Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah kita dimampukan untuk terus mengembangkan kemampuan untuk menjadi orang yang siap mengahadapi masalah.
Hari ini saya ingin menulis tentang manajemen waktu. Mengapa ? Karena banyak orang belum bisa mengelola waktu dengan baik. Padahal saat kita mampu mengelola waktu dengan benar, maka kita menjadi orang yang efektif dan efisien dengan waktu yang ada dan hasilnya proporsional. Tetapi semakin majunya teknologi dengan medsos, ternyata bukan menjadi kebaikan tapi malah membuat diri kita terganggu dengan kehadirannya. Bahasan saya lebih menekankan bahwa menajemen waktu itu adalah manajemen diri dengan terus mengembangkan kemampuan diri untuk mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang kita hadapi.
Secara umum, makna dari manajemen waktu adalah kemampuan untuk merencanakan, mengatur, dan mengendalikan waktu yang dimiliki agar digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen waktu bukan sekadar soal membuat jadwal, tapi mencakup kesadaran atas prioritas, kedisiplinan dalam bertindak, serta kemampuan mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak penting.
Beberapa poin penting dalam makna manajemen waktu:
Mengelola Prioritas: Memilah mana yang penting dan mendesak, sehingga fokus pada hal yang benar-benar perlu dilakukan.
Efisiensi dan Produktivitas: Menghindari pemborosan waktu, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan hasil yang baik.
Kedisiplinan Diri: Menepati waktu, konsisten terhadap rencana, dan tidak menunda-nunda tugas.
Pengendalian Stres: Dengan waktu yang terkelola baik, beban kerja terasa lebih ringan dan tidak menumpuk di akhir waktu.
Peningkatan Kualitas Hidup: Waktu yang teratur memberi ruang untuk keseimbangan antara pekerjaan, ibadah, keluarga, dan diri sendiri.
Contoh sederhana: Seseorang yang mampu membagi waktu antara bekerja, belajar, beribadah, dan istirahat secara teratur, akan lebih tenang dan terarah dalam hidupnya dibanding yang menjalani hari secara spontan tanpa rencana.
Jika kamu ingin saya bantu uraikan makna manajemen waktu dalam konteks tertentu (misalnya dalam Islam, dalam pekerjaan, atau untuk pelajar), saya bisa bantu juga.
Saya berpendapat bahwa manajemen waktu adalah mengatur kemampuan diri sendiri dan mencerminkan esensi yang lebih dalam dari konsep manajemen waktu.
Mengapa? Karena waktu itu tetap, tidak bisa ditambah atau dikurangi — semua orang punya 24 jam sehari. Jadi, yang sebenarnya kita kelola bukan waktunya, tapi kemampuan diri kita sendiri dalam menggunakan waktu itu.
Penjelasan Lebih Lanjut:
Manajemen waktu = Manajemen diri
Waktu tidak bisa diubah. Tapi cara kita berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan dalam memanfaatkan waktu itulah yang bisa diatur. waktu yang kita habiskan sangat menentukan berapa lama waktu yang kita habiskan.
Jadi, inti manajemen waktu adalah pengendalian diri: kemampuan, disiplin, fokus, tanggung jawab, dan kesadaran.
Refleksi Kesadaran Diri
Orang yang bisa mengatur waktu dengan baik, sebenarnya sedang melatih kesadaran diri tentang apa yang penting, apa yang seharusnya dilakukan, dan kapan harus melakukannya.
Latihan Karakter
Mengelola waktu menuntut sifat-sifat seperti jujur, konsisten, bertanggung jawab, dan sabar. Ini semua adalah bentuk pengelolaan karakter pribadi.
Contoh: Dua orang diberi waktu yang sama: 3 jam. Orang pertama menyusun prioritas, menonaktifkan gangguan, dan menyelesaikan tugas penting.
Orang kedua menunda, scroll media sosial, dan panik menjelang deadline.
Perbedaan hasil bukan karena “jamnya kurang”, tapi karena cara mengelola diri dalam waktu yang sama.
Maka dari contoh di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Mengelola cara berpikir, termasuk prioritas hidup, kesadaran akan tujuan, dan pola pikir produktif.
Menghindari overthinking, distraksi mental, dan rasa malas.
Contoh: memfokuskan pikiran pada satu tugas sebelum pindah ke yang lain (single-tasking).
2. Emosi
Mengelola rasa malas, cemas, panik, atau perfeksionis yang bisa menghambat pekerjaan.
Belajar tenang saat dikejar deadline atau saat agenda berubah tiba-tiba.
Emosi yang stabil membantu pengambilan keputusan cepat dan tepat.
3. Kebiasaan
Disiplin bangun pagi, membuat to-do list, mencicil tugas, atau istirahat yang cukup.
Kebiasaan buruk seperti menunda-nunda (prokrastinasi), begadang, atau terlalu banyak konsumsi sosial media harus dikelola atau dikurangi.
4. Kemauan (Disiplin & Komitmen)
Mampu berkata “tidak” pada gangguan yang tidak penting.
Menepati jadwal, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi.
Ini adalah inti dari self-management dalam penggunaan waktu.
5. Energi & Kesehatan
Mengelola diri berarti juga menjaga fisik dan stamina.
Tidur cukup, makan sehat, dan berolahraga supaya tetap fit dan fokus saat menjalani aktivitas.
6. Tujuan Hidup & Nilai Pribadi
Menyadari bahwa waktu harus digunakan sesuai arah hidup yang kita yakini (misalnya: bekerja sebagai amanah, belajar sebagai ibadah, dsb).
Nilai ini memberi makna dan arah dalam memilih aktivitas.
Mengelola Prioritas: Memilah mana yang penting dan mendesak, sehingga fokus pada hal yang benar-benar perlu dilakukan.
Efisiensi dan Produktivitas: Menghindari pemborosan waktu, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan hasil yang baik.
Kedisiplinan Diri: Menepati waktu, konsisten terhadap rencana, dan tidak menunda-nunda tugas.
Pengendalian Stres: Dengan waktu yang terkelola baik, beban kerja terasa lebih ringan dan tidak menumpuk di akhir waktu.
Peningkatan Kualitas Hidup: Waktu yang teratur memberi ruang untuk keseimbangan antara pekerjaan, ibadah, keluarga, dan diri sendiri.
Contoh sederhana: Seseorang yang mampu membagi waktu antara bekerja, belajar, beribadah, dan istirahat secara teratur, akan lebih tenang dan terarah dalam hidupnya dibanding yang menjalani hari secara spontan tanpa rencana.
Jika kamu ingin saya bantu uraikan makna manajemen waktu dalam konteks tertentu (misalnya dalam Islam, dalam pekerjaan, atau untuk pelajar), saya bisa bantu juga.
Saya berpendapat bahwa manajemen waktu adalah mengatur kemampuan diri sendiri dan mencerminkan esensi yang lebih dalam dari konsep manajemen waktu.
Mengapa? Karena waktu itu tetap, tidak bisa ditambah atau dikurangi — semua orang punya 24 jam sehari. Jadi, yang sebenarnya kita kelola bukan waktunya, tapi kemampuan diri kita sendiri dalam menggunakan waktu itu.
Penjelasan Lebih Lanjut:
Manajemen waktu = Manajemen diri
Waktu tidak bisa diubah. Tapi cara kita berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan dalam memanfaatkan waktu itulah yang bisa diatur. waktu yang kita habiskan sangat menentukan berapa lama waktu yang kita habiskan.
Jadi, inti manajemen waktu adalah pengendalian diri: kemampuan, disiplin, fokus, tanggung jawab, dan kesadaran.
Refleksi Kesadaran Diri
Orang yang bisa mengatur waktu dengan baik, sebenarnya sedang melatih kesadaran diri tentang apa yang penting, apa yang seharusnya dilakukan, dan kapan harus melakukannya.
Latihan Karakter
Mengelola waktu menuntut sifat-sifat seperti jujur, konsisten, bertanggung jawab, dan sabar. Ini semua adalah bentuk pengelolaan karakter pribadi.
Contoh: Dua orang diberi waktu yang sama: 3 jam. Orang pertama menyusun prioritas, menonaktifkan gangguan, dan menyelesaikan tugas penting.
Orang kedua menunda, scroll media sosial, dan panik menjelang deadline.
Perbedaan hasil bukan karena “jamnya kurang”, tapi karena cara mengelola diri dalam waktu yang sama.
Maka dari contoh di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
“Manajemen waktu sebenarnya adalah manajemen diri: bagaimana kita memanfaatkan kemampuan, mendisiplinkan, mengarahkan, dan mengendalikan diri agar setiap waktu bernilai.”
Berikut percakapan dalam suasana kantor dengan tokoh Myra, Bujang, dan Mamat, tentang manajemen waktu :
Judul: “Ngatur Diri, Nggak Cukup Cuma Semangat”
Tokoh: Myra – Karyawan teliti tapi sering merasa waktunya kurang, Bujang – Teman sekantor yang kalem dan penuh akal, dan Mamat – Senior yang bijak dan suka menasihati dengan logika sederhana.
[Jam 09.15 pagi, Myra sedang menuang kopi sambil menghela napas panjang. Bujang duduk sambil membuka laptop, Mamat baru masuk bawa roti tawar isi keju.]
Myra : sambil duduk. Aduh Bujang… rasanya aku udah coba semangat, bikin to-do list, bangun pagi... tapi kok ya tetap aja waktuku berantakan. Tiap hari ada aja yang bikin molor kerjaan.
Bujang : Dengan tersenyum kecil. Semangat tanpa strategi itu kayak naik sepeda tapi bannya kempes, Myra. Laju, sih... tapi ngos-ngosan.
Myra : Iya juga sih. Tapi aku beneran udah lakukan, lho. Apa aku memang nggak cocok kerja terstruktur?
[Mamat duduk di samping mereka, ikut nimbrung sambil mengunyah pelan.]
Mamat: Sebenarnya bukan soal cocok atau nggak cocok, Myra. Tapi soal siap atau belum siap ngatur diri dengan ilmu. Banyak orang mau berubah, tapi belum ngerti caranya.
Myra: Ilmu? Maksudnya aku harus ikut training lagi gitu, Mat?
Mamat: Bisa iya, bisa juga cukup mulai dari belajar dasar-dasarnya dulu. Misal: cara nentukan prioritas, ngerti kapan harus bilang “enggak”, tahu kapan fokus dan kapan jeda.
Bujang: Kayak aku, Myra. Dulu aku pikir aku orang yang malas. Tapi ternyata aku cuma belum tahu cara kerja yang cocok buatku. Setelah coba metode “time blocking”, kerjaan jadi jauh lebih kepegang.
Myra: Time blocking? Baru dengar.
Mamat: Tuh kan. Makanya tadi aku bilang: ngatur diri bukan cuma soal kemauan, tapi soal kemampuan yang berdasar ilmu. Kalau kamu tahu ilmunya, insyaAllah bisa lebih ringan jalannya.
Bujang: Ibaratnya kayak masak. Punya niat bikin rendang sih bagus, tapi kalau nggak tahu resep dan tekniknya... ya bisa-bisa malah gosong.
Myra: tertawa kecil.Oke, oke. Kalian berhasil menyadarkan aku. Jadi langkah pertama aku harus belajar dulu ya?
Mamat: Betul. Mulai dari yang sederhana. Banyak ilmu pengelolaan diri yang bisa kamu pelajari — asal konsisten, hasilnya bakal kerasa. Dan satu hal penting: jangan cuma sibuk, tapi pastikan sibukmu bermakna.
Bujang dan Myra : Menjawab bareng, siap pak bos !
Apa saja yang mesti dikelola tentang kemampuan diri dalam manajemen waktu
1. Pikiran (Mindset & Fokus)Mengelola cara berpikir, termasuk prioritas hidup, kesadaran akan tujuan, dan pola pikir produktif.
Menghindari overthinking, distraksi mental, dan rasa malas.
Contoh: memfokuskan pikiran pada satu tugas sebelum pindah ke yang lain (single-tasking).
2. Emosi
Mengelola rasa malas, cemas, panik, atau perfeksionis yang bisa menghambat pekerjaan.
Belajar tenang saat dikejar deadline atau saat agenda berubah tiba-tiba.
Emosi yang stabil membantu pengambilan keputusan cepat dan tepat.
3. Kebiasaan
Disiplin bangun pagi, membuat to-do list, mencicil tugas, atau istirahat yang cukup.
Kebiasaan buruk seperti menunda-nunda (prokrastinasi), begadang, atau terlalu banyak konsumsi sosial media harus dikelola atau dikurangi.
4. Kemauan (Disiplin & Komitmen)
Mampu berkata “tidak” pada gangguan yang tidak penting.
Menepati jadwal, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi.
Ini adalah inti dari self-management dalam penggunaan waktu.
5. Energi & Kesehatan
Mengelola diri berarti juga menjaga fisik dan stamina.
Tidur cukup, makan sehat, dan berolahraga supaya tetap fit dan fokus saat menjalani aktivitas.
6. Tujuan Hidup & Nilai Pribadi
Menyadari bahwa waktu harus digunakan sesuai arah hidup yang kita yakini (misalnya: bekerja sebagai amanah, belajar sebagai ibadah, dsb).
Nilai ini memberi makna dan arah dalam memilih aktivitas.
Kita dapat menyimpulkan tentang Manajemen Waktu adalah Mengelola Diri untuk Mengelola Waktu. Banyak orang berpikir bahwa manajemen waktu berarti mengatur jadwal sebaik mungkin. Tapi kenyataannya, waktu tidak pernah bisa diatur. Ia terus berjalan, tanpa menunggu atau berhenti. Maka pertanyaan yang lebih tepat bukanlah, “Bagaimana mengatur waktu?” melainkan, “Bagaimana mengatur diri dalam menggunakan waktu yang ada?”
Manajemen waktu sejatinya adalah manajemen diri. Kita bukan sedang melawan waktu, tapi sedang melatih bagaimana mengelola bagian-bagian dalam diri kita: pikiran, emosi, kebiasaan, kemauan, bahkan kesehatan.
Lalu, apa saja yang perlu kita kelola dalam diri agar waktu benar-benar menjadi berkah dan produktif?
1. Pikiran: Fokus dan Pola Pikir Produktif
Segala sesuatu dimulai dari pikiran. Pikiran yang tidak teratur akan mudah terdistraksi, sulit memutuskan prioritas, dan akhirnya membuat kita sibuk tapi tidak produktif.
Mengelola pikiran berarti:
Menyadari apa yang penting dan harus didahulukan.
Melatih fokus pada satu hal dalam satu waktu (single-tasking).
Menyingkirkan kebiasaan overthinking yang menguras waktu tanpa hasil.
2. Emosi: Tetap Tenang, Jangan Tunda
Emosi seperti malas, cemas, panik, atau bahkan perfeksionis bisa menjadi musuh besar produktivitas. Orang sering menunda tugas karena merasa tidak siap secara emosional, bukan karena tidak punya waktu.
Mengelola emosi berarti:
Belajar mengatasi rasa malas dan penundaan.
Membangun ketenangan saat deadline mendekat.
Tidak terjebak dalam keinginan “sempurna” yang malah menunda penyelesaian.
3. Kebiasaan: Rutinitas yang Mendukung Produktivitas
Manajemen waktu akan terasa sulit jika kebiasaan sehari-hari justru merusak alur kerja kita. Misalnya: tidur terlalu malam, membuka media sosial terlalu lama, atau memulai hari tanpa rencana.
Kebiasaan kecil seperti bangun pagi, membuat to-do list, dan istirahat teratur bisa membuat perbedaan besar.
4. Kemauan: Disiplin dan Komitmen
Waktu bisa saja tersedia, tapi tanpa kemauan kuat, kita tidak akan menggunakannya dengan bijak. Disiplin adalah kemampuan menepati rencana, bahkan saat tidak ada yang mengawasi.
Mengelola kemauan berarti:
Mampu berkata "tidak" pada distraksi.
Menepati komitmen pribadi meskipun tidak mudah.
Melatih diri untuk menyelesaikan tugas tepat waktu.
5. Energi dan Kesehatan
Tak banyak yang menyadari bahwa energi fisik sangat berpengaruh dalam penggunaan waktu. Tubuh yang lelah dan tidak sehat membuat pekerjaan lebih lambat dan tidak fokus.
Mengelola energi berarti:
Tidur cukup dan berkualitas.
Menjaga pola makan dan olahraga ringan.
Memberi jeda istirahat di antara aktivitas penting.
6. Tujuan dan Nilai Pribadi
Tanpa arah yang jelas, kita mudah terjebak dalam kesibukan yang tidak bermakna. Tujuan hidup dan nilai pribadi memberi panduan dalam memilih aktivitas, serta menyaring mana yang pantas menyita waktu kita.
Apakah waktu yang kita habiskan setiap hari sudah mendekatkan kita pada tujuan hidup? Inilah pertanyaan yang membantu kita hidup lebih sadar dan terarah.
Manajemen waktu sejatinya adalah manajemen diri. Kita bukan sedang melawan waktu, tapi sedang melatih bagaimana mengelola bagian-bagian dalam diri kita: pikiran, emosi, kebiasaan, kemauan, bahkan kesehatan.
Lalu, apa saja yang perlu kita kelola dalam diri agar waktu benar-benar menjadi berkah dan produktif?
1. Pikiran: Fokus dan Pola Pikir Produktif
Segala sesuatu dimulai dari pikiran. Pikiran yang tidak teratur akan mudah terdistraksi, sulit memutuskan prioritas, dan akhirnya membuat kita sibuk tapi tidak produktif.
Mengelola pikiran berarti:
Menyadari apa yang penting dan harus didahulukan.
Melatih fokus pada satu hal dalam satu waktu (single-tasking).
Menyingkirkan kebiasaan overthinking yang menguras waktu tanpa hasil.
2. Emosi: Tetap Tenang, Jangan Tunda
Emosi seperti malas, cemas, panik, atau bahkan perfeksionis bisa menjadi musuh besar produktivitas. Orang sering menunda tugas karena merasa tidak siap secara emosional, bukan karena tidak punya waktu.
Mengelola emosi berarti:
Belajar mengatasi rasa malas dan penundaan.
Membangun ketenangan saat deadline mendekat.
Tidak terjebak dalam keinginan “sempurna” yang malah menunda penyelesaian.
3. Kebiasaan: Rutinitas yang Mendukung Produktivitas
Manajemen waktu akan terasa sulit jika kebiasaan sehari-hari justru merusak alur kerja kita. Misalnya: tidur terlalu malam, membuka media sosial terlalu lama, atau memulai hari tanpa rencana.
Kebiasaan kecil seperti bangun pagi, membuat to-do list, dan istirahat teratur bisa membuat perbedaan besar.
4. Kemauan: Disiplin dan Komitmen
Waktu bisa saja tersedia, tapi tanpa kemauan kuat, kita tidak akan menggunakannya dengan bijak. Disiplin adalah kemampuan menepati rencana, bahkan saat tidak ada yang mengawasi.
Mengelola kemauan berarti:
Mampu berkata "tidak" pada distraksi.
Menepati komitmen pribadi meskipun tidak mudah.
Melatih diri untuk menyelesaikan tugas tepat waktu.
5. Energi dan Kesehatan
Tak banyak yang menyadari bahwa energi fisik sangat berpengaruh dalam penggunaan waktu. Tubuh yang lelah dan tidak sehat membuat pekerjaan lebih lambat dan tidak fokus.
Mengelola energi berarti:
Tidur cukup dan berkualitas.
Menjaga pola makan dan olahraga ringan.
Memberi jeda istirahat di antara aktivitas penting.
6. Tujuan dan Nilai Pribadi
Tanpa arah yang jelas, kita mudah terjebak dalam kesibukan yang tidak bermakna. Tujuan hidup dan nilai pribadi memberi panduan dalam memilih aktivitas, serta menyaring mana yang pantas menyita waktu kita.
Apakah waktu yang kita habiskan setiap hari sudah mendekatkan kita pada tujuan hidup? Inilah pertanyaan yang membantu kita hidup lebih sadar dan terarah.
Waktu Tidak Perlu Diatur, Diri Kitalah yang Perlu Dikelola.
“You don’t manage time. You manage yourself in time.” – Brian Tracy
Manajemen waktu bukan sekadar soal jadwal, tapi soal karakter. Kemampuan, Disiplin, fokus, tanggung jawab, dan kesadaran diri—semua itu yang akan menentukan apakah waktu menjadi sahabat atau justru beban.
Jadi, sebelum mengatur agenda harian, mulailah dengan satu pertanyaan sederhana: “Sudahkah aku mengelola diriku hari ini?”
Manajemen waktu dari sudut pandang Islam,
Manajemen Waktu: Mengelola Diri dalam Bingkai Kesadaran kepada Allah
Dalam kehidupan ini, setiap insan diberi waktu yang sama: 24 jam sehari. Namun, hasil yang didapat setiap orang bisa sangat berbeda. Bukan karena waktu mereka lebih banyak, tetapi karena cara mereka mengelola diri dalam memanfaatkan waktu tersebut.
Dalam Islam, waktu adalah amanah. Allah bersumpah dengan waktu dalam banyak ayat, seperti:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian...”
(QS. Al-‘Ashr: 1–2)
Itu artinya, waktu bukan hanya soal produktivitas, tapi juga pertanggungjawaban di hadapan Allah. Maka, manajemen waktu sejatinya adalah manajemen diri dalam kesadaran kepada-Nya.
Apa Saja yang Perlu Dikelola dari Diri?1. Pikiran: Menata Niat dan Fokus
Segalanya bermula dari niat. Niat yang lurus karena Allah menjadikan setiap detik bernilai ibadah. Mengelola pikiran berarti:
Segalanya bermula dari niat. Niat yang lurus karena Allah menjadikan setiap detik bernilai ibadah. Mengelola pikiran berarti:
* Memurnikan niat: bekerja, belajar, berkeluarga, semuanya karena Allah.
* Fokus pada yang bermanfaat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
* Menjauhi pikiran sia-sia, keluh kesah, dan pikiran yang melemahkan semangat.
“Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya...” (HR. Bukhari)
2. Emosi: Sabar, Tenang, Tidak Menunda
Kadang kita tahu apa yang harus dilakukan, tapi emosi negatif seperti malas, gelisah, atau takut gagal membuat kita menunda.
Mengelola emosi berarti:
* Bersabar dalam menjalaninya.
* Tidak menunda tugas atau ibadah dengan alasan suasana hati.
* Menjaga ketenangan hati agar tidak gegabah dalam membuat keputusan.
Kadang kita tahu apa yang harus dilakukan, tapi emosi negatif seperti malas, gelisah, atau takut gagal membuat kita menunda.
Mengelola emosi berarti:
* Bersabar dalam menjalaninya.
* Tidak menunda tugas atau ibadah dengan alasan suasana hati.
* Menjaga ketenangan hati agar tidak gegabah dalam membuat keputusan.
3. Kebiasaan: Membangun Amal Rutin
Dalam Islam, amal yang sedikit tapi konsisten (istiqamah) lebih dicintai Allah daripada yang besar namun terputus-putus.
Mengelola kebiasaan berarti:
* Bangun pagi, shalat tepat waktu, dzikir harian, dan agenda teratur.
* Menghindari kebiasaan buruk seperti begadang tanpa manfaat atau sibuk dengan media sosial berlebihan.
Dalam Islam, amal yang sedikit tapi konsisten (istiqamah) lebih dicintai Allah daripada yang besar namun terputus-putus.
Mengelola kebiasaan berarti:
* Bangun pagi, shalat tepat waktu, dzikir harian, dan agenda teratur.
* Menghindari kebiasaan buruk seperti begadang tanpa manfaat atau sibuk dengan media sosial berlebihan.
“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang paling terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari-Muslim)
4. Kemauan: Disiplin dan Amanah
Manajemen diri artinya memegang amanah waktu dengan tanggung jawab. Orang yang menyia-nyiakan waktu sejatinya sedang menyia-nyiakan amanah Allah.
Mengelola kemauan berarti:
* Berusaha menepati janji, jadwal, dan tanggung jawab.
* Melatih diri untuk taat dan patuh, meskipun tanpa pengawasan manusia.
* Tidak menunda amal shalih ketika waktu tersedia.
Manajemen diri artinya memegang amanah waktu dengan tanggung jawab. Orang yang menyia-nyiakan waktu sejatinya sedang menyia-nyiakan amanah Allah.
Mengelola kemauan berarti:
* Berusaha menepati janji, jadwal, dan tanggung jawab.
* Melatih diri untuk taat dan patuh, meskipun tanpa pengawasan manusia.
* Tidak menunda amal shalih ketika waktu tersedia.
5. Energi: Menjaga Kesehatan sebagai Ibadah
Kesehatan adalah modal untuk beribadah dan berkarya. Rasulullah ﷺ bersabda:
Kesehatan adalah modal untuk beribadah dan berkarya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada dua nikmat yang sering dilalaikan oleh banyak manusia: nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Mengelola energi berarti:
Tidur cukup, makan halal dan bergizi, serta bergerak aktif.
Tidak menghabiskan tenaga untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Tidak menghabiskan tenaga untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
6. Tujuan: Hidup untuk Allah, Bukan Sekadar Sibuk
Manusia bisa sangat sibuk, tapi tidak semua kesibukan bermakna. Orang beriman menyadari bahwa setiap aktivitas adalah jalan menuju ridha Allah.
Mengelola tujuan berarti:
* Menyelaraskan aktivitas dengan peran sebagai hamba dan khalifah di bumi.
* Menanyakan setiap hari: “Apakah ini membuatku lebih dekat kepada Allah?”
* Menjadikan waktu sarana untuk memperbanyak amal sebelum ajal tiba.
Manusia bisa sangat sibuk, tapi tidak semua kesibukan bermakna. Orang beriman menyadari bahwa setiap aktivitas adalah jalan menuju ridha Allah.
Mengelola tujuan berarti:
* Menyelaraskan aktivitas dengan peran sebagai hamba dan khalifah di bumi.
* Menanyakan setiap hari: “Apakah ini membuatku lebih dekat kepada Allah?”
* Menjadikan waktu sarana untuk memperbanyak amal sebelum ajal tiba.
Waktu Adalah Amanah, Diri Adalah Kunci
“Waktu bukan untuk dikejar, tapi untuk diisi dengan makna. Dan makna itu hadir bila kita mengelola diri dalam kesadaran kepada Allah.”
Mengelola diri bukan sekadar agar lebih produktif, tapi agar hidup lebih bernilai ibadah. Maka sebelum membuka agenda harian, mari bertanya kepada diri:
menjadi penting saat ini adalah untuk terus belajar mencari ilmu agar tidak tertinggal lagi atas ilmu yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan tugas kita. Bukankah mengatur diri adalah mempersiapkan kemampuan yang berdasarkan ilmu agar bisa mengatur diri dengan baik
Mengatur diri bukan sekadar niat atau kemauan, tapi perlu disertai dengan ilmu dan kemampuan yang tepat agar hasilnya benar-benar efektif.
Mengatur diri (self-management) adalah proses sadar dalam mengendalikan pikiran, perasaan, kebiasaan, dan tindakan agar sejalan dengan tujuan hidup. Tapi untuk bisa mengatur diri dengan benar dan konsisten, seseorang perlu mempersiapkan kemampuan tertentu yang didasarkan pada ilmu dan pemahaman yang benar.
Jadi, mengatur diri itu membutuhkan:
1. Ilmu yang Benar
@ Tentang prioritas (mana yang wajib, sunnah, penting, dan sia-sia).
@ Tentang tujuan hidup menurut agama dan akal sehat.
@ Tentang strategi manajemen diri seperti membuat jadwal, teknik fokus, mengatasi penundaan, dll.
Tanpa ilmu, kita mudah terjebak dalam kesibukan yang tidak berdampak, atau bahkan menyia-nyiakan waktu untuk hal yang kelihatan penting padahal sebenarnya tidak.
“Apakah hari ini aku telah menggunakan waktuku sebagai bentuk syukur dan tanggung jawab kepada Allah?”
Mengatur diri bukan sekadar niat atau kemauan, tapi perlu disertai dengan ilmu dan kemampuan yang tepat agar hasilnya benar-benar efektif.
Mengatur diri (self-management) adalah proses sadar dalam mengendalikan pikiran, perasaan, kebiasaan, dan tindakan agar sejalan dengan tujuan hidup. Tapi untuk bisa mengatur diri dengan benar dan konsisten, seseorang perlu mempersiapkan kemampuan tertentu yang didasarkan pada ilmu dan pemahaman yang benar.
Jadi, mengatur diri itu membutuhkan:
1. Ilmu yang Benar
@ Tentang prioritas (mana yang wajib, sunnah, penting, dan sia-sia).
@ Tentang tujuan hidup menurut agama dan akal sehat.
@ Tentang strategi manajemen diri seperti membuat jadwal, teknik fokus, mengatasi penundaan, dll.
Tanpa ilmu, kita mudah terjebak dalam kesibukan yang tidak berdampak, atau bahkan menyia-nyiakan waktu untuk hal yang kelihatan penting padahal sebenarnya tidak.
2. Kemampuan Praktis (Skills)
@ Mengatur waktu dengan teknik yang sesuai (contoh: time-blocking, to-do list, skala prioritas).
@ Berpikir jernih dan kritis dalam mengambil keputusan.
@ Melatih konsistensi dan disiplin meski tanpa pengawasan.
@ Kemampuan mengelola emosi, agar tetap tenang dan rasional saat menghadapi tekanan.
3. Kesadaran Diri (Self-awareness)
@ Menyadari kebiasaan buruk diri dan memperbaikinya.
@ Mengetahui batas kemampuan dan kapasitas waktu.
@ Mampu mengevaluasi diri: sudahkah hari ini digunakan dengan baik?
@ Menyadari kebiasaan buruk diri dan memperbaikinya.
@ Mengetahui batas kemampuan dan kapasitas waktu.
@ Mampu mengevaluasi diri: sudahkah hari ini digunakan dengan baik?
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan sebagai berikut :
Mengatur diri = Ilmu + Keterampilan + Kesadaran
Maka benar jika dikatakan:
“Mengatur diri membutuhkan persiapan kemampuan yang didasarkan pada ilmu.”
Tanpa ilmu, kita hanya “mengira-ngira”. Tapi dengan ilmu dan latihan, manajemen diri bisa menjadi kekuatan utama dalam meraih keberhasilan — baik dunia maupun akhirat.
Berikut contoh percakapan dalam suasana kantor yang menggambarkan pemahaman bahwa mengatur diri itu membutuhkan ilmu dan kemampuan, bukan hanya kemauan:
Judul: “Ngatur Diri Nggak Cukup Cuma Niat”
Tokoh:
Bujang – Supervisor yang bijak
Myra – Karyawan muda, semangat tapi sering keteteran
Mamat – Rekan kerja, cukup disiplin dan teratur
[Pagi hari di ruang istirahat kantor, Myra tampak lelah sambil menyeruput kopi. Mamat datang membawa laptop.]
Mamat : Rani, semalam lembur lagi ya? Kelihatan banget kamu capek.
Myra : Iya, aku nyusun laporan yang sebenarnya bisa selesai kemarin, tapi keburu ada revisi dari klien. Kayaknya aku tuh… kurang bisa ngatur waktu deh.
Mamat : (tersenyum) Ngatur waktu itu memang nggak semudah kelihatannya. Tapi kamu sebenarnya sudah cukup niat, tinggal cara dan kebiasaannya yang perlu dilatih.
[Bujang masuk dan mendengar percakapan mereka.]
Bujang : Nah, saya setuju sama Mamat. Banyak orang berpikir ngatur waktu itu soal niat dan semangat aja. Padahal, itu soal kemampuan juga.
Myra : Maksudnya kemampuan seperti apa, Pak?
Bujang: Kemampuan ngatur diri. Termasuk ngerti cara bikin skala prioritas, tahu kapan harus bilang “tidak”, bisa atur energi, dan tentu... tahu ilmunya. Misalnya: kamu tahu teknik time blocking, atau Eisenhower Matrix?
Myra : Hmm... belum pernah dengar sih, Pak.
Bujang : Nah, itu contohnya. Mengatur diri itu bukan sekadar niat bangun pagi dan bilang “aku harus semangat”, tapi juga belajar cara kerja yang efisien, sadar kapasitas diri, dan tahu alat bantu yang tepat.
Mamat : Dulu saya juga begitu, Mbak. Tapi setelah belajar sedikit tentang manajemen waktu dan cara kerja fokus, alhamdulillah lebih terarah.
Myra : Iya juga, ya. Selama ini aku pikir aku tuh nggak disiplin aja. Tapi ternyata, aku juga kurang tahu caranya.
Bujang : Betul. Disiplin itu bisa dilatih, asal tahu ilmunya. Di kantor ini, kamu boleh minta waktu coaching sama saya atau cari referensi buat bantu manajemen diri. Nanti saya bantu arahkan.
Myra : Wah, terima kasih banget, Pak. Kayaknya ini yang selama ini aku butuhin.
Bujang : Sama-sama. Ingat, waktu itu tetap — yang harus berubah itu diri kita. Dan perubahan diri butuh ilmu, latihan, dan niat baik.
Menarik untuk menyimak perpcakapan di atas, ada saja yang terjadi setiap dalam pekerjaan kita. Bahkan kita sendiri yang belum maksimal dalam mengatur diri sehingga waktu kita efisien dan efektif.
Ada beberapa pertanyaan yang mesti kita temukan jawabannya agar kita mampu mengendalikan atau mengatur diri.
1. Mengelola waktu bukan sekadar soal jadwal, tapi tentang mengelola diri dengan ilmu, kesadaran, dan kemampuan praktis
Berikut Ilustrasi Kasus (Percakapan Ringan)
Myra: Aku udah coba semangat, bikin to-do list, bangun pagi... tapi kok waktuku tetap berantakan.
Bujang: Semangat tanpa strategi itu kayak naik sepeda tapi bannya kempes, Myra.
Mamat: Ngatur diri itu bukan cuma soal niat, tapi soal kemampuan yang berdasarkan ilmu. Kalau kamu tahu ilmunya, insyaAllah bisa lebih ringan jalannya.
Bujang: Ibaratnya masak. Punya niat bikin rendang bagus, tapi kalau nggak tahu resep dan tekniknya… ya bisa-bisa malah gosong.
Myra: Jadi langkah pertama aku harus belajar dulu ya?
Mamat: Betul. Jangan cuma sibuk, tapi pastikan sibukmu bermakna.
Pertanyaannya :
Myra: Aku udah coba semangat, bikin to-do list, bangun pagi... tapi kok waktuku tetap berantakan.
Bujang: Semangat tanpa strategi itu kayak naik sepeda tapi bannya kempes, Myra.
Mamat: Ngatur diri itu bukan cuma soal niat, tapi soal kemampuan yang berdasarkan ilmu. Kalau kamu tahu ilmunya, insyaAllah bisa lebih ringan jalannya.
Bujang: Ibaratnya masak. Punya niat bikin rendang bagus, tapi kalau nggak tahu resep dan tekniknya… ya bisa-bisa malah gosong.
Myra: Jadi langkah pertama aku harus belajar dulu ya?
Mamat: Betul. Jangan cuma sibuk, tapi pastikan sibukmu bermakna.
Pertanyaannya :
a. Menurut Anda, apa yang paling sulit dalam mengatur diri untuk memanfaatkan waktu secara efektif?
b. Apa contoh nyata dari ‘semangat tanpa strategi’ yang pernah Anda alami atau lihat di kantor?
c. Mengapa penting bagi kita untuk belajar ilmu manajemen diri, bukan hanya mengandalkan niat baik?
d. Apa saja kemampuan yang menurut Anda perlu dimiliki agar bisa mengelola waktu dengan baik?
e. Bagaimana caranya kita bisa mulai membangun kebiasaan dan kemampuan itu secara bertahap di lingkungan kerja?
b. Apa contoh nyata dari ‘semangat tanpa strategi’ yang pernah Anda alami atau lihat di kantor?
c. Mengapa penting bagi kita untuk belajar ilmu manajemen diri, bukan hanya mengandalkan niat baik?
d. Apa saja kemampuan yang menurut Anda perlu dimiliki agar bisa mengelola waktu dengan baik?
e. Bagaimana caranya kita bisa mulai membangun kebiasaan dan kemampuan itu secara bertahap di lingkungan kerja?
Waktu tidak bisa ditambah, yang bisa diubah adalah cara kita mengelola diri.
Semangat tanpa ilmu bisa membuat kita lelah tanpa hasil.
Disiplin, kebiasaan baik, dan strategi yang tepat harus dilatih — bukan ditunggu datangnya.
Mengatur diri adalah bentuk tanggung jawab atas amanah waktu yang diberikan oleh Allah.
Setelah menemukan jawaban atas pertanyaan di atas, Tulislah satu kebiasaan buruk terkait waktu yang ingin diubah.
Disiplin, kebiasaan baik, dan strategi yang tepat harus dilatih — bukan ditunggu datangnya.
Mengatur diri adalah bentuk tanggung jawab atas amanah waktu yang diberikan oleh Allah.
Setelah menemukan jawaban atas pertanyaan di atas, Tulislah satu kebiasaan buruk terkait waktu yang ingin diubah.
..................
Faktanyal, banyak orang tidak mau mengembangkan kemampuan dengan menambah ilmunya. Alasannya selalu tidak ada waktu, Lalu pertanyaannya, Apakah mereka yang tak berkemampuan bisa mengelola diri untuk menunjang manajemen waktu?
Jawabannya: masih Bisa, asal diberikan bimbingan dan kesadaran secara bertahap. Siapa yang bertanggung jawab atas ini adalah atasannya dan diri sendiri yang mengambil inisiatif.
Tapi mari kita bedah lebih jujur dan menyeluruh:
1. Apa yang Dimaksud "Tak Berkemampuan"?
Kalau yang dimaksud adalah:
a. Tidak punya latar belakang pendidikan tinggi
b. Tidak terbiasa mengatur waktu
c. Lingkungan tidak mendukung
d. Kurang wawasan tentang cara mengelola diri
Bukan berarti mereka tidak mampu, melainkan belum diberi bekal dan pembiasaan yang tepat. Kemampuan bisa dibentuk — asal ada niat, pembinaan, dan contoh yang baik.
“Tidak semua orang langsung bisa, tapi semua orang bisa belajar.”
2. Manajemen Diri Itu Bisa Dipelajari oleh Siapa Saja
Mengelola diri tidak harus dimulai dengan kecanggihan — justru dimulai dari:
Kesadaran sederhana:
"Waktu saya terbatas, jadi harus digunakan sebaik-baiknya."
Kebiasaan kecil: datang tepat waktu, membuat catatan tugas harian, menghindari menunda.
Contoh:
Banyak orang tua di desa yang tidak sekolah tinggi, tapi waktu Subuh sudah bangun, bekerja, pulang tepat waktu, dan hidupnya teratur. Itu pun bentuk manajemen diri.
3. Tugas Pemimpin dan Lingkungan: Mendidik, Bukan Menghakimi
Jika ada karyawan atau anggota tim yang belum terampil mengatur diri dan waktu, bukan berarti mereka “tidak bisa berubah.” Mungkin mereka:
a. Belum tahu caranya
b. Tidak pernah diberi contoh
c. Tidak pernah diberi kesempatan belajar
Jangan langsung menuntut disiplin tinggi dari orang yang belum pernah diajarkan mengelola waktu.
4. Kesimpulan:
Semua orang pada dasarnya bisa mengelola diri untuk menunjang manajemen waktu, asalkan:
a. Ada niat dari dalam diri (yang bisa dibangun dengan motivasi spiritual & tujuan hidup)
b. Ada ilmu yang ditanamkan secara sederhana
c. Ada lingkungan yang membimbing dan memberi contoh
jika orang itu tidak berilmu, bagaimana ? Maka yang menjadi kuncinya adalah dirinya sendiri'. Diri sendiri harus sadar dengan keadaannya dan berkomitmen untuk bisa berilmu dengan berbagai cara. Yang terpenting adalah lakukan atau praktekkan apa yang sudah diperoleh dari ilmu.
1. Manusia Diciptakan untuk Belajar
Setiap manusia lahir dalam keadaan tidak tahu apa-apa, sebagaimana firman Allah:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, lalu Dia memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur."
(QS. An-Nahl: 78)
Ini menunjukkan bahwa keterbatasan ilmu bukan penghalang, melainkan titik awal. Orang yang tidak berilmu hari ini, bisa berubah bila diberi akses belajar yang sesuai kapasitasnya.
2. Mengelola Diri Tidak Harus Dimulai dari Ilmu Tinggi
Ilmu manajemen waktu dan manajemen diri bukan berarti harus tahu teori psikologi atau strategi korporat. Tapi bisa dimulai dari nilai-nilai dasar, seperti:
a. Menepati janji = waktu shalat tepat
b. Tidak menunda = segera menyelesaikan pekerjaan harian
c. Bertanggung jawab = menyelesaikan tugas sesuai amanah
Bahkan orang yang tidak bisa baca-tulis bisa:
* Bangun pagi karena sudah terbiasa
* Datang kerja tepat waktu karena merasa itu tanggung jawab
* Mengerjakan tugas karena paham bahwa itu kewajiban
Ini semua bentuk manajemen diri — berdasarkan nilai, bukan teori.
3. Yang Dibutuhkan: Pembiasaan, Bukan Ceramah Berat
Orang yang belum berilmu tetap bisa berkembang jika:
a. Diberi contoh nyata (pemimpin yang disiplin dan sabar)
b. Dibimbing dengan bahasa sederhana
c. Diberi lingkungan yang mendorong praktik langsung
Contoh:
* Dibiasakan menyusun rencana harian meskipun dengan gambar/simbol
* Diajari mengenal waktu lewat jam analog
* Diberi peran kecil tapi konsisten untuk membangun rasa tanggung jawab
Orang yang tidak berilmu bisa menjadi teratur dan bertanggung jawab — jika pembinaannya tidak menghakimi, tapi mendidik.
Ilmu adalah syarat, tapi bukan rintangan.
Jika belum ada ilmu, maka tugas lingkungan dan pemimpin adalah menghadirkan ilmu itu secara bertahap dan ramah.
Orang yang tidak berilmu bisa mengelola diri, asal diarahkan, dilatih, dan diberi makna atas tindakannya.
Rasulullah ﷺ tidak langsung memberi beban berat kepada sahabat-sahabat awal. Beliau membangun iman, memberi contoh, dan menanamkan nilai satu per satu — sampai orang-orang yang tadinya tidak berilmu menjadi pemimpin dunia.
Mari kita renungkan hal berikut ini ;
Kalau Aku Tak Berilmu, Masih Mungkinkah Mengatur Diri?
Pertanyaan ini mungkin terlintas di benak sebagian orang:
“Saya bukan orang berpendidikan tinggi. Saya tidak paham teknik manajemen waktu. Saya bingung harus mulai dari mana... Lalu, apakah saya bisa mengelola diri saya?”
Jawaban jujurnya adalah: bisa. Sangat bisa.
Karena sejatinya, kemampuan mengatur diri tidak hanya berasal dari teori, tapi dari kesadaran, pembiasaan, dan nilai-nilai hidup yang ditanamkan.
Islam Mengajarkan: Semua Manusia Memulai dari Ketidaktahuan
Allah berfirman:
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, lalu Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.”
(QS. An-Nahl: 78)
Setiap manusia, secerdas apa pun hari ini, dulunya tidak tahu apa-apa. Maka kekurangan ilmu bukanlah akhir — itu adalah awal. Allah memberi potensi belajar kepada semua hamba-Nya.
Yang Diperlukan Adalah Arah, Bukan Gelar
Mengatur diri bukan soal punya gelar tinggi atau bisa menyusun strategi ala perusahaan besar. Tapi soalnya adalah :
Melatih menepati janji, seperti shalat di awal waktu.
Menyelesaikan pekerjaan meski kecil, karena merasa itu amanah.
Tidak menunda, karena tahu waktu hidup terbatas.
Bahkan seorang petani yang tak bisa baca-tulis pun bisa bangun sebelum Subuh, bekerja teratur, dan menepati janji kepada orang lain. Itu pun bentuk dari manajemen diri.
Yang tahu, ya Membimbing, Bukan Menghakimi
Jika seseorang belum terampil mengelola diri, bisa jadi karena:
a. Ia belum pernah diajarkan secara langsung
b. Ia tidak dibiasakan dari kecil
c Atau ia belum punya lingkungan yang memberi contoh baik
Maka peran pemimpin, keluarga, atau rekan kerja adalah:
* Menghadirkan ilmu secara sederhana
* Membimbing lewat teladan dan pembiasaan
Memberi ruang untuk bertumbuh tanpa tekanan
Renungan Pribadi
“Saya mungkin belum tahu caranya, tapi saya bisa belajar.”
“Saya mungkin bukan orang yang pintar teori, tapi saya bisa jadi orang yang bertanggung jawab.”
“Allah menilai usaha saya — bukan seberapa canggih teori saya, tapi seberapa sungguh-sungguh saya ingin berubah.”
Pahami diri bahwa Semua orang bisa mengatur diri, asalkan diberi ilmu, contoh, dan kesempatan.
Tidak tahu bukan aib — asal mau belajar dan memperbaiki diri.
Jika belum tahu caranya, mulailah dari hal kecil yang bisa kamu jaga hari ini: satu janji yang ditepati, satu tugas yang tidak ditunda, satu waktu yang kamu jaga dengan niat baik.
Berikut ini yang perlu dipelajari dalam belajar untuk bisa mengatur waktu adalah mengelola waktu memang harus diikuti oleh ilmu yang benar tentang setiap bagian waktunya.
Mengapa?
Karena mengatur waktu tanpa memahami nilai dan manfaat dari waktu itu sendiri akan membuat seseorang:
1. Mengatur secara mekanis, tapi tidak bermakna
2. Mengisi waktu tanpa arah yang jelas
3. Kehilangan motivasi untuk konsisten
Contoh: Mengelola Waktu Pagi
Jika seseorang hanya diberi jadwal:
“Bangun jam 4:30 pagi, lalu mulai aktivitas pukul 5:00.”
Tanpa tahu mengapa itu penting, maka lama-lama dia akan:
* Merasa terpaksa
* Kembali bangun siang
* Menyia-nyiakan waktu paginya
Tapi jika dia tahu ilmunya:
Pagi adalah waktu yang diberkahi oleh Allah (barakah) – HR. Tirmidzi
* Otak bekerja paling jernih di pagi hari
* Bangun pagi menumbuhkan kedisiplinan dan ketenangan
* Banyak tokoh sukses (termasuk ulama dan pemimpin) memulai hari lebih awal
* Shalat Subuh di awal waktu = bentuk kesadaran dan syukur
… maka ia akan lebih mudah menjaga kebiasaan itu dengan hati, bukan sekadar patuh jadwal.
Dari contoh di atas, bahwa Manajemen waktu yang efektif harus dibarengi dengan pemahaman yang benar tentang fungsi dan nilai setiap bagian waktu.
Insya Allah kita dapat mengambil hikmah dari tema manajemen waktu dengan benar. Tidak ada yang tidak bisa, asal kita selalu mengambil inisiatif untuk terus memulai dan mempertahankan belajar ilmunya. Semua ini untuk meningkatkan pemberdayaan diri yang didorong oleh motivasi diri yang islami. Niat dan kesungguhan menunjukkan minat dan komitmen kita untuk efektif dan efisien dalam mengatur waktu.
Sahabatmu
Munir Hasan Basri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar