Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Sabtu, Juli 13, 2024

Karyawan baru

Karyawan baru ? Bagi karyawannya sangat bersyukur diterima di perusahaan tersebut. Tapi apakah cocok dengan budaya perusahaan tersebut ? Sebenarnya yang bilang cocok adalah HRD dan usernya. HRD dan user beranggapan karyawan tersebut dibutuhkan karena kemampuannya. Apa yang diterma HD dan user merupakan hal-ha positif atau pencitraan dari karyawan saat diwawancara. karyawan baru selalu mengatakan yang baik-baik saja agar mendapat nilai positif. Tapi jangan lupa karyawan baru mesti berhadapan dengan kebiasaan atau budaya perusahaan, yang juga tidak diketahui dengan detail. Sama halnya dengan perusahaan yang terdiri dari HRD dan user tidak tahu persis kebiasaan karyawan baru. Disinilah menjadi faktor penting setelah menerima karyawan baru mesti ada penyesuaian kebiasaan (budaya). 

Sisi non-teknisnya seperti halnya yang teknis, HRD hanya mengukur parameter kepribadian karyawan. Karyawan sih bilang,"Semua bisa diatasi. Saya bisa beradaptasi dengan lingkungan dan budaya kerja di perusahaan tersebut". Semua ini dilakukan calon karyawan agar dia diterima diperusahaan tersebut". Hal ini bisa dibenarkan, karena memang tidak mudah untuk mendeteksinya. 

Ada 2 keadaan setelah bekerja, apakah karyawan bisa menerima atau menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya perusahaan atau sebaliknya perusahaan tidak bisa menerima kebiasaan karyawan baru. Bagi karyawan level di bawah supervisor bisa jadi mereka menerima budaya perusahaan karena butuh kerja. Apakah hal ini baik buat karyawan baru ? Selama budaya perusahaannya baik dan tidak bertentangan dengan karakter karyawan baru, maka itu tidak jadi masalah. Jika ada masalah, karyawan baru mesti bersikap positif terhadap budaya perusahaan. Yang tidak lain untuk menambah nuansa baru yang semakin baik.

Tapi menjadi berbeda dengan karyawan level atas atau memiliki prinsip. Jika seandainya karyawan baru merasa bahwa budaya perusahaan bisa "merusak" dirinya, maka biasanya karyawan baru mengambil keputusan untuk tidak melanjutkannya. Kapan terjadinya ? Karyawan sudah merasa nyaman untuk tidak bergabung lagi saat mereka mendapatkan pekerjaan baru.

Tapi apakah lingkungan dan budaya kerja di perusahaan itu bisa diterima karyawan baru ? Disinilah persoalannya, Banyak karyawan baru dengan kemampuan teknisnya diperlukan oleh perusahaan, tapi apakah ada test untuk non teknisnya. Disinilah persoalannya. Apakah ada HRD yang menjembatani hal ini ? Biasanya HRD dan user hanya support kemampuan teknis saja. Mengapa saya menulis bagian ini ? Karena saya merasa banyak karyawan baru hanya menjalankan pekerjaannya saja dan tidak ingin menjadi lebih produktif. Apa iya ? karena tidak sesuai budaya dan karakter atasan yang mewakili perusahaan. Karyawan baru ini hanya mengikuti apa maunya perusahaan yang diwakili oleh atasan dan rekan kerja yang lain. Hasilnya karyawan baru menjadi tidak produktif dan tidak support kinerja yang ada. Disinilah perusahaan menjadi rugi, ada karyawan tapi tidak bekerja produktif.

Ada masa percobaan bagi karyawan baru melihat semua hal tentang perusahaan yang menerimannya dan perusahaanpun melihat kinerja karyawan. Karyawan mulai dikenalkan kepada beberapa bagian dalam perusahaan tersebut. Bahkan pengenalan itu dilanjutkan dengan pelatihan tentang aktivitas di bagian tertentu. Banyak perusahaan kurang fokus dalam menilai karyawan baru, biasanya  langsung saja diterima sebagai karyawan kontrak (syarat minimal tidak ada pelanggaran serius).                                                    

Jadi deh karyawan baru. Sebagai karyawan baru yang belum berpengalaman, semangat kerjanya sangat besar.Tidak lain dimaksudkan agar karyawan baru dinilai baik dan mengerjakan pekerjaan dengan baik. Apapun dikerjakan tanpa banyak membantah atau protes. Yang penting jadi karyawan yang baik aja dulu. Dengan kinerja seperti ini ... Apa iya ini yang diinginkan dari karyawan baru ?

Karyawan baru itu dibutuhkan kemampuannya, jadi kayaknya tidak sesuai harapan. Mestinya karyawan baru itu mampu bekerja dengan maksimal bahkan melebihi harapan user dan HRD. Sebagai karyawan baru memang selalu ingin memberi lebih dari apa yang diharapkan. Inilah kelemahan karyawan yang belum pengalaman. Perusahaan harus melakukan pelatihan teknis detail kepada karyawan baru agar siap mengerjakan dengan  optimal. 

Karyawan baru pasti ingin dapat gaji dan pengalaman. Disisi lain perusahaan butuh kemampuannya. User dan HRD tidak memiliki waktu untuk mengajari karyawan baru, paling bisa ngajarin sampai 1 bulan. Lalu ? Karyawan diminta menguasai sendiri dan mengembangkannya. Mulai saat itulah perusahaan memiliki budaya baru yang dibawa oleh karyawan baru. Kok bisa ? karyawan baru menjadi tidak asyik dengan budaya yang ada di lingkungannya. Budaya sendiri dari karyawan baru sangat mendukung dirinya untuk kerja yang lebih baik.

Bener sih, Karyawan baru mau mempertahankan kerjanya agar mendapatkan gaji sehingga "nurut" aja apa yang diminta user atau atasan. Yang terpenting  Jangan sampai karyawan baru merasa "terpaksa" kerja. Ini berdampak buruk kepada perilakunya.

Saya mengalami hal di atas, saya menyarankan HRD dan user mesti mengantisipasi masalah non-teknis yang menyebabkan hampir semua karyawan baru mengalami hambatan dalam menghasilkan kerja produktif. Ada upaya program adaptasi yang dapat menyikapi budaya perusahaan.              

Rabu, September 06, 2023

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

 Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya ada ? Pasti ada. Yang dimaksud memberontak adalah karyawan yang cenderung kritis dan menerima keputusan melalui proses pemahaman. Sebenarnya 90% karyawan atau anak buah itu nurut, karena kalau nggak nurut kan bisa masalah dengan atasannya. Bisa dicuekin, bisa dipindahkan ke posisi lain, bisa diserahkan ke HRD, atau diproses dengan surat peringatan. Ujungnya sih mau nurut (terpaksa) karena masih mau kerja.

Ada kondisi karyawan seolah menurut, tapi sebenarnya dia tidak menurut. Banyak hal yang dilakukannya tidak sesuai harapan atasan. Kerjanya lambat, kerja asal saja yang penting selesai, beberapa kali melakukan kesalahan, dan lainnya. Karyawan seperti ini membuat masalah bagi atasan, dimana atasan tidak melakukan kontrol dengan periodik. Karyawan seperti ini adalah karyawan yang membawa virus untuk karyawan lainnya. Tidak banyak, maksimal 10%. Ada 10% menjadi karyawan yang baik dan 80% karyawan tergantung situasi dan kondisi.

Banyak atasan mengurus karyawan yang tidak baik, tidak suka dan tukang kritik tapi tidak mau melakukan yang bener. Apa yang terjadi ? Seringkali menjadi konflik. Konflik ini dilihat dan didengar oleh semua karyawan. Berbagai macam reaksi atas konflik ini, kebanyakan cenderung melihat atasan tidak bijaksana dan berpandangan tidak baik. Maka statistik karyawan yang 80% dapat berpindah kelompok karyawan yang tidak baik. Tadinya 10%, sekarang bertambah menjadi lebih dari 10%. Maka kekuatan yang melawan lebih banyak. Fokus, energi dan waktu untuk berkomunikasi dengan karyawan yang tidak baik telah banyak dilakukan. Hasilnya kurang proporsional.

Terus apa yang bisa dilakukan ? Tidak selalu yang nurut itu bener, bisa jadi tidak mau pusing jadi nurut saja. Sebaliknya yang tidak nurut itu bisa jadi bener, maka perlu dibuktikan. Tidak nurut itu bisa jadi ada alasannya. Maka langkah terbaik adalah mencari alasan dibalik tidak mau nurut. Lalu berprasangka baiklah dan beri kepercayaan untuk melakukannya. Dalam proses ini wajib dilakukan kontrol dan monitor dengan dengan ketat, agar apakah yang dilakukan oleh orang yang tidak nurut ini bener. Kalaupun tidak bener, kita dapat mengambil hikmahnya dengan menagmbil yang baik dan memperbaiki yang tidak baik. Hal ini tidak didapat dari orang yang nurut.

Biasanya kita jarang mengontrol orang yang nurut sehingga hasilnya tidak memberi keuntungan bagi kita. Hasil yang tidak sesuai membuat kita tidak menegur keras, karena kita lebih senang dengan orang yang nurut daripada apa yang mesti dijalani dengan semakini baik. Bayangkan saat orang nurut dilakukan yang sama seperti orang yang tidak nurut, maka hasilnya menjadi luar biasa.

Sangat proporsional hasil yang didapat dari mempercayakan pekerjaan kepada orang yang nurut dan orang yang tidak nurut. Keduanya memberi hasil yang positif dan bisa diikuti oleh sisa orang yang 80% bekerja apa adanya. 

Bagaimana kalau kita tidak melakukan apapun terhadap karyawan yang tidak nurut ? Mereka yang tidak nurut menjadi semakin "menggila" untuk mempengaruhi 90% yang lain. Ini adalah kerugian besar dalam team. Jadi tetaplah terus memberi kesempatan bagi yang tidak nurut untuk membuktikan alasannya menjadi benar dengan kontrol dan monitor ketat. 

Saya membayangkan juga, ternyata dalam diri saya sendiri sama halnya dengan pola di atas. Dalam diri saya ada 10% sikap dan perilaku yang tidak baik, 10% sikap dan perilaku yang baik dan 80% sikap dan perilaku yang ikut-ikutan. Saya mesti memberi perhatian sikap dan perilaku yang tidak baik, dan jangan dibiarkan begitu saja. Misalkan saya memiliki sikap dan perilaku malas, maka saya mesti membuktikan sendiri bahwa malas itu tidak ada gunanya dan merusak diri. Sekali waktu saya malas seharian, apa yang saya rasakan ? Capek dan tidak ada hasil apa-apa. Maka temukan ilmu agar malas itu menjadi produktif, salah satunya bangun diri dengan banyak aktivitas sehingga malas itu semakin berkurang, menjadi sikap dan perilaku baik. Demikian juga untuk sikap dan perilaku yang tidak baik yang lainnya. Yang baik bisa mempengaruhi yang tidak baik dan bisa dengan mudah mengajak 80% yang ikut-ikutan. Dan sebaliknya untuk sikap dan perilaku tidak baik bisa mempengaruhi 90% untuk ikutan.

Persentase karyawan tidak baik


Saya tidak ingin membiarkan sikap dan perilaku yang tidak baik berkembang dan mempengaruhi hidup saya. Misalkan yang sederhana saja, malas. Bila dibiarkan terus bisa membuat malas untuk banyak hal. Saya mesti menemukan cara agar tidak ada tempat dan waktu untuk malas. Dengan apa ? menciptakan aktivitas sederhana dan ringan untuk dikerjakan. Dampaknya bisa membuat saya pengen beraktivitas lagi. Selalu ada solusi untuk sikap dan perilaku tidak baik. Yang pasti saya mesti belajar ilmu yang lebih banyak dan bermanfaat. Dengan pribadi yang memiliki sikap dan perilaku yang baik, maka saya bisa menjadi karyawan yang baik dan bisa mengajak dan mempengaruhi karyawan yang lain.

Kultum motivasi ini dapat dijadikan inspirasi untuk  menjadi semakin baik hari ini. Tidak lain dengan cara memberdayakan diri terus-menerus. Insya Allah rekan-rekan mendapatkan hikmah dan kebaikannya, serta Allah meridhaiNya.



Selasa, September 05, 2023

Apa yang terjadi saat emosi ?

 Semangat pagi rekan-rekan, Insya Allah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini dan diberkahi. Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Belum Target", dimana terjadi komunikasi atasan dan bawahan yang cenderung "emosional". Ternyata yang terjadi adalah atasan menyerang dan kecewa dengan kinerja bawahan. Bawahan ada yang "yes sir" diam saja biar cepet urusannya atau Bawahan yang membela dirinya sudah bekerja dengan bener, kalau kurang oke bukan sayanya dan menyalahi diluar dirinya.

Saya belum menuju detail hal di atas, tapi ingin mengingatkan dampak bagi pelakunya. Apa yang terjadi dengan atasan yang terlihat "marah-marah" atas hasil target yang belum tercapai ? Yang pertama, suasana "marah-marah" itu tidak ada baik-baiknya. Tapi beberapa orang bilang,"kalau dimarahin itu bagus untuk memotivasi diri agar menjadi berubah dan semakin baik". Apa iya ? Apakah ada orang termotivasi karena dimarahin ? Yang ada motivasi tapi motivasinya terluka. Ada memori dalam pikiran yang tidak nyaman yang mendorong termotivasi. Bayangkan hasil yang baik diperoleh dari proses dan masukan yang baik. Bagi atasan menjadi sok merasa bener dan bawahan yang tidak bener. Kondisi ini pasti tidak ada komunikasi, syaratnya komunikasi itu adalah kesetaraan, bukan yang atasan merasa lebih tinggi dari bawahan yang menciptakan "perintah" atasan dan "menerima perintah" sebagai bawahan. Bukankah kedua orang ini mesti saling melengkapi atau sebagai team untuk meraih target bersama.

Sebenarnya atasan yang marah-marah/emosional itu sudah tidak zaman lagi saat ini. Tahukah nggak sih, atasan yang "emosional" itu telah menunjukkan kelemahannya dihadapan Bawahan. Kok bisa ? kalau atasan yang cerdas (kerja cerdas) pasti tahu cara mengelola sumber daya untuk meraih target. Sebagai Atasan yang memiliki Bawahan, mesti mampu mendelegasikan apa yang seharusnya dilakukan kepada Bawahan. Lalu Atasan memiliki kewajiban untuk mengukur secara periodik dan mengevaluasi untuk dilakukan perbaikan agar target tercapai. Apakah Atasan yakin dengan apa yang didelegasikan sebagai formula bener untuk capai target ? Apakah Atasan juga sudah melakukan pengukuran kinerja Bawahan agar menjamin target dapat diraih ? JIka kedua hal ini tidak dilakukan menunjukkan dirinya hanya bisa "emosional" sebagai Atasan dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Ketidakmampuan ini dilimpahkan kepada Bawahan yang kerja tidak bener.

Mungkin ada juga Atasan yang sudah tidak memiliki kemampuan dan memiliki jabatan hanya karena tahu saja atau ada juga pemahamannya, tapi belum pernah berkomunikasi dengan pelaksana (belum pernah praktek). Maka yang dilakukan Atasan seperti ini adalah hanya perintah saja, lalu emosional dan perintah lagi. Ada sih yang berhasil dengan caranya ini, tapi dampaknya sangat buruk, Atasan sangat tergantung kepada Bawahan. Biasanya Bawahan sering memberi banyak alasan dan meminta Atasan untuk memberi solusi yang cenderung merusak kebijakan yang sudah ada. Misalkan dalam sales, menurunkan harga dengan kasih discount, hadiah dan promo lainnya sehingga nilai produk menjadi rendah.

Lebih lanjut saya ingin menunjukkan keadaan emosional yang berulang dapat merusak kesehatan, yang berdampak kepada ketidakseimbang diri. Bikin tidak sehat dalam pola berpikir dan juga secara fisik. Kok bisa ya ? Mari tenangkan diri dan berani untuk jujur kepada diri sendiri. Lihat dan lihat dari mereka yang emosional (marah-marah). Mukanya merah, dan memiliki kekuatan pada tangan untuk "memukul/melempar/menunjuk" dan sebagainya dan tanganya juga kelihatan merah, kekuatan fisik terletak di seluruh indra untuk bereaksi. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena darah mengalir dengan cepat ke seluruh organ tubuh. Darah yang mengalir itu memberi energi yang besar. Sebenarnya bagus sih, tapi ternyata otak (pikiran) mendapat aliran daran dan oksigen yang sangat sedikit. Akibatnya adalah kemampuan berpikir akal sehatnya tidak ada. bener nggak ? Waktu orang sedang emosional, pasti tidak bisa berpikir akal sehat. Secara tubuh, pembuluh darah ke otak (pikiran) mengecil, sedangkan pembuluh darah ke Muka, tangan dan lainnya membesar. Bayangkan keadaan ini berlangsung lama dan terus-menerus yang dapat membantu terciptanya pembuluh darah tetap mengecil. Bisa menjadi pemicu stroke, darah untuk otak tidak tercukupi. Bagaimana dengan dimarahi ? Sama terjadi karena merasa tidak nyaman dan disalahkan yang membuat Bawahan ikutan membela diri (emosional), tidak terima atas perlakuan tersebut.

Orang yang emosional cenderung mudah lelah, dan akibatnya memilih makan untuk menutupi kekurangan energi yang telah dikeluarkan. Lalu dengan kondisi makan yang tidak terkontrol ini dapat berdampak kepada aliran darahnya ke otak (pikiran) sedikit dan malah pindah ke perut yang banyak darahnya.

Apakah orang yang sedang marah (emosional) bisa dinasehati saat itu ? Kecenderungannya kecil, karena orang yang emosional (marah-marah) tidak mampu berpikir dengan akal sehat. Yang ada malah semakin marah-marah. Jadi dari semua itu menunjukkan bahwa orang yang sedang emosional (marah-marah) banyak memberi dampak buruk, mulai dari tidak disenangi orang, tidak sehat dan menjadi pribadi yang tidak baik.

Dari penjelasan di atas, masih ada yang mau emosional ? Sebagai manusia biasa bisa saja terjadi, bersegeralah untuk berhenti dan menciptakan kebiasaan baru yang sehat dan cerdas. Saya mengulangi kembali tentang emosional ini ;

  1. Orang yang emosional, terutama marah-marah. Bisa saja dapat berpikir bahwa marah-marah itu diperlukan untuk merubah perilaku seseorang. Tetapi kebaikan ini tidak sebanding dengan ketidakbaikan yang didapat. Apakah ada orang mau dimarahi ? Sebenarnya yang sedang marah saja tidak mau marah.
  2. Emosional dan marah-marah alami sebagai manusia. Alangkah baiknya, jika kita menjadi orang yang tidak umumnya (marah/emosional). Menjadi manusia dengan perilaku baik dan disenangi orang banyak, inilah upaya untuk mengendalikan diri yang terbaik.
  3. Emosional atau marah, bukan menemukan solusi tapi cenderung berdampak tidak baik. Ada kesehatan yang terganggu, tidak disukai sikap dan perilakunya, mudah lelah, dan lainnya
  4. Emosional atau marah menunjukkan diri kita lemah, memiliki ketidakmampuan dalam kompetensi, tidak memiliki kemampuan juga dalam mengendalikan diri. Masak mau sih menunjukkan ketidakmampuan kita ?

Insya Allah tulisan ini dapat memberi inspirasi dan motivasi dalam memperdayakan diri menjadi semakin baik hari ini. Cek hari ini, apakah ada diri kita yang berperilaku emosional ? Orang yang mampu mengendalikan dirinyalah adalah orang hebat dan berkemampuan tinggi.

 

Jumat, September 01, 2023

Belum target

     Semangat pagi semua, doa mengiringi semua dimampukan sehat dan dimampukan SIAP kerja yang semakin baik hari ini.

   Pagi itu baru mau mulai kerja, saya sudah dipanggil sama bos. Self talk liar saya sambil jalan menuju bos,”Apa salah saya ya, yang penting aja dulu”. Sesampai di pintu ruangan bos sembari membuka pintu,”Selamat pagi bos”. Dan bos mempersilahkan duduk. Tanpa basa-basi bos langsung “marah” dan mempertanyakan,”kenapa bulan lalu tidak capai target ?”. Saya terdiam sebentar,” Begini bos bulan lalu itu tidak capai target karena pasanya lagi lesu”. Langung dibantah bos,”Pasar mana yang lesu, brand sebelah capai target kok” dan bos pun ngerocos terus kesalahan saya. Saya membela diri sedikit dan ternyata bos semakin tinggi marahnya. “Mau gajimu dipotong ?” lanjut bos. Saya hanya bisa diam. Akhirnya obrolan tadi tak memberi apa-apa, yang ada hanya emosional semua. Tersisa seberapa dalam emosional itu dirasakan ... bos kecewa dan kesel, dan saya tak terima caranya dan ada kekahwatiran kalau ketemu bos lagi.





Setelah dari bos, pikiran saya kacau dan kepikiran terus semua ucapan bos tadi. Bahkan hari berikutnya masih kepikiran terus. Kapan selesainya penguasaan emosional saya ? Saya mesti stop hal ini, karena saya tidak melakukan apa-apa dan membuat suasana diri saya semakin tidak baik. Saya bisa bayangkan hanya karena belum capai target sudah begini, bagaimana hal lain. Bos kan mau semua perfect. Berapa banyak hari yang hilang yang membuat saya tidak nyaman dan tidak produktif.

Yuk belajar dan mengamalkan yang terpenting dalam hidup ini adalah penguasaan diri, dalam agama disebutkan orang hebat itu adalah yang bisa mengalahkan hawa nafsu. Sekalipun bisa mengalahkan orang lain karena sesuatu ... sebenarnya saya sudah tidak menang terhadap diri saya.  Apa iya ? Iya lah apa iya dong. Perhatikan hari sebelum hari ini banyak emosi atau nafsu menguasai diri saya ...

1.1. Bangun pagi tak jadi lebih awal karena saya mengikuti hawa nafsu untuk tidur lagi dan baru bangun karena keterdesakan mesti bangun untuk kerja. 

   2. Karena ada kebiasaan minum pagi, maka saya pun mengikuti hawa nafsu minum kopi dulu. Akhirnya waktu mepet untuk bersiap ke kantor.

33. Ntah karena ada, saya menganggap berangkat ke kantor pun ditunda sedikit saja. Bukankah ini juga ketidakmampuan saya untuk menguasai diri saya. Kalaulah ada urusan antar anak yang sudah terburu-buru, paling mudah lagi saya bilang naik ojek aja atau antar sama ibunya.

44. Sesampai di kantor masih ada syukur karena tiba tepat waktu. Ngobrol dulu bareng rekan kerja dan baru kerja. Ini urusan gaul biar nggak jadi orang dijauhin sama rekan kantor. Sekali lagi inipun saya tidak bisa mengatakan iya dan tidak untuk urusan yang penting atau tidak penting. Bukankah ini urusannya ‘nafsu”.

55. Mau mulai kerja pun masih mau ditunda dengan urusan yang remeh-temeh.

66. Dalam kerjapun HP masih menghiasi dalam kerja. Mata dan bunyi nitofication selalu menggoda untuk melihat HP isinya. Hitunglah berapa lama waktu kerja saya telah dibajak oleh HP, bisa 1 jam hingga 2 jam.

77. Ada hal yang menghambat saya kerja, lalu saya tergoda untuk relax dulu atau ngerokok dulu untuk cari ide.

88. Menjelang waktu pulang ontime, 30 menit sebelumnya pikiran sudah tidak fokus kepada kerja

99. Belum waktu ngobrol dengan alasan diskusi telah dihabiskan, ngobrol sesama yang berisi curhatan sesama.

Kebayang nggak sekarang kalau waktu kerja 8 jam sehari itu telah dihabiskan oleh nafsu dan emosional. Bisa jadi hanya kerja 5 jam atau lebih rendah lagi. Bagaimana saya bisa mencapai target kerjaan tepat waktu ? Tidakkah saya bisa memanfaatkan waktu yang habis oleh nafsu tadi untuk :

1.1. Mempercepat kerja yang berkualitas. Yang tidak lain hal ini untuk mengantisipasi pekerjaan yang diberikan bos. Bahkan dapat saya berkomunikasi periode mingguan atau periode hari untuk mengkalibrasi pekerjaan saya dengan harapan bos. Kalau pun belum tercapai sepertinya bisa saling dimengerti oleh saya dan bos.

22. Menyisihkan waktu untuk belajar kompetensi yang semakin tinggi. Buat apa ? Mempersiapkan diri untuk SIAP menerima pekerjaan yang lebih banyak atau berkualitas. Lalu bukannya itu menambah kerjaan ? Insya Allah SIAP kerja itu memunculkan kepercayaan dari bos, yang bermakna untuk menambah pendapatan.

33. Kapan untuk urusan diri sendiri ? Gunakan setiap hati untuk melakukan tindakan-tindakan kecil untuk mengantarkan saya kepada tujuan pribadi. Gunakan waktu sebelum waktu kerja dan beberapa saat setelah pulang kerja.

Bukankah kekhawatiran yang mesti saya hapuskan adalah tidak mampu mengendalikan diri, yang telah menghabiskan waktu yang tidak memberi apa-apa untuk kebaikan saya. Setiap hari saya mengulangi penguasan nafsu atas diri saya telah menjadi kebiasaan tanpa disadari. Akibatnya saya tetap dengan pekerjaan saya saat ini ... adapun kerja yang ditambahkan kepada saya karena bos melihat saya masih ada waktu bukan sebagai kepercayaan. Alhasil pendapatannya SAMA setiap tahun. Ada ketakutan menerima kerjaan lebih tinggi karena saya tidak SIAP. Keadaan ini membuat saya semakin nyaman tidak ingin berubah, semakin terpuruk. Masih mau keadaan seperti ini ? Yuk belajar tentang nafsu, emosional dan referensi yang bener agar hidup semakin baik hari ini.

Insya Allah tulisan ini dapat memberi inspirasi dan menyadarkan diri saya dan siapapun yang membacanya. Tidak lain ada pesan “Wake up”.

Rabu, Agustus 23, 2023

Sudah bersungguh-sungguh ?

 Seorang temen bilang,"Mas, kok beberapa keinginan saya tidak tercapai. Ada apanya ? Padahal semua itu sudah saya lakukan dengan sungguh-sungguh." Dan saya pun membalas,"Apa iya ? Kok bisa begitu ? belum rezekinya kali". Temen saya menjadi kurang optimis dalam hidupnya, karena menganggap keinginan itu hanya mimpi dan menyikapi hidupnya dengan ada apanya.

Lalu saya pun merenungkan hal tersebut. Saya mesti perhatikan beberapa hal. Apa iya keinginannya tidak tercapai ? Apa sih yang menjadi keinginan temen saya tadi ? Sebenarnya saya pun mengalaminya dan semua orang. Yang menjadi kurang pas itu adalah saat temen saya mengharapkan keinginan itu tercapai, tapi nyata tidak. Padahal untuk keinginan yang lain diperolehnya. Dari sini saya mesti membangun sikap pertama dulu yaitu "Tidak semua keinginan tercapai". Lalu apakah saya tidak perlu memiliki keinginan lagi ? Tidak begitu juga, karena saya tidak tahu keinginan yang mana yang tercapai dan yang tidak tercapai, tetaplah memiliki keinginan dan keinginan itu adalah harapan untuk lebih baik.

Biasanya keinginan itu saya sampaikan kepada Allah agar dikabulkan. Artinya yang memenuhi keinginan saya itu adalah Allah. Allah memiliki kehendakNya sendiri dan tidak bisa dipengaruhi oleh saya. Saya membayangkan kalau keinginan saya itu tidak sesuai kehendak Allah, apa iya Allah mau memenuhinya ? Yang pasti tidak dipenuhi Allah. Agar keinginan saya bisa dipenuhi oleh Allah paling tidak saya mesti memiliki keinginan yang baik dan sesuai kriteria Allah. Jika memang keinginan saya itu memiliki nilai kebaikan, yang bukan saja kepada diri saya sendiri tapi memberi kebaikan juga buat orang disekitar saya. Maka keinginan itu mesti disampaikan kepada Allah untuk mendapatkan rahmatNya dan diupayakan sungguh-sungguh. Orang yang bersungguh-sungguh itu pasti menemui hasilnya yang gigih, konsisten dan istiqamah memperjuangkannya. kalau saya bilang sudah sungguh-sungguh mengejar keinginan tersebut, tapi sebenarnya kesungguhan itu belum terjadi bahkan sudah tidak ada. Saat saya bilang sungguh-sungguh, apa yang terjadi ? Saya sudah berhenti untuk sungguh-sungguh dan mulai ada keluhan atas hasil yang dicapai. "kok tidak ringan ya ?" atau "kapan keinginan itu tercapai ?" Pertanyaan-pertanyaan ini hasil dari status kesungguhan yang belum tercapai. Jika memang keinginan saya itu sudah baik, maka saya mesti yakin Allah memenuhiNya. Yang saya lakukan adalah sungguh-sungguh mengerjakan keinginan saya dan sayalah yang menentukan tercapainya keinginan tersebut. Allah ? Allah mengizinkan semua terjadi. 

Disisi lain, saat keinginan saya itu hanya sekedar nafsu saja. Hal ini terlihat dari dorongan di awal yang besar dan sangat fluktuatif dalam perjalanan waktunya. Untuk keinginan seperti ini, saya mesti uji apakah keinginan itu nafsu atau kebutuhan ? Kalau hanya nafsu sesaat saja, saya mesti mengurungkan niat untuk mewujudkannya. Tak hanya itu, Allah juga tidak ingin mengabulkannya kecuali saya maksa banget (hasilnya juga belum tentu berhasil). Jangan pernah untuk bersungguh-sungguh dalam memenuhi keinginan yang berdasarkan nafsu sesaat. Dari sini saya ingin mengatakan bahwa kesungguhan itu hanya untuk keinginan yang baik, yang memberi kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.

Apa yang perlu dalam perilaku bersungguh-sungguh ? Apakah hanya mengandalkan tenaga saja ? Tentu tidak hanya fisik (tenaga), karena fisik itu bisa naik turun dan dipengaruhi/mempengaruhi pikiran. Fisik yang lemah dapat merubah sikap yang ada dalam pikiran dan pikiran membalas untuk mempengaruhi fisik . Kesungguhan itu sangat memerlukan fisik yang sehat, pikiran yang sehat, dan pikiran yang sehat itu mesti disupport oleh keyakinan dan ilmu. Insya Allah kesungguhan yang dilakukan semakin dimudahkan karena kemampuan yang semakin baik. Dalam banyak persepsi orang, kesungguhan itu berat. Jika ini yang terjadi, maka kesungguhan itu bisa melemahkan. Sikap ini seperti ini mesti diubah dengan sikap bahwa kesungguhan itu mesti mengantarkan saya menjadi lebih mudah dan cepat dalam meraih keinginan saya, dimana kesungguhan itu mesti diberi ilmu, sehat fisik dan sehat pikiran, dan keyakinan yang menguat.




Saya mengajak saya sendiri untuk menyikapi dan perilaku sebagai berikut :

1. Tidak semua keinginan itu dapat diraih. Hanya Allahlah yang memenuhi keinginan tersebut, yang diberikan sesuai kehendakNya. 

2. Ciptakan keinginan yang baik, baik dimata Allah dan memberi kebaikan kepada diri sendiri dan orang lain. Sampaikan kepada Allah untuk dimampukan mewujudkannya lewat kesungguhan saya lakukan.

3. Jika ada keinginan yang cenderung didasari oleh nafsu, maka sebaiknya tidak untuk dipenuhi.

4. Kesungguhan itu tak pernah ada ujungnya. Ujungnya adalah terpenuhinya keinginan itu sendiri. Kesungguhan butuh didukung oleh fisik yang sehat, pola pikir yang sehat, terus menjaga keyakinan kepada Allah. 


Insya Allah kultum motivasi ini dapat menginspirasi saya untuk bisa bersikap dan berperilaku yang benar terhadap keinginan yang hadir. keinginan yang benar mesti dilakukan dengan sungguh-sungguh yang mampu memberdayakan diri dari ilmu, fisik yang sehat dan keyakinan agar tercapai.

Selasa, Agustus 22, 2023

Tujuan yang suka berubah

 Semangat pagi yang mencerahkan buat semua, hari ini adalah kesempatan untuk memperbaiki hari sebelumnya yang belum dikerjakan atau yang mau diperbaiki. Kesempatan ? Iya, bersyukur atas semua ini. lakukan yang semakin baik hari ini yang membuat saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu demi waktu sampai saya bisa berbuat yang lebih baik. Insya Allah saya dimampukan oleh pemilik alam semesta ini.

Saya pernah memiliki tujuan atau keinginan. Saking pengennya, tujuan itu sangat berarti dan mendorong saya untuk mewujudkannya. Mulailah saya kerja/beraktivitas, tapi ditengah perjalanannya saya merasa ada yang tidak bener dengan tujuan saya, 

a. Bisa karena tidak mudah dicapai, "apa ya saya bisa capai ?" Mulailah ada keraguan dan menurunkan semangat untuk mencapainya.

b. Kok tujuan ini menurun dan ada tujuan lain yang lebih menarik. Mulailah imajinasi saya mengarah kepada tujuan lain untuk dicapai. Ada ketidakpastian untuk memilih meneruskan tujuan awal atau berganti tujuan baru.

c. Dengan sibuknya aktivitas/kerja rutin yang dituntut mesti diselesaikan, membuat waktu yang pendek untuk mengejar tujuan sehingga melemahkan semuanya. Akhirnya saya hanya berharap,"suatu hari saya bisa meraih tujuan saya itu".

d. Misalkan tujuan itu pengen beli rumah. Apa cukup dengan gaji saya membeli rumah ? kalau saya bisa membeli tapi rumahnya jauh banget dari tempat kerja, bikin keluar uang lagi ? Apa nggak saya kontrak rumah saja dulu ? begitu banyak tujuan awal bisa berubah menjadi lebih rendah atau lebih tinggi tergantung suasana saat itu.

Semua itu terjadi pada setiap orang sesuai tujuannya. Atau ada yang bilang,"saya mah nggak pengen apa-apa, jalani aja hidup ini". Tapi tetep aja tujuan itu bisa berubah, waktu bergaul sama temen yang punya rumah sederhana ... hadirlah tujuan pengen punya rumah dan lainnya.

Apapun tujuan atau keinginan itu baik asal dihadirkan oleh emosional. Tujuan yang emosional  cenderung tidak baik, awalnya juga tidak baik dan biasanya diikuti oleh tindakan yang tidak baik pula. Sebaiknya diam sejenak (bisa juga beberapa hari) saat ada tujuan atau keinginan. Buat apa ? Untuk memastikan tujuan atau keinginan itu diuji oleh akal sehat sebagai kebutuhan. Selanjutnya tujuan atau keinginan itu dianalisis oleh akal sehat agar menjadi nyata untuk diwujudkan. 

Tujuan atau keinginan yang sudah bulat untuk dicapai itu menjadi bener menurut saya saat itu. Apa yang terjadi ? Ada lintasan pikiran yang menghambat untuk memulai tujuan itu, ada rencana bagus yang disusun, ada banyak cara untuk mewujudkannya. Sempurna ! Langkah pertama berjalan mulus, semua hambatan atau persoalan yang dihadapi dapat dilewati. Masih ada semangat besar ...

Apakah iya saya memiliki tujuan itu saja ? pasti tidak, banyak sekali tujuan lain. Kalau mau ditulis, kayaknya lebih dari 10 tujuan, tujuan keluarga, tujuan pasangan, tujuan anak-anak dan sebagainya. Tujuan mana yang lebih dulu untuk dicapai ? Disini mulai bercabang dan salah satu tujuan bisa melemah saat itu. Tidak bisa disalahkan bahwa tujuan hadir dan berkembang sesuai waktunya. Bahkan bisa jadi tujuan awal melemah dan berganti dengan tujuan lain.

Apa yang terjadi ? Tujuan itu sebaiknya mesti memiliki batas waktu pencapaiannya, terjadwal dan memiliki komitmen untuk mencapainya. Batas waktunya tidak terlalu lama, sebaiknya dalam rentang maksimal 1 bulan atau lebih sedikit oke saja. Bagaimana kalau 6 bulan atau 1 tahun ? Bisa juga, sesuai dengan besar kecilnya tujuan. Alangkah baiknya, tujuan itu dipecah menjadi beberapa tujuan kecil bertahap. Tujuan yang pendek memudahkan pikiran untuk meraihnya dan memberi semangat tambahan saat mendekati waktunya. Selanjutnya tujuan berikutnya menjadi menarik untuk diwujudkan. Ini adalah cara menyikapi saya tidak berubah-berubah terhadap tujuan yang berubah.

Tujuan bisa saja berubah sesuai waktunya. Saya bisa mengubah tujuan asal masih sejalan dan lebih baik. Yang terpenting adalah tujuan itu pasti untuk dicapai, jadi hindari untuk meninggalkan tujuan tersebut. Alangkah indahnya, saat saya memiliki tujuan dan tujuan itu saya sampaikan kepada Allah agar diberi rahmat lewat doa. Doa yang tidak memaksa untuk diizinkan (dikabulkan) atas tujuan saya. Kalimat yang pantas saya sampaikan kepada Allah untuk tidak mendikte tapi hanya menyampaikan apa yang saya alami, "Ya Allah hari ini saya memiliki tujuan membeli rumah, tujuan ini sesuai dengan apa yang saya rasakan penting bagi saya dan keluarga. Kalaulah tujuan ini Engkau rahmati, mampukan dan mudahkan jalan menuju tujuan itu. Tapi kalau tujuan ini belum Engkau rahmati dan belum baik bagi saya sekarang, maka sudilah Engkau yang Maha Penyayang dari yang paling sayang di bumi ini memberi saya yang lebih baik. Bimbing, arahkan dan mampukan saya untuk menjalaninya" Dalam doa ini saya berharap dengan tujuan saya, tapi saya tahu bahwa Allah Maha Tahu yang terbaik buat saya dan saya memohon petunjuk yang lebih baik buat saya. Tidak memaksa dikabulkan tapi berharap rahmat Allah untuk saya.




Demikianlah apa yang bisa saya bagikan untuk menghadapi tujuan yang suka berubah. Tujuan yang berubah tak perlu disesali, tapi perlu disikapi dengan ilmu yang lebih baik. Inilah kultum motivasi yang bisa menginspirasi saya untuk lebih baik, memberdayakan diri untuk jauh lebih baik.

Senin, Agustus 21, 2023

Amunisi Semangat

 Kalau ditanya tentang amunisi, banyak orang menjawab berhubungan dengan senjata. Memang begitulah persepsi lama, tapi sekarang amunisi bisa berhubungan dengan apa saja. Kalau dalam tentara, amunisi senjata dan peluru sangat menentukan kelangsungan operasi ketentaraan. Tanpa amunisi yang cukup membuat operasi menjadi terhenti dan bisa jadi tidak berhasil. Atau amunisi disiapkan bila diperlukan, yang dikirim dengan sangat cepat dan tepat.

Hari ini saya bicara amunisi untuk mempertahankan semangat kerja atau aktivitas. Kok pakai amunisi segala ? Faktanya beberapa orang bisa bersemangat kerja mulai pagi hingga siang aja dan berikutnya semangat turun atau di awal beraktivitas/kerja masih memiliki semangat tinggi dan tak lama menurun. Yang sering terjadi adalah awal tahun membuat komitmen untuk perubahan untuk masa depan yang lebih baik, tapi bulan Maret atau Juni atau sekarang (Agustus), bagaimana semangat perubahannya ? Sepertinya kembali kepada rutinitas biasa. Masih ada sih keinginan, tapi semangat untuk menggerakkannya sudah melemah. Semua kejadian ini terus berlangsung seiring waktu, dan apa yang diinginkan tak tercapai. Ada beberapa orang yang masih bisa membangkitkan semangatnya dan terus menuju keinginannya.

Apa sih yang terjadi ? Inilah yang saya bilang semangat tanpa ilmu, berjalan menuju keinginan tanpa perbekalan sehingga tidak mudah bertahan. Misalnya seorang penulis, mesti memiliki perbekalan (amunisi) yang cukup seperti membaca buku, menambah wawasan dan sejenisnya. Anumisi ini penulis dapat menjadi bekal  untuk ditulis dan menambah semangat menulisnya. Ada kalanya amunisi penulis ini bisa mendobrak sikap mental negatif dalam menulis. Atau kalau saya karyawan untuk mencapai target kerja, maka perlu amunisi yang benar (dengan ilmu), yang bukan sekedar "paksaan" dari atasan atau pekerjaan itu sendiri. Amunisi yang bener itu adalah meningkatkan kemampuan dengan ilmu yang mengantarkan saya menjadi mudah dan cepat menyelesaikan pekerjaan. Kalau hal ini tidak saya lakukan, maka saya hanya mengandalkan tuntutan dari pekerjaan itu ... terpaksa, hasilnya bisa ada tapi tidak memberi kebaikan.

Salah satu yang mesti saya pikiran tentang amunisi saya yaitu semangat, ya semangat yang konsisten. Bisa jadi 95% orang tidak pernah memikirkan amunisi semangat, yang penting semangat dulu dan kerja. karena sikap inilah banyak dari mereka mengalami kemerosotan semangat dan akhirnya kerjanya menjadi apa adanya. Pak Ogah bilang,"mau semangat cepek dulu" atau "wani piro". Seolah semangat itu bisa dibeli dengan uang. Berarti kalau semangat itu dibangkitkan oleh uang, maka orang kayalah yang paling bersemangat. Apakah iya ? BUkankah uang itu benda mati, hanya kertas atau hanya imajinasi uang itu sendiri yang mendorong orang untuk berbuat banyak hal. Yang bener, si A yang hebat yang menjadi penutan saya telah menjadi inspirator atau penyemangat saya. Kalau saya tanya, si A bisa mengatakan sesuatu yang membuat saya semangat. Kalau saya ada masalah, si A bisa menjawab dan diajak komunikasi sehingga memberikan solusi untuk meneruskan semangat. Begitulah semestinya semangat dengan amunisi yang bener.

Tapi yang menjadi pertanyaan saya, saat si A lagi tidak semangat juga (bukankah si A sama seperti saya). Iya ya ? Terus amunisi seperti apa yang saya butuhkan. Amunisi semangat saya itu mesti mutlak kebenarannya sehingga membuat saya melakukan kerjanya yang terus-menerus. Lalu siapa yang bisa memberikan itu ? Sesuatu yang lebih hebat dari manusia, siapa dia ? Allah swt, Tuhan yang menciptakan manusia dan saya. Hal ini terjadi yang dapat membangkitkan keimanan saya, keyakinan penuh. Yang luar biasanya, Allah menghadirkan hati yang bersemangat, yang berilmu dan yang berenergi. Hanya keyakinan kepada Allah lah yang mampu terus menjaga semangat untuk menuju tujuan (yang benar).

Bersemangat itu tidak cukup, tapi butuh ilmu yang mengantarkan saya kepada semangat yang konsisten. Semangat mesti berilmu dengan merencanakannya :

1. Memiliki energi yang kuat untuk beraktivitas/kerja

2. Melemahkan hal yang menghambat saya untuk tidak bersemangat.

3. Mendorong untuk selalu menjadi semakin baik sehingga semakin berkembang.

4. Memberi keyakinan diri untuk meraih keinginan bersama Allah swt (amunisi saya).

Mau ? Tulisan ini terdapat dalam buku saya,"Semangat kerja yang konsisten". Dalam buku semangat kerja yang konsisten ini dibahas banyak hal tentang semangat, pendorongnya, dan menemukan semangat yang sebenarnya.


Insya Allah tulisan hari ini bisa menginspirasi untuk memotivasi diri. Saya menyebutkan kultum motivasi untuk memberdayakan diri. 




Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...