Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kuasai pikiran menjadi semakin baik

 Selamat siang semuanya, Insya Allah selalu dalam keberkahanNya.

Sewaktu saya memulai training daya kritis, saya mengaitkan informasi yang saya dapatkan yaitu "Pikiran menguasai manusia". Kok bisa ? Bukankah saya yang memiliki pikiran, pastilah saya menguasai pikiran saya. Tapi ternyata tidak begitu. Disini saya mulai mengaitkan training daya kritis saya dengan "Pikiran Menguasai saya". Idenya apa iya begitu ? Mulai hadir daya kritis dengan bertanya. Lalu saya beranikan untuk menyelami dan mengalami dengan "Pikiran menguasai saya". Ternyata bener ! Lalu saya mencari jawaban atas daya kritis saya, dengan bertanya lagi. Terus mengapa saya mesti kritis terhadap pikiran menguasai saya ? Kalau saya dikuasai pikiran, maka saya tidak bisa menjadi apa-apa yang saya inginkan. Keadaan ini bukan saya, saya menginginkan menjadi lebih baik. Artinya saya mesti menguasai pikiran agar apa yang saya lakukan menjadi nyata (berubah) menjadi lebih baik. Daya kritis saya lalu menemukan solusinya. Begitulah cerita ide muncul training daya kritis. Prosesnya adalah training daya kritis ... sadar masalah - solusi. Sadar bahwa pikiran menguasai saya itu tidak baik dan saya memiliki keinginan, maka mencari solusinya. Memulai daya kritis terhadap diri sendiri menjadi lebih baik dan bisa membangun budaya daya kritis di kantor.



Apa sih yang dimaksud dengan "pikiran menguasai saya" ? Kalau pikiran menguasai saya artinya pikiran saya sudah ada isinya. Apa isinya ? semua yang masuk ke dalam pikiran saya, baik yang saya lihat, apa yang saya baca, apa yang saya dengar, apa yang saya lakukan ... apapun yang disengaja atau tidak masuk ke dalam memori. Memori ini tersimpan di pikiran bawah sadar, dan muncul saat ingin melakukan sesuatu atau merespon sesuatu. Bayangkan saat saya merasa dingin, maka memori yang ada dalam pikiran yaitu menggerakkan tubuh dan bilang "dingin". Saat saya dipanggil nama, maka memori langsung mengakses respon yang ada, misalkan "menoleh" atau langsung menjawab "iya, saya". Semua memori itu yang bisa menguasai diri saya kalau saya tidak mau menggantinya dengan sikap dan tindakan lain yang saya inginkan. kalau saya tidak mampu menggantikan sikap dan tindakan dari memori yang ada, maka saya melakukannya "otomatis". Inilah saya yang dikenal sebagai rutinitas saya, saya sebut saja M1 (memori 1 atau awal). Misalkan saat bangun tidur , ada kebiasaan seseorang yang langsung buka HPnya. Atau ada yang langsung bangun dan sebagainya. Semua kebiasaan atau M1 ini adalah pengalaman hidup sampai hari ini, yang didasarkan, oleh latarbelakang pendidikan, keluarga, budaya dan banyak hal lain yang dialami selama hidup.  Apakah saya sadar dengan semua ini ? Sekarang saya menyadarinya karena saya fokus memikirkannya. Lalu apa yang saya dapatkan ? Tidak banyak yang berubah dalam hidup saya, saya adalah kebiasaan saya, saya sebuat saja K1, yang merupakan sikap (respon) dari M1 (isi memori saya). M1 - K1 dan hasilnya adalah diri saya sekarang (S1). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah saya bisa menjadi S2 (mimpi saya untuk sukses) dengan M1 dan K1 ? Tidak kesesuaian. M1 - K1 - S1, mau S2 perlu K2 dan M2.


Disinilah solusi atas daya kritis saya, yaitu menemukan K2 dan M2.  Tindakan untuk mendapatkan S2, paling tidak sudah saya prediksi (tindakan apa yang bisa dan mesti saya lakukan). Untuk melakukan K2, maka saya butuh apa saja dalam memori saya (M2). Disinilah saya mesti melakukan banyak hal untuk menjadi M1 berubah menjadi M2. Saya mesti belajar ilmu baru, saya mesti memiliki pengalaman baru, saya mesti memiliki ketrampilan baru dan banyak lagi. Yang perlu diingat apakah S2 yang saya inginkan itu tercapai dengan memiliki M2 dan K2 ? Ternyata M2 dan K2 itu hanya prediksi saya saja, yang menurut ilmu saya itu pasti. Dari padangan orang lain M2 dan K2 nya bisa berbeda dengan apa yang saya prediksikan. Sikap ini mesti disiapkan, jangan sampai kalau saya menpersiapkan M2 dan melakukan K2 pasti saya menjadi S2. Artinya kalau tidak berhasil, maka saya mesti bersikap menerima dengan terus mengevaluasi M2 dan K2 menjadi M21 atau K21. Gampang begini, kalau saya memiliki target penjualan 1M (sebelumnya hanya 500juta). Dalam pikiran logis dan ilmu probabilitas, saya memprediksi target itu tercapai jika saya melakukan 2 kali aktivitas yang sekarang (K2), dan saya menambah ilmu yang mendukung target 1 M (M1). Dalam pelaksanaannya saya tidak berhasil, maka yang dilakukan adalah evaluasi dan koreksi K2 dan M2. Dari sini semua orang mesti memiliki sikap "berani" melakukan hal yang semakin baik dan memiliki sikap "mau belajar lagi" sehingga mampu mendukung kebiasaan baru (K2). Semakin kaya pengalaman membuat saya bisa memperkecil kemungkinan tidak berhasilnya, dan saya mempresiksi dengan lebih tepat apa yang saya masukkan ke dalam M2 dan melakukan K2.

Agar S2 saya yang menginginkan hidup yang lebih tinggi tercapai, maka saya mesti menambah atau mengganti M1 menjadi M2. Hal ini bisa dan sangat mungkin kalau saya bersikap pembelajar. Tanpa memiliki sikap pembelajar, maka M2 nya tidak mudah diciptakan dan akhirnya K2 pun tidak bisa diciptakan. Inilah yang terjadi dari mereka yang memiliki mimpi besar tapi tidak mau belajar. Disisi lain, sikap belajar yang ada belum tentu juga M2 yang ada dapat mengubahnya menjadi K2. Perhatikan, misalkan untuk bisa menjadi sukses (S2), maka saya sudah siapkan memori (M2) dengan disiplin waktu. Lalu apakah otomatis saya bisa melakukan kebiasaan disiplin (K2) ? Belum tentu, awalnya mungkin bisa melakukan K2 dan seiring waktu kebiasaan disiplin itu bisa jadi kebiasaan disiplin itu tidak bisa saya lakukan terus-menerus, K2 saya tidak berhasil. Disinilah dibutuhkan keberanian untuk memulai dan sabar untuk melakukan K2 terus-menerus. Disinilah M1 dan K1 saya sebagai rutinitas menjadi kuat dan tidak mudah dikalahkan. M1 saya mengatakan waktu bangun tidur adalah mematikan alarm dan tindakannya mematikan alarm (K1), apakah hari berikutnya saya mampu langsung bangun (K2) sekalipun sudah ada memori M1 saya mengatakan langsung bangun itu bagus ? Awalnya saya dikuasai pikiran, waktu alarm berbunyi dan saya bilang matikan alarm dan tidur lagi. Saat pikiran menguasai, hadir self talk untuk "melawan"nya ada M2. Tidur lagi atau bangun ? Semakin lama self talk dan belum mengambil keputusan, biasanya M1 dan K1 menang. Ada keberanian untuk K2 dengan mengambil keputusan segera tanpa self talk yang lama.  Sama halnya dalam mengambil keberanian untuk kebiasaan disiplin untuk sukses. So untuk menjadi apa yang saya inginkan, saya memprediksi kesesuain M2 dan K2 yang mesti selalu saya evaluasi menuju referensi yang saya inginkan. Lalu saya mesti memiliki sikap pembelajar untuk menambah memori yang cukup untuk mendorong saya  melakukan K2. Saya bisa melakukan K2 kalau saya berani melawan M1 (kebiasaan sekarang).

Insya Allah tulisan ini bisa menginspirasi semua untuk menjadi lebih baik dengan motivasi internal yang cara yang diyakini berhasil. Terima kasih

Munir Hasan Basri


No comments:

Post a Comment

Featured post

Membangun training center dari nol

 Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan. Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam ...