Salam bahagia selalu, Insya Allah tak ada waktu yang hilang percuma tanpa melakukan perbaikan diri semakin baik.
Hari ini saya berkisah dan berbagi serta wawasan tentang kebiasaan. Apa itu kebiasaan ? Pasti tahu dong, ini untuk mengingatkankan saja.
Secara Umum, Kebiasaan adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan berulang kali hingga menjadi otomatis tanpa banyak pertimbangan sadar.
Contoh: menyikat gigi sebelum tidur, minum air setelah bangun.
Secara Psikologi, Menurut James Clear (Atomic Habits):
“Kebiasaan adalah perilaku yang diulang secara teratur dan cenderung terjadi secara otomatis sebagai respons terhadap pemicu (trigger).”
Artinya, kebiasaan terbentuk karena pola Pemicu → Perilaku → Hasil (Reward).
Dalam Perspektif Islam, dalam konteks iman, kebiasaan adalah serangkaian amal yang dilakukan terus-menerus hingga menjadi karakter, dan dinilai oleh Allah berdasarkan niatnya.
Dalil:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu (istiqamah), meskipun sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, kebiasaan baik bukan sekadar otomatis, tapi harus disertai kesadaran dan niat lillah.
Saya simpulkan sebagai berikut :
Kebiasaan = perilaku yang diulang terus-menerus sampai menjadi bagian dari diri kita. Dalam iman, kebiasaan baik adalah amal yang dilakukan terus-menerus dengan niat yang benar dan kesadaran kepada Allah.
Berikut obrolan singkat “Kita Adalah Kebiasaan Kita”
[Suasana: Mereka duduk di warung kopi setelah shalat Magrib.]
Myra: (sambil menyeruput teh) Eh, kalian sadar nggak, hidup kita ini sebenarnya dibentuk sama kebiasaan kita sendiri?
Mamat: (heran) Maksudmu gimana, Myra?
Myra: Ya, misalnya kamu rajin olahraga, lama-lama kamu jadi orang yang sehat. Kalau kamu sering telat, ya akhirnya dikenal sebagai orang yang nggak disiplin.
Bujang: (tertawa) Ah, masa sih segitu pengaruhnya? Aku kan ya aku, nggak berubah cuma gara-gara kebiasaan kecil.
Myra: (menatap Bujang) Serius, Jang. Kamu sadar nggak, setiap pagi kamu nge-scroll HP dulu sebelum apa pun?
Bujang: Iya, terus? Itu cuma kebiasaan kecil.
Mamat: (menimpali) Nah itu dia, Jang. Kamu bilang “cuma kebiasaan kecil”, tapi kalau tiap hari begitu, itu jadi pola hidupmu. Dan pola hidupmu itu yang bikin siapa kamu sebenarnya.
Bujang: (garuk kepala) Jadi... maksud kalian, kalau aku malas olahraga, sering telat, dan suka nunda, itu... aku?
Myra: (senyum) Yup. Kebiasaanmu adalah cerminan dirimu. Kamu nggak bisa bilang, “Aku orang disiplin” kalau tiap hari telat.
Bujang: (terdiam, lalu ketawa kecut) Wah, berarti aku ini... kebiasaan jelek semua dong?
Mamat: (ketawa) Belum terlambat, Jang. Kita bisa ganti kebiasaan. Tapi kuncinya harus sadar dulu.
Myra: Betul. Dan kalau kita muslim, kebiasaan kita juga harus mengingatkan kita sama Allah. Jangan cuma otomatis tanpa rasa.
Bujang: (mikir serius) Oke, mulai besok, aku coba ganti kebiasaan. Tapi... pelan-pelan ya.
Myra: Pelan nggak masalah. Yang penting istiqamah.
Apa yang kita bisa jadikan hikmahnya ? Berikut ini hikmahnya :
1. Kebiasaan Membentuk Identitas
Siapa kita hari ini adalah hasil dari kebiasaan kecil yang kita ulang setiap hari.
2. Kebiasaan Kecil Tidak Netral
Tidak ada kebiasaan yang “sekadar kebiasaan kecil”. Ia akan menumpuk dan menjadi karakter kita.
3. Kesadaran Adalah Titik Awal Perubahan
Bujang baru sadar dirinya adalah hasil kebiasaan saat diajak berpikir. Kesadaran adalah langkah pertama untuk berubah.
4. Kebiasaan yang Baik Harus Disertai Kesadaran kepada Allah
Myra mengingatkan bahwa sebagai muslim, bukan hanya soal disiplin, tapi juga soal niat lillah agar amal bernilai di sisi Allah.
5. Perubahan Dimulai dari Langkah Kecil dan Istiqamah
Tidak perlu langsung besar, cukup satu langkah baik yang diulang terus-menerus dengan niat yang benar.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah awal pertama kita melakukan sesuatu, karena kalau diulangi lagi udah jadi kebiasaan. Hati-hati, jangan tidak mempedulikannya. Misalnya melakukan tanpa berpikir panjang, melakukan terburu-buru tanpa melibatkan pikiran kita, melakukan karena cenderung dalam keadaan emosional. Apa yang terjadi selanjutnya ? Kita telah melakukan "yang tidak baik" atau asal saja, yang telah menjadi memori di dalam pikiran kita. Sangat mungkin ini menjadi kebiasaan. Kecuali kita menyadari apa yang kita lakukan itu tidak baik atau salah. Untuk membentuk kebiasaan yang positif, maka kita mesti siap (waspada) dengan selalu berpikir (logika dan hati) sebelum bertindak. Apakah bisa selalu begitu ? 100% pasti tidak bisa, jika selama tidak begitu, maka kita sering-sering evaluasi (muhasabah) agar kita bisa mengoreksi dan memberi wawasan dalam bertindak selanjutnya.
Contoh, sikat gigi sebelum tidur. Mungkin awalnya kita melakukannya karena disuruh orang tua di masa kecil. Dilakukan terus-menerus jadi kebiasaan. Mau tidur memori kita segera menggerakkan kita untuk sikat gigi. Apa yang terjadi kalau kita memiliki ilmu tentang kesehatan gigi dan teladan nabi ? Tentunya ini menambah kebiasaan sikat giginya tidak hanya sebelum tidur, tapi dilakukan sesering mungkin, habis makan dan menjelang salat. Maka kebiasaan sikat giginya menjadi kebiasaan yang bagus. Ada juga yang melakukannya sikat gigi seperti biasa dan menambahkannya dengan sikat siwak. Itulah kebiasaan yang tanpa banyak mikir, dan kebiasaan yang dikuatkan ilmu.
Lalu buat apa kebiasaan itu ? Ada dong manfaatnya. Level terendah adalah kebiasaan itu adalah diri kita, atau siapa kita ? Kok bisa ? Bayangkan sepanjang hari ... adalah aktivitas kebiasaan kita, bangun pagi terlambat, selalu tidak ada persiapan dalam kerja, kerja ya kerja aja tanpa ilmu yang mendukung, apa-apa mengeluh dan curhat. Maka dengan apa yang dilakukan itu adalah siapa kita. Orang mengenal diri kebiasaan seperti itu adalah orang yang berperilaku negatif, tidak disiplin dan sebagainya. Tapi kadang-kadang kita sering melihat, ada orang yang menampilkan hal positif karena situasi dan saat bersama orang lain (atau orang ramai). Ini yang sering disebut pencitraan. Bisa jadi orang ini dikenal baik oleh orang tertentu saja atau kelompok tertentu, tapi sejatinya adalah tidak demikian (kamuflase). Kalau dalam Islam mirip orang yang munafik. Jadi orang baik itu selalu berproses menjadi semakin baik dan sesuai dengan kebiasaannya sehari-hari, di rumah, di masyarakat dan di kantor. Orang seperti ini jarang menunjukkan dirinya dengan lisannya tapi lebih banyak dilihat dari perilakunya.
Membentuk kebiasaan tidak hanya sekedar bersikap dan berperilaku saja, tentu butuh ilmu dan pemahaman nilai agama. Oleh sebab itu beruntunglah orang yang berilmu dan terus belajar. Mengapa ? Orang ini melakukan sesuatu selalu dipikirkan dan dipahami dengan hati sehingga apa yang diperbuat adalah tindakan atau perbuatan yang bermakna. Tapi kalau perbuatan bermakna ini dilakukan lagi dan lagi, bukankah itu juga sama dengan sekedar kebiasaan, tanpa mikir lagi ? Betul dan sangat betul. Maka selain kita berilmu logika dan pemahaman nilai agama, ada perlu kesadaran. Kesadaran apa ? Kesadaran saat mengerjakannya, terutama kesadaran dengan Allah. Maka Kebiasaan yang sudah terbentuk sangat membantu kita "mengingatkan" apa yang seharusnya kita lakukan, sebagai trigger awal. Lalu sadarlah saat melakukannya. Maka kebiasaan itu tetap mempunyai nilai, karena dilakukan dengan sadar. Contoh, saat kita salat dari mengucapkan Allahu akbar sampai salam. Ini adalah salat yang telah menjadi kebiasaan. Tanpa mikir lagi dan memahami setiap gerakan dan bacaan, salatnya seperti gerakan yang sudah hafal dan selesainya cepet. Berbeda saat orang salat tahu dia bersegera salat, lalu dia meniatkan dan melakukannya dengan kesadaran kepada Allah. Maka salatnya memberi makna yang berbeda dalam setiap salatnya. Waktu salatnya menjadi proporsional.
Kebiasaan Otomatis vs Kebiasaan Sadar
Aspek : Contoh Ibadah
Kebiasaan Otomatis (Tanpa Kesadaran) : Shalat sambil memikirkan urusan dunia
Kebiasaan Sadar (Dengan Niat Lillah) : Shalat dengan hadirnya hati dan niat lillah
Aspek : Dzikir
Kebiasaan Otomatis (Tanpa Kesadaran) : Mengucapkan Subhanallah tanpa rasa
Kebiasaan Sadar (Dengan Niat Lillah) : Mengucapkan dengan penghayatan makna. Dibaca dengan rasa syukur kepada Allah
Aspek : Sedekah
Kebiasaan Otomatis (Tanpa Kesadaran) : Transfer otomatis tanpa rasa Memberi dengan niat mencari ridha Allah.Hasilnya, Amal sah tapi kurang bermakna
Kebiasaan Sadar (Dengan Niat Lillah) : Amal bernilai tinggi di sisi Allah
Aspek : Perasaan Kosong
Kebiasaan Otomatis (Tanpa Kesadaran) : hanya rutinitas
Kebiasaan Sadar (Dengan Niat Lillah) : Ada rasa syukur, cinta, dan dekat kepada Allah
Tindakan atau perbuatan yang kita lakukan berulang-ulang tanpa banyak mikir. Kebiasaan sehari-hari adalah fondasi yang membentuk karakter dan identitas kita. Ada sebuah prinsip yang sering dikutip:
“Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Keunggulan bukanlah tindakan, tetapi kebiasaan.” – Aristotle
Artinya, bukan satu tindakan besar yang menentukan siapa kita, tetapi serangkaian tindakan kecil yang kita lakukan secara konsisten setiap hari.
Beberapa poin penting tentang kebiasaan dan pengaruhnya terhadap siapa kita:
Kebiasaan adalah pembentuk karakter.
Setiap kali kita memilih disiplin, jujur, atau sabar, kita sedang menanamkan sifat itu dalam diri kita. Lama-lama, itu menjadi identitas.
Kebiasaan kecil → hasil besar.
Contoh: Membaca 10 menit sehari mungkin terlihat kecil, tapi dalam setahun itu setara dengan membaca puluhan buku.
Lingkaran identitas:
Pikiran → Tindakan → Kebiasaan → Karakter → Takdir.
Apa yang kita pikirkan dan lakukan berulang akan menentukan siapa kita di masa depan.
Kebiasaan baik mendekatkan kita pada tujuan, kebiasaan buruk menjauhkan kita.
Mari kita tidak hanya asal melakukan sesuatu, tapi lakukan dengan pikiran dan hati. Berikut ini adalah langkah yang bisa dilakukan untuk bertindak dan membentuk kebiasaan yang bener dan berkelanjutan. Latihan dari hari ke hariMembentuk kebiasaan baik butuh strategi yang realistis, bukan sekadar niat. Dari perspektif kesadaran kepada Allah, proses ini juga harus berlandaskan iman dan niat lillah agar kuat.
Berikut cara membentuk kebiasaan baik:
✅ 1. Mulai dengan Niat Lillah (Landasan Iman)
Tanyakan: “Mengapa aku ingin membentuk kebiasaan ini? Untuk siapa?” Jawaban yang benar: untuk Allah, bukan sekadar ikut tren atau karena orang lain.
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)
✅ 2. Pilih Kebiasaan Kecil, Jelas, dan Spesifik
Jangan mulai dengan yang besar, karena sulit konsisten.
Contoh: ❌ “Aku ingin rajin baca Qur’an setiap hari.”
“Aku ingin baca 1 halaman Qur’an setelah Subuh setiap hari.”
✅ 3. Gunakan Pola Trigger → Action → Reward
Trigger: Hubungkan kebiasaan baru dengan aktivitas yang sudah ada (habit stacking).
Contoh: Setelah shalat Subuh → baca 1 halaman Qur’an.
Action: Lakukan kebiasaan itu segera setelah trigger.
Reward: Beri rasa puas (hamdalah, checklist, atau self-reward).
✅ 4. Gunakan Lingkungan untuk mendukung, apa yang kita lakukan. Lingkungan membentuk kebiasaan.
Tips:
Simpan mushaf dekat sajadah → memudahkan tilawah.
Cari teman saling mengingatkan → peer pressure positif.
✅ 5. Awali dengan 2 Menit (Teknik Atomic Habit Islami)
Jangan tunggu mood. Lakukan meski hanya sebentar.
Contoh: Dzikir minimal 1 menit setelah shalat → lama-lama tambah.
✅ 6. Fokus pada Konsistensi, Bukan Kuantitas
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
✅ 7. Evaluasi dan Perkuat Niat Setiap Hari
Sebelum tidur, tanya: “Hari ini sudah aku lakukan untuk Allah?”
Jika terlewat, jangan putus asa → taubat dan ulangi.
Contoh Praktis:
Target kebiasaan: Tilawah setiap hari
Trigger: Setelah shalat Subuh.
Action: Baca 1 halaman Qur’an.
Reward: Ucapkan hamdalah, tandai checklist.
Tantangan: Lupa → solusi: tempel sticky note di mushaf: “Sudahkah kamu baca hari ini?”
Insya Allah tulisan ini mampu membuat kita sadar tentang kebiasaan, yang selama ini tidak mengambil perhatian kita. Kita menganggapnya biasa saja. Akhirnya kita terbentuk menjadi apa yang tidak kita perhatikan itu. Inilah motivasi Islam dan motvasi diri yang dapat memampu kita untuk memberdayakan diri menjadi semakin baik.
Sahabatmu
Munir Hasan Basri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar