Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kamis, November 10, 2022

Keberuntungan

Keberuntungan ? Ada dong. Ada sebuah pertandingan sepakbola dimana ada kesebelan favorit kalah dikalahkan di akhir menit pertandingan usai lewat sepak pojok. Hasil 1 : 0 untuk kemenangan tim underdog. Yang kalah mengatakan,"itu keberuntungan dan itulah bola tidak bisa ditebak karena bulat". Yang menang bilang,"kegigihan dalam meraih kemenangan". Kok dua belah pihak tidak sinkron jawabannya. Begitulah yang terjadi. Ada nggak sih keberuntungan itu ? Kalau gitu keberuntungan itu milih-milih dong. Siapa yang milih ? Yang pasti bukan yang terlibat. 

Bagaimana kalau ada keberuntungan orang yang sukses ? Ada sih, nggak begitu pinter, sekolah tidak tinggi dan kerjanya biasa saja bisa sukses. Yang sudah bekerja luar biasa dan melakukan banyak hal bilang, "beruntung kamu bisa sukses". Apa iya keberuntungan itu ada ? Faktanya sih ada, tapi kok bisa ? Kok nggak saya ? Kalau bisa milih mah, "iya kalau bisa saya yang beruntung". Terus ada bilang,"kemarin saya beruntung bisa jual produk, padahal sudah tidak ada lagi pembeli" dan banyak lagi keberuntungan lain, tapi memang tidak setiap hari keberuntungan itu ada.

Secara logika bilang keberuntungan itu terjadi jika ada kesempatan dan kitanya siap. Ada orang yang memiliki kesempatan dan tidak siap dengan kemampuan, maka belum beruntung. Seballiknya ada kemampuan dan tidak ada kesempatan, sama juga belum beruntung. Apakah keberuntungan kita itu kita ciptakan sendiri ? Mestinya tidak, karena kalau kita yang ciptakan keberuntungan itu berarti kita bisa dong beruntung terus. Oleh karena itu keberuntungan itu ada yang ngatur yaitu Allah yang menguasai seluruh alam ini. Bisa jadi keberuntungan itu Allah ciptakan dengan situasi di atas untuk menguji siapa saja, apakah yang beruntung itu bisa bersyukur atau yang tidak beruntung bisa bersabar ? Apakah ada keberuntungan terus ? Tidak ada, yang ada adalah kita menjalani langkah demi langkah dengan ilmu yang bener dan sabar/bersyukur. Proses inilah yang memberi kebaikan tak terbatas dari Allah.


Tak ada yang ingin tidak beruntung, maka mulailah kerja dengan bener dan selalu memohon kepada Allah agar bisa sabar dan bersyukur. Semakin kerja semakin yakin kepada Allah, semakin bertambah ibadah dan amal salehnya. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, maka raihlah ridho Allah dengan kerja yang ikhlas (sabar dan syukur). 

Rabu, November 09, 2022

Harga sebuah kesalahan

Banyak orang masih melihat kesalahan itu dari sisi negatifnya. Orang yang salah mesti dimarahin dan dihukum. Berharap yang salah dapat memperbaiki kesalahannya. Kondisi ini membuat orang takut salah, maksudnya bukan takut salah tapi takut melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Untuk mengantisipasi hal itu yang salah tidak mau disalahkan dan berusaha membela diri serta menutupi kesalahannya. Apakah hal ini menjadi baik ? Ternyata tidak membuat orang menjadi lebih baik. 

Jika ada salah, maka yang merasa bener (tapi tidak juga karena orang ini tidak melakukan apapun) segera bereaksi dengan marah. Yang salah karena dimarahi sering baper dan membuat situasi saling menyalahkan. Semestinya harus ada lingkungan yang saling dukung, maka yang salah diempati dan dikuatkan dengan mengoreksi kesalahan dengan cara yang santun. Tidak perlu menghukum kesalahan yang diperbuat. Sebaliknya yang salah bener-bener mengakui ada yang salah dan ingin memperbaikinya. Jika ini terjadi maka lingkungan seperti ini menjadi kondusif untuk semakin baik, berani bertindak dan berani juga mengakui, serta berani memperbaiki. Inovasi, kreativitas dan perubahan tidak luput dari salah, dan yang hebat semua itu tercipta dari kesalahan.

Berapa nilai kesalahan itu ? Sebesar dampak dari kesalahannya. Misalkan karena lalai menyebabkan kehilangan materi sebesar Rp 1 juta. Maka kesalahan itu bernilai 1 juta, semakin besar membuat orang semakin marah. Kemarahannya itu merasa kehilangan nilai materi. Kemarahan dan hukuman yang diberikan tidak seimbang dengan apa yang diperoleh dari kesalahan tersebut. Kok bisa ? Orang yang salah dimarahin dan dihukum, padahal yang marahin mendapatkan ilmu atau pelajaran dengan membayar uang Rp 1 juta. Apakah ada sekolah yang memberikan ilmu dengan 1 juta ? Bukan soal 1 jutanya, tapi sekolah tidak memberikan pelajaran tentang kesalahan tersebut. Nilai inilah yang tidak pernah dilihat sebagai hal yang menguntungkan. Apalagi pelajaran itu yang hanya 1 juta dapat diajarkan kepada semua orang. Yang pasti tidak ada lagi kesalahan berikutnya yang bisa mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Apa pantas yang salah itu dimarahin dan dihukum, padahal disisi lain banyak yang menguntungkan juga ?


Yang salah selalu dimarahin dan dihukum, tapi pernahkah Anda berpikir sebaliknya jika Anda yang salah, mau nggak sih dimarahin dan dihukum ? Yang pasti Anda tidak mau. Lalu mengapa orang lain dimarahin dan dihukum ? Bukankah semua orang tidak luput dari salah. Yuk memahami dengan hati bukan lagi pikiran dan emosi saja. Berempati kepada yang salah adalah yang terbaik. 

Bayangkan semua orang bisa berempati dengan kesalahan, sepertinya banyak hal yang luar biasa yang bisa dilakukan sehingga banyak hal yang luar yang dihasilkan. Semua orang berani melakukan sesuatu yang baru dan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

 

Buatlah cita-cita setinggi langit

Kalau ingat masih kecil dulu, guru bertanya, "Apa cita-citamu kalau udah besar ?" Yang saya ingat adalah ingin jadi dokter atau ir atau mau jadi pilot. Semua cita-cita itu terkesan adalah menjadi orang yang hebat dan banyak uangnya. Beberapa orang masih sama cita-cita sampai besar, tapi ada juga berubah. Apa yang ada dibenak orang yang waktu kecilnya tidak punya banyak uang untuk sekolah ? Cita-citanya tidak tinggi, mungkin tamat SMA pun sudah lumayan dan bisa kerja.

Apa kabarnya cita-cita itu ? Ada yang tercapai ... tapi kayaknya tidak seperti yang dibayangkan masih kecil. Ternyata berat banget cita-cita itu, uang yang diperoleh dari kerja tidak sesuai harapan. Mesti kerja keras dan banyak persaingan. Mungkin beberapa orang berandai,"Kalau saya dulu sekolah tinggi lagi, pekerjaan saya lebih baik" dan sebagainya. Lalu ? Jalani aja.

Cita-cita atau tujuan bukan sekedar untuk masa depan, tapi sudah menjadi motivator dalam kerja dan kehidupan. Yang masih sama adalah persepsi kita bahwa buatlah cita-cita itu setinggi-tinggi. Apa yang terjadi ? Kita merasa terbebani dengan cita-cita atau tujuan yang tinggi. Berapa lama bisa dicapai ? Bagaimana caranya ? Butuh pikiran, dan energi yang besar. Banyak orang hanya meninggalkan cita-cita itu dalam pikiran dan tidak pernah diwujudkan.

Tujuan akhir itu memang perlu yang tinggi, tapi agar bisa diwujudkan, maka kita perlu berkompromi dengan kemampuan dan fisik kita. Mengapa kita tidak memilah tujuan yang tinggi itu dalam beberapa tujuan antara dengan target waktu tertentu ? Bukankah pemilhan tujuan yang tinggi dalam beberapa tujuan antara sangat memungkin pikiran dan tindakan dapat diwujudkan. Ada perasaan senang dengan merasa tidak berat menjalani dari waktu ke waktu untuk meraih tujuan antara. 

Misalkan Tujuan A dibagi dalam 10 tujuan antara. A1 - A10. Fokus kita menjadi lebih detail kepada A1 dan setelah tercapai barulah berpikir menuju A2 dan seterusnya. Dalam hidup kita memiliki tujuan dari kerja dan tujuan untuk keluarga. Keduanya seperti bercabang dan membuat tidak ada waktu untuk meraih keduanya. Bagaimana caranya ? Buatlah tujuan kerja adalah bagian dari tujuan keluarga. Tujuan keluarga lebih besar/tinggi dari tujuan kerja. Dampaknya adalah kita kerja bukan untuk perusahaan, tapi untuk keluarga karena tujuan kerja itu hanya perantara menuju tujuan keluarga yang lebih besar.



Bisa dibayangkan ... bagaimana kita mau shalat khusyuk ? Menjadi berat untuk langsung mengamalkan shalat khusyuk. Bisakan kita memulai tujuan akhir (shalat khusyuk) dengan mengamalkan memahami syarat dan rukun shalat, kemudian memahami dan mengamalkan wudhu yang bener, mempelajari dan mengamalkan makna bacaan shalat dan seterusnya. Cara ini membuat kita merasa nyaman untuk khsuyuk dalam shalat.





Semoga kita mulai menyadari bahwa memang baik untuk memiliki tujuan/cita-cita yang tinggi. Tapi jauh lebih penting adalah mewujudkan tujuan itu secara bertahap. 

Selasa, November 08, 2022

Just do it now

Just do it now, kalimat yang mengajak saya melakukannya sekarang. Tapi banyak hal yang mesti dilakukan sekarang menjadi tertunda karena memang saya yang menunda. Tidak ada alasan yang mesti membuat saya menunda semua itu. Banyak dari waktu lebih dihabiskan untuk hal yang pasif, hanya menonton yang menarik sehingga waktu habis, atau hanya membaca karena sesuai keadaan saya yang bikin saya larut, atau ngobrol yang tak ada ujungnya dan sebagainya (konsumtif). Semua itu bisa penting, tapi tidak ada yang bisa saya lakukan untuk berbuat sesuatu. Misalkan menulis, membuat sesuatu, melakukan pekerjaan, dan yang sifatnya beraktivitas kerja (produktif).

Just do it now, ingin apa yang sudah saya miliki (menerima sesuatu) dapat langsung dipraktekkan. Tidak perlu mengumpulkan banyak hal untuk semakin tahu. Karena semakin tahu membuat saya semakin ingin tahu lagi, dan akhirnya saya tidak berbuat apa-apa. Saat ditanya, seberapa banyak yang sudah saya ketahui ? Banyak, dan ditanyakan lebih detail lagi. Seberapa banyak yang saya pahami ? Tidak banyak dan sedikit. Lalu pertanyaan berikutnya, Seberapa banyak yang saya kerjakan (praktekkan) ? Sedikit sekali. Apa yang bisa saya praktekkan adalah diri saya, nilai dari diri saya. Agar nilai diri untuk meningkat, Just do it now.

Just do it now, mengajak saya untuk tidak menjadi sempurna atau memerlukan bantuan orang lain untuk mengerjakannya. Kata orang,"tidak ada yang sempurna di dunia ini, jadi lakukan sekarang". Kalau berpikir harus cukup ilmu untuk bisa berhasil, maka tidak ada yang bisa berhasil. Waktu mengantarkan saya untuk terus mengerjakan dan memperbaikinya sehingga ilmu yang saya peroleh semakin bener (tetep belum sempurna). Jangan pernah meminta bantuan orang lain agar saya bisa mengerjakannya. Bersyukur jika ada, tapi saya lah yang semestinya melakukannya sendiri, dengan begitu saya paham bahwa saya bisa melakukannya sendiri atau perlu bantuan orang lain. 

Just do it now or never, sudah banyak ide atau pikiran atau keinginan untuk melakukan banyak hal. Tapi kenyataannya tidak pernah terjadi (tidak dilaksanakan). Apakah nanti dikerjakannya ? Saya tidak pernah bisa menjawabnya, karena hari-hari saya sudah "penuh" dengan rutinitas dan memikirkan banyak hal yang tidak dikerjakan. Besok ? Sudah ada situasi yang membuat saya melakukannya lagi. bertaruhlah bahwa sekarang adalah waktu terbaik untuk melakukan apa yang ada dalam pikiran saya. Apakah saya mau menghabiskan waktu untuk hal yang tidak pernah terjadi ? Pasti tidak, just do it now or never

Just do it now, mengandung makna mengerjakan saja apa yang bisa saya kerjakan dan makna waktu sekarang. kadangkala ada waktu, tapi saya bingung apa yang mesti saya kerjakan. Sebaliknya saya bisa mengerjakannya karena memiliki kemampuan, tapi waktunya tidak ada. Saya disibukkan oleh aktivitas rutin atau lainnya. Just do it now, sudah menjadwalkan waktu (menyisihkan waktu) saya untuk mengerjakan apa yang mesti saya lakukan. Apa yang dikerjakan ? Apa yang bisa saya kerjakan sendiri (yang ada dalam pikiran saya). Semakin sering saya "Just do it now" semakin membuat saya berani beraktivitas.


Senin, November 07, 2022

Orang hebat dan lemah

 




Magic Word Menulislah

Menulis itu sama halnya sengan berbicara atau curhat dan sebagainya. Ada yang bilang,"Menulis itu bisa bikin plong dan lega perasaan" dan ada yang membuat therapy menulis untuk kesehatan. Menulis apa ? Tulislah apa yang kita rasakan atau kita pikirkan.




 

Action dan salah, dosa gitu ?

Dalam keseharian kita, beberapa ada yang takut berbuat (action) karena berbagai alasan. Padahal mereka tahu tanpa berbuat (action) tidak pernah terjadi apapun. Beberapa berikut bisa membangkitkan kita untuk berbuat banyak sesuai judul di atas, bahwa "Berbuat itu nggak salah dan ya bisa jadi dosa, tapi kita tahu dosa dan bisa memperbaikinya. Bukankah Allah itu Maha Pengampun". Bagaimana jika orang yang tidak berbuat sama sekali ? Bisa dimaknai sebagai orang yang tidak menjalani "perintah" untuk beramal saleh sekalipun tidak berdosa karena tidak berbuat (action). Perhatikan ... Allah menyukai orang mensucikan diri (orang yang bertaubat), saya memaknainya orang banyak berbuat sesuatu, kalau salah Allah penerima taubat dan kita bisa memperbaiki. Jadi adakah alasan kita untuk tidak berbuat banyak (action) dari apa yang sudah kita yakini ?

Saya mengambil catatan dari KH. Ahmad Dahlan, menjelaskan bahwa "Mengerti itu saat mengamalkannya dan keyakinan yang sempurna itu saat kita berbuat". Pemahaman sebelum berbuat menjadi penting, dan beberapa pemahaman diperoleh dari perbuatan yang sudah dilakukan. Penjelasan ini membuat setiap orang pasti berbeda, karena pemahaman dan perbuatannya yang berbeda sesuai latar belakangnya. Tidak perlu orang lain itu untuk dibandingkan dengan pencapaian kita.  Pencapaian kita adalah apa yang sudah kita perbuat. Adapun orang lain bisa menjadi referensi, dimana kita tetep berbuat sesuai pemahaman kita.

Renungkan kalimat berikut ini, "Bangunlah, Engkau dapat mengerti segarnya udara pagi. Bangunlah itu berbuat untuk bisa merasakan segarnya udara pagi, Orang lain hanya bisa memberikan nasehat itu. Maka pengalaman segarnya udara pagi pasti berbeda dengan orang lain. berbuatlah maka kita mengetahui banyak hal yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Mau sukses ? Jalani cara sukses itu (bila perlu melihat apa yang pernah diperbuat orang sukses), maka apa yang kita perbuat menjadi berbeda dengan pemahaman kita tentang sukses. Tidak perlu membandingkan dan teruslah jalani cara sukses itu. Dengan demikian kita banyak tahu cara tidak sukses, dan memperbaikinya sesuai kepribadian kita sendiri.



Bagaimana dengan ibadah kita ? Apakah tanpa ingin berbuat amal saleh itu kita menjadi mendapat kebaikan ? Tentu tidak, maka berbuat amal saleh tidak langsung bener, pasti ada yang kurang atau salah. Bukankah yang kurang atau salah itu "dosa" ? Agar kita selalu dibimbing dan bersama Allah yang Maha bener, teruslah untuk memahami iman dengan sebenarnya dan dimampukan untuk berbuat amal saleh. Apakah shalat kita pasti bener sekarang ? Belum tentu, ada yang kurang atau bahkan ada yang tidak kita jalani rukunnya. Yang tidak dibenarkan itu adalah merasa shalat sudah baik, dan tidak meningkatkan nilai shalatnya. Lalu apakah kita berharap itu tidak salah ? Teruslah mengevaluasi diri untuk bisa memperbaiki semuanya, Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Pengampun. 

Yuk kita belajar memahami kehidupan ini dengan petunjuk yang bener, yaitu Al Qur'an dan kitapun belajar berani berbuat (beramal saleh) sesuai tuntunan dari Al Qur'an. Sudahkah kita memberanikan diri untuk membuka, melihat, membaca, memahami artinya dan berani untuk mengamalkan, dan berbagilah kebaikan.

Featured post

Udah salat, apa iya masih riya ??

Alhamdulillahirabbilalamin, keadaan kita sekarang sehat dan selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Apapun yang sudah dilakukan, Insya A...