar, itu adalah peringatan untuk terus sadar kepada Allah. Sedangkan bagi mereka yang selain belum beriman, menjadi sinyal kuat untuk berpikir ada Allah. 

Insya Allah penjelasan di atas semakin membuat kita beriman lebih baik. mari kita tingkatkan memberdayakan diri untuk semakin memahami petunjuk-petunjuk Allah. Jadikan motivasi diri ini sebagai motivasi islam yang kita terapkan. 

Sahabatmu

Munir Hasan Basri

Rabu, Juli 09, 2025

Apa iya tujuan kerja cari sukses ??

 Salam sejahtera dan bahagia, Insya Allah apa yang kita kerjakan hari ini memberi tambahan ilmu dan kemampuan untuk hidup yang semakin baik.

Hari ini berbagi pengalaman dimana kita sering terpecah 2 antara ingin sukses dalam kerja atau berbahagia dalam hidup. Dalam dunia modern seperti sekarang ini tuntutan untuk sukses dalam kerja selalu terngiang di telinga kita. Dari sekian banyak karyawan dalam satu perusahaan, kesuksesan itu hampir pasti jadi milik pemimpin perusahaan atau pemilik perusahaan. Siapa lagi ? Mungkin 1 atau 2 orang saja yang telah berhasil menggerakkan perusahaan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Bagaimana dengan lain ? kalah, dan pemimpin perusahaan konsisten dengan kesuksesan beberapa orang saja. Inilah kompetisi dalam perusahaan dan pasti juga kompetisi di luar perusahaan. Apa yang mesti dilakukan untuk sukses pasti mengorbankan beberapa hal  :

1. Bekerja dengan tekanan yang luar biasa, artinya apa yang ingin diraih yang lebih tinggi pasti melakukan pekerjaan yang lebih hebat. 

2. Banyak bidang yang dipikirkan dan membutuhkan ilmu yang tidak sedikit untuk mengelola team untuk bergerak lebih cepat, lebih hebat dan seterusnya. 

3. Semua itu pun pasti menghabiskan waktu yang banyak waktu diluar jam kerja.

4. dan yang pasti mesti menambah waktu rehat selepas kerja. 

Pertanyaannya ... apakah ada waktu untuk kebahagiaan ??? Tentu, kebahagiaan yang dimaksud adalah bersama keluarga, bukan kesenangan di luar rumah. kebutuhan keluarga tidak bisa hanya dipenuhi oleh materi untuk bahagia.

5. Terus lagi belum kesehatan yang tidak terkontrol dengan tekanan dan gaya hidup yang membuat pola hidup sehatnya terganggu. Tentu kesehatan fisik dan jiwa menurun.  Kondisi kesehatan mudah terganggu oleh stress dari pekerjaan.

Masih ada pilihan bahagia atau sukses ? Ini semua karena sebuah keinginan yang didorong oleh tuntutan kebutuhan. Semua dilakukan dalam keadaan sadar sepenuhnya, sadar kepada tujuan untuk sukses. Dinikmati ? Iya. Lalu apakah maksimal ? Belum tentu karena tindakan dilakukan pada pikiran yang dipacu untuk bergerak (kondisi pikiran tidak tenang) dan ada kegelisahan tidak sukses. Mengapa itu terjadi ? Karena kita hanya mengandalkan otak atau pikiran, dan dalam keadaan tertentu tercampur dengan emosional atau nafsu. Apa yang terjadi ? Tindakan yang dipilih adalah bersifat kepada untung ruginya kita, tanpa peduli dengan orang lain. Dan emosional menuntun kita bekerja untuk memilih yang instan atau cepet ... karena nyaman buat kita. kemana peran hati dalam bekerja dalam mengejar sukses ? Tak ada. Karena keseringan hati itu tak tersentuh atau jarang berfungsi. Apa yang terjadi ? mereka yang muslim mulai melalaikan ibadah dan hanya mengandalkan doa. Ibadahnya hampa, misalkan salat yang dilakukan hanya gerakan dan bacaan saja serta tubuh bergerak. Semakin lama hati itu "mengeras" dan semakin menggila pikiran. Semua seperti bisa diselesaikan dengan pikiran, padahal pikiran pun terbatas dalam kondisi hati yang lemah. Bisa jadi kebaikan dalam bekerja tidak diiringi keikhlasan, misalkan berbagi materi kepada teman atau siapa saja ... ujungnya ada udang dibalik batu. Berharap orang yang dikasih sesuatu itu mesti bantu untuk perjalanan karir yang diinginkan.

Lalu so what ? Bagi orang beragama hati menjadi penting dalam bekerja. Dengan hati yang berfungsi, maka hati yang tenang membawa pikiran yang cerdas (kreatif) dan memberi efek perasaan yang senang. Hati itu berfungsi karena ada iman dan banyak beribadah dan amal saleh. keadaan ini membentuk persepsi bahwa bagi orang muslim bahwa kesuksesan itu menurunkan nilai agamisnya. Sebaliknya orang yang agamis tidak mudah untuk sukses. 

kesuksesan adalah pertarungan atau kompetisi, ada yang menang dan ada yang kalah. Semua itu lumrah, bagi yang kalah pasti membalas dengan segala cara untuk mengalahkan pemenang dan seterusnya. Lalu adakah kebaikan didalamnya ? Tidak ada, yang ada dorongan untuk menang dengan berbagai cara. Mengalahkan itu juga mengandung unsur membandingkan yang bisa membuat orang "iri" dan melakukan hal yang tidak pantas. Yang pasti tidak sejalan iman dan kerja, sekalipun bisa beribadah tapi kecenderungan tidak berbuat baik. Ada yang sukses dalam dunia bisnis, tapi kurang harmonis dalam berkeluarga alias kurang bahagia.  

Bagaimana kalau kita kembali berkarir dengan cara Allah ? Kuno dan nggak bisa menurut kalangan bisnis. Tetapi bila kita berjalan dan memperhatikan seluruh bisnis di bumi ini, ada loh yang sukses itu dengan membuat iman dan kerja itu sejalan harmonis. Kesuksesan itu bonus dari Allah agar dapat menikmati bagian di dunia, dan pasti Allah berikan kehidupan lebih baik di akhirat. Dua karyawan ini ngobrol sembari ngopi ....

Percakapan: "Kerja di Bawah PengawasanNya“

Di sebuah ruang santai kantor startup, setelah sesi makan siang bersama. Dua rekan kerja, Bujang dan Myra, sedang mengobrol santai sambil menyeruput kopi.

Bujang : Myr, kadang saya bingung... kerja keras siang malam, tapi rasanya kosong. Dikejar target terus, tapi kok kayak nggak bahagia.

Myra :Pernah ngalamin itu juga, Mas. Sampai akhirnya saya sadar : Saya kerja cuma buat gaji dan pujian. Lupa buat siapa sebenarnya aku bekerja. Itu saya yang dulu, kerja hanya cari uang dan uang. Lalu uangnya saya habisin untuk kesenangan. Buat siapa kita kerja ?

Bujang : Buat siapa ? Ya perusahaan, klien, atasan...

Myra :Itu cuma perantara. Yang utama, kerja itu bagian dari ibadah. Dan ibadah itu mestinya... buat Allah.

Bujang  : Kerja juga ibadah ? Mira : Iyalah. Ibadah buat Allah, gaji pemberian Allah lewat Perusahaan buat isteri agar isteri loh bersyukur kepada Allah. Nabi pernah bilang, bahkan memberi makan keluarga pun bisa jadi ibadah kalau niatnya benar. Apalagi kerja profesional, jujur, disiplin—kalau dilakukan dengan sadar Allah sedang melihat, itu namanya ihsan.

Bujang : wah bisa jadi ustazah nih. Ihsan ...? Jelasin lebih dalam, Myr.

Myra :Pernah dengar, kan? Ihsan itu berbuat sebaik-baiknya seolah kita melihat Allah. Tapi walau kita tak melihat-Nya, kita yakin Allah selalu melihat kita.

Bujang : Entar … pengamalannya bagaiamna ?

Myra : kalau Allah melihat kita sebagai level ihsan paling rendah, apakah kita mau “malas” kerja di Perusahaan ini, atau apakah kita mau bekerja asal aja ? Atau juga kita mau berbohong Sedangkan Allah melihat, yang telah menciptakan dan memberi kita rezeki dan Amanah. Marah ngga kira-kira Allah melihat perilaku kita ? 

Bujang : Marahlah, bisa jadi dibalas langsung dengan kekuasaanNya. 

Myra : nah negerti tuh. 





Bujang : Iya, makasih Myr. Kalau begitu, orang yang ihsan itu orang yang produktif kerjanya. Tadi itu level ihsan paling rendah. Lalu level tingginya apa, Myr ?
Myra : Iya, Mas. Kalau level lebih tingginya, kita mampu melihat Allah. Bisa nggak ? Insya Allah, dengan berlatih dan diupayakan sungguh-sungguh. 
Kita bisa terlihat sukses di luar, tapi kalau lupa Allah dalam prosesnya... hati tetap kosong.
Bujang : Pantes. Saya merasa kehilangan arah akhir-akhir ini. Mungkin saya mesti memulai kerja dengan sadar... bukan cuma pakai tangan dan otak, tapi juga hati.
Myra : MasyaAllah... itu langkah awal menuju keberkahan. Kerja jadi tenang, hasilnya pun InsyaAllah bermanfaat. Kalau sukses itu bonus dari Allah.
Bujang : Yuk semangat jadi yang terbaik dihadapan Allah, dan yang pasti itu juga yang terbaik untuk Perusahaan.

Keduanya mengakhiri obrolannya dan melanjutkan kerja mereka Kembali. Percakapan singkat itu membuat Bujang sadar. Hari-hari yang selama ini ia habiskan dengan kelelahan dan tekanan target, perlahan Fajar mulai melihat dari kacamata yang baru: bahwa dalam bekerja, ada Allah yang selalu mengawasi. Dan ketika hati sadar akan kehadiran-Nya, pekerjaan pun terasa lebih hidup dan produktif

Bayangkan Bujang dan Myra dengan bekal pengetahuan ihsan saja sudah mampu mendorong mereka untuk menjadi produktif dalam kerja. menunjukkan kerja terbaik di hadapan Allah, apa iya kinerja seperti ini tidak memenuhi harapan untuk sukses ? Pasti bisa. Kinerja terbaik kepada Allah itu pasti di atas kinerja untuk sukses. Perhatikan hati sangat berfungsi dengan baik dengan tidak  meninggalkan ibadah dan amal saleh, kecenderungan untuk berbuat baik kepada siapa saja, terutama dalam kondisi tidak dilihat atasan atau temen. kerjanya pasti disiplin, berilmu dan produktif. Semua itu membuat diri bahagia, yang memberi hati yang tentram dan tenang. ketenangan di hati membawa ketenangan jiwa yang mendorong berpikir dengan akal sehat dan bernilai baik dalam tindakan/kerja. Satu lagi yang menarik adalah tidak ada kompetisi, yang ada adalah berkompetisi terhadap diri kita sendiri. Mau sukses ? kerja melawan malas, ketidaktahuan, tidak disiplin mimpi dan sebagainya. Kita menang karena mengalahkan diri kita sendiri. Semua orang sukses dengan jalannya masing-masing, dan Allah lah yang menjaminNya.

Jika ilmu yang kita dapat dalam bisnis dari perkataan seseorang yang pernah sukses atau mereka yang pintar, maka kita terus menerapkannya. hasilnya belum tentu berhasil. Dalam hati mereka yang sukses mengatakan "kesuksesan itu karena saya".  Tidak ada orang yang kita ikuti itu menjamin kesuksesan kita. Bukankah kesuksesan itu karena kita dan doa kita kepada Allah. Bagaimana dengan petunjuk dari Allah sebagai petunjuk hidup. Petunjuk untuk sukses. Allah itu kan yang Maha tahu dan Penciptanya kita ini. Sudah sepantasnyalah petunjuk yang juga ilmu sukses itu pasti bener, Mengapa kita tidak menerapkannya (mengamalkan) ? karena memang kita belum membaca dan memahaminya, lalu karena memang hati ini lemah (kecenderungan kepada dunia). Allah memberi harapan sukses, Allah itu mau diajak kerja bersama, Allah itulah yang mampu kita, Allah itu juga yang menjamin kesuksesan kita.

Ingat kesuksesan dunia yang kita raih tanpa menjadi bekal kita menuju kematian kita. Apapun yang kita lakukan semua kembali kepada Allah, apapun itu. Menghadap Allah untuk bertanggung jawab. 

Insya Allah semua ini mampu memberdayakan diri kita untuk sukses, maka jadikan pengetahuan di atas sebagai motivasi diri sendiri. pemahaman menjadi tak bermakna saat kita tidak mengamalkannya. Bekerja dan bekerja, terus berlatih dan belajar lalu menyempurnakan dengan tindakan yang baik. Jangan sampai semua ini hanya bicara saja, ada banyak dluar sana orang yang mengerjakan apa yang kita hanya baca atau bicarakan.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri



Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...