Salam sejahtera dan bahagia semuanya. Insya Allah hari ini selalu dapat membuka hati agar dapat melihat segala sesuatu dengan kacamata Allah.
Apapun yang terjadi atau apa yang kita hadapi dalam hidup ini adalah "Ujian" dari Allah. Saat pikiran dan hati merasakan sesuatu yang nikmat, artinya kita merasakan kebaikan dari Allah. Jangan bersenang dulu, karena nikmat ini adalah ujian, untuk menguji apakah kita bersyukur atau kufur ? Apakah kita menjadi yang bersyukur dengan mengalirkan kebaikan dari Allah itu kepada orang atau sesuatu yang tepat. Disisi lain, ada orang yang menyia-nyiakan nikmat tersebut dengan tindakan tidak baik, misalkan dihambur-hamburkan atau disia-siakan. Tetapi kita merasakan sesuatu itu sebagian "penderitaan" atau kesusahan hidup yang kita namai hal itu dengan musibah (lawannya dari nikmat). Sama halnya ini juga ujian untuk menguji kita bersyukur atau kufur. Beberapa orang cenderung kufur, dengan tidak menerima keadaan itu dengan ikhlas. kalau tidak menerimanya, maka kita berpikir yang lain yaitu berpikir meminta yang baiknya (tanpa mendalami "musibah" itu). Padahal musibah mengajak kita mendalami persoalan yang terjadi sehingga menemukan yang sebenarnya apa yang terjadi. Hal ini terjadi bila kita menerima dengan ikhlas, hati membimbing untuk berpikir akal sehat. Setelah itu akal sehat itu menemukan masalah dan solusinya.Dari sini kita dapat mengambil hikmah yang kita katakan sebagai musibah menjadi nikmat dengan naik level dengan solusi tersebut. Inilah ujiannya.
Dari ujian di atas, ternyata dimata Allah tidak ada kategori nikmat atau musibah. Kedua hal ini memiliki nilai untuk manusia, karena kita memiliki persepsi. Berkecukupan atau berkekurangan hanya dilihat dari mata manusia, bagi Allah hal itu tidak berpengaruh apapun terhadap kemuliaan dan kekuatan Allah. Bagi kita ? Allah jadikan ujian untuk mengukur tindakan yang dilakukan sebagai amal saleh. Tindakan baik berarti bersyukur atau sebaliknya tindakan tidak baik adalah kufur. Perhatikan syukur atau kufur ... yang berbeda adalah tindakannya. Tindakan baik itu (syukur) didasarkan kepada hati, dan sebaliknya tindakan tidak baik itu (kufur) didominasi oleh nafsu tanpa pengetahuan. Contoh, saat seseorang memiliki pendapatan atas hasil kerjanya. Nikmat atau musibah ?
1. Ada yang merasa berlebih atau bersyukur banget diberikan rezeki dari Allah, kok bisa ? karena kacamata yang digunakannya adalah hati. Maka dia memanfaatkan pendapatannya (rezekinya) dengan benar dan mengutamakan yang penting dan didasari petunjuk Allah. Selanjutnya
2. Ada yang berpikir pendapatannya tidak cukup. Biasanya orang ini menggunakan akal pikirannya atau logika. Terus apa yang terjadi ? Orang ini selalu fokus kepada kekurangan dan pasti berusaha untuk mencari solusi agar tidak kekurangan. Salah satu yang dikerjakan adalah bekerja lagi dengan bekerja keras lagi, menghabiskan banyak tenaga dan waktu untuk bekerja yang mendapatkan pendapatan lebih. Sepanjang kerja ternyata hasilnya tidak begitu proporsional dengan apa yang diinginkan. Tanpa dirasakannya, orang ini merasakan dampaknya berupa "sakit" karena lelah dan capek, waktu terbatas dengan keluarga sehingga meniadakan potensi kebahagiaannya, dan menjadi sangat emosional terhadap apapun (gampang marah dan tersinggung). Yang paling dirasakan adalah telah melalaikan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Tidak dapat memaknai hidup dengan baik
3. Bisa jadi ada yang merasa kecewa dengan pendapatannya, hal ini disebabkan karena dominasi nafsu (emosional). Tidak sekedar kecewa saja, tapi sering dilanjutkan dengan "marah" atau curhat kepada orang lain,"Saya sudah bekerja baik tapi hasilnya tidak sesuai. Ini tidak adil dan sebagainya". Apa yang terjadi selanjutnya ? Akal sehat tidak berfungsi baik sehingga kecenderungan berpikir dengan tindakan emosional. Tindakan seperti ini adalah tindakan tidak baik, selalu mencari jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Tindakannya selalu terukur dengan hasil, yang membawa seseorang kepada cara licik atau hanya mengandalkan tindakan yang ada uangnya aja (kalau tidak ada hasilnya malas dikerjakan). Apalagi pekerjaan itu sangat tidak nyaman dilakukan, maka pasti ditinggalkan atau dikerjakan tapi dengan terpaksa. Hari-hari dilewati dengan mengeluh dan curhat, sekalinya sadar ... berusaha untuk ibadah dan doa agar Allah membalas dengan mengabulkannya doanya. Tapi hanya menunggu dan hasilnya tidak menambah ketidakpercayaan kepada Allah. Dalam hati,"Sudah ibadah dan berdoa serta bekerja "seadanya", tapi kok Allah tidak mengabulkan doa saya ?" Ada beberapa menjadi malas beribadah (misalkan salat seadanya" atau malas bersedekah) yang membuat semakin lemah iman. Apa iya dengan iman yang rendah ini Allah ingin mengabulkan doanya ? Allah itu membalas sesuai dengan apa yang dikerjakan hambaNya.
Mari kita berpikir dari 3 sikap dan respon dari melihat apa yang diterima sebagai pendapatan mereka. Mana dari ketiga itu yang saya bilang bisa memaknai hidup ? Nomer 3 adalah yang paling tidak memaknai hidup dan nomer 2 agak lebih baik tapi tidak juga dapat memaknai hidup sehingga tidak mampu menikmati hidup. Setuju nggak kalau kita memilih nomer 1 adalah orang yang mampu menikmati hidup atau memaknai hidup. Mengapa ? karena bersyukur. Mengapa dilakukannya dengan bersyukur ? Bersyukur itu adalah tindakan baik, artinya orang ini melihat pendapatan sebagai ujian dari Allah. Apa yang terjadi pada orang ini ? Dia berprasangka baik kepada Allah. Pendapatan yang diterima itu adalah sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Untuk itu dia memanfaatkannya dengan benar dan yang pasti bekerjanya menjadi lebih baik (produktif). Dia membaca petuntuk Allah, "mereka yang bersyukur dengan nikmat Allah, maka Allah tambahkan nikmatNya. tapi sebaliknya jika tidak bersyukur (kufur) seperti nomer 2 dan 3, maka Allah mengisyaratkan tunggu azabNya (salah satu azab Allah itu adalah tidak diberi petunjuk atau kesusahan yang tidak dapat memaknai hidup)
Lalu apa hikmahnya ? Semua yang dilakukan oleh nomer 1, dengan bersyukur itu adalah mengfungsikan hatinya. Kacamatanya adalah hati, bukan sekedar logika dan nafsu saja yang dominan. Hati yang terbuka dengan memahami kebenaran dari Allah, membuat suasana hati tenang. Bukankah hati yang tenang membuat akal sehat bisa berpikir cemerlang. Bisakah orang berpikir akal sehat saat gelisah dan ketakutan ??? Nggak dong. kegelisahan itu mendorong nafsu menjadi dominan. Tapi dengan hati yang tenang, mendorong bisa berpikir akal sehat dan memberi perasaan senang (emosional positif).
Paham dong sekarang ? Iya. Itu semua adalah pengetahuan yang menguatkan keyakinan kita. Tapi apa iya bisa langsung seperti nomer 1. Ujian itu bukan saja pendapatan, tapi
1. Bagaimana kita menyikapi kalau ada yang marah kepada kita ?
2. Bagaimana kita menyikapi saat sakit ?
3. Bagaimana kita menyikapi rong-rongan dari keluarga yang meminta "uang" untuk kebutuhan ?
4. Bagaimana kita menyikapi masalah yang ada dalam pekerjaan ?
dan banyak lagi ... sebanyak waktu yang kita lewati.
Terkadang kita menjadi bisa bersyukur dengan satu hal saja tapi belum konsisten. Bagaimana dengan hal lain ?
Apa yang kita lakukan ? Kembali kepada Allah dengan memberi banyak waktu dalam kesadaran kepada Allah. Hal ini berdampak kepada hati yang terlatih tenang. Inipun harus dilatih dengan berbagai keadaan dan situasi. Oke kita bisa sadar kepada Allah dalam menyikapi pendapatan, bagaimana dengan msalah dalam kerja ??? Tak perlu berpikir licik atau emosional, kita hanya butuh berlatih juga. Berlatihnya kita adalah bukti kesungguhan dalam beramal soleh (bertindak baik). Tidak cukupkah kita berlatih dalam sebulan penuh dalam hidup kita ? Beri motivasi kepada hati dan pikiran, "Bukankah saya mau menikmati hidup dengan memaknai hidup lewat aktivasi hati", dorongan pemahaman dan keyakinan itu semakin kuat. Kalau pun satu bulan tidak cukup, tak perlu risau juga jalani dengan bulan berikutnya hingga 1 tahun. Masak sih kita tidak mahir juga dalam bersyukur (menempatkan hati tersadar kepada Allah) ? Agar terjadi, boleh dong kita berdoa dimampukan.
Penjelasan di atas memberi pemahaman karena kita beriman kepada Allah. Allah telah memberi hati untuk dipergunakan sebagai langkah untuk memahami setelah kita melihat atau mendengar. Tidak lain yang buta itu adalah hati BUKAN mata atau telinga. Tak lengkap dan sempurna iman dan pemahaman kita tanpa mengamalkannya (beramal saleh). semua itu butuh ilmu agar amal saleh kita menjadi nyata seperti yang Allah mau. Ilmu itu mesti selalu didasarkan iman dan diupdate agar mampu mengimbangi ujian yang terus ada dan berkembang.
Alhamdulillah tulisan ini semakin menambah pemahaman dan medorong saya untuk menikmati hidup semakin baik. Hari ini lebih baik dari hari sebelumnya dan hari berikutnya lebih baik dari sekarang. Insya Allah bisa menjadi inspirasi dan syukur-syukur dapat memotivasi diri untuk mempraktekkannya. Ini pemberdayaan diri yang produktif.
Sahabatmu
Munir Hasan Basri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar