Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kamis, Juli 25, 2024

Kuasai pikiran menjadi semakin baik

 Selamat siang semuanya, Insya Allah selalu dalam keberkahanNya.

Sewaktu saya memulai training daya kritis, saya mengaitkan informasi yang saya dapatkan yaitu "Pikiran menguasai manusia". Kok bisa ? Bukankah saya yang memiliki pikiran, pastilah saya menguasai pikiran saya. Tapi ternyata tidak begitu. Disini saya mulai mengaitkan training daya kritis saya dengan "Pikiran Menguasai saya". Idenya apa iya begitu ? Mulai hadir daya kritis dengan bertanya. Lalu saya beranikan untuk menyelami dan mengalami dengan "Pikiran menguasai saya". Ternyata bener ! Lalu saya mencari jawaban atas daya kritis saya, dengan bertanya lagi. Terus mengapa saya mesti kritis terhadap pikiran menguasai saya ? Kalau saya dikuasai pikiran, maka saya tidak bisa menjadi apa-apa yang saya inginkan. Keadaan ini bukan saya, saya menginginkan menjadi lebih baik. Artinya saya mesti menguasai pikiran agar apa yang saya lakukan menjadi nyata (berubah) menjadi lebih baik. Daya kritis saya lalu menemukan solusinya. Begitulah cerita ide muncul training daya kritis. Prosesnya adalah training daya kritis ... sadar masalah - solusi. Sadar bahwa pikiran menguasai saya itu tidak baik dan saya memiliki keinginan, maka mencari solusinya. Memulai daya kritis terhadap diri sendiri menjadi lebih baik dan bisa membangun budaya daya kritis di kantor.



Apa sih yang dimaksud dengan "pikiran menguasai saya" ? Kalau pikiran menguasai saya artinya pikiran saya sudah ada isinya. Apa isinya ? semua yang masuk ke dalam pikiran saya, baik yang saya lihat, apa yang saya baca, apa yang saya dengar, apa yang saya lakukan ... apapun yang disengaja atau tidak masuk ke dalam memori. Memori ini tersimpan di pikiran bawah sadar, dan muncul saat ingin melakukan sesuatu atau merespon sesuatu. Bayangkan saat saya merasa dingin, maka memori yang ada dalam pikiran yaitu menggerakkan tubuh dan bilang "dingin". Saat saya dipanggil nama, maka memori langsung mengakses respon yang ada, misalkan "menoleh" atau langsung menjawab "iya, saya". Semua memori itu yang bisa menguasai diri saya kalau saya tidak mau menggantinya dengan sikap dan tindakan lain yang saya inginkan. kalau saya tidak mampu menggantikan sikap dan tindakan dari memori yang ada, maka saya melakukannya "otomatis". Inilah saya yang dikenal sebagai rutinitas saya, saya sebut saja M1 (memori 1 atau awal). Misalkan saat bangun tidur , ada kebiasaan seseorang yang langsung buka HPnya. Atau ada yang langsung bangun dan sebagainya. Semua kebiasaan atau M1 ini adalah pengalaman hidup sampai hari ini, yang didasarkan, oleh latarbelakang pendidikan, keluarga, budaya dan banyak hal lain yang dialami selama hidup.  Apakah saya sadar dengan semua ini ? Sekarang saya menyadarinya karena saya fokus memikirkannya. Lalu apa yang saya dapatkan ? Tidak banyak yang berubah dalam hidup saya, saya adalah kebiasaan saya, saya sebuat saja K1, yang merupakan sikap (respon) dari M1 (isi memori saya). M1 - K1 dan hasilnya adalah diri saya sekarang (S1). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah saya bisa menjadi S2 (mimpi saya untuk sukses) dengan M1 dan K1 ? Tidak kesesuaian. M1 - K1 - S1, mau S2 perlu K2 dan M2.


Disinilah solusi atas daya kritis saya, yaitu menemukan K2 dan M2.  Tindakan untuk mendapatkan S2, paling tidak sudah saya prediksi (tindakan apa yang bisa dan mesti saya lakukan). Untuk melakukan K2, maka saya butuh apa saja dalam memori saya (M2). Disinilah saya mesti melakukan banyak hal untuk menjadi M1 berubah menjadi M2. Saya mesti belajar ilmu baru, saya mesti memiliki pengalaman baru, saya mesti memiliki ketrampilan baru dan banyak lagi. Yang perlu diingat apakah S2 yang saya inginkan itu tercapai dengan memiliki M2 dan K2 ? Ternyata M2 dan K2 itu hanya prediksi saya saja, yang menurut ilmu saya itu pasti. Dari padangan orang lain M2 dan K2 nya bisa berbeda dengan apa yang saya prediksikan. Sikap ini mesti disiapkan, jangan sampai kalau saya menpersiapkan M2 dan melakukan K2 pasti saya menjadi S2. Artinya kalau tidak berhasil, maka saya mesti bersikap menerima dengan terus mengevaluasi M2 dan K2 menjadi M21 atau K21. Gampang begini, kalau saya memiliki target penjualan 1M (sebelumnya hanya 500juta). Dalam pikiran logis dan ilmu probabilitas, saya memprediksi target itu tercapai jika saya melakukan 2 kali aktivitas yang sekarang (K2), dan saya menambah ilmu yang mendukung target 1 M (M1). Dalam pelaksanaannya saya tidak berhasil, maka yang dilakukan adalah evaluasi dan koreksi K2 dan M2. Dari sini semua orang mesti memiliki sikap "berani" melakukan hal yang semakin baik dan memiliki sikap "mau belajar lagi" sehingga mampu mendukung kebiasaan baru (K2). Semakin kaya pengalaman membuat saya bisa memperkecil kemungkinan tidak berhasilnya, dan saya mempresiksi dengan lebih tepat apa yang saya masukkan ke dalam M2 dan melakukan K2.

Agar S2 saya yang menginginkan hidup yang lebih tinggi tercapai, maka saya mesti menambah atau mengganti M1 menjadi M2. Hal ini bisa dan sangat mungkin kalau saya bersikap pembelajar. Tanpa memiliki sikap pembelajar, maka M2 nya tidak mudah diciptakan dan akhirnya K2 pun tidak bisa diciptakan. Inilah yang terjadi dari mereka yang memiliki mimpi besar tapi tidak mau belajar. Disisi lain, sikap belajar yang ada belum tentu juga M2 yang ada dapat mengubahnya menjadi K2. Perhatikan, misalkan untuk bisa menjadi sukses (S2), maka saya sudah siapkan memori (M2) dengan disiplin waktu. Lalu apakah otomatis saya bisa melakukan kebiasaan disiplin (K2) ? Belum tentu, awalnya mungkin bisa melakukan K2 dan seiring waktu kebiasaan disiplin itu bisa jadi kebiasaan disiplin itu tidak bisa saya lakukan terus-menerus, K2 saya tidak berhasil. Disinilah dibutuhkan keberanian untuk memulai dan sabar untuk melakukan K2 terus-menerus. Disinilah M1 dan K1 saya sebagai rutinitas menjadi kuat dan tidak mudah dikalahkan. M1 saya mengatakan waktu bangun tidur adalah mematikan alarm dan tindakannya mematikan alarm (K1), apakah hari berikutnya saya mampu langsung bangun (K2) sekalipun sudah ada memori M1 saya mengatakan langsung bangun itu bagus ? Awalnya saya dikuasai pikiran, waktu alarm berbunyi dan saya bilang matikan alarm dan tidur lagi. Saat pikiran menguasai, hadir self talk untuk "melawan"nya ada M2. Tidur lagi atau bangun ? Semakin lama self talk dan belum mengambil keputusan, biasanya M1 dan K1 menang. Ada keberanian untuk K2 dengan mengambil keputusan segera tanpa self talk yang lama.  Sama halnya dalam mengambil keberanian untuk kebiasaan disiplin untuk sukses. So untuk menjadi apa yang saya inginkan, saya memprediksi kesesuain M2 dan K2 yang mesti selalu saya evaluasi menuju referensi yang saya inginkan. Lalu saya mesti memiliki sikap pembelajar untuk menambah memori yang cukup untuk mendorong saya  melakukan K2. Saya bisa melakukan K2 kalau saya berani melawan M1 (kebiasaan sekarang).

Insya Allah tulisan ini bisa menginspirasi semua untuk menjadi lebih baik dengan motivasi internal yang cara yang diyakini berhasil. Terima kasih

Munir Hasan Basri


Rabu, Juli 24, 2024

Melatih daya kritis

 Selamat siang semuanya, Semoga bersemangat hari ini

Hari ini saya berbagi materi tentang melatih day kritis terhadap diri sendiri. Kok begitu mas ? Ya jika saya kritis terhadap diri sendiri dan menjadi biasa, maka saya sudah berani dan siap untuk jujur atau menerima berpikir kritis. Berani apa ? Berani menerima dan menjalankan solusi yang saya inginkan terjadi. Tidak banyak orang yang mampu menerima pendapat sendiri dan melaksanakan solusinya. Saya cenderung bisa menjalankan solusi atau perintah orang lain (dihormati atau atasan) karena terpaksa atau sengaja. Buktinya apa ? Disuruh atasan mau dikerjakan, tapi disuruh oleh diri sendiri agak malas begitu. Kurang yakin ? Perhatikan apa yang saya inginkan sampai hari ini, bukankah banyak hal ? Dari keinginan saya tadi, saya sedikit yang dilaksanakan. Entah kurang ilmunya atau kurang pengalaman atau kurang berani dan sebagainya ... fakta saya kurang oke lah.

Atas dasar itulah kekurangan saya di atas, maka saya mengubah strategi dengan memberi sedikit teguran atau semacam "paksaan" kali ya atau menyadarkan diri saya sendiri. Strategi ini saya lakukan dengan bertanya. Kok bisa hanya dengan bertanya ... Contoh sederhana, Apakah saya mau kerjae dalam keadaan tertekan ? Banyak yang jawab tidak mau, tapi kan memang begitu kalau mau kerja pasti ada tekanan. Oke saya ganti pertanyaannya, Mau nggak kalau kerja dengan keadaan senang ? Mau dong,Semua menjawab. Kalau mau berarti apa yang bisa saya lakukan ? Saya mesti mau menerima dengan senang pekerjaan yang diamanahkan. Mesti punya ilmu dan dikerjakan dengan sabar (dan seterusnya). Apa yang saya dapatkan saat kerja senang ? Banyak banget kebaikan yang dapat rasakan. Saat ini, saya merasakan ada semangat dan sangat ingin melakukannya. Inilah yang saya sebut bahwa bertanya itu menjadi sebuah cara untuk mengkritisi diri sendiri dan menerapkan solusinya.

Bandingkan jika saya "salah" bertanya, maka strategi mengkritisi diri itu menjadi "salah" atau tidak terjadi apa-apa. Apa sih yang saya inginkan ? Saya ingin sukses. Apa bisa saya sukses ? Kayaknya bisa, tapi saya tidak pintar dan belum oke. kalau pun saya mau mengerjakannya, tapi memang ada yang support ? dan berani nggak ? Kurang berani sih. Kalau gagal ? Ya mesti mulai lagi. Apakah tidak habis waktunya ? Iya sih. Pertanyaan ini tidak memberi dorongan optimisme. Kesimpulannya ... mesti bisa mencari pertanyaan apa yang bisa menggugah untuk bertindak. Ada orang yang bilang "power of question".

Saya ambil makna mengkritisi diri sendiri itu sebagai berikut :

1. Menyadari keadaan sampai sekarang itu adalah sama dengan apa yang saya kerjakan sepanjang tahun, sedangkan saya menginginkan menjadi semakin baik. Apa bisa ?

2. Tidak tahu (sadar) bahwa apa yang dikerjakan setahun ini tidak memberikan perubahan yang banyak, hanya rutinitas saja. Padahal saya ingin mengerjakan ini dan itu, tapi tidak ada waktu. Tanpa disadari banyak yang diperintahkan orang lain bisa dikerjakan.

3. Sudah banyak rencana yang saya buat, tapi sepertinya tidak sungguh-sungguh dibuat dan hanya karena situasional (lagi ada tugas atau ada pelatihan). 

Mengkritisi diri sendiri itu butuh keberanian dan kesengajaan untuk menyadarkan apa yang terjadi sekarang ini adalah "masalah" atau memiliki visi untuk meningkatkan kinerja semakin baik. Solusinya dimana ? Saya tidak perlu khawatir karena saya adalah "tukang komen" alias yang biasa menilai orang lain, menilai orang lain itu salah atau kurang baik. Bagaimana solusi itu dialamatkan kepada diri sendiri ? Siap lah.






Sampai sini, paling tidak, saya sudah bisa mengatakan "Saya memiliki masalah dengan keadaan sekarang ", atau saya mau bilang,"Saya bisa dengan sengaja untuk berpikir LEBIH positif", hal ini saya sudah mulai kritis kepada diri sendiri. Solusinya ? Bertemu di artikel berikutnya.

Terima kasih
Munir Hasan Basri
Trainer, Writer and Coach of Self empowerment



nya

Selasa, Juli 23, 2024

Apa iya, yang penting kerja aja

 Selamat siang semuanya, Insya Allah dalam keadaan sehat.

Kali ini saya ingin menulis tentang kerja, apakah tak perlu semangat ata energi dalam bekerja ? Pada umumnya, semua orang bilang,"kerja aja, yang penting ada gaji". Emang ada waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam kerja. Entah itu "makan yang sehat' agar bisa berenergi dalam bekerja" atau "rencana kerja yang mesti disusun dulu"  atau "mengendalikan diri agar kerja tanpa diganggu perasaan bete dan sejenisnya" atau yang lainnya. Daripada mempersiapkan semua itu, mending waktunya dibuat untuk kerja (atau yang lainnya). Tapi bagus juga kalau disiapkan. Saya pilih beberapa hal saja, yaitu tentang semangat kerja.

Apa pentingnya semangat dalam kerja ? Bayangin ya kalau kerja tanpa semangat ... sepertinya ada yang kurang, kerja sih kerja. Ada yang nggak nyaman dan sedikit "keterpaksaan" dalam kerja. Tapi ada beberapa orang merasa nyaman aja, karena memang sudah terbiasa. Sebuah rutinitas  yang  cenderung bosan dan mudah lelah. Kok bisa ? Bekerja tanpa semangat menguras energi lebih besar (terutama ketidaknyamanan) dibandingkan bekerja dengan semangat. Bekerja dengan semangat ... pasti juga menguras energi, tapi didalam semangat itu bisa menghadirkan energi lagi. Bekerja dengan semangat itu merasa memiliki energi tambahan dan tidak merasa kehabisan tenaga.

Mana yang dipilih bekerja tanpa semangat atau bekerja dengan semangat ? Mmeilih untuk bekerja tanpa semangat tidak perlu "materi", tinggal jalanin aja. Begitu juga dengan bekerja dengan semangat ... asal yakin dengan apa yang dikerjakan atau harapan dari apa yang dikerjakan. semangat hadir dan memberi energi yang tinggi. Disinilah perbedaannya, bekerja tanpa semanngat itu perlu energi yang mesti diadakan.  Logika memilih bekerja dengan semangat. Iya apa iya ? kalau saya bersemangat bekerja, apa nggak untung perusahaan ? Inilah yang mengoda mereka yang bersemangat dalam kerja. Kok bisa ? Bisalah. Karena bekerja dengan logika. Logika itu selalu ada hitung untung-ruginya. Maka dalam memutuskan untuk bersemangat pasti juga dengan logika. Apa untung dan ruginya ? Ada kepikiran juga semangatnya sedikit aja, apa bisa ? semangat tidak bisa ditakar-takar. Saya bersemangat, tapi apakah nanti perusahaan mau "membalasnya" ? Inilah godaan selanjut saat sudah mengambil keputusan untuk bersemangat. Begitulah pergulatan logika untuk memutuskannya.


Pekerjaan itu sering dipersepsikan dengan materi atau uang. Saya kerja di gaji sehingga apa yang dikerjakan selalu direferensikan dengan uang. kalau sudah begini, nggak pernah tuntas. Apa iya mau diterusin ? Stop. MUlailah melibatkan hati dalam mengambil keputusan. Hati itu cenderung tidak berlogika (untung atau rugi) , tapi mendasarinya kepada kemanfaatan. terutama kemanfaatan kepada diri sendiri. Misalkan ada orang mau sedekah, tidak terjadi kalau pakai logika, Sedekah itu urusan hati dan memberi kemanfaataan. Bersedekah adalah perbuatan hati karena soal kepercayaan, sehingga dilakukan untuk mendapatkan kemanfaatan. Bayangkan saat kita mengambil keputusan untuk bersemangat itu dengan hati. Adakah kemanfaatannya bagi diri sendiri ? Ada, memudahkan dan memperlancar apa yang kita lakukan. Ada energi dan rasa senang saat mengerjakannya. Semua ini berdampak kepada makna apa yang kita kerjakan. Soal kemanfaatan yang diperoleh perusahaan adalah dampak dari kemanfaatan yang kita rasakan. Jadi tidak bener juga semua persoalan yang berkaitan dengan kerja selalu menggunakan logika. Hati juga mesti dilibatkan, hati mencerdaskan logika.

Ada hati dan semangat dalam kerja. Mesti digunakan untuk mencerdaskan pikiran (logika) sehingga diperoleh ilmu dan cara-cara untuk memudahkan pekerjaan. Dan hati pula yang mampu mengendalikan ego, yang bisa merusak logika akal sehat. kerja keras itu bagus, sangat cerdas kalau kerja dengan ilmu, dan menjadi bermakna kalau kerja dengan hati. 

Terima kasih.

Senin, Juli 22, 2024

Makna karyawan baru

 Selamat siang semua, Insya Allah selalu diberikan kemudahan kerja.

Umumnya Karyawan yang baru diterima kerja di sebuah perusahaan atau usaha mengucapkan Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya bagi Allah pemilik alam semesta. Maknanya adalah Allah mengizinkan karyawan baru itu diterima bekerja. Apakah izin tersebut karena kemampuan karyawannya ? Bisa jadi, tapi sebenarnya karyawan baru itu diterima karena banyak hal. Kalau hanya pintar, masih ada yang lebih pintar. Atau mau bilang yang paling baik, kan masih ada juga yang lebih baik. Bisa jadi karyawan itu datang lebih awal dan test duluan sehingga memberi kesan positif kepada HRD atau pemilik usaha. Atau ada rasa kasihan dan ingin membantu. Dan pasti ada banyak kemungkinan yang terjadi. Kata yang terucap hanya Alhamdulillahirrabbilalamin. Bukan karena apapun atau siapapun, karena Allahlah karyawan itu diterima.

Allah mengizinkan karyawan baru diterima karena kehendaknya. Jika karyawan baru merasa dirinya pintar (kemampuannya) tinggi dan memenuhi persyaratan, maka bersyukurlah dengan kepintarannya. Cara bersyukurnya pasti tidak sombong. Bukankah kepintaran dari ilmu yang dimilikinya adalah pemberian Allah. Karyawan baru itu menjadi pintar karena memiliki sikap dan perilaku untuk selalu belajar. Apa yang menjadi tanggung jawabnya setelah bekerja ? Menjadikan kepintarannya sebagai dasar mengambil keputusan dalam bekerja.  Orang pintar tidak merasa dirinya paling pintar, memiliki sifat rendah hati. Sifat rendah hati ini membawa karyawan untuk bisa menerapkan ilmu dengan memperhatikan sikap dan kebiasaan atasan dan rekan kerja. Tidak semua pekerjaan mengandalkan ilmu, tapi bisa juga adab atau akhlak. Jadi sebagai karyawan baru mesti menjaga sikap rendah hati, empati dan adab yang baik sehingga kepintaran yang dimilikinya dapat berkembang dan mendukung kerja yang semakin baik. Inilah makna Memuji Allah dengan apa yang telah Allah berikan berupa ilmu untuk disyukuri.

Dari sisi lain, Allah memilih karyawan baru itu dari sekian banyak orang yang melamar. Memang HRD atau pemilik yang memilih, tapi semua itu atas izin Allah. Ada pelamar yang pintar tapi kurang sreg, dan HRD atau pemilik merasa nyaman aja memilih karyawan baru  itu. Terlepas dari itu semua, yakinlah memang HRD atau pemilik usaha memilih atas izin Allah. Kalau dpilih artinya dipercaya. Dipercaya untuk diberi amanah untuk mengerjakan apa yang dibutuhkan perusahaan atau usaha. Ada kata dipilih dan sebelumnya pasti diseleksi, lalu dipercaya dan akhirnya amanah.  Amanah dari siapa ? Amanah dari HRD atau pemilik usaha, dan yang pasti amanah dari Allah. kalau ada amanah berarti ada tanggung jawab. HRD atau pemiliki usaha memberikan tugas dan tanggung jawab untuk dikerjakan (deskripsi pekerjaan). Apakah ada juga tugas dan tanggung jawab dari Allah ? Pasti ada dong, dan bagaimana menyikapi kedua tugas dan tanggung jawab tersebut. 

Jangan-jangan hanya tugas dan tanggung jawab perusahaan yang dikerjakan, tapi lupa dengan Allahnya. Ingat waktu diterima, karyawan baru mengucapkan Alhamdulillahirrabbilalamin. Lagi kerja di kantor atau tempat usaha lupa waktu shalat. Apa ini tanggung jawabnya ? Sepertinya banyak tanggung jawab kepada Allahnya berkurang. Bagaimana sikap dan perilaku ? Bukankah tersenyum menjadi sebuah ibadah kepada Allah yang bisa diterapkan dalam bekerja. Senyum bertemu atasan dan rekan kerja, jangan sampai saking sibuk dan fokusnya kerja ... menjadi tidak mudah untuk tersenyum. Bukan saja ibadah seperti shalat, adab seperti tersenyum mest menjadi tugas dan tanggung jawab kepada Allah dalam bekerja. Atau ada kecil lainnya yang mudah untuk tidak dilakukan, menyapa dengan ikhlas BUKAN menyapa untuk basa basi. Bayangkan menyapa rekan kerja atau atasan dengan doa "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" adalah kewajiban karyawan baru untuk menebar salam sejahtera, rahmat dan keberkahan di tempat kerja tau tempat usaha. Sebagai karyawan baru, yang beragama Islam wajib memenuhi tugas dan tanggung jawab kepada Allah. Apakah tugas dan tanggung jawab ini bertentang dengan tugas dan tanggung jawab dari atasan  dalam kerja ? Yang pasti tidak pernah bertentangan, tapi malah sangat mendukung pekerjaan. Maknanya didalam jiwa yang sehat dengan menjalankan tugas dan tanggung jawab kepada Allah membuat karyawan baru itu bersemangat dan bahagia. Keadaan ini membawa kepada kerja yang produktif.


Karyawan baru ? Iya dong. Nggak sombong tapi rendah hati. Bagaimana karyawan baru menjadi dicintai Allah dalam bekerja ?  Awalnya kan karyawan baru itu diizinkan Allah, diberi amanah dan menjadi dicintai karena bertanggung jawab dengan terus meningkatkan kerjanya. Bekerjalah untuk Allah ? Bukankah karyawan baru bekerja langsung kepada atasan atau pemiliki usaha. Bekerja untuk Allah itu lebih tinggi nilainya dari yang diberikan atasan. Contoh karyawan yang bekerja sebagai administrasi, diminta membuat laporan setiap minggu. Maka karyawan itu selesai mengerjakannya pada waktunya. Bekerja untuk Allah, seolah Allah hadir dalam setiap karyawan baru itu bekerja. Allah melihat karyawannya sekalipun karyawan tidak melihat langsung kepada Allah (ihsan). Dalam membuat laporan, karyawan tidak mau melakukan dengan cara yang tidak benar misalkan tidak jujur isi laporannya (yang penting ada laporannya) karena Allah melihat. Maka dalam situasi apapun dalam membuat laporan itu, karyawan baru merasa terjaga untuk membuat laporan dengan benar. Dan yang paling menarik adalah saat membuat laporan itu mau menunjukkan kemampuan dihadapan Allah dengan laporan terbaik, isi laporan dibuat simaksimal dapat dijadikan kesimpulan bagi atasan membuat keputusan. Dan laporan dibuat semenarik mungkin agar atasan senang melihat dan membacanya serta diselesaikan sebelum waktunya. Dalam hal ini, karyawan baru mengerjakan laporan melebihi apa yang dimintai oleh atasan. Karyawan baru memenuhi tugas dan tanggung jawab kepada Allah dan pasti menyenangkan bagi atasan.


Tapi kan atasan saya bukan muslim. Bagaimana dong ? Islam itu untuk seluruh alam. Bayangkan apa iya atasan yang bukan muslim tidak mau karyawannya bekerja memiliki sifat rendah hati, empati dan memiliki juga adab baik. Dan selalu bekerja maksimal dan semakin baik. Sekalipun tidak muslim, seorang atasan senang dengan apa yang dilakukan karyawan baru yang muslim. Hanya orang bodohlah yang tidak mau menerima karyawan seperti di atas.

Kepada siapapun, yang baru bekerja atau sudah lama bekerja. Ingat bahwa Allah telah memilih dan mengizinkan untuk bekerja. Berterima kasihlah dan bersyukurlah dengan cara menerima amanah kerja yang ikhlas dan mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Bagi atasan atau perusahaan atau tempat usaha berikan support dan lingkungan kondusif agar karyawan bekerja untuk Allah dan tempat dimana dia bekerja.

Terima kasih, semoga menginspirasi menjad semakin baik

Munir Hasan Basri

Trainer, Writer, Pendamping pemberdayaan diri

Jumat, Juli 19, 2024

Training berpikir kritis

 Selamat sore semua, Insya Allah selalu ada ilmu baru buat dipelajari.

Saya ingin bercerita tentang pengalaman memberi training tentang berpikir kritis. Untuk memberikan training, saya mempersiapkan training dengan lebih baik. Apa itu ? Pilihan materinya, yaitu mengambil dari perkembangan saat ini. Kemampuan-kemampuan yang mesti dikuasai adalah berkemampuan berpikir kritis, manajemen problem solver dan berpikir kreatif. Semua ini sangat mendorong saya berbaginya. Pilihan pertama saya adalah berpikir kritis. Referensi berpikir kritis dilakukan untuk kritis terhadap kebijakan dan keputusan yang sudah ada di dalam perusahaan. Dan yang menjadi kritis mesti memberikan solusi. Untuk itu tidak banyak yang bisa kritis karena mesti memiliki kemampuan lebih dan menguasai persoalan dengan situasinya. kalau saya training materi ini, maka menjadi bagi karyawan kebanyakan. Agar training ini menjadi menarik buat semua karyawan, saya memilih kritis kepada diri sendiri. Hal ini dilakukan agar karyawan menjadi produktif dengan solusi yang mereka miliki sendiri. Disini ternyata menjadi penting memilih materi yang menarik yang update agar dibutuhkan peserta training


Persiapan menjadi penting dalam training. Saya membuat training dengan membuat simulasi seolah saya sudah berkomunikasi dengan pesertanya. Dalam simulasi ini saya sudah membayangkan materi saya mesti terkait dari slide awal sampai slide akhir, dan juga sanggahan, komentar dan pertanyaan yang muncul. Disini saya juga mempersiapkan jawaban, memberikan respon atas komentar dan sanggahan. Dengan cara ini saya dapat memberikan materi yang lebih baik dan membuat saya lebih percaya diri. Saya pun melakukan evaluasi terhadap materi dari training pertama ke training berikutnya. Saya selalu mengupdate materi dari hasil training pertama. Tak bisa dipungkiri topik materi mesti update atau mengupdate materi yang sudah ada menjadi kunci training sebagai solusi bagi produktivitas kartawan. Tidak itu saja, buatlah isi slide demi slide menjadi hidup dan menarik bagi peserta. Jangan lupa untuk selalu mengupdate isi materi untuk pelatihan berikutnya.


Training menjadi hidup, saat saya mampu menyampaikan materi untuk menjadi bagian dari peserta. Saya mengajak peserta untuk terlibat dalam training. Diantaranya, peserta saya ajak membaca materi dan memberi komentar. "Silakan mas A bantu baca slide ini" dan memberi kesempatan memberikan pendapatnya. Atau peserta saya minta untuk menjawab dari pertanyaan peserta lain. Penghargaan seperti ini membuat peserta menjadi merasa hadir dalam training, karena bisa ditunjuk untuk keterlibatannya. Tak hanya ini, saya mengajak beberapa peserta untuk role play dalam menerapkan materi. Beginilah saya menerapkan training agar menjadi menarik bagi peserta dengan melibatkan semua peserta.

Saatnya saya berbagi tentang materinya, saya memilih kritis terhadap diri sendiri. Mengapa ? Saya tidak ingin terjadi "konflik" antar karyawan, karena ada banyak orang tidak begitu suka dikritisi dan lebih cenderung "melawan". Maka saya memilih setiap orang mengkritisi dirinya sendiri. Tidak mudah karena setiap orang belum tentu mau mengkritisi dirinya sendiri. Training ini lebih banyak untuk "menyadarkan" setiap orang untuk tahu keadaannya sekarang. Lalu menyadarkan mereka bahwa keadaan mereka sekarang ini tidak cukup siap untuk menghadapi masa depan atau keinginan mereka. Akhirnya saya membawa mereka dengan sebuah pertanyaan "Apakah bisa meraih keinginan (masa depan) dengan apa yang mereka lakukan sekarang ? Keadaan sekarang kesesuaian dengan kemampuan sekarang, maka tidak mudah untuk mendapatkan keadaan di masa depan (keinginan) dengan kemampuan sekarang. Saya mengajak peserta untuk menentukan sendiri kemampuan yang dibutuhkan untuk meraih apa yang mereka inginkan. Saat mereka menemukan kemampuan itu, maka mau tidak mau mereka mengerjakan kemampuang itu sekarang. Dilakukan hari demi hari sehingga menjadi kebiasaan baru. kebiasaan baru inilah yang bisa mengantarkan mereka menjadi semakin baik. Apa yang terjadi ? Setiap karyawan bisa kritis terhadap dirinya dan mampu meningkatkan produktivitas, maka team atau perusahaan menjadi lebih baik. Dan sikap ini bisa membangun budaya dalam perusahaan untuk berpikir kritis.

Alhamdulillah saya dapat mendeliver training ini yang membuat peserta bisa menyadari untuk terus mengkritisi diri menjadi semakin produktif. Saya sangat berterima kasih kepada peserta training dengan keterlibatannya. Dan saya mendapatkan banyak hal untuk memperbaiki materi menjadi lebih baik. Terima kasih. 

Munir Hasan Basri

Kamis, Juli 18, 2024

Membangun motivasi karyawan

 Selamat siang semua, Insya Allah sehat dan mampu bekerja dengan baik.

Hari ini saya ingin menulis tentang apa sih kerja itu. Ada yang bilang," kerja ya kerja". kerja yang dimaksudkan untuk mencari uang atau rezeki, dengan bekerja yang diperintahkan atau bekerja maksimal agar mendapatkan uang. Uang itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Saya beranikan diri untuk menjelaskan makna dari kerja, yang bukan sekedar mencari uang.

Kerja itu merupakan tindakan, perbuatan, yang merupakan wujud apa yang apa dalam pikiran seorang karyawan. Tindakan itu merupakan respon atas job description atau tugas yang diberikan perusahaan. Misalkan ada job desc memerintahkan karyawan untuk disiplin, maka seorang karyawan dapat merespon perintah tersebut dengan apa yang ada dalam pikirannya. Seorang karyawan bisa merespon datang ke kantornya satu jam sebelum jam masuk, ada beberapa karyawan yang hadir saat menjelang jam masuk, dan ada juga yang hadir tidak disiplin banget (sesekali suka telat). Inilah respon karyawan dengan berbagai pengalaman dan latarbelakangnya. Dari berbagai sikap ini sudah bisa menunjukkan level dari kualitas karyawannya.

Yang datang lebih awal belum tentu kualitasnya baik, kok begitu ? Mesti dilihat dari apa yang dikerjakan sebelum kerja. Oke sih, datang lebih awal itu dimaksudkan untuk menghindar macet. Atau bisa jadi dimaksudkan untuk menunjukkan (pencitraan) sebagai karyawan yang baik (disiplin). Respon berikutnya dapat dilihat dari cara bekerja dan kemampuannya dalam kerja. Belajar dari berbagai alasan di atas, boleh dong dimana karyawan ingin dibayar dengan uang bekerja dengan maksimal. Disiplin, mengisi waktu dengan hal positif dan bekerja dengan maksimal. Kalau kerja itu tindakan atau perbuatan, maka setiap karyawan berusaha kerja yang baik, kerja yang bener. Bagaimana kalau saya menafsirkan kerja yang bener itu adalah perbuatan baik atau amal saleh (bagi yang muslim). Lalu dapat disimpulkan bahwa kerja itu amal saleh. Apakah setiap karyawan tidak mau beramal saleh ? Pasti mau dong. Alasan kerja karena amal saleh bisa menjadi kekuatan yang luar biasa untuk melakukan apapun. Mau disiplin ? Disiplin dilakukan untuk beramal saleh, semakin lebih awal kehadiran kerja semakin tinggi nilai amal saleh. Kalau sudah berdisiplin, maka ingin beramal saleh lagi. Maka sangat ingin mengisi awal waktu untuk hal-hal yang baik, lalu beramal saleh lagi dengan kerja yang bener. Jadi dari awal kerja sampai pulang kerja, semua yang dilakukan sebagai amal saleh. Inilah motivasi yang baik dalam kerja.

Mengapa mesti kerja sebagai amal saleh ? Amal saleh adalah bagian dari perwujudan dari iman. Terkadang seorang karyawan tidak menganggap kerja itu amal saleh, sehingga amal salehnya diluar jam kerja. Atau kerja ya kerja dan amal saleh itu saat diluar kerja seperti di rumah, di masyarakat atau di masjid. Amal saleh itu bukan dikantor sehingga amal saleh itu tidak banyak dilakukan. Bahkan sedikit amal saleh yang dilakukan, karena waktunya tidak banyak. Dengan pemahaman bahwa kerja itu amal saleh, maka kapan saja bisa beramal saleh. Untuk siapa ? Untuk Allah. Bayangkan saat karyawan bekerja (beramal saleh) itu untuk Allah, karyawan menunjukkan kerja yang terbaik yang dimilikinya dihadapan Allah. Bagaimana dengan atasan dan perusahaan ? Bukankah kerja untuk Allah itu sudah melebihi dari apa yang diminta atasan atau perusahaan. Bayangkan karyawan kerja ikhlas sudah melebihi apa yang diperintahkan.

Semua orang pasti beramal saleh, apalagi amal salehnya adalah apa yang seharusnya mesti dilakukan. Kalau tidak menyemangati juga kerja yang bener, maka bayangkan lagi kalau kerja sebagai amal saleh terus mendapatkan pahala. Sebagai muslim sangat berharap melakukan apapun untuk mendapatkan pahala. Jadi semakin bekerja yang terbaik yang dimiliki semakin banyak pahala yang dikumpulkan. Lalu buat apa pahalanya ? Pahala yang banyak itu berharap agar Allah ridho. Keridhoan ini bisa berbuah kepada pengizinan (pengabulan) dari doa karyawan. Atau mengundang Allah untuk berkehendak kepada karyawan untuk menolong atau mendampingi karyawan dalam bekerja. Mau nggak ?


Cara berpikir seperti di atas adalah bagaimana untuk memahami lebih detail terhadap sesuatu, dalam hal ini saya ingin memahami lebih lanjut tentang kerja sehingga mendapatkan kebaikan yang banyak. Kalau orang Jepang mengenalkan manajemen 5 W + 1 H, maka saya hanya menerapkannya untuk kebaikan. Dengan bertanya saya mendapatkan sudut pandang yang berbeda sampai hari, yaitu kerja cari uang. Ada uang ada kerja bagus. Inilah penafsiran yang mendorong kebaikan, Kerja - untuk cari uang - ternyata bisa juga ditafsirkan kerja yang baik atau yang bener - kerja yang bener itu amal saleh - amal saleh itu jadi motivasi kerja -amal saleh itu mendapatkan pahala - ridho Allah. Begitulah apa yang saya dapatkan agar seorang karyawan dapat bekerja dengan maksimal dan sangat ingin meningkatkan kerja semakin produktif.

Terima kasih.

Rabu, Juli 17, 2024

Semangat dan Senang

Selamat siang dan selamat beraktivitas, semoga aktivitasnya semakin mudah

Apa yang terjadi saat saya bersemangat ? 99% saya merasa senang, perasaan nyaman untuk melakukan apapun. Misalkan saya semangat dengan pekerjaan saya, maka saya mengimajinasikan hal-hal yang ingin saya kerjakan, ya semacam skenario perjalanan menuju apa yang saya inginkan. Maksudnya saya ingin menikmati prosesnya. Biasanya saya tidak mudah memulai pekerjaan dan mesti memaksakan diri. Nah kalau saya bersemangat seolah saya memiliki energi yang besar, dan untuk memulai pekerjaan itu mudah. Inilah perasaan nyamannya. Energi yang besar itu ibarat saya memiliki dorongan yang besar dan saya terdorong untuk melakukan pekerjaan. Energi ini hadir setelah saya bersemangat.  Kalau udah begini, saya yakin semua orang menginginkan terjadi pada dirinya. "Bersemangat".


Mengapa saya bisa bersemangat ? Saat saya merasa yakin (tanpan ragu) atau saya sangat paham untuk mengerjakan sesuatu. Bukan sekedar yakin terhadap hasilnya, tapi yakin dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Disini saya memahami betul proses-proses yang saya jalani dan siap menghadapi apa yang terjadi. Ada masalah, ada hambatan dan ada juga ketidakmampuan yang bisa menyulitkan prosesnya. Apa iya begitu ? Saya pernah bersemangat untuk pergi berlibur. Saya yakin berlibur itu memberi kebaikan bagi saya. Ada semacam kekuatan (energi) untuk mewujudkannya. Saya membuat rencana perjalanan dan apa saja yang dilakukan di tempat libur.  Semangat ini memberi rasa senang. Bagaimana kalau tidak jadi berliburnya ? Saya kecewa. Inilah yang saya hindari, saya mau mengerjakan apapun demi terwujudnya liburan saya. Saya semangat - saya berenergi - saya senang - saya mengerjakan apapun. 

Apa dampak dari semangat dalam bekerja ? Perhatikan kata berikut ini, ada semangat - ada energi yang besar - ada rasa senang - mengerjakan dengan senang. Kata senang saat diterapkan dalam bekerja, bukan saja mengerjakannya dengan senang tapi memberi fokus dalam mengerjakannya. Senang dan fokus memberi dampak kepada kerja yang tidak mengenal waktu, bekerja terus sampai selesai. Mengapa tidak mengenal waktu ? Perasaan senang itu mengajak untuk berpikir positif menghadapi masalah, hambatan dan sejenisnya sehingga energi yang besar memberi dorongan untuk menyelesaikannya, kata orang,"Asyik banget kerjanya". Biasanya kalau ada masalah jadi bete dan kayaknya tidak mudah menemukan jawabannya, tapi dengan perasaan senang semua dianggap seperti tidak ada masalah, dihadapi dengan ringan. Memang kalau lagi senang, pikiran pun menjadi terbuka dan mudah mengakses pikiran alam bawah sadar sehingga sikap menjadi positif. Beda kan kalau tidak senang (alias bete), mau mikir aja tidak mudah. Perasaan senang membuat saya bisa berpikir dengan akal sehat dan membuat saya bisa bersikap positif. Akhirnya saya pun bertindak positif.

 Apa yang terjadi lagi saat saya senang ? Saya lagi ngebayangin lagi senangnya, lalu saat itu kesenangan saya itu tak tahan untuk dishare ke orang yang ditemui atau orang terdekat. Saat saya senang bekerja, maka saya banyak cerita tentang senangnya bekerja, caranya sampai apa yang saya rasakan. hal ini alamiah yang dialami semua orang, tapi ada beberapa orang tidak bercerita tapi hanya menunjukkan tubuh yang menyenangkan seperti senyum, ringan bergerak dan sebagainya. Dalam berbagi kesenangan kepada orang lain mesti disikapi dengan keadaan orangnya agar tidak mudah tersinggung. Waktu berbagi tadi ada keinginan untuk mengajak orang lain mengikuti apa yang sudah dirasakan kebaikannya. Semangat yang memberi rasa senang itu memberi banyak hal yang menyenangkan, bercerita kesenangan dan mengajak orang untuk bersemangat.

Insya Allah saya dan semua orang selalu menemukan semangatnya dan dapat menjalanii hidup dengan semakin baik. Terima kasih


Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...