Memberi ruang bagi pikiran untuk disemangati agar menjadi apa yang kita inginkan dengan Perbuatan yang baik
e-Book Munir Hsan Basri
Selasa, Juli 29, 2025
Sadar ngga sih, orang sukses itu sedikit
Senin, Juli 28, 2025
Berlatih sadar dalam kebiasaan
Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita terus menjadi orang yang dinamis untuk menjadi orang yang semakin baik.
Hari ini saya ingin membahas kebiasaan yang lain. Apa iya ? Bayangkan sebagai muslim saat bersin, apa yang kita ucapkan ? Alhamdulillah. Otomatis dan baik buat kita. Ini kebiasaan yang bagi buat kita, tapi kita mesti menindaklanjuti makna ucapan kita tersebut agar kebiasaan menjadi terasa bermakna. kebiasaan lain yang sering kita alami, kita mengucapkan "terima kasih" dan bertanya "apa kabar" kalau bertemu temen. Dalam hal bertanya "apa kabar" memang kebiasaan, tapi ala kadar aja sebagai basa basi. Sebenarnya kebiasaan ini bisa bermakna asal kita melakukannya dengan senang hati dan menikmati keadaannya. Bertanya "apa kabar ?" mungkin basa-basi, tapi bisa kita maknai dengan membalas jawaban dari temen. Misalnya,"katanya baik tapi kok rasa muram begitu".
Umum: Tentukan niat dan prioritas harian agar tidak terombang-ambing.
Spiritual: Bangun dengan mengingat Allah (dzikir pagi), niatkan semua aktivitas sebagai ibadah.
2. Membaca dan Belajar Setiap Hari
Umum: Minimal 10–15 menit membaca buku bermanfaat.
Spiritual: Sertakan membaca Al-Qur’an atau tafsir setiap hari.
3. Latihan Fokus dan Syukur
Umum: Tulis 3 hal yang disyukuri setiap pagi.
Spiritual: Jadikan syukur sebagai doa dan renungkan nikmat Allah.
4. Jaga Shalat Tepat Waktu
Umum: Disiplin waktu mencerminkan kontrol diri.
Spiritual: Shalat adalah pusat kesadaran kepada Allah dalam sehari.
5. Batasi Distraksi Digital
Umum: Atur waktu untuk media sosial, jangan biarkan menguasai pikiran.
Spiritual: Hindari konten yang menggelapkan hati.
6. Lakukan Kebaikan Kecil Setiap Hari
Umum: Senyum, bantu orang, ucapkan kata baik.
Spiritual: Niatkan semua kebaikan karena Allah.
7. Latih Kesabaran dan Tahan Emosi
Umum: Berhenti sejenak sebelum merespon.
Spiritual: Ingat bahwa Allah mencintai orang yang sabar.
8. Evaluasi Diri Sebelum Tidur
Umum: Cek apakah hari ini mendekatkanmu ke tujuan.
Spiritual: Muhasabah, istighfar, dan doa sebelum tidur.
9. Perkuat Koneksi dengan Orang Positif
Umum: Lingkungan menentukan kebiasaan.
Spiritual: Pilih teman yang mengingatkanmu pada Allah.
10. Jaga Tubuh dan Pikiran
Umum: Olahraga ringan, makan sehat, cukup tidur.
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.”
(QS. Al-Hadid: 4)
Saat bangun tidur, ucapkan doa bangun dan niatkan semua aktivitas sebagai ibadah.
Kesadaran: “Aku sedang menghadap Allah, Dia mendengar setiap doaku.”
3. Membaca Al-Qur’an Setiap Hari
Walau hanya 1 halaman, biasakan tilawah dan tadabbur.
Kesadaran: “Ini kalam Allah yang menuntun hidupku.”
4. Dzikir di Setiap Transisi Aktivitas
Ganti scrolling tanpa arah dengan dzikir ringan (Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar).
Kesadaran: Menghubungkan rutinitas dengan ingatan kepada Allah.
5. Menjaga Lisan dan Niat
Hindari ghibah, ucapan sia-sia, dan perkataan negatif.
Kesadaran: “Setiap kata dicatat oleh malaikat.”
6. Bersyukur di Tengah Aktivitas
Saat bekerja, makan, atau berkendara, ucapkan syukur.
Kesadaran: “Nikmat ini datang dari Allah, bukan semata usahaku.”
7. Menahan Diri dari Hal Haram dan Syubhat
Latih diri menahan pandangan, menahan tangan, dan menahan hati dari yang dilarang.
Kesadaran: “Allah selalu melihatku, meski tak ada yang melihat.”
8. Muhasabah Sebelum Tidur
Renungkan: “Apa hari ini sudah membuat Allah ridha?”
Istighfar dan doa agar Allah menerima amal hari ini.
9. Bersedekah atau Berbuat Baik Setiap Hari
Meski kecil, biasakan memberi atau membantu orang lain.
Kesadaran: “Aku memberi bukan karena orang, tapi karena Allah.”
10. Menghadirkan Allah dalam Keputusan Kecil
Sebelum memutuskan sesuatu, biasakan berkata dalam hati:
“Kalau Allah melihat (dan Dia memang melihat), mana yang paling Dia suka?”
Berikut tool yang membantu kita dengan ceklist
☐ Niat lillah saat bangun
☐ Shalat tepat waktu
☐ Tilawah minimal 1 halaman
☐ Dzikir setiap pergantian aktivitas
☐ Jaga lisan & niat
☐ Ucapkan syukur di tengah kesibukan
☐ Hindari hal haram & syubhat
☐ Muhasabah sebelum tidur
☐ Satu kebaikan untuk Allah
☐ Hadirkan Allah dalam keputusan
Pernahkah kita merasa hari-hari berjalan begitu cepat, sampai kita lupa untuk berhenti sejenak dan mengingat Allah? Kita bangun, bekerja, makan, berinteraksi, lalu tidur—semua seperti otomatis. Di antara kesibukan itu, adakah ruang bagi hati untuk berkata, “Aku bersama Allah, dan Allah bersamaku”?
Hidup dalam kesadaran kepada Allah bukan berarti kita harus meninggalkan dunia, tetapi menghadirkan Allah dalam setiap langkah. Kesadaran ini bisa dimulai dari kebiasaan kecil, yang jika dilakukan konsisten, menjadi karakter yang melekat.
Berikut 10 kebiasaan sederhana yang bisa kita latih setiap hari agar hati selalu terhubung dengan Allah.
(Situasi: pagi hari di kantor sebelum mulai bekerja)
Mamat: (mengetik sambil buru-buru) “Aduh, deadline lagi, deadline lagi. Pagi-pagi langsung pusing!”
Myra: (tersenyum) “Pusing kenapa? Udah niat kerja buat siapa?”
Mamat: (bingung) “Ya buat bos lah… buat gaji!”
Myra: “Hmm… kalau gaji telat, kamu masih semangat kerja nggak?”
Mamat: “Ya nggak juga sih… Eh, maksud kamu apa?”
Bujang: (nyelutuk) “Dia maksudnya, niatin kerja buat Allah. Gaji itu cuma bonus, bro!”
Mamat: (mikir sebentar) “Kerja buat Allah? Hm… menarik juga. Kalau gitu, tiap ketik laporan juga dapat pahala?”
Myra: “Ya iya. Asal niat benar, jaga amanah, dan nggak curang.”
Bujang: “Lagian kalau Allah yang jadi tujuan, kerja nggak gampang stres. Karena kita tahu, yang nilai bukan cuma bos, tapi Allah juga.”
Mamat: (senyum) “Oke deh. Mulai sekarang, kerja lillah. Bismillah!”
(Dialog ini menunjukkan bahwa kesadaran kepada Allah bisa hadir di tengah rutinitas kerja, bukan hanya di masjid.)
bagaimana ingin menampilkan kebiasaan baik saja dan menghentikan kebiasaan buru
Pertanyaan ini penting, karena menumbuhkan kebiasaan baik dan menghentikan kebiasaan buruk bukan proses instan. Dalam perspektif kesadaran kepada Allah, ini bukan hanya soal self-discipline, tapi juga soal niat lillah dan kontrol hati.
✅ Cara Menampilkan (Menumbuhkan) Kebiasaan Baik
Mulai dari Niat yang Benar
Luruskan niat: “Aku lakukan ini karena Allah.”
Niat yang kuat akan jadi energi saat malas datang.
Mulai Kecil, Jangan Perfeksionis
Misal: Mulai dari tilawah 1 halaman, bukan 1 juz.
Konsistensi lebih penting daripada jumlah besar tapi putus.
Tautkan ke Aktivitas yang Sudah Ada (Habit Stacking)
Setelah shalat Subuh → baca Al-Qur’an 5 menit.
Setelah makan → ucapkan doa syukur.
Gunakan Pengingat dan Lingkungan
Pasang sticky note: “Hari ini sudah niat lillah?”
Cari teman yang sama-sama punya misi memperbaiki diri.
Rayakan Progres Kecil.
Ucapkan hamdalah tiap kali berhasil.
Sadari Dampaknya pada Akhirat dan Diri
Tanyakan: “Kalau aku mati setelah melakukan ini, apa aku rela?”
Ganti dengan Kebiasaan Baik (Replacement)
Misal: Daripada scrolling gosip → baca artikel Islami.
Marah → tarik napas, ucapkan istighfar.
Buat Hambatan untuk Akses Kebiasaan Buruk
Blokir aplikasi yang bikin lalai.
Jauhkan diri dari lingkungan yang memicu maksiat.
Gunakan Kontrol Hati (Muraqabah)
Ingat: “Allah melihatku sekarang.”
Ini cara paling efektif mengontrol diri.
Istighfar dan Jangan Menyerah
Kalau terjatuh, segera taubat.
Allah lebih sayang hamba yang terus kembali daripada yang menyerah.
Perubahan bukan datang tiba-tiba. Ia lahir dari kebiasaan yang kita tanam setiap hari. Maka, jika kita ingin hidup dalam kesadaran kepada Allah, kita harus mulai dari dua hal: menghentikan kebiasaan buruk dan menggantinya dengan kebiasaan baik.
Karena iman itu naik dan turun. Jika kita biarkan diri terus mengulang keburukan, hati kita akan keras dan iman merosot. Sebaliknya, ketika kita melatih diri mengulang kebaikan, iman akan subur. Rasulullah ﷺ bersabda:
Artinya, bukan banyaknya yang membuat Allah ridha, tapi konsistensi. Dan konsistensi itu lahir dari kebiasaan.
(HR. Ahmad)
“Jangan tunggu sempurna untuk berubah. Mulailah berubah agar Allah sempurnakan dirimu.”
✅ Kebiasaan = otomatis, sehingga kita tidak berpikir banyak saat melakukannya.
❌ Tapi sisi negatifnya: kalau terlalu otomatis, kita kehilangan kesadaran (presence).
Insya Allah, penjelasan ini dapat menginpirasi dan memotivasi dir untuk menjadi semakin baik. Dengan memberdayakan diri dapat memperbaiki diri menjadi orang dengan kebiasaan baik yang selalu sadar (hadir dalam setiap tindakan).
Munir Hasan Basri
Minggu, Juli 27, 2025
Kebiasaan bukan saja terbentuk, tapi temukan motivasinya
Sabtu, Juli 26, 2025
Apa iya Allah itu hanya Maha Melihat ?
Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita selalu dapat menghadirkan Allah di hati ini agar kita menjadi hamba Allah yang sebenarnya.
Hari ini melanjutkan tulisan sebelumnya, "Melihat dan Maha Melihat". Judulnya di atas merupakan perluasan pemaknaan dari kata Basir.
Al-Baṣīr (Maha Melihat) sangat terkait dengan ilmu (pengetahuan). Hubungannya mendalam, baik dari segi makna maupun hikmah. Berikut penjelasan detailnya:
Makna sifat: Allah memiliki penglihatan yang sempurna, tidak terbatas, dan meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Kata Melihat bukan kita persepsi seperti kita melihat dengan mata.
b. Tidak membutuhkan mata atau alat bantu.
c. Meliputi semua makhluk, baik yang besar maupun sekecil atom.
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujurat: 18)
atau dengan kata yang lain
Allah melihat hamba-hambanya, mengetahui (Alim) keadaan hamba-hambanya Ali Imran ayat 15
وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِالْعِبَادِۚ
atau ayat lain dimana bukan sekedar melihat tapi Allah mengetahui apa yang terjadi termasuk dosa-dosa manusia
وَكَفٰى بِرَبِّكَ بِذُنُوْبِ عِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا
dan kata Maha Melihat juga dikaitkan dengan Maha mendengar, pada An Nisa ayat 134ang
وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Dari ayat-ayat di atas dapat kita ambil hikmahnya sebagai berikut
Kalaulah Allah itu Maha Melihat, maka dibalik makna melihat itu tersirat adanya Allah yang Maha Mengetahui keadaan kita yang diperhatikan baik hati dan tindakannya. Kalau kita merasa dizalimin tak perlu lebay juga, karena Allah tahu. Tidak sekedar melihat saja, Allah juga merespon atau membalas apa yang kita kerjakan. Apa iya begitu ? Iyalah. Tak mungkin Allah melanggar janjinya. Yang perlu kita pertanyakan adalah apa yang sebenarnya sudah kita kerjakan ? Jika benar baik, maka ada balasannya dan sebaliknya jika tidak baik, maka Allah juga respon atau balas dengan yang setimpal. Sepanjang waktu dan sepanjang usia kita, Allah selalu menunggu ingin membalas kebaikan kita. Sudah dikerjakan hal baik ? dan sudahkah ikhlas ??
Maha Melihatnya Allah itu juga disamping dengan Maha Mendengar, Boleh saja tindakan kita baik tapi tidak ikhlas di hati. Maka Allah juga Mendengar apa yang kita ucapkan di hati dan lisan kita. Bukankah kita bisa terlihat diam (tidak melakukan apa-apa) tapi hati bicara. Hati-hati dengan ucapan dari apa yang kita kerjakan, Allah Maha Tahu, tahu isi yang kita ucapkan secara batin maupun zahir, dan Allah juga Maha melihat apa yang kita kerjakan sekalipun tak tampak fisiknya.
Abu Nawas: “Di Mana Allah?”Suatu hari,
Raja Harun al-Rasyid menguji Abu Nawas:
Pesan moral: Tidak ada satu pun tempat yang luput dari penglihatan Allah. Ini sangat sesuai dengan makna Al-Baṣīr.
Jumat, Juli 25, 2025
Melihat dan Maha Melihat
Hari ini saya menulis tentang Allah itu Maha Melihat. Mungkin ada yang sudah paham dan mungkin ada yang penasaran sudah paham kok dibahas. Tetapi yang sudah paham pun begitu tidak mudah mengamalkannya, karena kaitannya hanya antara kita dengan Allah saja. Apa yang kita perbuat sehari-hari selama ini tidak memperhitungkan bahwa Allah itu Maha Melihat, buktinya kita masih melakukan yang dilarang Allah dan tidak berbuat yang terbaik.
1. Seolah-olah Melihat Allah dalam ibadah. Ini adalah tingkatan tertinggi dalam ibadah. Seorang hamba beribadah dengan kesadaran penuh, seakan-akan ia sedang berhadapan langsung dengan Allah.
Ini melahirkan kekhusyukan, keikhlasan, dan cinta dalam ibadah.
2. Jika Tidak Bisa, Maka Yakin Allah Melihatmu. Ini adalah tingkatan minimal dari ihsan. Meskipun kita tidak bisa membayangkan Allah secara fisik, kita tetap sadar bahwa Allah Maha Melihat (Al-Baṣīr) dan Maha Mendengar (As-Samī‘).
Kesadaran ini mendorong kita untuk:
a. Menjaga amal dan niat
b. Menjauhi maksiat meski dalam kesendirian
c. Berbuat baik meski tidak dilihat manusia
Ihsan adalah bentuk tertinggi dari iman dan ibadah. Ia sangat erat dengan sifat Allah sebagai Al-Baṣīr dan Al-Samī‘.
Semakin kuat keyakinan kita bahwa Allah melihat dan mendengar, semakin tinggi kualitas ihsan kita.
“Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Pengawasan Ilahi
Dalam ihsan, kita menyadari bahwa tidak ada amal yang luput dari penglihatan Allah. Ini mendorong kita untuk:
a. Ikhlas dalam beramal
b. Menjaga perilaku meski tidak dilihat manusia
c. Menghindari maksiat meski dalam kesendirian
3. Kualitas Ibadah
Ketika kita sadar bahwa Allah melihat kita, ibadah menjadi lebih khusyuk, terarah, dan bermakna.
Ini adalah inti dari ihsan: beribadah dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah.
Dampak : Menjaga amal dan niat
Sidat Allah : Pengawasan Ilahi
🕊️ Makna dan Kisah tentang Al-Samī‘ (ٱلسَّمِيعُ) – Maha Mendengar
📖 Makna
Allah Maha Mendengar segala sesuatu—baik yang keras maupun yang pelan, yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Bahkan bisikan hati pun didengar oleh-Nya. Pendengaran Allah tidak terbatas oleh ruang, waktu, atau bahasa
📜 Kisah: Khaulah binti Tsa’labah
Dalam Surah Al-Mujadilah ayat 1, Allah menyebut bahwa Dia mendengar keluhan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa’labah yang mengadukan masalah rumah tangganya kepada Rasulullah ﷺ.
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya...”
Ini menjadi bukti bahwa Allah mendengar keluhan hamba-Nya, bahkan sebelum Rasulullah ﷺ selesai mendengarkan1.
💡 Pelajaran:
Allah mendengar doa dan keluhan kita, bahkan yang tidak terucap.
Kita diajak untuk menjaga ucapan dan memperbanyak doa dengan keyakinan bahwa Allah mendengar.
Selain kisah Khaulah binti Tsa'labah, ada beberapa kisah dan penjelasan dalam Islam yang menggambarkan sifat Allah sebagai Al-Samī‘ (Maha Mendengar) dan Al-Baṣīr (Maha Melihat):
🕊️ Kisah dan Penjelasan tentang Al-Samī‘ (Maha Mendengar)
📜 1. Doa Nabi Zakariya
Dalam QS. Maryam: 3-4, Nabi Zakariya berdoa dengan suara lembut memohon keturunan:
“Ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut...”
Ini menunjukkan bahwa Allah mendengar doa yang lirih sekalipun.
Pelajaran: Allah mendengar doa yang tulus, bahkan yang tidak terdengar oleh manusia lain.
👁️ Kisah dan Penjelasan tentang Al-Baṣīr (Maha Melihat)
📜 2. Kisah Nabi Musa dan Fir’aun
Dalam QS. Taha: 46, Allah menenangkan Nabi Musa dan Harun saat menghadapi Fir’aun:
“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.”
Pelajaran: Dalam situasi sulit, Allah hadir, mendengar dan melihat perjuangan hamba-Nya.
📖 Penjelasan Ulama tentang Al-Baṣīr
Menurut Imam Al-Muzani dan ulama tafsir lainnya 1:
Allah melihat segala sesuatu, bahkan yang paling kecil dan tersembunyi.
Nama Al-Baṣīr disebut lebih dari 40 kali dalam Al-Qur'an.
Allah melihat amal manusia dari segala sisi, dan akan memberikan balasan sesuai hikmah-Nya.
2 : 127,137,181. 2:224,227,244,256. 3:34,121. 4:58,134,148. 5:76. 6:31,115. 7:200.
8:17,42
Kamis, Juli 24, 2025
Siapa saya ??
Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah selalu tercurahkan rahmat Allah kepada kita semua.
Hari ini saya ingin berbagi tentang siapa saya ? Sebenarnya siapa saya adalah apa yang ada dalam pikiran saya. Hal berkaitan dengan apa yang pernah kita pelajari dan apa yang telah kita lakukan. Dan bisa juga merupakan apa yang kita impikan belum tercapai. Semua itu tersimpan dalam memori pikiran (alam bawah sadar). Karena hal inilah semua itu menentukan siapa saya (kita).
Sebagai contoh, seseorang yang latar belakangnya hidup di kota dan gaya hidup anak-anak muda. Maka kalau soal makan, orang ini sama mengenal dan biasa makan di resto. Bisa jadi harga di resto itu murah bagi dia. Karena dia sudah terbiasa makan di resto itu. Sebaliknya orang desa dengan latar belakang hidup sederhana di desa, maka makan itu paling mentok makan di warung saja. Karena memang tidak punya uang banyak. Kalau kedua orang ini ditanya tentang makanan yang enak dimana ? Orang kita jawab,"makan di resto" dan apa jawaban anak desa ? Dia menjawab "makan di warung". Siapa saya adalah jawaban itu. Bagi anak kota, siapa saya ? Dalam makan pilih tempat makan, siapa saya adalah resto. Makanan di resto itu telah menjadi kebiasaannya, artinya siapa saya adalah kebiasaan saya. Sama juga dengan anak desa, siapa saya adalah kebiasaannya juga, yaitu saya adalah warung makan. Atau bisa jadi juga orang yang belum kesampaian makan di tempat tertentu, dia menjawab dengan saya adalah tempat tertentu tersebut. Kebiasaan-kebiasaan lain membentuk diri seseorang dan menjadi memori dalam pikiran kita.
Mengapa itu terjadi ? Sebenarnya kita sudah dibentuk oleh kebiasaan itu yang tersimpan dalam memori. Hal ini terjadi karena otak kita bekerja otomatis. Sinyal yang masuk ke dalam pikiran selalu dicarikan kesesuaian dengan memori. Tanpa banyak berpikir lagi memori itu langsung keluar dan muncullah dalam ucapan ataupun tindakan kita. Disinilah kita kehilangan kesadaran siapa saya. Seharusnya jika kita sadar, maka kita tidak langsung menjawab apapun sinyal yang masuk ke dalam pikiran kita. Saat menerima sinyal atau ada yang bertanya, maka kita memiliki pilihan untuk mencerna dulu apa yang terjadi. Misalkan pertanyaan yang sama ditanya dimana makan yang enak. Maka pertanyaan dicerna dengan seksama, tentang makan dan tempat. Ada dua hal yang berbeda, makanan yang enak dan lokasi yang enak. Pikiran bertanya, mau makannya yang enak atau tempatnya yang enak. Apalagi orang yang ditanya pernah diceritakan makanan yang enak di suatu tempat. Maka siapa saya menjadi terlihat "aneh" yang sebagian orang. Siapa saya adalah makanan yang enak, atau siapa saya adalah tempat makan yang enak.
Apakah orang yang sudah terbiasa (kebiasaannya) itu baik buat dirinya ? Yang pasti orang ini merasa nyaman aja, dan pilihannya tidak ada yang lain. Tapi menjadi kuran update karena tidak mau melakukan yang berbeda atau mengganti kebiasaannya dengan yang baru. Hidup ini dinamis dan mesti berkembang. Maka siapa sayanya juga mengikuti untuk menjadi semakin baik. Biasanya orang itu tidak berkembang dengan baik lagi saat dia sudah merasa sudah kerja setelah melewati perjalanan pendidikan (ilmu). Kehidupan yang dijalaninya adalah kebiasaan-kebiasaan yang sudah terbentuk sebelumnya. Umumnya Kebiasaan yang utama tetap selalu ada dan mau tidak mau dia merubah kebiasaannya karena bergaul dengan orang yang dinamis.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah iya kebiasaan itu tak perlu berubah. Sepantasnyalah kita menjadi orang yang update untuk menjadi semakin baik, siapa saya nya ? Saya yang update terus. Bukankah kita ini adalah bagian yang dunia yang pasti berubah setiap saat dan mau tidak mau mesti mengikutinya. Yang terpenting adalah saya adalah saya yang baik dan bener. Inilah yang menjadi dasar siapa saya, sesuatu yang bener dan mutlak untuk mengikuti perubahan yang terjadi.
Oh ya, yang kurang menyenangkan dari kebiasaan itu adalah tidak mikir lagi. Serba otomatis, apapun sinyalnya respon atau sikap kita selalu sama. Padahal tidak selalu demikian, setiap sinyal yang masuk ke dalam pikiran kita itu bisa sama tapi latar belakangnya berbeda. Orang yang dinamis itu selalu ingin berpikir dan memberi hasil yang terbaik. Sebagai contoh masih tentang dimana makanan yang enak ? Maka mungkin yang bertanya bermaksud ingin mengajak orang untuk makan di rumahnya, Gratis dan enak lagi (masakan rumahan). Maka dibalik latar belakang pertanyaan tersebut sangat memberi peluang untuk,"Mengapa kita tidak makan di rumah aja, bila perlu kita masak bareng. pasti menyenangkan". Bukankah hal ini sangat menarik dengan tidak melulu kebiasaan yang ada.
Jadi siapa saya dimasa kecil menjadi tidak sama dengan siapa saya di masa kuliah atau sudah kerja. Tetapi masih ada yang samanya adalah orangnya santun. Itulah dasar perubahannya tidak berubah, adalah kebaikan, yang bener, yang baik. Dasar yang baik itu berasal dari Sumber kebaikan, yaitu Allah. Dan yang luar biasanya lagi adalah hampir standard santun itu sama bagi semua orang. Itulah Allah, adalah sumber yang sama.
Kebiasaan itu baik, tapi teruslah untuk berpikir untuk mendapatkan yang update sehingga kita bisa menikmati apa yang kita lakukan dengan menyenangkan. Kebiasaan hanya mentrigger kita untuk memulai dan di saat itu kita mulai berpikir sesuai ilmu yang kita miliki. Disinilah peran ilmu yang bisa merubah kebiasaan sebelumnya menjadi kebiasaan yang semakin baik. Tanpa ilmu semua itu tak mudah untuk dilewati. Maka dari itu belajar tentang ilmu baru (yang baik) adalah proses yang tak pernah berhenti. Inilah alasannya mencari ilmu sampai mati, karena memang kita membutuhkan kehidupan yang semakin baik.
Inilah sisi lain dari siapa saya ? Saya tidak pernah berhenti untuk menyempurnakan ilmu tentang siapa saya. Bisa jadi ilmu hari ini bukanlah yang terbaik untuk mengatakan siapa saya, tapi sangat mungkin ilmu di hari berikutnya. Ilmu itu bisa dari banyak orang dengan latar belakang yang berbeda, mari sikapi semua itu menjadi kewajiban kita untuk bersama meraih yang semakin baik.
Insya Allah saya dapat mengambil hikmat dari tulisan saya ini dan bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membaca. Tidak lain saya ingin memberdayakan diri saya sendiri untuk hidup semakin bermakna. Inilah motivasi islam yang selau saya pegang dan menjadi motivasi diri yang baik untuk diamalkan.
Munir Hasan Basri
Rabu, Juli 23, 2025
Latar belakang Training kesadaran kepada Allah
Hari ini saya berbagi tentang training yang bawakan untuk umum, perusahaan dan siapa saja yang ingin meningkatkan produktivitas diri. Tidak produktivitas yang ditingkatkan tapi selalu ada dorongan yang tidak terpaksa untuk melakukannya. Intinya adalah bagaimana seorang muslim menselaraskan iman dan kerja.
Emangnya kenapa training ini dilakukan ? Saya melihat dan saya sendiri pernah mengalaminya, dulu. Apa yang saya lihat ? Saya melihat diri saya sendiri, iman untuk menjadi hamba yang taqwa itu tidak sejalan dengan apa yang kerjakan di kantor. Bahkan ada yang tidak pas, dimana salat saya dilaksanakan untuk memperlancarkan kerjanya dengan hasil terbaik. Menurut saya, salat saya ini tidak murni ikhlasnya. Bukankah salat itu ibadah yang dijalankan dengan memurnikan hati yang ikhlas kepada Allah. Kalau ada masalah, maka salatnya kenceng. Nggak salah tapi kurang oke aja. "Ada udang dibalik batu". Dalam Al Qur'an disindir "kalau ada masalah lalu mengadu dan berdoa kepada Allah, setelah masalahnya selesai ... salat dan doanya kembali seperti biasa".Bagaimana dengan Anda ? Miriplah.
Lebih lanjut membaca fakta keluhan banyak orang, mempertanyakan atau bisa dikatakan "keluhan". Apa itu ? Mengapa saya yang sudah ibadah, salatnya lengkap dari wajib dan sunnahnya dan sudah juga berdoa serta beramal, tapi kok belum mencapai apa yang saya inginkan (sukses) ? Saya sebenarnya tidak untuk menjawab alasannya. Tapi bila direnungkan bisa jadi Allah menguji kita atau lebih kenanya karena memang iman kita masih belum kuat sehingga hadir keraguan di hati yang menyebabkan kita belum maksimal ibadah dan kerjanya.
Atas dasar hal di atas, saya berinisiatif belajar kembali agama dan ilmu pekerjaan saya. Apa yang terjadi saat saya hanya mengandalkan agama yang kuat tapi tidak berilmu juga dalam pekerjaan, maka hasil dari pekerjaan saya bisa membuat lemah iman. Misalkan gaji yang tidak meningkat, padahal menurut kita sudah hebat kerjanya (kerja sesuai permintaan). Tak ada yang lebih kerja sesuai deadline dan sesuai apa yang diminta. Apa yang terjadi ? Ibadah dan doa saya yang diharapkan memberi percepatan kerja yang maksimal tidak terjadi (belum dikabulkan). karena iman saya tidak kuat juga, iman itu pun melemah. Hanya sekedar iman. Untuk mengatasi hal ini saya pun mesti hebat dalam ilmu pekerjaan, sekalipun tidak diminta. Memberi yang terbaik dan dinamis setiap saat (berubah) sehingga apa yang saya kerjakan melebihi harapan dari atasan saya. Apa akibatnya ? Saya dipercaya dan Allah izinkan dengan ibadah dan doa saya menjadi nyata dengan perbaikan pendapatan. Saat seperti inilah saya menyelaraskan iman dan kerja dalam satu garis lurus. BUkankah iman itu perlu pembuktian ? Pembuktiannya adalah lewat ibadah, doa dan kerja yang berkualitas.
Ternyata saya menemukan sendiri petunjuk dari Allah, rasanya tidak mungkin jika saya sudah beriman tapi kok amalannya tidak hebat. Ada yang kurang pas. Maka Iman itu percaya, kemudian Islam itu yakin dan semakin sempurna dengan ihsan. Ihsan inilah yang mendasari kesadaran yang saya maksud. Selama ini saya fokus pada iman dan islam. Bayangkan saat saya sadar kepada Allah, apa yang terjadi ? Saya merasa dilihat dan diawasi Allah dan para malaikatnya. Dengan iman yang ada, saya jadi menjaga sikap dan perilaku saya. oh ya, Ihsan seperti ini masih kelas dua, yang lebih tinggi lagi adalah kita seolah melihat Allah. Penerapan ihsan yang bener menyebabkan saya pasti ingin berbuat yang baik (amal saleh). Saya pasti takut melakukan ketidaktaatan kepada Allah, dimana sekecil apapun dibalas Allah. Ada perkataan saya terkendali melakukan hal baik (amal saleh), semakin banyak saya berbuat baik ... saya pun merasakan dampak hasil positifnya. Apa yang terjadi ? hasil yang saya peroleh dari berbuat baik itu semakin menguatkan iman saya.
Dapat saya simpulkan bahwa saat saya bekerja yang bener (efektif dan efisien) dan juga meningkatkan nilai ibadah yang saya lakukan. Semua ini karena saya merasa ada Allah, di awasi Allah dan dilihat. Hasilnya saya mendapatkan kebaikan dari perbuatan baik itu dan menguatkan keimanan saya. Selanjutnya ? Saya semakin kuat beribadahnya. Dengan kata lain, semakin kuat saya mengejar dunia nafkah saya, maka semakin besar pula saya meningkatkan ibadah saya (iman saya). Dari pengalaman inilah saya ingin berbagi kepada siapapun tentang penerapan kesadaran kepada Allah ini dalam dunia kerja atau kehidupan kita. Output yang dihasilkan adalah semakin produktif dalam bekerja atau beraktivitas.
Dengan pengalaman saya sebagai trainer profesional, maka saya buatkan pelatihan kesadaran kepada Allah. Awalnya saya memberi judul kesadaran spiritual, tapi akhirnya saya menggantinya dengan kesadaran kepada Allah karena khawatir terjadi kesalahpahaman. Kata spiritual sudah menjadi bahasa umum dan kurang islami. Pelatihan ini sudah saya lakukan sejak 2006 sampai sekarang. Alhamdulillahirabbil alamin, pelatihan yang saya sampaikan memberikan dampak hampir di atas 90% kepada peserta.
Insya Allah apa yang share dalam tulisan ini menjadi inspirasi, motivasi diri untuk menjadi semakin baik. Inilah cara saya memberdayakan diri saya untuk meningkat iman dan kerja saya. Orang bilang ini motivasi islam.
Munir Hasan Basri
Featured post
Udah bisa bangun paginya
Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...
-
Banyak orang diperdaya dirinya dan senang, hasilnya materi. But sedikit orang berdayakan dirinya dan bahagia, hasilnya produktif bisa mendap...
-
Setelah saya menulis membangun training center dari nol , saatnya saya bercerita mengembangkan training center itu sendiri. Bermodal awal ...
-
Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan. Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam ...