Salam sejahtera dan bahagia, Insya Allah apa yang kita kerjakan hari ini memberi tambahan ilmu dan kemampuan untuk hidup yang semakin baik.
Hari ini berbagi pengalaman dimana kita sering terpecah 2 antara ingin sukses dalam kerja atau berbahagia dalam hidup. Dalam dunia modern seperti sekarang ini tuntutan untuk sukses dalam kerja selalu terngiang di telinga kita. Dari sekian banyak karyawan dalam satu perusahaan, kesuksesan itu hampir pasti jadi milik pemimpin perusahaan atau pemilik perusahaan. Siapa lagi ? Mungkin 1 atau 2 orang saja yang telah berhasil menggerakkan perusahaan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Bagaimana dengan lain ? kalah, dan pemimpin perusahaan konsisten dengan kesuksesan beberapa orang saja. Inilah kompetisi dalam perusahaan dan pasti juga kompetisi di luar perusahaan. Apa yang mesti dilakukan untuk sukses pasti mengorbankan beberapa hal :
1. Bekerja dengan tekanan yang luar biasa, artinya apa yang ingin diraih yang lebih tinggi pasti melakukan pekerjaan yang lebih hebat.
2. Banyak bidang yang dipikirkan dan membutuhkan ilmu yang tidak sedikit untuk mengelola team untuk bergerak lebih cepat, lebih hebat dan seterusnya.
3. Semua itu pun pasti menghabiskan waktu yang banyak waktu diluar jam kerja.
4. dan yang pasti mesti menambah waktu rehat selepas kerja.
Pertanyaannya ... apakah ada waktu untuk kebahagiaan ??? Tentu, kebahagiaan yang dimaksud adalah bersama keluarga, bukan kesenangan di luar rumah. kebutuhan keluarga tidak bisa hanya dipenuhi oleh materi untuk bahagia.
5. Terus lagi belum kesehatan yang tidak terkontrol dengan tekanan dan gaya hidup yang membuat pola hidup sehatnya terganggu. Tentu kesehatan fisik dan jiwa menurun. Kondisi kesehatan mudah terganggu oleh stress dari pekerjaan.
Masih ada pilihan bahagia atau sukses ? Ini semua karena sebuah keinginan yang didorong oleh tuntutan kebutuhan. Semua dilakukan dalam keadaan sadar sepenuhnya, sadar kepada tujuan untuk sukses. Dinikmati ? Iya. Lalu apakah maksimal ? Belum tentu karena tindakan dilakukan pada pikiran yang dipacu untuk bergerak (kondisi pikiran tidak tenang) dan ada kegelisahan tidak sukses. Mengapa itu terjadi ? Karena kita hanya mengandalkan otak atau pikiran, dan dalam keadaan tertentu tercampur dengan emosional atau nafsu. Apa yang terjadi ? Tindakan yang dipilih adalah bersifat kepada untung ruginya kita, tanpa peduli dengan orang lain. Dan emosional menuntun kita bekerja untuk memilih yang instan atau cepet ... karena nyaman buat kita. kemana peran hati dalam bekerja dalam mengejar sukses ? Tak ada. Karena keseringan hati itu tak tersentuh atau jarang berfungsi. Apa yang terjadi ? mereka yang muslim mulai melalaikan ibadah dan hanya mengandalkan doa. Ibadahnya hampa, misalkan salat yang dilakukan hanya gerakan dan bacaan saja serta tubuh bergerak. Semakin lama hati itu "mengeras" dan semakin menggila pikiran. Semua seperti bisa diselesaikan dengan pikiran, padahal pikiran pun terbatas dalam kondisi hati yang lemah. Bisa jadi kebaikan dalam bekerja tidak diiringi keikhlasan, misalkan berbagi materi kepada teman atau siapa saja ... ujungnya ada udang dibalik batu. Berharap orang yang dikasih sesuatu itu mesti bantu untuk perjalanan karir yang diinginkan.
Lalu so what ? Bagi orang beragama hati menjadi penting dalam bekerja. Dengan hati yang berfungsi, maka hati yang tenang membawa pikiran yang cerdas (kreatif) dan memberi efek perasaan yang senang. Hati itu berfungsi karena ada iman dan banyak beribadah dan amal saleh. keadaan ini membentuk persepsi bahwa bagi orang muslim bahwa kesuksesan itu menurunkan nilai agamisnya. Sebaliknya orang yang agamis tidak mudah untuk sukses.
kesuksesan adalah pertarungan atau kompetisi, ada yang menang dan ada yang kalah. Semua itu lumrah, bagi yang kalah pasti membalas dengan segala cara untuk mengalahkan pemenang dan seterusnya. Lalu adakah kebaikan didalamnya ? Tidak ada, yang ada dorongan untuk menang dengan berbagai cara. Mengalahkan itu juga mengandung unsur membandingkan yang bisa membuat orang "iri" dan melakukan hal yang tidak pantas. Yang pasti tidak sejalan iman dan kerja, sekalipun bisa beribadah tapi kecenderungan tidak berbuat baik. Ada yang sukses dalam dunia bisnis, tapi kurang harmonis dalam berkeluarga alias kurang bahagia.
Bagaimana kalau kita kembali berkarir dengan cara Allah ? Kuno dan nggak bisa menurut kalangan bisnis. Tetapi bila kita berjalan dan memperhatikan seluruh bisnis di bumi ini, ada loh yang sukses itu dengan membuat iman dan kerja itu sejalan harmonis. Kesuksesan itu bonus dari Allah agar dapat menikmati bagian di dunia, dan pasti Allah berikan kehidupan lebih baik di akhirat. Dua karyawan ini ngobrol sembari ngopi ....
Percakapan: "Kerja di Bawah PengawasanNya“
Di sebuah ruang santai kantor startup, setelah sesi makan siang bersama. Dua rekan kerja, Bujang dan Myra, sedang mengobrol santai sambil menyeruput kopi.
Bujang : Myr, kadang saya bingung... kerja keras siang malam, tapi rasanya kosong. Dikejar target terus, tapi kok kayak nggak bahagia.
Myra :Pernah ngalamin itu juga, Mas. Sampai akhirnya saya sadar : Saya kerja cuma buat gaji dan pujian. Lupa buat siapa sebenarnya aku bekerja. Itu saya yang dulu, kerja hanya cari uang dan uang. Lalu uangnya saya habisin untuk kesenangan. Buat siapa kita kerja ?
Bujang : Buat siapa ? Ya perusahaan, klien, atasan...
Myra :Itu cuma perantara. Yang utama, kerja itu bagian dari ibadah. Dan ibadah itu mestinya... buat Allah.
Bujang : Kerja juga ibadah ? Mira : Iyalah. Ibadah buat Allah, gaji pemberian Allah lewat Perusahaan buat isteri agar isteri loh bersyukur kepada Allah. Nabi pernah bilang, bahkan memberi makan keluarga pun bisa jadi ibadah kalau niatnya benar. Apalagi kerja profesional, jujur, disiplin—kalau dilakukan dengan sadar Allah sedang melihat, itu namanya ihsan.
Bujang : wah bisa jadi ustazah nih. Ihsan ...? Jelasin lebih dalam, Myr.
Myra :Pernah dengar, kan? Ihsan itu berbuat sebaik-baiknya seolah kita melihat Allah. Tapi walau kita tak melihat-Nya, kita yakin Allah selalu melihat kita.
Bujang : Entar … pengamalannya bagaiamna ?
Myra : kalau Allah melihat kita sebagai level ihsan paling rendah, apakah kita mau “malas” kerja di Perusahaan ini, atau apakah kita mau bekerja asal aja ? Atau juga kita mau berbohong Sedangkan Allah melihat, yang telah menciptakan dan memberi kita rezeki dan Amanah. Marah ngga kira-kira Allah melihat perilaku kita ?
Bujang : Marahlah, bisa jadi dibalas langsung dengan kekuasaanNya.
Myra : nah negerti tuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar