Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Rabu, Oktober 16, 2024

Menjadikan training center sebagai pusat informasi

 Semangat pagi semua ... Insya Allah aktivitas kerja hari ini semakin bermakna

Sebelumnya saya sudah menulis pengalaman saya dalam bidang training center dari nol. Pertama saya menulis pengalaman Membangun training center dari nol dan mengembangkan training center dan kali ini saya meneruskan tulisan dari pengalaman masih seputar training center yaitu Menjadikan training center sebagai pusat informasi. Informasi tentang apa ? Informasi tentang perusahaan dan brandnya, kapan berdirinya dan siapa pendirinya serta apa visi dan misi perusahaan. Inilah langkah pertama menjadikan training center sebagai pusat informasi. Informasi tentang perusahaan dan brandnya sering tidak banyak diketahui oleh seluruh karyawan dan yang pasti sangat berharga bagi informasi yang penting bagi pelanggan.

Pusat informasi tentang perusahaan dan brand perlu adanya bahasa yang baku agar tidak semua orang mempersepsikan menurut mereka sendiri. Inisiatif ini saya ambil sebagai tugas untuk training center. Dampaknya juga baik, karena sebagai pusat informasi ini menjadi referensi yang positif dan juga sebagai "iklan" bagi yang membutuhkannya. Informasi tentang perusahaan dan brand dapat digunakan oleh call center, referensi bagi marketing dan sales, dan yang pasti informasi tentang perusahaan dan brand ini menjadi materi baku bagi karyawan baru. Semakin dikenal membuat orang semakin sayang. 


Tak hanya sekedar informasi perusahaan dan brand, saya dan team juga memberanikan diri mengumpulkan materi promosi produk dari berbagai jaringan penjualan dan juga mengumpulkan aktivitas perusahaan dalam mempromosikan produk kepada calon pelanggan. Sebagai contoh, karyawan atau pelanggan bisa tahu promosi apa yang sedang berlangsung di toko atau modern outlet, produk apa yang dipromosikan dan juga tahu berapa harga promonya. Ada juga informasi tentang Pameran atau aktivitas marketing yang sedang berlangsung. Sekali lagi informasi ini kami titipkan di call center. Call center sangat menghargai pusat informasi ini karena dapat membantu call center untuk memberikan tentang aktivitas promo atau menjawab dengan mudah apa yang ditanyakan oleh calon pelanggan. 




Setelah saya dan team training center menjadikan pusat informasi perusahaan dan brand, dan yang tidak kalah pentingnya karena saya dan team menguasai produk dengan kelebihan dan hal teknis lainnya. Maka saya memutuskan menjadikan training center sebagai pusat informasi produk baik teknis maupun non teknis. Saya dan team mengumpulkan brosur, info produk dan hal terkait sejak perusahaan mulai memasarkan produknya. Apapun produk yang pernah dijual sejak awal dapat saya kumpulkan. Saya dan team menjadi konsultan produk yang benar-benar menguasai product knowledge dengan baik dan lengkap. Tidak sekedar tahu teknis, tapi mampu memberi saran dan tip kepada calon pelanggan dalam memilih, menggunakan, merawat produk dengan baik. Misalkan pelanggan yang membeli mesin cuci, maka saya dan team menguasai betul tentang cara mencuci yang benar, memilih deterjen yang bagus, penggunaan ari dalam mencuci (kualitas air dan jumlahnya) dan mendapatkan hasil mencuci yang optimal. Bahkan memberi inspirasi bagi pelanggan untuk berbisnis laundry dengan produknya.


Inilah yang saya lakukan agar training center menjadi berharga bagi semua orang, baik karyawan atau pelanggan untuk mendapatkan informasi yang baku dan benar. Ada kalanya seorang salesmen "mengatakan yang tidak tepat tentang produk", maka saya dan team training center dapat meluruskan apa yang disampaikan salesmen. Training center telah menjadi pusat informasi tentang :

1. Perusahaan dan brand

2. Aktivitas promosi dan brandingnya

3. Product Knowledge lengkap

Semua itu sudah saya jalankan dan bekerja dengan baik. Tidak lupa semua materi pusat informasi itu menggunakan knowledge management agar benar-benar menjadi pusat informasi yang terorganisasi dengan rapi dan terus update, serta dapat bermanfaat bagi semua pihak terkait.

Dalam menjalankan program training center di atas, ternyata berdampak kepada kemampuan trainer yang semakin luas pengetahuannya dan juga semakin mahir dalam menyampaikan informasinya. Hal ini juga disupport oleh perpustakaan yang semakin kaya dengan materi buku, majalah dan artikel yang terkait. Apa yang saya rasakan ? Saya tidak sekedar menjadi trainer saja, tapi sudah menguasai bidang salesmen, marketing dan juga mampu menjadi "humas" perusahaan atau dikenal dengan public relation. Kalau di beberapa perusahaan, training center diperlukan untuk mengorganize training atau pelatihan (fasilitator pelatihan) , Disini saya dan team sudah melebihi dengan menjadi konsultan kepelatihan.

Begitu pengalaman yang saya alami dalam membangun training center dari nol. Dalam pikiran saya waktu itu, inilah waktu yang membuktikan bahwa saya bisa berada di bidang yang sebelumnya saya tidak kuasai. Belajar dan menjadi karyawan pembelajar adalah kuncinya. Belajar otodidak dari berbagai sumber yang sudah tersedia di berbagai sumber seperti youtube dan internet. Dalam proses belajar ini hanya terjadi jika saya dapat menerapkannya.

Pengalaman ini telah menjadikan saya sebagai manager training center, tidak hanya memiliki konsep tapi juga mampu menerapkannya. Sebagai pimpinan yang mampu mengelead bawahan (trainer)  dan sangat menguasai dalam mendeliver trainingnya. Apakah saya perlu trainer profesional ? Tidak perlu karena saya bisa menciptakannya. Hal kecil yang terjadi selama menjadi trainer adalah saya mampu menjadi orang yang menarik (bukan pelawak tapi bisa membuat peserta training tertawa dan menyenangkan). 

Apa yang saya ingin tuliskan berikutnya ? Insya Allah saya ingin berbagi tentang pengalaman sebagai trainer bagi rekan selevel manager, GM, direksi dan pemilik perusahaan.

Senin, Oktober 14, 2024

Mengembangkan training center

 Setelah saya menulis membangun training center dari nol , saatnya saya bercerita mengembangkan training center itu sendiri. Bermodal awal dari diri saya sendiri tanpa ada dasar tentang pelatihan, kemudian mengikuti pelatihan dasar training karena ingin menunjukkan bahwa dari nol pun saya bisa. Tak lama berselang memiliki 4 staf dan siap melakukan yang terbaik untuk perusahaan. 

Beberapa manager menjadi sangat respek untuk menerima training center yang saya bangun. Saya menamakan training centernya dengan SLC. Yang pertama saya kembangkan adalah mengkonsolidasikan diri dan team untuk percaya bahwa training center menjadi bagian penting dalam perusahaan. Saya memberi lead tentang masa depan training center kepada team. Training center ini menjadi sumber informasi tentang produk dan perusahaan yang dibutuhkan oleh internal maupun eksternal. Tak hanya itu saja training center yang saya pimpin juga menjadi sumber pengetahuan untuk seluruh karyawan (termasuk direksi) dan pihak yang menjadi kepanjangan dari perusahaan berupa distributor dan dealership. 

Di awal saya membuat "update pengetahuan" sesama team. Setiap anggota team memberikan apa yang dibaca dan dialami untuk share kepada team lainnya hanya dalam waktu paling lama 15 menit. Dengan team yang 5 orang itu, setiap minggu 1 orang mendapat jatah 1 kali. Setiap anggota team yang memberi update, layaknya trainer yang sedang memberi pengetahuannya. Team lainnya berhak bertanya. Hari demi hari dilalui dan membuat team menjadi pede menjadi trainer dengan pengetahuan yang lumayan. Materi yang diupdate adalah tentang motivasi dan salesmanship. Setiap update pengetahuan ini selalu dicatat sebagai knowledge management, yang menjadi referensi untuk menjalani program training selanjutnya. Dalam hal ini dampak yang dirasakan adalah setiap orang dalam training center ini mau tidak mau mesti membaca buku, mendengar radio, dan berdiskusi. Ini sangat bagus untuk membekali trainer dalam mendeliver training. Setiap bulan training center membeli buku apa saja yang dibutuhkan seperti manajemen dan motivasi, yang dijadikan perpustakaan training center. Perpusataan ini berkembang dengan sumbangan buku dari manajer dan pimpinan perusahaan. Program "Update pengetahuan" ini berlangsung setiap hari dan menjadi kebiasaan training center yang saya pimpin. 


Efek dari adanya perpustakaan dalam training center itu, saya terpikir untuk mengembangkan setiap trainer menjadi lebih luas wawasannya dengan mengharuskan setiap trainer wajib membaca buku dan mendelivernya dalam bentuk training. Tentunya hal ini ditujukan untuk training center dulu, dan dengan evaluasi dan perbaikan, training center memberikan training kepada karyawan. Alhamdulillah training terus berkembang dan memberi manfaat bagi karyawan dan perusahaan.

Langkah strategis di awal yang saya lakukan adalah melakukan training motivasi kepada team salesmen/spg. Salesmen atau SPG perusahaan ditempatkan di store atau toko modern atau dealer yang membantu penjualan. Saya berpikir training kepada salesmen menjadi penting dan sekaligus dapat dirasakan efeknya, untuk meningkatkan penjualan. Tak hanya motivasi saja, saya memasukkan materi utama yaitu cara mengkomunikasikan pengetahuan produk (feature produk) agar bisa dicerna dengan baik oleh konsumen. Tentunya tambahnya adalah membuat training berdampak langsung dengan memberi cara yang menghipnotis konsumen untuk membeli. Trainernya tentu menyampaikan dengan cara yang menyenangkan dan dibekali dengan kemampuan bermain dan berkomunikasi yang menarik. Setiap Minggu salesmen dan spg di training dan pada training berikutnya selalu dievaluasi sehingga training menjadi menarik dan disukai salesmen dan spg. Di awal setiap Minggu, saya dan team melatih sekitar 150 salesmen dan SPG setiap minggu dan berjalan sepanjang tahun. Membayangkan begitu banyak materi yang mesti disiapkan sepanjang tahun, ini sudah tercipta bagi trainer dengan "Update pengetahuan" dan "Membaca buku untuk training" di atas. Training menjadi menarik dan setiap trainerpun bersemangat untuk saling bersinergi. Tak lama kemudian memang dapat dirasakan yaitu penjualan oleh salesmen dan spq pun meningkat. Supervisor dan Manager sales memberi respon positif.

Dalam perjalanannya, training center (SLC) menjadi pembicaraan di perusahaan karena adanya feedback positif dari team sales. Training center tak perlu repot melaporkan kinerja team SLC kepada pihak manajemen, semua sudah terlapor oleh dampak penjualan yang meningkat. Semakin hari semakin kaya mendeliver training oleh team SLC. Mulai dengan training dengan permainan dan sulap, hal ini dilakukan dengan otodidak secara team agar SLC semakin dinantikan oleh salesmen dan spg. Permainan sulap saya temukan dari toko sulap dan diubah menjadi materi training produk dan motivasi. kemampuan ini cukup berdampak kepada ketertarikan peserta training. Dampaknya training semakin mudah diterima oleh salesmen dan spg. Untuk semakin memantapkan training, team SLC menerapkan Knowledge management. SLC membuat catatan training yang dibagikan kepada salesmen dan spg. Tidak hanya catatan training, tapi juga mengembangkan buku produk, buku motivasi dan buku terkait lainnya. Selain buku, team SLC membuat juga one-page dan newsletter.

Dengan program "update pengetahuan", "perpustakaan ( "Membaca buku untuk training)", Mengkayakan diri (trainer) dengan update training yang menarik (permainan dan sulap), saya mengembangkan training center menjadi semakin bermanfaat bagi karyawan dan perusahaan. Penerapan proses belajar yang otodidak dan knowlegde management sangat membantu team training center berkembang semakin tinggi nilainya. Dan yang pasti pengembangan training center ini tidak butuh biaya yang besar.

Apa yang terjadi pada trainer ? Trainer menjadi hebat dan kaya dengan pengetahuan yang selalu update. Ini juga yang membuat team training center ini menjadi solid selalu bersama. Inilah tugas saya sebagai pemimpin training center yang selalu update untuk menglead team dengan hal-hal baru dan bukan sekedar "uang" dengan gaji yang tinggi. Saya bersyukur team training center ini menjadi berkah bagi semua team. Ada satu trainer yang pindah perusahaan multinasional dan dapat mengembangkan diri menjadi semakin baik di perusahaan baru. Team SLC bangga dengan salah satu anggota tersebut. Karena dasarnya saya memiliki kemampuan tinggi dengan program di atas, saya pun dapat menjadikan karyawan (merchandize) yang tidak ada pengalaman trainer dapat menjadi trainer luar biasa.  

Ini adalah pengalaman yang berharga bagi saya dalam memulai dan mengembangkan tidak hanya dalam training center, tapi juga di bidang lainnya. Ikuti kisah berikutnya yang lebih menarik.


Kamis, Agustus 01, 2024

Membangun training center dari nol

 Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan.

Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam departemen atau training center sebuah perusahaan. Sebenarnya saya "terjerumus dimasukkan ke dalam departemen training center", karena memang departemen itu tidak ada sebelumnya. Lintasan pikiran saya cenderung tidak positif, yaitu saya "dibuang" dan menjadi tidak berarti apa-apa di departemen training. Perusahaan berharap saya "tidak berhasil" mengemban tugas di departemen tersebut. Memang sih, saya tidak ada pengalaman menjadi trainer atau apapun tentang pelatihan. Alhamdulillah waktu itu saya memiliki sikap pembelajar dan ingin membuktikan saya bisa, dan saya mengajukan untuk mengikuti pelatihan tentang training. Dengan mengikuti beberapa pelatihan dan bertekad untuk mengembangkan departemen training dari nol dan saya "meminta" staf 4 orang. Keyakinan itu mendorong saya mengambil keputusan untuk saya bisa, dan mengalahkan kecenderung berpikir tidak positif dalam diri saya.

Apa yang saya bangun saat itu ? Membuat semua team menjadi pembelajar dan berbekal kemauan yang kuat, terbentuklah kemampuan training yang semakin baik. Setiap hari, kami yang berada di training saling memberi pengetahuan baru yang dibutuhkan dalam training.  Saling mengupdate dan setiap orang harus berani mempresentasikan apa yang diperoleh. Setiap pagi sebelum bekerja saya membuat forum pagi itu dengan nama "update". Setiap orang bergantian untuk menunjukkan kemampuan pembelajarannya. Saya masih ingat, saat itu menyerap dari berbagai buku motivasi dan siaran radio tentang motivasi, dan tidak lupa juga menyerap buku-buku best seller. Karena departemen training bukan sekedar menjadi fasilitator training, saya mengupayakan untuk menjadi sumber materi dan trainer yang mampu mendelivernya menjadi pelatihan yang dibutuhkan karyawan. Sikap pembelajar mesti didukung oleh kemampuan yang selalu update dan berbagi sesama team dalam media "briefing"

Untuk setelah 2 bulan berada di departemen training, saya memulai pelatihan motivasi kepada team salesmen (SPG dan SPM) yang jumlahnya lebih dari 50 orang dengan 3 kelas yang berbeda. Yang menjadi kunci pelatihan motivasi ini saya mendeliver sesuatu yang belum pernah mereka terima dan dihadirkan dengan gaya yang menarik. Perjalanan pelatihan motivasi yang dibarengi pelatihan product knowledge. Product knowledgenya disampaikan secara aspek menjual dan teknis, sehingga setiap salesmen mampu menyampaikan kepada konsumen dengan benar. Yang utama adalah salesmen tidak berbohong, karena mereka tahu ilmunya. Semua pelatihan tersebut menuntut saya dan team selalu meningkatkan kemampuan dan benar-benar menjadi pembelajar. Tak hanya itu saja saya sendiri menambah kemampuan saya dibidang lain seperti mempelajari hypnosis dan pelatihan spiritual untuk menambah sisi lain dari pelatihan yang diberikan. Dan ini saya upayakan dengan menyisihkan dari uang gaji saya. Semua kami kerjakan dengan senang hati dan saya lead dengan benar. Saya dan team mulai membuat materi pelatihan motivasi, pelatihan produk, salesmenship dari berbagai sumber dalam bentuk power point, dan lupa juga kami membuatnya dalam bentuk lembaran yang bisa dibagi untuk peserta training. Tak lebih dari 1 tahun, kami sudah membawa team sales mencapai penjualan tertinggi. Dan sudah menjadi kepuasan bagi saya, karena sudah membuktikan "saya bukan sekedar bisa", tapi mampu menjadikan departemen training saat itu menjadi faktor keberhasilan departemen sales, dan sudah mulai dilirik perusahaan sebagai bagian penting dari team sales. Keyakinan dan sikap mau belajar adalah daya dorong yang kuat untuk bisa menjalani pekerjaan apapun, termasuk bidang pekerjaan baru. Kami wujudkan semua itu dalam materi yang menarik.


Saya masih ingat, saya kalau memberikan pelatihan produk dan motivasi "tidak ingat siapa saya". Seringnya orang tertawa dengan gaya training saya yang menarik, padahal saya aslinya tidak begitu. Saya pendiam dan pemalu. Saya melakukan pelatihan itu untuk menjadi trainer yang mengikuti alur materi, bukan lagi saya yang sebenarnya. Disinilah kekuatan yang saya miliki sebagai trainer. Materi yang saya berikan selalu saya update sehingga menjadi dibutuhkan team sales. Dan tak lupa, saya selalu menyisipkan aspek spiritual untuk melihat sisi lain dari motivasi dan pekerjaan. Terkadang saya mengajak team sales merenungkan makna dari apa menjadi pekerjaan saya dan team sales. Disinilah saya meramu training motivasi bukan sekedar motivasi mencapai penjualan yang tinggi, tapi juga memaknai pekerjaan itu dari sisi spiritual. Saya pernah menjadi wakil perusahaan untuk memberikan presentasi kinerja saya di perusahaan top saat itu, Alhamdulillah saya memberikan kesan dalam presentasi itu dan mendapat sambutan hangat. Hal ini saya dasarkan karena selalu ada keinginan untuk memberikan "yang menarik" dan berbeda. Tak lupa juga saya menciptakan diri saya sebagai icon training, baik dalam penampilan yang tidak biasa dan juga sangat dirindukan peserta.



Mulai tahun berikutnya, kami sudah dipercaya memberikan pelatihan produk kepada distributor, toko besar dan modern outlet. Yang menarik dari team kami adalah kami mengajarkan produk dengan benar (bukan ingin mengatakan "ini produk no 1")  dan selalu ada motivasinya bagi team sales. Dari hari ke hari, kami meningkatkan kemampuan dengan meramu hypnoselling dalam pelatihan, disini ada NLP dan memang ada hypnosysnya, diterapkan dalam komunikasi antara salesmen dan konsumen. Semua ini dilakukan dengan role play yang menarik. Saat itu kami juga meramu permainan sulap sederhana dalam pelatihan salesmanship. Sikap pembelajar yang saya miliki mampu mengelead dan mendorong team saya untuk selalu update dalam pelatihan. Update dalam materi dengan ilmu yang mendukung dan terkait dan juga update dalam cara menyampaikannya.

Pengalaman saya menjadi trainer dan manager training yang dimulai dari nol menjadi pengalaman tak terlupakan .... tunggu tulisan berikutnya

Munir Hasan Basri

writer, trainer dan coach



Jumat, Juli 26, 2024

Kesibukan karyawan, apa iya ?

Selamat siang semua, Insya Allah selalu dicerahkan dalam bekerja.

Hari ini hari yang cerah dan asyik untuk bekerja. Saya ingin membahas yang namanya kesibukan kerja seorang karyawan. Apa sih yang dimaksudkan dengan sibuk ? Kata saya sih, mereka yang ada pekerjaannya dan menjadi sangat sibuk karena ada banyak hal yang dikerjakan, seolah tak ada waktu yang longgar. Atau kesibukan itu dinyatakan dengan kerja yang mengejar batas waktu penyelesaiannya. Tapi ada juga yang sibuk dengan pekerjaan rutinnya, menghadapi pelanggan yang tidak sedikit sehingga kurang tertangani dengan baik. Apapun namanya itulah kerja yang tidak pernah berhenti dengan dinamika kesibukan yang naik turun.

Kesibukan lain, seperti terlihat dari seorang bos. Apa sih yang biasa bos yang levelnya tinggi ? Yang pertama seorang sering disibukkan dengan persoalan administrasi, mengecek dan mengACC proses. Seorang bos yang jeli dapat melihat kinerja bawahannya, kalau bosnya lagi fokus. Tapi kalau hanya tanda tangan saja pastilah tidak pernah tahu kinerja bawahan. Karena apa saja di tandatangani membuat bos menjadi sibuk. Apa iya begitu sibuknya ? Semestinya seorang bos tidak begitu disibukkan dengan persoalan tanda tangan, tapi jauh lebih bermakna untuk melihat kinerja bawahannya. Kinerja karyawan dapat dilihat dari report. Dengan melihat kinerja bawahannya, bos bisa menganalisa persoalan yang terjadi dan mencari tahu solusinya.  Tak banyak perusahaan di Indonesia seperti ini, banyaknya bos atau direktur sekalian masih berkutat dengan proses administrasi, seperti mengeACC penjualan atau administrasi keuangan. Dunia saat sudah berubah dan membutuhkan banyak ide kreatif dalam menghasilkan penjualan yang tinggi dan proses -proses yang kualitatif serta teknik pengawasan yang akurat. Semua ini menjadi beban seorang bos, bukan menjadi beban sepenuhnya karyawan di bawahnya. Sekali lagi kesibukan bos ini mesti dicek kembali, apakah job descnya sesuai dengan levelnya. Ini masalah kepercayaan dan kemampuan. Sibuk nggak bos ? Sibuklah dengan apa yang seharusnya dilakukan, bukan sibuk karena semua hal mau diketahui dan mau dikerjakan sendiri.

Siapa bos itu ? bisa manager, GM atau bahkan direktur, yang menjadi kunci bagi terlaksananya tugas bawahannya. Bawahan yang bener, tidak hanya melaksanakan perintah atau tugas-tugas untuk mensukseskan tanggung jawabnya. Tapi juga mesti mampu "membuat laporan" tentang dirinya dan untuk diketahui atasannya. Yang terakhir sebagai bawahan yang baik, mestinya membangun sikap pembelajar dimana setiap periodik mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan mampu meningkatkan menjadi semakin baik. Sama halnya seorang bawahan terlalu disibukkan dengan pekerjaan semu. Misalkan seorang salesmen "merasa dirinya sibuk mengejar omset" bertemu dengan klien dan sebagainya. Sebenarnya banyak waktu yang "hilang" yang diklaim jadi sebuah kesibukan. Waktu yang hilang itu dihabiskan dalam perjalanan atau ngobrol yang lama dengan klien. Bukankah jika ada kemampaun yang kreatif, maka memilih lokasi atau negosiasi lokasi dan tempat menjadi penting untuk mendapatkan hasil yang lebih dengan waktu yang efektif. kemampuan lain adalah kemampuan komunikasi menjadi penentu waktu dalam "ngobrol" dengan klien. Mengolah produk dalam berbagi cara komunikasi membuat klien dengan cepat memahami dan menilai produknya. Memang di dalam dunia sales, selalu dikaitkan dengan tekanan. Tekanan itu menciptakan keseriusan dan kesibukan. Ditambah lagi salesmen itu selalu mencari alasan untuk dibenarkan dalam tindakannya (belum tercapai target). Disinilah kemampuan karyawan dibutuhkan untuk selalu mengupdate diri agar bisa menghadapi tekanan dengan tenang dan nyaman. 


Sama halnya kesibukan seorang administratir yang memproses administrasi, semakin besar produktivitas perusahaan semakin sibuk administrator. Setiap orang memproses satu lembar kerja atau menyelesaikannya sampai selesai, artinya sudah pasti diketahui oleh dirinya sendiri bahwa berapa waktu pekerjaannya. Seringkali pada saat puncak produktivitas, menjadi sangat sibuk dan tetap mengerjakannya. Padahal waktunya tidak cukup dan ini sering terjadi. Tanpa disadari administrator ini telah "memperlama" proses sehingga menganggu proses keseluruhan. Dalam bisnis yang cepat, hal ini bisa menyebabkan tertunda atau menghilangkan potensi keuntungan. Disinilah seorang administrator mesti meningkatkan ketrampilannya setiap saat. Memprediksi adanya kesibukan dalam proses dapat diantispasi dengan ketrampilan tinggi.

Hindari diri dari kesibukan yang terjadi dan tidak ada keinginan untuk mengurangi kesibukan itu dengan kemampuan dan ketrampilan yang update. kesibukkan setiap hari itu baik, asal memang seharusnya untuk melakukannya dan mulailah berpikir batas kemampuan diri. Batas kemampuan diri (karyawan) itu menunjukkan ketersedian SDM tidak mencukupi lagi. Jika hal ini tidak terukur dengan benar, maka terjadilah kesibukan yang menyebabkan stress. Stress inilah yang bisa berbalik kepada siapapun yang menyebabkannya menjadi tidak produktif lagi. Batasan kemampuan karyawan menjadi tanggung jawabnya "HRD" agar dapat mengadopsi kemampuan terbaru yang sangat mungkin meningkatkan nilai batasan kemampuan melalui pelatihan, komunikasi, diskusi, brainstorming dan sebagainya.

Apakah saya berpikir kesibukan itu masih diperlukan ? Bisa ya tapi jangan sampai kesibukan itu memaksa kemampuan yang ada tanpa ada keinginan untuk menjadi lebih baik. Memaksakan kemampuan diri tanpa belajar bikin stress dan fatalnya membuat semangat dan produktivitas menurun. Mungkin karyawan tidak menyadari hal ini, yuk sadarkan diri tentang kemampuan dan pekerjaan agar menciptakan suasana nyaman dalam bekerja.

Terima kasih 
Munir Hasan Basri


Kamis, Juli 25, 2024

Kuasai pikiran menjadi semakin baik

 Selamat siang semuanya, Insya Allah selalu dalam keberkahanNya.

Sewaktu saya memulai training daya kritis, saya mengaitkan informasi yang saya dapatkan yaitu "Pikiran menguasai manusia". Kok bisa ? Bukankah saya yang memiliki pikiran, pastilah saya menguasai pikiran saya. Tapi ternyata tidak begitu. Disini saya mulai mengaitkan training daya kritis saya dengan "Pikiran Menguasai saya". Idenya apa iya begitu ? Mulai hadir daya kritis dengan bertanya. Lalu saya beranikan untuk menyelami dan mengalami dengan "Pikiran menguasai saya". Ternyata bener ! Lalu saya mencari jawaban atas daya kritis saya, dengan bertanya lagi. Terus mengapa saya mesti kritis terhadap pikiran menguasai saya ? Kalau saya dikuasai pikiran, maka saya tidak bisa menjadi apa-apa yang saya inginkan. Keadaan ini bukan saya, saya menginginkan menjadi lebih baik. Artinya saya mesti menguasai pikiran agar apa yang saya lakukan menjadi nyata (berubah) menjadi lebih baik. Daya kritis saya lalu menemukan solusinya. Begitulah cerita ide muncul training daya kritis. Prosesnya adalah training daya kritis ... sadar masalah - solusi. Sadar bahwa pikiran menguasai saya itu tidak baik dan saya memiliki keinginan, maka mencari solusinya. Memulai daya kritis terhadap diri sendiri menjadi lebih baik dan bisa membangun budaya daya kritis di kantor.



Apa sih yang dimaksud dengan "pikiran menguasai saya" ? Kalau pikiran menguasai saya artinya pikiran saya sudah ada isinya. Apa isinya ? semua yang masuk ke dalam pikiran saya, baik yang saya lihat, apa yang saya baca, apa yang saya dengar, apa yang saya lakukan ... apapun yang disengaja atau tidak masuk ke dalam memori. Memori ini tersimpan di pikiran bawah sadar, dan muncul saat ingin melakukan sesuatu atau merespon sesuatu. Bayangkan saat saya merasa dingin, maka memori yang ada dalam pikiran yaitu menggerakkan tubuh dan bilang "dingin". Saat saya dipanggil nama, maka memori langsung mengakses respon yang ada, misalkan "menoleh" atau langsung menjawab "iya, saya". Semua memori itu yang bisa menguasai diri saya kalau saya tidak mau menggantinya dengan sikap dan tindakan lain yang saya inginkan. kalau saya tidak mampu menggantikan sikap dan tindakan dari memori yang ada, maka saya melakukannya "otomatis". Inilah saya yang dikenal sebagai rutinitas saya, saya sebut saja M1 (memori 1 atau awal). Misalkan saat bangun tidur , ada kebiasaan seseorang yang langsung buka HPnya. Atau ada yang langsung bangun dan sebagainya. Semua kebiasaan atau M1 ini adalah pengalaman hidup sampai hari ini, yang didasarkan, oleh latarbelakang pendidikan, keluarga, budaya dan banyak hal lain yang dialami selama hidup.  Apakah saya sadar dengan semua ini ? Sekarang saya menyadarinya karena saya fokus memikirkannya. Lalu apa yang saya dapatkan ? Tidak banyak yang berubah dalam hidup saya, saya adalah kebiasaan saya, saya sebuat saja K1, yang merupakan sikap (respon) dari M1 (isi memori saya). M1 - K1 dan hasilnya adalah diri saya sekarang (S1). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah saya bisa menjadi S2 (mimpi saya untuk sukses) dengan M1 dan K1 ? Tidak kesesuaian. M1 - K1 - S1, mau S2 perlu K2 dan M2.


Disinilah solusi atas daya kritis saya, yaitu menemukan K2 dan M2.  Tindakan untuk mendapatkan S2, paling tidak sudah saya prediksi (tindakan apa yang bisa dan mesti saya lakukan). Untuk melakukan K2, maka saya butuh apa saja dalam memori saya (M2). Disinilah saya mesti melakukan banyak hal untuk menjadi M1 berubah menjadi M2. Saya mesti belajar ilmu baru, saya mesti memiliki pengalaman baru, saya mesti memiliki ketrampilan baru dan banyak lagi. Yang perlu diingat apakah S2 yang saya inginkan itu tercapai dengan memiliki M2 dan K2 ? Ternyata M2 dan K2 itu hanya prediksi saya saja, yang menurut ilmu saya itu pasti. Dari padangan orang lain M2 dan K2 nya bisa berbeda dengan apa yang saya prediksikan. Sikap ini mesti disiapkan, jangan sampai kalau saya menpersiapkan M2 dan melakukan K2 pasti saya menjadi S2. Artinya kalau tidak berhasil, maka saya mesti bersikap menerima dengan terus mengevaluasi M2 dan K2 menjadi M21 atau K21. Gampang begini, kalau saya memiliki target penjualan 1M (sebelumnya hanya 500juta). Dalam pikiran logis dan ilmu probabilitas, saya memprediksi target itu tercapai jika saya melakukan 2 kali aktivitas yang sekarang (K2), dan saya menambah ilmu yang mendukung target 1 M (M1). Dalam pelaksanaannya saya tidak berhasil, maka yang dilakukan adalah evaluasi dan koreksi K2 dan M2. Dari sini semua orang mesti memiliki sikap "berani" melakukan hal yang semakin baik dan memiliki sikap "mau belajar lagi" sehingga mampu mendukung kebiasaan baru (K2). Semakin kaya pengalaman membuat saya bisa memperkecil kemungkinan tidak berhasilnya, dan saya mempresiksi dengan lebih tepat apa yang saya masukkan ke dalam M2 dan melakukan K2.

Agar S2 saya yang menginginkan hidup yang lebih tinggi tercapai, maka saya mesti menambah atau mengganti M1 menjadi M2. Hal ini bisa dan sangat mungkin kalau saya bersikap pembelajar. Tanpa memiliki sikap pembelajar, maka M2 nya tidak mudah diciptakan dan akhirnya K2 pun tidak bisa diciptakan. Inilah yang terjadi dari mereka yang memiliki mimpi besar tapi tidak mau belajar. Disisi lain, sikap belajar yang ada belum tentu juga M2 yang ada dapat mengubahnya menjadi K2. Perhatikan, misalkan untuk bisa menjadi sukses (S2), maka saya sudah siapkan memori (M2) dengan disiplin waktu. Lalu apakah otomatis saya bisa melakukan kebiasaan disiplin (K2) ? Belum tentu, awalnya mungkin bisa melakukan K2 dan seiring waktu kebiasaan disiplin itu bisa jadi kebiasaan disiplin itu tidak bisa saya lakukan terus-menerus, K2 saya tidak berhasil. Disinilah dibutuhkan keberanian untuk memulai dan sabar untuk melakukan K2 terus-menerus. Disinilah M1 dan K1 saya sebagai rutinitas menjadi kuat dan tidak mudah dikalahkan. M1 saya mengatakan waktu bangun tidur adalah mematikan alarm dan tindakannya mematikan alarm (K1), apakah hari berikutnya saya mampu langsung bangun (K2) sekalipun sudah ada memori M1 saya mengatakan langsung bangun itu bagus ? Awalnya saya dikuasai pikiran, waktu alarm berbunyi dan saya bilang matikan alarm dan tidur lagi. Saat pikiran menguasai, hadir self talk untuk "melawan"nya ada M2. Tidur lagi atau bangun ? Semakin lama self talk dan belum mengambil keputusan, biasanya M1 dan K1 menang. Ada keberanian untuk K2 dengan mengambil keputusan segera tanpa self talk yang lama.  Sama halnya dalam mengambil keberanian untuk kebiasaan disiplin untuk sukses. So untuk menjadi apa yang saya inginkan, saya memprediksi kesesuain M2 dan K2 yang mesti selalu saya evaluasi menuju referensi yang saya inginkan. Lalu saya mesti memiliki sikap pembelajar untuk menambah memori yang cukup untuk mendorong saya  melakukan K2. Saya bisa melakukan K2 kalau saya berani melawan M1 (kebiasaan sekarang).

Insya Allah tulisan ini bisa menginspirasi semua untuk menjadi lebih baik dengan motivasi internal yang cara yang diyakini berhasil. Terima kasih

Munir Hasan Basri


Rabu, Juli 24, 2024

Melatih daya kritis

 Selamat siang semuanya, Semoga bersemangat hari ini

Hari ini saya berbagi materi tentang melatih day kritis terhadap diri sendiri. Kok begitu mas ? Ya jika saya kritis terhadap diri sendiri dan menjadi biasa, maka saya sudah berani dan siap untuk jujur atau menerima berpikir kritis. Berani apa ? Berani menerima dan menjalankan solusi yang saya inginkan terjadi. Tidak banyak orang yang mampu menerima pendapat sendiri dan melaksanakan solusinya. Saya cenderung bisa menjalankan solusi atau perintah orang lain (dihormati atau atasan) karena terpaksa atau sengaja. Buktinya apa ? Disuruh atasan mau dikerjakan, tapi disuruh oleh diri sendiri agak malas begitu. Kurang yakin ? Perhatikan apa yang saya inginkan sampai hari ini, bukankah banyak hal ? Dari keinginan saya tadi, saya sedikit yang dilaksanakan. Entah kurang ilmunya atau kurang pengalaman atau kurang berani dan sebagainya ... fakta saya kurang oke lah.

Atas dasar itulah kekurangan saya di atas, maka saya mengubah strategi dengan memberi sedikit teguran atau semacam "paksaan" kali ya atau menyadarkan diri saya sendiri. Strategi ini saya lakukan dengan bertanya. Kok bisa hanya dengan bertanya ... Contoh sederhana, Apakah saya mau kerjae dalam keadaan tertekan ? Banyak yang jawab tidak mau, tapi kan memang begitu kalau mau kerja pasti ada tekanan. Oke saya ganti pertanyaannya, Mau nggak kalau kerja dengan keadaan senang ? Mau dong,Semua menjawab. Kalau mau berarti apa yang bisa saya lakukan ? Saya mesti mau menerima dengan senang pekerjaan yang diamanahkan. Mesti punya ilmu dan dikerjakan dengan sabar (dan seterusnya). Apa yang saya dapatkan saat kerja senang ? Banyak banget kebaikan yang dapat rasakan. Saat ini, saya merasakan ada semangat dan sangat ingin melakukannya. Inilah yang saya sebut bahwa bertanya itu menjadi sebuah cara untuk mengkritisi diri sendiri dan menerapkan solusinya.

Bandingkan jika saya "salah" bertanya, maka strategi mengkritisi diri itu menjadi "salah" atau tidak terjadi apa-apa. Apa sih yang saya inginkan ? Saya ingin sukses. Apa bisa saya sukses ? Kayaknya bisa, tapi saya tidak pintar dan belum oke. kalau pun saya mau mengerjakannya, tapi memang ada yang support ? dan berani nggak ? Kurang berani sih. Kalau gagal ? Ya mesti mulai lagi. Apakah tidak habis waktunya ? Iya sih. Pertanyaan ini tidak memberi dorongan optimisme. Kesimpulannya ... mesti bisa mencari pertanyaan apa yang bisa menggugah untuk bertindak. Ada orang yang bilang "power of question".

Saya ambil makna mengkritisi diri sendiri itu sebagai berikut :

1. Menyadari keadaan sampai sekarang itu adalah sama dengan apa yang saya kerjakan sepanjang tahun, sedangkan saya menginginkan menjadi semakin baik. Apa bisa ?

2. Tidak tahu (sadar) bahwa apa yang dikerjakan setahun ini tidak memberikan perubahan yang banyak, hanya rutinitas saja. Padahal saya ingin mengerjakan ini dan itu, tapi tidak ada waktu. Tanpa disadari banyak yang diperintahkan orang lain bisa dikerjakan.

3. Sudah banyak rencana yang saya buat, tapi sepertinya tidak sungguh-sungguh dibuat dan hanya karena situasional (lagi ada tugas atau ada pelatihan). 

Mengkritisi diri sendiri itu butuh keberanian dan kesengajaan untuk menyadarkan apa yang terjadi sekarang ini adalah "masalah" atau memiliki visi untuk meningkatkan kinerja semakin baik. Solusinya dimana ? Saya tidak perlu khawatir karena saya adalah "tukang komen" alias yang biasa menilai orang lain, menilai orang lain itu salah atau kurang baik. Bagaimana solusi itu dialamatkan kepada diri sendiri ? Siap lah.






Sampai sini, paling tidak, saya sudah bisa mengatakan "Saya memiliki masalah dengan keadaan sekarang ", atau saya mau bilang,"Saya bisa dengan sengaja untuk berpikir LEBIH positif", hal ini saya sudah mulai kritis kepada diri sendiri. Solusinya ? Bertemu di artikel berikutnya.

Terima kasih
Munir Hasan Basri
Trainer, Writer and Coach of Self empowerment



nya

Selasa, Juli 23, 2024

Apa iya, yang penting kerja aja

 Selamat siang semuanya, Insya Allah dalam keadaan sehat.

Kali ini saya ingin menulis tentang kerja, apakah tak perlu semangat ata energi dalam bekerja ? Pada umumnya, semua orang bilang,"kerja aja, yang penting ada gaji". Emang ada waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam kerja. Entah itu "makan yang sehat' agar bisa berenergi dalam bekerja" atau "rencana kerja yang mesti disusun dulu"  atau "mengendalikan diri agar kerja tanpa diganggu perasaan bete dan sejenisnya" atau yang lainnya. Daripada mempersiapkan semua itu, mending waktunya dibuat untuk kerja (atau yang lainnya). Tapi bagus juga kalau disiapkan. Saya pilih beberapa hal saja, yaitu tentang semangat kerja.

Apa pentingnya semangat dalam kerja ? Bayangin ya kalau kerja tanpa semangat ... sepertinya ada yang kurang, kerja sih kerja. Ada yang nggak nyaman dan sedikit "keterpaksaan" dalam kerja. Tapi ada beberapa orang merasa nyaman aja, karena memang sudah terbiasa. Sebuah rutinitas  yang  cenderung bosan dan mudah lelah. Kok bisa ? Bekerja tanpa semangat menguras energi lebih besar (terutama ketidaknyamanan) dibandingkan bekerja dengan semangat. Bekerja dengan semangat ... pasti juga menguras energi, tapi didalam semangat itu bisa menghadirkan energi lagi. Bekerja dengan semangat itu merasa memiliki energi tambahan dan tidak merasa kehabisan tenaga.

Mana yang dipilih bekerja tanpa semangat atau bekerja dengan semangat ? Mmeilih untuk bekerja tanpa semangat tidak perlu "materi", tinggal jalanin aja. Begitu juga dengan bekerja dengan semangat ... asal yakin dengan apa yang dikerjakan atau harapan dari apa yang dikerjakan. semangat hadir dan memberi energi yang tinggi. Disinilah perbedaannya, bekerja tanpa semanngat itu perlu energi yang mesti diadakan.  Logika memilih bekerja dengan semangat. Iya apa iya ? kalau saya bersemangat bekerja, apa nggak untung perusahaan ? Inilah yang mengoda mereka yang bersemangat dalam kerja. Kok bisa ? Bisalah. Karena bekerja dengan logika. Logika itu selalu ada hitung untung-ruginya. Maka dalam memutuskan untuk bersemangat pasti juga dengan logika. Apa untung dan ruginya ? Ada kepikiran juga semangatnya sedikit aja, apa bisa ? semangat tidak bisa ditakar-takar. Saya bersemangat, tapi apakah nanti perusahaan mau "membalasnya" ? Inilah godaan selanjut saat sudah mengambil keputusan untuk bersemangat. Begitulah pergulatan logika untuk memutuskannya.


Pekerjaan itu sering dipersepsikan dengan materi atau uang. Saya kerja di gaji sehingga apa yang dikerjakan selalu direferensikan dengan uang. kalau sudah begini, nggak pernah tuntas. Apa iya mau diterusin ? Stop. MUlailah melibatkan hati dalam mengambil keputusan. Hati itu cenderung tidak berlogika (untung atau rugi) , tapi mendasarinya kepada kemanfaatan. terutama kemanfaatan kepada diri sendiri. Misalkan ada orang mau sedekah, tidak terjadi kalau pakai logika, Sedekah itu urusan hati dan memberi kemanfaataan. Bersedekah adalah perbuatan hati karena soal kepercayaan, sehingga dilakukan untuk mendapatkan kemanfaatan. Bayangkan saat kita mengambil keputusan untuk bersemangat itu dengan hati. Adakah kemanfaatannya bagi diri sendiri ? Ada, memudahkan dan memperlancar apa yang kita lakukan. Ada energi dan rasa senang saat mengerjakannya. Semua ini berdampak kepada makna apa yang kita kerjakan. Soal kemanfaatan yang diperoleh perusahaan adalah dampak dari kemanfaatan yang kita rasakan. Jadi tidak bener juga semua persoalan yang berkaitan dengan kerja selalu menggunakan logika. Hati juga mesti dilibatkan, hati mencerdaskan logika.

Ada hati dan semangat dalam kerja. Mesti digunakan untuk mencerdaskan pikiran (logika) sehingga diperoleh ilmu dan cara-cara untuk memudahkan pekerjaan. Dan hati pula yang mampu mengendalikan ego, yang bisa merusak logika akal sehat. kerja keras itu bagus, sangat cerdas kalau kerja dengan ilmu, dan menjadi bermakna kalau kerja dengan hati. 

Terima kasih.

Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...