Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Minggu, Agustus 03, 2025

Masak kita tidak ingin kasih sayang Allah yang 99 lagi

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita diberikan kebaikan yang mendatang rahmat Allah. Aamiin

Hari ini membahas sedikit tentang hasi rahmat Allah. Salah satu hadis tentang rahmat Allah, yang berkaitan erat dengan nama-Nya Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih):

"Allah menjadikan rahmat (kasih sayang) seratus bagian. Maka Dia menahan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian, dan menurunkan satu bagian ke bumi. Dari satu bagian itulah seluruh makhluk saling berkasih sayang, hingga seekor kuda mengangkat kakinya karena takut anaknya akan terinjak olehnya." (HR. Bukhari No. 5541)

Hadis lain yang senada berasal dari HR. Muslim :

"Sesungguhnya Allah memiliki seratus bagian rahmat. Dia menahan sembilan puluh sembilan bagian dan menurunkan satu bagian ke bumi. Dari satu bagian itu, makhluk saling berkasih sayang, hingga seekor hewan mengangkat kakinya karena takut melukai anaknya."

(HR. Muslim No. 2752) 

Hadis ini sama seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari. Hadis ini menunjukkan betapa luas dan dalamnya kasih sayang Allah. Nama Ar-Rahman berasal dari kata rahmah (kasih sayang), dan menggambarkan rahmat Allah yang meliputi seluruh makhluk, baik yang beriman maupun tidak. Sementara nama Ar-Rahim lebih khusus, menunjukkan kasih sayang Allah yang berkelanjutan kepada hamba-hamba-Nya yang taat (yang beriman).

Rasulullah ﷺ menyampaikan banyak hadis yang menggambarkan luasnya rahmat Allah, bahkan melampaui batas nalar manusia. Di sinilah kita akan mengupas beberapa hadis utama, dan merefleksikan betapa pentingnya kita hidup dalam kesadaran akan rahmat-Nya yang tak terbatas.



1. Allah Membagi Rahmat Menjadi 100 Bagian
Hadis diatas menunjukkan bahwa kasih sayang yang kita saksikan di dunia ini hanyalah 1% dari rahmat Allah. Bayangkan, seluruh kasih seorang ibu pada anaknya, kasih manusia kepada sesama, bahkan kasih sayang antar hewan, itu semua hanya bagian kecil dari rahmat-Nya.
Lalu bagaimana dengan 99 bagian lainnya? Allah menyimpannya untuk hari di mana seluruh manusia sangat membutuhkan kasih sayang dan ampunan, yakni hari kiamat. Ini menjadi harapan besar bagi mereka yang senantiasa berusaha kembali kepada Allah.

2. Allah Lebih Sayang kepada Hamba-Nya daripada Seorang Ibu kepada Anaknya
Dalam sebuah hadis yang sangat menyentuh hati, Rasulullah ﷺ pernah melihat seorang wanita mencari anaknya yang hilang dalam tawanan. Setelah menemukannya, sang ibu memeluk anak itu dengan sangat erat dan menyusuinya. Rasulullah ﷺ kemudian bersabda kepada para sahabat:
"Apakah kalian melihat wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?"
Mereka menjawab, "Tidak, demi Allah. Ia tidak akan melakukannya jika ia mampu menghindarinya."

Maka Nabi ﷺ bersabda:
"Sungguh, Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya."
(HR. Bukhari no. 5999, Muslim no. 2754)

Bayangkan kasih seorang ibu yang secara naluriah akan melindungi anaknya dari bahaya apa pun. Dan Allah lebih dari itu. Cinta dan rahmat-Nya jauh melampaui kasih sayang manusiawi. Maka bagaimana mungkin kita ragu untuk kembali kepada-Nya?

3. Allah Senang Mengampuni, Melebihi Kegembiraan Orang yang Menemukan Barang Hilang
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
"Sungguh, Allah lebih bergembira atas taubat hamba-Nya daripada seseorang di antara kalian yang kehilangan kendaraannya di tengah padang pasir, lalu menemukannya kembali."
(HR. Bukhari no. 6309, Muslim no. 2747)

Hadis ini menggambarkan kegembiraan yang luar biasa. Bayangkan seseorang kehilangan unta atau kendaraan di tengah padang pasir. Itu berarti kehilangan sumber air, makanan, dan harapan hidup. Tapi ketika ia menemukannya kembali, ia begitu bahagia sampai keliru berkata karena girangnya.

Nah, Allah lebih bahagia dari itu ketika seorang hamba yang berdosa kembali bertobat. Ini menunjukkan bahwa rahmat Allah tidak hanya pasif, tapi aktif mendekat kepada hamba-Nya yang kembali. Tidak peduli seberapa besar dosanya, selama ia masih hidup dan bertobat dengan tulus, Allah akan menyambutnya dengan kegembiraan.

4. Rahmat Allah Meliputi Segala Sesuatu
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu...”
(QS. Al-A’raf: 156)

Ini adalah janji Allah. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang kita pahami maupun yang tidak. Bahkan ketika kita tertimpa musibah, sebenarnya ada rahmat Allah di dalamnya yang barangkali belum kita sadari.

5. Allah Menetapkan Kasih Sayang sebagai Sifat-Nya

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis Qudsi:

“Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah prinsip utama dalam mengenal Allah. Walau Allah Maha Adil dan bisa menghukum, namun kasih sayang-Nya lebih dahulu dan lebih dominan. Ini tidak berarti Allah tidak murka, tapi murka-Nya dibatasi oleh keadilan dan selalu dilandasi hikmah. Sementara rahmat-Nya dibuka lebar-lebar untuk siapa pun yang menginginkannya.

Renungkan, Hidup dalam Kesadaran Rahmat Allah
Mengetahui bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang bukan sekadar pengetahuan teologis. Ini mestinya menjadi landasan cara pandang dan sikap hidup. Berikut beberapa pelajaran yang bisa kita petik:

1. Jangan Pernah Berputus Asa dari Rahmat Allah
Berapa pun dosa kita, Allah membuka pintu taubat. Bahkan dalam QS. Az-Zumar: 53, Allah berfirman:

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”

Putus asa dari rahmat Allah adalah penyakit jiwa dan salah satu bentuk kebodohan terhadap sifat Allah.

2. Menjadi Saluran Rahmat bagi Sesama
Jika Allah menyayangi kita, maka kita juga harus menyebarkan rahmat itu. Nabi ﷺ bersabda:

"Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang di bumi, maka Yang di langit akan menyayangimu."
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

Menjadi penyayang—baik kepada manusia, hewan, atau makhluk lainnya—adalah bentuk nyata kita meneladani sifat rahman-Nya.

3. Berprasangka Baik kepada Allah
Hidup tidak selalu mudah. Namun, ketika kita sadar bahwa Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka kita akan belajar berprasangka baik kepada-Nya, bahkan di saat-saat sulit. Barangkali Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik, atau menghapus dosa kita melalui ujian.

Rahmat Allah adalah anugerah terbesar yang membungkus seluruh kehidupan. Ia bukan hanya konsep dalam kitab, tapi kenyataan yang hadir dalam setiap detik kehidupan. Setiap napas, setiap detak jantung, bahkan setiap ujian yang kita hadapi adalah bagian dari skenario rahmat-Nya.

Maka, marilah kita hidup dalam kesadaran bahwa kita berada dalam lautan kasih sayang Allah yang tak terbatas. Jangan sampai kita buta terhadap rahmat-Nya yang selalu mengiringi, dan jangan pernah menutup pintu kembali kepada-Nya. Karena Allah tidak akan pernah menutup pintu rahmat-Nya bagi hamba-hamba yang ingin kembali.

Dengan memahami sifat Allah sebagai Ar-Rahman, kita diajak untuk:
1. Tidak putus harapan dari rahmat-Nya.
2. Meneladani sifat kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menyadari bahwa setiap kebaikan yang kita rasakan adalah bagian kecil dari rahmat-Nya yang luas.

Apa yang mesti kita tanyakan dan renungkan kepada diri sendiri. Diantaranya :
 Apakah kita bisa merasakan ar rahmannya Allah ???
Tenangkan hati dengan mentrigger hati untuk melisankan zikir kepada Allah. Hanya dengan hati yang tenang itulah kita dibukakan "jendela" rahmannya Allah.
Darimana kita memulai ? Mulailah dari diri sendiri. Semua kebaikan apapun adalah 1% dari rahman Allah di dunia dan kehidupan kita di dunia ini.
Perhatikan lidah kita bisa bicara ... Amazing, 
Tubuh kita bisa bergerak ... Amazing,
Mata dan Pendengaran kok bisa melihat dan mendengar ... Amazing
Apalagi ... ? Semuanya. 
Apa yang kita rasakan, lihat, dengar  ... lainnya
Makna begitu besar rahmannya Allah, apalagi ar rahiimnya Allah kepada kita yang beriman,
Rahiimnya Allah yang mengantarkan kita kepada pembalsan yang sempurna.
Apakah kita masih ada waktu dan perhatian kita untuk lalai merasakan kebaikan ar rahman dan ar rahiim  ?? 

سُبْحَانَ ٱللَّٰهِ وَٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ وَلَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ وَٱللَّٰهُ أَكْبَرُ 

Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar

Sekarang ... masak sih kita tidak mau menemui dan merasakan rahmatnya Allah yang 99 lagi ??

Tidak ada alasan apapun, sekarang kita mulai selalu ingin berbuat baik dan terus berbuat baik. Insya Allah pengetahuan ini dapat mengekplor kita untuk memberdayakan diri,agar termotivasi menjadi hamba yang berterima kasih dan bersyukur. Inilah motivasi Islam dalam membangun karakter hambaNya.

Sahabatmu 
Munir Hasan Basri

Sabtu, Agustus 02, 2025

Berbuat baik sebagaimana Allah ya rahman ya rahiim

Salam sejahtera dan damai selalu, dan Insya Allah dengan hati yang damai memberi kebaikan dalam berakhlak. Aamiin

Hari ini meneruskan belajar tentang Asmaul Husna, yang lalu kita sudah bahas dalam dua kali posting tentang Allah yang Maha Melihat. Masih ingat kan ? Pasti dong karena kita sudah menerapkannya dalam 
1. Setiap perbuatan dalam kehidupan ini dengan merasa dilihat Allah, 
2. Ada Allah sebelum berbuat sehingga kita berusaha menjadi kerja yang terbaik dihadapanNya, 
3. dan karena ada Allah yang mengawasi dan mengetahui diri kita yang sesungguhnya, maka kita pun boleh meminta tolong sama Allah dalam setiap perbuatan menjadi semakin baik. 
Bagaimana ? Sudah dong 
4. berusaha membaca Bismillahirrahmanirrahiim, yang dimaknai sebagai "memanggil" Allah dalam setiap perbuatan untuk diawasi dan dibimbing dengan petunjukNya 
5. dan mengucapkan Alhamdulillahirrabbilalamin, ungkapan rasa terima kasih atas pengawasan Allah dan apa yang sudah kita lakukan (walaupun masih banyak salahnya) dan berterima kasih atas ampunan Allah atas kesalahan.


Tidak mudah untuk berbuat baik apalagi untuk meneladani sifat-sifat indah dan baik dari Allah (Asmaul Husna). Salah satu penghalangnya adalah diri kita sendiri, yaitu kebiasaan. Kita sudah terbiasa dengan sikap dan perilaku tidak baik. Contoh kita lebih cenderung malas daripada rajin, kalau kita bisa rajin masih ada seperti keterpaksaan, atau rajin dengan kepentingan tertentu.  Apalagi begitu banyak self talk yang dikuasai oleh setan untuk mencegah kita untuk berbuat baik. Oleh sebab itu kita bisa memulai dengan sikap dan perilaku yang kecil dan mudah dalam kehidupan ini. Salah satu yang kita ingin lakukan adalah sifat ar rahman dan ar rahiim. 

Agar kita bisa menerapkan asmaul husna dengan benar, maka alangkah baiknya kita mengenal Asmaul Husna, yang berarti "nama-nama Allah yang indah dan baik", merupakan 99 nama Allah yang mencerminkan sifat-sifat-Nya. Di antara nama-nama tersebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua yang paling sering disebut, bahkan dalam pembukaan setiap surat Al-Qur’an (kecuali satu). Kedua nama ini menggambarkan kasih sayang Allah yang luas dan mendalam. Ar-Rahman berarti Maha Pengasih, sedangkan Ar-Rahiim berarti Maha Penyayang.

Memahami dan menerapkan nilai-nilai dari Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga cara untuk menciptakan lingkungan yang harmonis, baik di rumah maupun di tempat kerja. Artikel ini akan membahas bagaimana kita bisa menerapkan sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahiim dalam dua konteks utama kehidupan: di kantor dan di rumah.

Ada perbedaan Makna Ar-Rahman dan Ar-Rahiim penting untuk dipahami agar mudahkan diterapkan :
Ar-Rahman: Kasih sayang Allah yang luas dan mencakup semua makhluk, tanpa memandang iman atau amal. Sifat ini bersifat umum dan menyeluruh.
Ar-Rahiim: Kasih sayang Allah yang khusus, lebih mendalam, dan berkelanjutan, terutama ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.

Kedua nama ini sering disebut bersama, seperti dalam pembukaan surat Al-Fatihah:

"Bismillahirrahmanirrahim"
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."
(QS. Al-Fatihah: 1)

Dengan memahami makna ini, kita bisa meneladani sifat-sifat tersebut dalam interaksi kita dengan sesama manusia.


Sebaiknya saya dulu jabarkan beberapa hal penting penerapan ar rahman dan ar rahiim di Kantor, Lingkungan kantor sering kali menjadi tempat yang penuh tekanan, kompetisi, dan tuntutan. Namun, dengan menerapkan nilai Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, kita bisa menciptakan suasana kerja yang lebih sehat dan produktif.
1. Empati dan Kepedulian terhadap Rekan Kerja
Meneladani Ar-Rahman berarti menunjukkan kasih sayang yang luas kepada semua orang di kantor, tanpa membedakan jabatan, latar belakang, atau performa kerja. Contohnya:
a. Menyapa rekan kerja dengan ramah setiap pagi.
b. Menawarkan bantuan kepada rekan yang terlihat kesulitan.
c. Tidak mempermalukan atau menyalahkan orang lain di depan umum.
2. Memaafkan Kesalahan. Sifat Ar-Rahiim mengajarkan kita untuk bersikap lembut dan pemaaf, terutama kepada mereka yang telah berbuat salah namun menunjukkan penyesalan. Di kantor, ini bisa diterapkan dengan:
a. Memberi kesempatan kedua kepada bawahan yang melakukan kesalahan.
b. Tidak menyimpan dendam atas konflik kecil.
c. Menyelesaikan masalah dengan dialog dan bukan dengan emosi.
3. Kepemimpinan yang Humanis.
Bagi seorang pemimpin, meneladani Ar-Rahman dan Ar-Rahiim berarti memimpin dengan hati, bukan hanya dengan aturan. Pemimpin yang pengasih dan penyayang akan:
a. Mendengarkan keluhan dan masukan dari tim.
b. Memberikan apresiasi atas kerja keras.
c. Menyediakan waktu untuk pembinaan dan pengembangan karyawan.
4. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman
Kasih sayang juga bisa diwujudkan dalam bentuk perhatian terhadap kenyamanan fisik dan mental karyawan, seperti:
a. Menyediakan ruang istirahat yang layak.
b. Memberikan fleksibilitas waktu kerja saat ada kebutuhan pribadi.
c. Menjaga komunikasi yang sehat dan terbuka.

Sedangkan beberpa hal yang kita bisa diterapkan di rumah. Rumah adalah tempat pertama dan utama untuk menerapkan nilai-nilai kasih sayang. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim bisa menjadi landasan dalam membangun keluarga yang harmonis dan penuh cinta.
1. Kasih Sayang kepada Pasangan
Dalam hubungan suami-istri, meneladani Ar-Rahman berarti mencintai tanpa syarat, dan Ar-Rahiim berarti menjaga cinta itu dengan kelembutan dan perhatian. Contohnya:
a. Mendengarkan pasangan dengan penuh perhatian.
b. Menghindari kata-kata kasar dalam konflik.
c. Memberikan kejutan kecil sebagai bentuk cinta.
2. Mendidik Anak dengan Cinta
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Orang tua yang meneladani Ar-Rahman dan Ar-Rahiim :
a. Memberikan pelukan dan kata-kata positif setiap hari dalam obrolan dengan keluarga.
b. Mendidik dengan pendekatan yang lembut, bukan kekerasan.
c. Memberikan waktu berkualitas untuk bermain, belajar bersama, aktivitas bersama.
3. Menghormati Orang Tua dan Anggota Keluarga Lain
Kasih sayang tidak hanya kepada yang lebih muda, tetapi juga kepada yang lebih tua. Ini bisa diwujudkan dengan:
a. Menyediakan waktu untuk berbicara dan mendengarkan orang tua.
b. Membantu pekerjaan rumah tanpa diminta.
c. Menjaga komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
4. Menjaga Rumah sebagai Tempat yang Damai
Rumah yang penuh kasih sayang adalah rumah yang damai. Ini bisa dicapai dengan:
a. Menghindari pertengkaran yang tidak perlu.
b. Menyelesaikan konflik dengan musyawarah.
c. Menjaga kebersihan dan kenyamanan rumah bersama-sama.

Penerapan Asmaul Husna, khususnya Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang sulit, tetapi membutuhkan kesadaran dan niat yang kuat. Di kantor, sifat ini bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif. Di rumah, sifat ini bisa membentuk keluarga yang harmonis dan penuh cinta.

Dengan meneladani kasih sayang Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga menjadi agen perubahan positif dalam lingkungan kita. Semoga kita semua bisa terus belajar dan menerapkan nilai-nilai luhur ini dalam setiap aspek kehidupan.

Berikut ini beberapa ayat-ayat Al Qur'an yang berkenaan dengan ar rahman dan ar rahiim. Allah berfirman:

"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman), maka mintalah kepada-Nya dengan pengajaran yang baik."
(QS. Al-Isra: 110)

Penerapan di Kantor
1. Empati dan Kepedulian terhadap Rekan Kerja
Meneladani Ar-Rahman berarti menunjukkan kasih sayang kepada semua orang, tanpa diskriminasi. Rasulullah SAW bersabda:

"Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu."
(HR. Tirmidzi)

Contoh penerapan:
a. Menyapa rekan kerja dengan ramah.
b. Membantu rekan yang kesulitan tanpa pamrih.
c. Tidak mempermalukan orang lain di depan umum.

2. Memaafkan Kesalahan
Sifat Ar-Rahiim mengajarkan kita untuk bersikap lembut dan pemaaf. Allah berfirman:

"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS. An-Nur: 22)

Di kantor, ini bisa diterapkan dengan:
a. Memberi kesempatan kedua kepada bawahan.
b. Menyelesaikan konflik dengan dialog.
c. Tidak menyimpan dendam atas kesalahan kecil.

3. Kepemimpinan yang Humanis
Pemimpin yang meneladani Ar-Rahman dan Ar-Rahiim akan memimpin dengan hati. Rasulullah SAW bersabda:

"Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku lalu menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurus urusan umatku lalu memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia."
(HR. Muslim)

Contoh:
a. Mendengarkan keluhan tim.
b. Memberikan apresiasi atas kerja keras.
c. Memberikan pembinaan dengan pendekatan yang lembut.

Penerapan di Rumah
1. Kasih Sayang kepada Pasangan
Dalam hubungan suami-istri, kasih sayang adalah fondasi utama. Allah berfirman:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
(QS. Ar-Rum: 21)

Contoh:
a. Mendengarkan pasangan dengan penuh perhatian.
b. Menghindari kata-kata kasar.
c. Memberikan kejutan kecil sebagai bentuk cinta.

2. Mendidik Anak dengan Cinta
Rasulullah SAW adalah teladan dalam mendidik anak dengan kasih sayang. Beliau bersabda:

"Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Contoh:
a. Memberikan pelukan dan pujian.
b. Mendidik dengan pendekatan lembut.
c. Bermain dan belajar bersama anak.
3. Menghormati Orang Tua dan Anggota Keluarga Lain
Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada orang tua:

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya..."
(QS. Luqman: 14)

Contoh:
a. Menyediakan waktu untuk berbicara dengan orang tua.
b. Membantu pekerjaan rumah.
c. Menjaga komunikasi yang baik.

4. Menjaga Rumah sebagai Tempat yang Damai
Rumah yang penuh kasih sayang adalah rumah yang damai. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya orang mukmin itu bersikap ramah dan tidak kasar. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersikap ramah dan tidak disukai orang lain."
(HR. Ahmad)

Contoh:
a. Menghindari pertengkaran.
b. Menyelesaikan konflik dengan musyawarah.
c. Menjaga kebersihan dan kenyamanan rumah bersama-sama.

Meneladani sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahiim dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah. Di kantor, sifat ini menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Di rumah, sifat ini membentuk keluarga yang harmonis dan penuh cinta.

Dengan mengamalkan kasih sayang Allah dalam interaksi kita, kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga membawa keberkahan dalam setiap aspek kehidupan. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk terus meneladani sifat-sifat Allah dalam kehidupan kita.

Berikut ini saya kisahkan seorang manager, namanya Bujang. Bujang tegas, tapi suka marah. Marahnya pun tentang pekerjaan, bisa jadi disebabkan oleh tekanan pekerjaan yang menuntut hasil sempurna. Ternyata dampak emosionalnya ini bikin beberapa karyawan tidak nyaman, termasuk di rumah dimana Bujang memiliki anak perempuan sebutlah Rid, yang sering kena efek dari perilakunya yang emosional.  Kisah ini bukan yang sebenarnya tapi hanya rekayasa saja untuk menggambarkan tema tulisan ini.

Kisah Bujang: Pelajaran Kasih Sayang dari Kantor ke Rumah
Bagian 1: Kantor yang Penuh ketegangan
(Di ruang kerja, suasana tegang. Bujang, manajer yang dikenal keras, sedang memanggil Raka, staf muda yang terlambat menyerahkan laporan.)

Bujang: “Mat! Ini sudah minggu kedua kamu telat! Kamu pikir kerjaan ini bisa diselesaikan seenaknya?”
Mamat (menunduk): “Maaf, Pak. Saya sedang mengurus ibu saya yang sakit…”
Bujang (memotong): “Alasan lagi! Kalau kamu nggak bisa kerja profesional, lebih baik mundur!”
(Mamat keluar dengan wajah sedih. Rekan-rekan lain hanya bisa saling pandang, tak berani bicara.)

Bagian 2: Rumah dan Gambar Rida
(Malam hari, Bujang pulang dan melihat anaknya, Rida, sedang menggambar.)
Bujang: “Gambar apa itu, Nak?”
Rida (menunjuk gambar): “Ini Ayah… waktu marah-marah di telepon. Aku takut…”
(Bujang terdiam. Di gambar itu, ada awan gelap di atas kepala seorang pria, dan anak kecil menangis di bawahnya.)
Rida (tersenyum kecil): “Tapi aku juga gambar pelangi. Kalau Ayah senyum, rumah jadi hangat…”
(Bujang memeluk Rida, air matanya menetes. Ia merasa tersentuh dan malu.)
Bagian 3: Renungan Malam
(Di kamar, Bujang membuka Al-Qur’an dan membaca surat Al-Fatihah.)
"Bismillahirrahmanirrahim"
(QS. Al-Fatihah: 1)

Bujang (berbisik): “Jika Allah membuka setiap urusan dengan kasih sayang, kenapa aku begitu mudah marah?” (Ia teringat hadis Rasulullah SAW)

"Sayangilah yang di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu."
(HR. Tirmidzi)

Bagian 4: Kantor yang Berubah
(Keesokan harinya, Bujang memanggil Raka lagi. Tapi kali ini dengan nada berbeda.)
Bujang: “Mat, saya minta maaf atas kemarin. Saya tahu kamu sedang berusaha. Mari kita cari solusi bersama.”
Mamat (terkejut, lalu tersenyum): “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik.”
(Suasana kantor mulai berubah. Bujang menjadi lebih sabar, lebih mendengarkan, dan lebih membimbing.)

Bagian 5: Rumah yang Hangat
(Di rumah, Bujang mulai lebih sering tersenyum, bermain dengan Aisyah, dan membantu istrinya.)
Istri Bujang: “Ayah sekarang beda ya… lebih lembut.”
Bujang (tersenyum): “Rida yang mengajarkan Ayah tentang pelangi…”


Hikmah dialog di atas, 
Kisah Bujang mengajarkan bahwa kasih sayang adalah kekuatan, bukan kelemahan. Meneladani sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahiim berarti:

a. Menyebarkan empati dan kelembutan di tempat kerja.
b. Membangun rumah yang penuh cinta dan kehangatan.
c. Menjadi pribadi yang lebih sabar, pemaaf, dan bijak.
Allah berfirman:

"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS. An-Nur: 22)

Demikianlah pemahaman dan beberapa amalan yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari di kantor dan di rumah. Keduanya saling terkait, dimana suasana rumah itu bisa membuat kita nyaman dan berpengaruh (terbawa) di kantor. Sebaliknya seorang karyawan, apapun jabatannya mampu mengendalikan emosionalnya dengan baik di kantor membuat kerja yang menyenangkan, maka kehidupan di rumah bisa menyenangkan pula.  Semua ini dapat kita jalani dengan meneladani sifat dari Asmaul Husna, ar rahman dan ar rahiim. 

Allah berfirman :

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. [28] Al-Qasas : 77)

Inilah ayat Al Qur'an yang memerintahkan kita untuk berbuat baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (ar rahman dan ar rahiim).  Bukan saja perintah tapi ini amanah Allah dan merespon dan membalas apa yang telah kita terima dari Allah berupa kebaikan yang banyak. Sudahkah kita bertanggung jawab ??? Kalau tidak kita termasuk orang yang berbuat kerusakan. Dengan hadirnya ar rahman dan ar rahiim, Insya Allah kita terbimbing untuk selalu bertindak yang baik di kantor, di rumah dan dimana pun kita berada.

(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat! (QS. [2] Al-Baqarah : 197)

Jangan khawatir apa yang kita kerjakan yang baik itu, pasti diketahui, dilihat dan didengar Allah, sekalipun kita sendiri tanpa ada orang lain yang melihat. Sekecil apapun kebaikan itu dibalas 10 kali sampai 700 kali dan menjadi bekal yang terbaik yang kita bawa. Itulah bekal ketaqwaan kita. Semua itu terjadi saat kita mempergunakan akal sehat (pikiran dan hati).

Insya Allah tulisan ini dapat membangkitkan kita untuk meneladani sifat-sifat dari Asmaul Husna. Memotivasi diri dan selalu dapat memberdayakan diri agat menjasi semakin beriman. Inilah salah satu yang terbaik dalam motivasi, yaitu motivasi islam. 

Sahabatmu
Munir Hasan Basri 

Jumat, Agustus 01, 2025

Mamat dan Titik Balik Amanah

Salam sejahtera dan bahagia selalu dan Insya Allah hari ini bisa menjadikan kita sadar untuk berubah menjadi semakin baik.

Hari ini saya bercerita tentang perjalanan dari Malas ke Bertanggung Jawab. Yang awalnya kerja tidak bertanggung jawab. Yang terpikir hanya gaji dan uang. Dalam kisah kantor ini saya mengambil pelakunya Mamat (nama samaran).


Mamat dulu bukan karyawan teladan. Ia bukan tipe yang mencolok karena prestasi, juga bukan yang disukai karena sikapnya. Ia sekadar ada—datang pagi dengan muka malas, bekerja dengan asal-asalan, dan pulang tanpa rasa tanggung jawab. Baginya, pekerjaan hanyalah alat tukar. Datang, duduk, menjalankan tugas seperlunya, dan menunggu akhir bulan untuk gaji. Jika ada pekerjaan tambahan, Mamat akan menolak halus atau diam-diam menghindar. Ia sering berkata dalam hati, “Gaji segini, ya kerja segini.”Ia tidak jahat. Ia tidak curang. Tapi ia juga tidak peduli. Namun semua itu mulai berubah ketika hidup menghantamnya lebih keras dari yang ia duga.

Saat Mamat mengalami keterpurukan, Waktu itu Mamat sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Anak keduanya jatuh sakit cukup parah, butuh pengobatan rutin dan biaya rumah sakit yang tidak kecil. Tabungan hampir habis. Gaji bulanan tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Di tengah tekanan itu, istrinya, yang selama ini sabar mendampingi pernah berkata pelan saat Mamat duduk diam di ruang tamu, wajah murung dan tangan menggenggam kuitansi rumah sakit. “Mat, mungkin ini saatnya abang betul-betul lihat ke dalam diri. Allah mungkin bukan cuma mau kasih ujian, tapi kasih peringatan...”. Mamat terdiam. Kata-kata itu tak ia bantah. Ia tahu, selama ini ia hanya menggugurkan kewajiban. Bahkan saat bekerja pun, ia sering mengeluh dalam hati—tentang tugas, tentang atasan, bahkan tentang teman kerja yang menurutnya ‘terlalu rajin’.
Hari itu, Mamat dipanggil atasan ke ruang kerja. Suasana serius. Atasan membuka laptop, menunjukkan beberapa laporan kerja yang tidak rapi dan sebagian besar adalah bagian yang dikerjakan oleh Mamat.

“Mat, aku tahu kamu lagi banyak pikiran. Tapi kamu juga harus tahu, pekerjaan ini bukan cuma soal kamu. Banyak orang bergantung pada hasil kerja kita. Kamu harus mulai berubah… atau kamu kehilangan banyak. Kata “kehilangan” bergema di kepalanya. Ia tahu betul apa maksudnya. Dan untuk pertama kalinya, Mamat merasa takut, bukan karena kehilangan pekerjaan semata, tapi karena ia sadar selama ini ia belum pernah benar-benar bertanggung jawab.

Momen Kesadaran terjadi. Beberapa hari setelah pertemuan itu, perusahaan mengadakan pelatihan internal bertema “Bekerja dengan Kesadaran dan Amanah”. Mamat awalnya datang tanpa semangat, duduk di pojok ruangan dan lebih banyak menunduk.
Namun di tengah sesi, seorang pembicara berkata : 
Kalau kita bekerja hanya karena uang, kita akan mudah kecewa. Tapi kalau kita bekerja dengan kesadaran bahwa ini amanah, maka kita hadirkan tanggung jawab dan ketulusan, bahkan saat tak ada yang melihat.”

Kata itu menusuk hati Mamat. Ia merasa seperti ditelanjangi. Ia sadar, selama ini ia hanya hadir secara fisik—bukan dengan hati. Ia menunaikan tugas, tapi tak pernah menunaikan amanah.

Malam itu, di rumah, ia duduk di ruang tamu dalam gelap, hanya ditemani cahaya lampu dapur. Ia merenung lama sekali, banyak self talk yang terjadi. Ia teringat anaknya, istrinya, dan hidup yang ia jalani setengah hati. Ia teringat rekan-rekan kerja yang selama ini ia remehkan karena ‘terlalu serius’. Ia bahkan teringat ayahnya, dulu seorang pekerja bangunan yang bangun sebelum subuh dan tak pernah mengeluh, bahkan saat kakinya cedera.

Dan di titik itu, Mamat menangis. Bukan karena putus asa. Tapi karena malu. Perubahan Dimulai. Perubahan Mamat tidak langsung besar. Ia mulai dari hal kecil: datang lebih pagi. Ia merapikan meja kerjanya. Ia mulai bertanya lebih sering, mencatat tugas dengan detail, dan mulai menyelesaikan pekerjaan tepat waktu tanpa disuruh ulang. Beberapa rekan terkejut. Ada yang mengira ia sedang cari muka. Tapi Mamat tak peduli. Ia tidak sedang membuktikan sesuatu kepada orang lain ia sedang berdamai dengan dirinya sendiri.

Ketika ada rekan kerja yang izin sakit, Mamat dengan tenang menawarkan diri untuk membantu. Ia bahkan meminta izin pada atasan untuk menyusun ulang SOP gudang yang selama ini membingungkan sesuatu yang dulu pasti ia hindari. Mamat tahu, ia tidak sempurna. Tapi ia mulai merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya: harga diri karena bekerja dengan niat baik.

Gaji masih tetap sama. Tapi kini ia merasa lebih tenang. Saat pulang ke rumah, ia bisa menatap mata anak dan istrinya tanpa beban. Ia merasa lebih berarti. Bahkan, kondisi keuangan perlahan mulai membaik—bukan karena keajaiban instan, tapi karena ia mulai mengelola segalanya dengan lebih bertanggung jawab.

Mamat menjadi Pribadi yang Bisa Diandalkan. Beberapa bulan kemudian, atasan kembali memanggil Mamat kali ini dengan senyum. “Saya lihat perubahan besar dari kamu, Mat. Jujur, saya bangga. Kamu bukan cuma berubah sikap, tapi juga membawa dampak buat tim. Kita sedang rencanakan rotasi tanggung jawab, dan saya pikir kamu siap naik level.”

Mamat tersenyum kecil. Dalam hati, ia mengucap syukur. Bukan karena jabatan, tapi karena kini ia tahu: ia bisa diandalkan. Baginya, itu lebih berharga dari sekadar angka di slip gaji.

Mamat sudah memiliki prinsip Hidup yang Baru. Kini, jika seseorang bertanya apa yang menggerakkan Mamat untuk bekerja, jawabannya sederhana:

“Saya kerja bukan cuma buat cari uang. Saya kerja karena ini amanah. Karena saya ingin hidup saya punya arti. Dan karena saya tahu, Allah melihat kerja keras, meski kadang manusia tidak.”

Kisah Mamat adalah gambaran banyak dari kita—yang pernah bekerja dengan setengah hati, sampai hidup menampar dan menyadarkan. Bahwa bekerja bukan sekadar aktivitas rutin, tapi ruang untuk tumbuh, belajar, dan menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.

Dan perubahan selalu mungkin, selama kita mau jujur pada diri sendiri dan memulai, meski dari langkah kecil.

Hampir banyak orang mengalami hal ini, tapi tidak semua dapat berubah seperti Mamat. Bisa jadi semua orang tahu cara untuk berubah, tapi yang bisa merubahnya adalah keberanian dan momen yang bisa menggugah mereka. Ada juga alsan tertentu orang berubah, yang pasti izin Allah. Izin Allah itu pasti didahului keinginan untuk berubah.  Saya sih berharap mereka yang kalah dengan perubahan yang diinginkan, dapat menemukan jalan terbaiknya menjadi karyawan semakin baik dan hamba Allah yang bertaqwa.

Insya Allah kisah Mamat di atas, dapat menginspirasi siapa saja yang mau berubah menjadi semakin baik. Ini bisa jadi motivasi diri untuk memberdayakan diri. 

Kamis, Juli 31, 2025

Disiplin menjadi tumbuh dari dalam

Salam bahagia selalu, dan Insya Allah rezeki yang kita cari berbuah manis untuk mensejahterakan keluarga.
 
Hari ini saya berbagi tentang Disiplin dalam kerja. Banyak yang mengartikan disiplin itu dengan masuk dan pulang kerja tepat waktu. Tapi Disiplin itu adalah bagian dari amanah, tanggung jawab dan akhlak seseorang. Terlihat dalam segala bidang dalam kerja, misalkan disiplin itu bukan untuk menghadari rapat dalam kerja. Mempersiapkan rapat, mengadakan rapat yang mengguggah semua orang untuk bertanggung jawab dan menuntaskan rapat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi satu team atau beberapa team. Tapi bisa juga rapat membahas yang bukan masalah tapi mengembangkan perusahaan menjadi semakin baik. Ini hanya satu contoh saja. Banyak hal dalam bidang disiplin lainnya, orang yang bisa bertanggung jawab dengan rapat tersebut telah menunjukkan sikap baik menjalankan amanahnya dan tentunya dia telah menunjukkan akhlaknya.


Dalam Islam, disiplin kerja dipandang sebagai bagian dari amanah, ibadah, dan cerminan akhlak seorang Muslim yang bertanggung jawab terhadap tugasnya di dunia. Bekerja tidak sekadar mencari nafkah, tetapi juga bentuk pengabdian kepada Allah jika dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang halal.
🧭 Pandangan Islam tentang Disiplin Kerja
a. Kerja adalah Amanah
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya..."
(QS. An-Nisa: 58)
→ Disiplin dalam kerja mencerminkan bahwa seseorang menjalankan amanahnya dengan sungguh-sungguh.
b. Disiplin adalah bagian dari ihsan. Apa yang dilakukan karena dia telah ihsan kepada Allah yang memberi amanah.
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya...”
(HR. Bukhari & Muslim)
→ Bekerja dengan kesungguhan dan kedisiplinan meskipun tidak diawasi manusia, karena yakin Allah selalu melihat.
c. Disiplin sebagai cerminan akhlak
Rasulullah SAW dikenal sangat disiplin dan tepat waktu dalam berbagai hal, baik dalam ibadah, interaksi sosial, maupun urusan dunia.
→ Meneladani beliau berarti membangun karakter kerja yang tertib, rapi, dan penuh tanggung jawab.
d. Kerja sebagai bentuk ibadah
“Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan oleh seseorang selain dari hasil kerja tangannya sendiri.”
(HR. Bukhari)
→ Disiplin dalam bekerja menjadi bagian dari ibadah jika dilakukan dengan niat yang lurus. 



Berikut beberapa Asmaul Husna yang Berhubungan dengan Disiplin Kerja 
yang bisa menjadi pengingat dan motivasi dalam membentuk disiplin kerja:
1. Al-Baṣīr (ٱلْبَصِيرُ) – Maha Melihat
Allah melihat seluruh amal kita, baik besar maupun kecil, yang nyata maupun tersembunyi.
→ Menjadi dorongan untuk tetap disiplin meski tidak diawasi manusia.
2. Ar-Raqīb (ٱلرَّقِيبُ) – Maha Mengawasi
Allah selalu mengawasi setiap langkah kita.
→ Memupuk rasa tanggung jawab dan integritas dalam pekerjaan.
3. Al-Ḥakīm (ٱلْحَكِيمُ) – Maha Bijaksana
Allah mencintai keteraturan dan kebijaksanaan dalam setiap urusan.
→ Disiplin kerja adalah bagian dari hidup yang tertata dan penuh hikmah.
4. Al-Mu’min (ٱلْمُؤْمِنُ) – Maha Memberi Keamanan dan Kepercayaan
Menjadi hamba yang bisa dipercaya adalah cerminan dari sifat Allah ini.
→ Disiplin membuat kita dipercaya atasan, rekan, dan relasi kerja.
5. Al-Muḥṣī (ٱلْمُحْصِي) – Maha Menghitung Segala Sesuatu
Tiada amal yang luput dari perhitungan Allah.
→ Memotivasi untuk bekerja dengan jujur dan sungguh-sungguh setiap waktu.

Paling tidak dengan mengetahui asmaul husna ini untuk zikir agar kita mendapatkan hikmahnya yang mengiringi kerja kita.
 “Kerja bukan cuma soal target dan gaji, tapi juga soal bagaimana kita menunjukkan kualitas diri di hadapan Allah.”

Disiplin kerja bukan hanya urusan duniawi, tetapi cerminan iman, tanggung jawab sebagai hamba, dan bagian dari ibadah harian kita. Dengan mengingat Asmaul Husna, kita dapat menghadirkan kesadaran spiritual dalam profesionalisme kerja.


Berikut ini dikisahkan seorang karyawan yang sadar dengan disiplin. “Aku Nggak Mau Jadi Seperti Itu”: Saatnya Disiplin dari Dalam Diri.
Pagi itu aku datang ke kantor lebih awal dari biasanya. Aku duduk di meja kerja, menyiapkan dokumen, dan iseng melihat ke sekeliling. Di ujung ruangan, duduk seorang karyawan senior, matanya kosong menatap layar. Jam baru menunjukkan pukul 08.15, tapi wajahnya sudah lelah.
Ia bekerja di sini lebih dari 10 tahun. Tapi dari dulu, posisinya tetap. Tidak ada kenaikan. Tidak pernah ikut pelatihan. Tidak pernah ditugaskan hal-hal penting. Ia datang, kerja seadanya, pulang. Hari demi hari. Tahun demi tahun.
Waktu itu aku berpikir: "Aku nggak mau jadi seperti itu."
Aku tidak ingin bekerja hanya untuk sekadar hadir. Tidak ingin waktu bertahun-tahun terlewat tanpa makna, tanpa pertumbuhan. Lalu aku sadar: yang bisa mencegah itu terjadi hanya satu hal — DISIPLIN.
1. Disiplin: Tuntutan dari Dalam Diri, Bukan Sekadar Aturan Kantor. Kebanyakan orang muda berpikir disiplin itu karena takut dimarahi atasan, takut dipotong gaji, atau takut dilihat malas oleh rekan kerja. Tapi disiplin sejati lahir dari kesadaran bahwa kita sedang membentuk masa depan kita sendiri.
Kamu tidak disiplin karena ada yang mengawasi. Kamu disiplin karena kamu tahu siapa dirimu, dan siapa yang ingin kamu jadi kelak. Ini bukan tentang orang lain — ini tentang kamu dengan dirimu sendiri.
Kalau kamu kerja cuma “seperlunya”, kamu tumbuh “seadanya”.
Tapi kalau kamu kerja dengan kesadaran dan komitmen, kamu menjadi pribadi yang berbeda — kuat, cerdas, bertumbuh.
2. Jangan Tertipu dengan Usia Muda
Kamu mungkin berpikir: "Saya masih muda, santai saja dulu."
"Nanti juga belajar kalau udah naik level." "Buat apa disiplin sekarang, toh belum juga dilihat?" Tapi justru masa muda adalah waktu terbaik untuk menanam kebiasaan yang akan membentuk karaktermu. Apa yang kamu tanam sekarang, akan kamu tuai 3 atau 5 tahun ke depan. Banyak orang baru sadar ketika waktu sudah berjalan jauh.
Kamu bisa kerja 10 tahun tanpa kemajuan. Atau kamu bisa kerja 3 tahun dengan perubahan besar — tergantung caramu menjalani hari ini.
3. Disiplin Membuatmu Tumbuh, Belajar, dan Siap Hadapi Perubahan. Kita hidup di dunia yang berubah cepat. Skill yang kamu punya hari ini bisa jadi tidak relevan tahun depan. Maka disiplin tidak hanya soal menyelesaikan tugas, tapi juga tentang kebiasaan untuk terus belajar dan memperbarui diri.
Contoh kebiasaan kecil tapi berdampak besar:
a. Meluangkan waktu 15 menit per hari membaca artikel industri.
b. Menonton 1 video edukatif setiap malam sebelum tidur.
c. Menyusun to-do list harian dan berusaha menyelesaikannya tuntas.
d. Bertanya dan mencatat ketika diberi tugas baru.
e. Evaluasi mingguan atas pencapaian dan kekurangan diri sendiri.
Orang yang disiplin belajar adalah orang yang akan terus relevan, terus dibutuhkan, dan terus tumbuh.
4. Hati-Hati, Zona Nyaman Itu Menipu
Karyawan baru sering cepat merasa nyaman:
a. Gaji cukup, kerja tidak terlalu berat, atasan tidak cerewet.
Tapi itu jebakan.
b. Zona nyaman tidak membuatmu naik. Ia hanya meninabobokanmu — hingga kamu sadar bahwa orang lain sudah melaju jauh dan kamu masih di tempat yang sama.
c. Disiplinlah hari ini, meskipun tidak ada yang menyuruh. Karena ketika kamu “berlari diam-diam”, akan tiba saatnya dunia bertanya, "Kamu kok tiba-tiba jadi jago ya?"
5. Disiplin Itu Refleksi Karakter
Bos atau perusahaan bisa menilai skill-mu, tapi yang paling membekas di mata mereka adalah karaktermu. Apakah kamu bisa diandalkan? Apakah kamu konsisten? Apakah kamu terus belajar? Disiplin membuatmu:
a. Dipercaya lebih cepat.
b. Diberi tanggung jawab lebih banyak.
c. Diperhitungkan saat promosi datang.
Karakter tidak bisa dibuat instan. Ia dibentuk dari pilihan-pilihan kecil setiap hari: memilih datang tepat waktu, memilih menyelesaikan tugas dengan serius, memilih belajar meski lelah.
6. Kerja Adalah Amanah — Allah Melihat Semuanya
Bagi kamu yang beriman, sadarilah bahwa kerja bukan hanya urusan kantor atau target. Kerja adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bahkan hal-hal kecil seperti menunda pekerjaan, pura-pura sibuk, atau tidak jujur dalam laporan — semua tercatat.
“Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
– (QS. Al-Hujurat: 18)
Kalau kamu yakin Allah melihat, maka kamu tidak butuh pengawasan manusia untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.
7. Mulailah Disiplin Hari Ini
Tidak ada kata terlalu dini untuk mulai serius dengan pekerjaan. Jadikan ini prinsip:
Aku ingin jadi karyawan yang terus belajar, bukan hanya bekerja.
Aku ingin jadi orang yang bertanggung jawab, bukan yang beralasan.
Aku ingin tumbuh, bukan hanya tinggal.
Mulailah dari hari ini. Bangun lebih pagi. Datang lebih awal. Buat catatan kerja. Belajar 1 hal baru. Selesaikan tugas tanpa harus diingatkan. Tahan diri dari distraksi. Tersenyum saat melayani. Tunjukkan kamu berbeda.

Kamu Sedang Membentuk Dirimu Sendiri
Setiap hari kamu datang kerja bukan hanya untuk menyelesaikan pekerjaan. Kamu sedang membentuk siapa kamu kelak. Apakah kamu akan dikenang sebagai yang bisa diandalkan, atau hanya sekadar pengisi bangku kantor?
Disiplin adalah pilihan. Tapi dampaknya akan menentukan arah hidupmu.
Jangan tunggu motivasi datang. Bertindaklah dulu, maka semangat akan mengikuti.
Dan suatu hari nanti, ketika kamu duduk di posisi yang dulu kamu impikan, kamu akan berterima kasih pada dirimu yang hari ini — yang memilih untuk disiplin.
Jangan Hanya Datang dan Pulang: Saatnya Disiplin dan Tumbuh dalam Dunia Kerja
"Kerja bukan cuma soal gaji bulanan. Kerja adalah tentang membentuk siapa dirimu nanti."

Ketika kamu baru mulai bekerja, rasanya dunia ini sangat besar. Banyak hal yang belum kamu tahu. Banyak pula godaan untuk santai-santai karena merasa masih muda, atau berpikir “nanti juga belajar kalau udah disuruh.” Tapi izinkan saya mengingatkan satu hal penting: dunia kerja bukan tempat untuk yang sekadar ikut arus. Dunia kerja adalah tempat untuk tumbuh – kalau kamu disiplin.

1. Mengapa Disiplin Itu Kunci
Disiplin bukan hanya soal datang tepat waktu. Disiplin adalah soal cara kamu mengatur hidup, menyusun prioritas, dan menjaga komitmen terhadap tanggung jawab. Dunia kerja tidak menilai kamu dari seberapa cepat kamu mengerti, tapi dari seberapa konsisten kamu bisa diandalkan.
Karyawan muda sering kali terlena dengan pemikiran bahwa mereka masih punya banyak waktu. Padahal, waktu tidak menunggu siapa pun. Orang yang disiplin sejak awal akan lebih cepat naik kelas. Mereka akan dipercaya. Dan ketika kamu dipercaya, peluang akan datang lebih cepat.
2. Disiplin Bukan Bakat, Tapi Pilihan
Jangan bilang kamu tidak bisa disiplin karena belum terbiasa. Tidak ada orang lahir-lahir langsung disiplin. Disiplin adalah keputusan yang dibuat setiap hari:
Memilih bangun lebih pagi untuk persiapan kerja.
Memilih menyelesaikan tugas meski sedang tidak mood.
Memilih belajar hal baru meski tidak disuruh.
Orang sukses tidak menunggu mood datang untuk bergerak. Mereka bergerak dulu, lalu mood akan menyusul.
3. Kenapa Harus Selalu Update Diri?
Dunia berubah cepat. Teknologi, cara kerja, bahkan standar keterampilan pun berubah. Kalau kamu tidak meng-upgrade diri, kamu akan cepat tergantikan. Orang lain yang lebih tahu, lebih terampil, dan lebih cepat beradaptasi akan melangkah lebih dulu.
Bayangkan kamu kerja lima tahun tapi skill kamu masih itu-itu saja. Kamu akan jadi “karyawan senior yang tidak berkembang.” Sedangkan yang disiplin belajar, walau masih muda, bisa jadi lebih relevan dan dicari perusahaan.
Ingat: Gelar pendidikan hanyalah tiket masuk. Yang membuatmu bertahan dan naik level adalah kemampuan belajar dan adaptasi.
4. Mulai dari Hal-Hal Sederhana
Tidak semua pengembangan diri harus mahal atau rumit. Banyak yang bisa kamu mulai hari ini:
Baca artikel industri selama 10 menit setiap hari.
Ingin kerja di bidang digital? Baca perkembangan dunia digital. Ingin jadi admin profesional? Pelajari tools dan tips manajemen data.
Ikuti webinar atau pelatihan gratis.
Banyak tersedia online, tinggal niat dan waktu yang kamu sediakan.
Minta feedback dari atasan atau rekan kerja.
Terbuka terhadap masukan akan membuatmu cepat berkembang.
Atur waktu dengan baik.
Gunakan jam kerja untuk benar-benar fokus. Jangan habiskan waktu dengan scroll media sosial saat tugas belum selesai.
5. Tumbuh itu Pilihan, Tapi Tidak Tumbuh Ada Konsekuensinya
Kalau kamu tidak disiplin dalam bekerja dan belajar, konsekuensinya akan datang diam-diam. Mungkin kamu akan merasa stagnan. Mungkin kamu akan ditinggalkan oleh perkembangan teknologi. Mungkin kamu akan tetap berada di posisi yang sama saat teman-temanmu sudah naik tangga karier.
Sebaliknya, jika kamu berani disiplin, kamu akan melihat hasilnya. Bukan hanya naik gaji atau promosi, tapi juga rasa percaya diri, kedewasaan berpikir, dan kemampuan mengambil keputusan yang lebih matang.
6. Kerja Itu Amanah, Bukan Sekadar Kewajiban
Sebagai orang yang beriman dan beretika, kita tahu bahwa kerja bukan sekadar urusan gaji. Kerja adalah amanah. Tugas yang dipercayakan kepadamu adalah ujian kedisiplinan, kejujuran, dan integritas.
Allah melihat segala hal, bahkan ketika atasanmu tidak melihat. Ketika kamu bekerja dengan kesadaran bahwa semua ini akan dipertanggungjawabkan, maka kamu akan terdorong untuk lebih serius, lebih ikhlas, dan lebih disiplin.
“Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” – (QS. Al-Hujurat: 18)
7. Bertumbuh Itu Proses, Bukan Instan
Mungkin kamu merasa sudah berusaha tapi belum dihargai. Mungkin kamu disiplin tapi belum dilirik atasan. Jangan menyerah. Proses tidak pernah mengkhianati hasil.
Disiplin hari ini mungkin tidak terlihat besok, tapi akan terasa dalam 6 bulan, 1 tahun, bahkan 3 tahun ke depan. Orang yang hari ini terlihat “biasa-biasa saja” bisa jadi pemimpin di masa depan, jika dia tidak berhenti bertumbuh.
8. Bangun Karakter, Bukan Hanya Karier
Pada akhirnya, dunia kerja bukan hanya tentang posisi atau jabatan. Ini tentang membentuk siapa dirimu. Apakah kamu menjadi orang yang tangguh, bisa dipercaya, rajin belajar, dan tahu tujuan?
Disiplin akan membantumu membangun karakter kuat, dan karakter itulah yang akan membawamu melewati tantangan, konflik, bahkan krisis.
Penutup: Mulailah Hari Ini, Jangan Tunggu Nanti
Kalau kamu karyawan baru, ini adalah momen terbaik untuk membentuk kebiasaan baik. Kalau kamu masih muda, inilah masa emas untuk belajar dan tumbuh. Jangan buang waktumu hanya untuk ikut-ikutan atau menjalani hari dengan setengah hati.
Bangun disiplinmu. Perbarui dirimu. Jadilah karyawan yang bukan hanya bekerja, tapi juga bertumbuh.
“Orang yang hari ini sama dengan kemarin, dia merugi.” – (Ucapan hikmah dari Imam Syafi’i)

Renungan berikut ini untuk menyadarkan kita tentang disiplin ;
Mengapa kita Harus Disiplin?
Disiplin adalah Tuntutan dari Dalam Diri. Bukan karena takut dimarahi atasan atau bukan karena ingin dibilang disiplin, tapi karena sadar kita sedang membentuk masa depan.
Disiplin adalah Kebiasaan yang Dibentuk, Bukan Bakat. Setiap hari kita memilih untuk bergerak atau bermalas-malasan. Pilihan itu menentukan siapa kita.
Disiplin adalah Cara Bertahan di Dunia yang Cepat Berubah Tanpa belajar dan update diri, kita tertinggal.
Lakukan Kebiasaan Kecil yang Bisa Membuatmu Tumbuh setiap hari :
📚 Membaca artikel industri kerja atau agama 10–15 menit per hari
🎧 Mengikuti atau mendengarkan webinar/podcast mingguan
📋 Membuat to-do list harian dan evaluasi mingguan
📌 Meminta feedback dan catat pelajaran penting
🚫 Mengurangi distraksi saat kerja (misal: medsos)

Hati-hati dengan Zona Nyaman, karena bisa jadi Jebakan
Gaji cukup, kerja ringan, tapi tak berkembang.Tanpa sadar, waktu habis tanpa kemajuan.
➡ Disiplin menjaga kita tetap tumbuh meski tidak sedang disuruh.
Kerja Itu Amanah, Bukan Cuma Kewajiban
Bekerjalah dengan kesadaran. Disiplin karena Allah melihat, bukan sekadar karena atasan memantau.
Ingat!
Orang yang disiplin akan dipercaya lebih cepat.
Orang yang mau belajar akan bertahan lebih lama.
Orang yang tumbuh dari dalam diri akan melesat lebih tinggi.
Tutup dengan Ajakan:
"Setiap hari kamu sedang membentuk siapa dirimu nanti. Disiplinlah hari ini, agar kamu tidak menyesal esok hari."
Mulai dari hari ini. Tumbuh bersama disiplin!


Insya Allah apa tentang disiplin ini bisa membangkitkan diri atau memotivasi diri. Motivasi islam yang mampu memberdayakan diri dari dalam. Jangan tidak bergerak untuk tumbuh, karena bisa jadi kita berada di zona Nyaman. Just do it NOw

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Rabu, Juli 30, 2025

Ngebayangin kerja sama Allah yang Maha Melihat

Salam bahagia selalu, dan Insya Allah semakin hari semakin banyak kebaikan yang kita lakukan dan berharap dapat meminimalkan dosa. Aamiin


Hari ini saya ingin mengajak kita merasakan kerja dengan melibatkan Allah yang Maha Melihat. Dalam tulisan sebelumnya kata " Ya Basir", yang berarti Maha Melihat dimaknai sebagai 
1. Melihat Segala Sesuatu, Baik yang Tampak maupun Tersembunyi. Allah tidak hanya melihat apa yang tampak di mata manusia, tapi juga yang tersembunyi—niat, pikiran, perasaan, bahkan yang belum terucap.
2. Melihat Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Penglihatan Allah tidak terbatas seperti manusia. Ia melihat seluruh makhluk, di mana pun berada, bahkan dalam gelap gulita sekalipun.
3. Tidak Pernah Lalai atau Terlewat. Tidak ada satu gerakan pun—sekecil apa pun—yang luput dari penglihatan Allah. “Dia mengetahui (melihat) pengkhianatan mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mu’min: 19)
4. Melihat sebagai Dasar Penilaian dan Pengawasan. Kesadaran bahwa Allah Maha Melihat akan membuat seseorang:
✅ Lebih berhati-hati dalam bertindak
✅ Tidak menyepelekan dosa kecil
✅ Ikhlas berbuat baik meski tidak dilihat manusia
Tidak hanya itu Allah yang Maha Melihat bersanding dengan :
a. Maha Mengetahui, tidak sekedar melihat tapi mengetahui apa yang terjadi yang tampak maupun yang tidak nampak.
b. Maha Mengetahui keadaan hambaNya. Dimana saja, kapan saja, Allah tahu keadaan kita yang sebenarnya.
c. Maha Mendengar, menjadi satu kesatuan dengan Maha melihat. Mendengar apa yang dilihat dengan benar.
d. Dari ketiga point di atas, Allah sekaligus merespon atau membalas atau "mengizinkan" apa yang menjadi kehendakNya. 

Obrolan: "Ketahuan Online, Tapi Masih Ngeles?"
(Ruang kerja siang hari. Mamat sedang menonton video lucu di internet. Myra lewat dan melirik layarnya.)
Myra: Mamat... itu kamu nonton video lucu ya?
Mamat: Eh? Eh? Bukan, ini… ini lagi riset buat presentasi. Kan butuh hiburan juga biar ide ngalir… ehehe.
Bujang: (muncul dari belakang sambil bawa kopi). Riset katanya. Video lucu bisa jadi materi presentasi apaan, Mat?
Mamat: Yaaa siapa tahu bisa masukin elemen hiburan... biar nggak kaku.
Myra: (tersenyum sambil duduk). Mat, kamu lupa ya? Atasan mungkin nggak lihat, tapi Allah Maha Melihat.
Mamat: Hehe… iya sih, tapi ini cuma sebentar kok.
Bujang: Sebentar pun kalau udah nyolong waktu kerja, tetap aja bukan hak kita. Kayak makan makanan orang lain, cuma satu sendok... tapi tetap bukan milik kita.
Mamat: (menghela napas, mulai menutup tab video)
Kalian bener. Kadang kita lebih takut dilihat bos daripada diingatkan Allah. Padahal yang Maha Melihat tuh... gak pernah cuti.

Myra: Betul, Mat. Kita kerja buat nyari rezeki halal. Kalau waktunya kerja, ya niatkan ibadah juga. Allah lihat usaha kita.
Bujang:Nah gitu dong. Mending sekarang kita fokus beresin tugas. Nanti pas istirahat, baru deh nonton video lucu sampe puas.
Mamat: (tertawa kecil) Deal. Tapi abis ini Myra juga harus nonton bareng, biar nggak aku doang yang ketagihan.
Myra & Bujang: Asal setelah jam kerja! 😄



Sebenarnya dalam keseharian kerja kita, banyak hal kita "meniadakan Allah yang Maha Melihat". Yang masuk kerja pas teng jam masuk atau ada juga yang lewat. Kalau ditanya,"telat ya?", dengan panik dan kaget dijawab dengan nada membela diri seolah tak salah,"Nggak telah kok, pas jam di absennya".  Sampai kita pulang kerja. Saat pulang kerja ... Bukankah kita selalu siap jam pulang kerja berakhir, tapi bukankah kita sudah menyelesaikan kerja 15 menit sebelumnya. Artinya jam kerja kita berkurang dari apa yang kita komitmen kan. Semua ini bisa jadi tak terlihat oleh atasan atau HRD, tapi Allah Maha melihat apa yang kita kerjakan, dan Maha mendengar apa yang diucapkan oleh hati kita serta Allah Maha Mengetahui keadaan kita saat itu. Apakah Allah tidak bertindak ? Allah selalu membalas sekecil apapun yang kita perbuat. Ada amanah yang tidak dipertanggungjawabkan dengan bener, ada ketidakjujuran, "menipu" Allah dengan tidak menganggap Allah ada dan seterusnya. Apa iya Allah mau memberikan karir yang baik buat kita.

Contoh penerapan keyakinan "Allah Maha Melihat" dalam dunia kerja. Ini bisa membantu membentuk karakter pekerja yang jujur, bertanggung jawab, dan profesional meskipun tanpa pengawasan langsung.

🟩 Penerapan Keyakinan “Allah Maha Melihat” dalam Dunia Kerja

1. Bekerja dengan Kesadaran bahwa Allah Melihat
Tanamkan bahwa setiap tindakan di tempat kerja — termasuk saat tidak diawasi atasan — dilihat oleh Allah.
Ini mendorong kejujuran, integritas, dan tanggung jawab, karena Anda bekerja bukan hanya untuk manusia, tapi karena sadar akan pengawasan Allah.
Contoh nyata: Tidak mencuri waktu kerja (seperti bermain media sosial saat jam kerja), meskipun tidak ada yang melihat.
2. Bekerja dengan Jujur, Meski Tanpa Pengawasan
"Meski atasan tidak melihat, aku tahu Allah selalu melihatku."
Karyawan yang meyakini Allah Maha Melihat tetap bekerja dengan disiplin meskipun tanpa pengawasan langsung. Ia tidak curang dalam absensi, tidak mengakali laporan, dan tidak menyalahgunakan fasilitas kantor.
3. Menjadi Pengamat yang Baik (Meneladani Sifat Al-Bashir)
Dalam tim, jadilah orang yang memperhatikan detail, memperhatikan rekan kerja, dan peka terhadap situasi di sekitar.
Gunakan pengamatan itu untuk membantu, mendukung, dan memperbaiki jika ada kekeliruan.
Contoh: Anda melihat ada rekan yang tampak tertekan atau kesulitan menyelesaikan tugas. Anda bisa menawarkan bantuan atau mendiskusikan dengan pimpinan secara bijak.
4. Bersikap Adil dan Tidak Tergesa dalam Menilai
Karena Allah melihat segala hal dari sudut pandang yang sempurna, kita bisa meneladani-Nya dengan tidak cepat menghakimi orang lain hanya berdasarkan apa yang tampak.
Dalam dunia kerja, ini penting agar tidak terjadi salah paham atau konflik.
Contoh: Jika seorang rekan terlihat tidak produktif, Anda bisa bertanya baik-baik dulu sebelum menilai bahwa ia malas — bisa jadi ada beban pribadi yang berat.
5. Menjaga Profesionalisme Saat Tidak Diawasi
Jika Anda bekerja dari rumah atau memiliki jam kerja fleksibel, sifat Al-Bashir mengingatkan bahwa kinerja kita tetap "terlihat", walau tidak oleh atasan langsung.
Ini menumbuhkan etos kerja yang kuat dan konsisten.
6. Meningkatkan Kualitas Hasil Kerja
Menyadari bahwa Allah Maha Melihat dapat memotivasi Anda untuk menyempurnakan pekerjaan, meskipun itu bukan proyek besar atau tidak langsung mendapat pujian.
Contoh: Anda membuat laporan dengan teliti dan rapi, walau hanya sedikit orang yang membacanya, karena Anda ingin memberikan yang terbaik.
7. Bertanggung Jawab terhadap Tugas
"Allah tahu seberapa sungguh-sungguh aku menjalankan tugasku."
Saat seorang pegawai yakin bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat, ia akan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, bukan hanya demi penilaian manusia, tetapi karena merasa bertanggung jawab kepada Allah.
8. Menahan Diri dari Ghibah dan Intrik Kantor
"Allah mendengar dan melihat setiap kata dan niatku."
Ia tidak mudah ikut dalam pergunjingan atau permainan politik kantor karena sadar bahwa setiap ucapan dan perbuatan diawasi oleh Allah.
9. Tidak Menyalahgunakan Wewenang atau Keuangan
"Allah tahu apa yang aku ambil, bahkan yang tersembunyi."
Meskipun celah penyimpangan terbuka, ia memilih untuk jujur dan amanah karena meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui dan akan memintai pertanggungjawaban kelak.
🔹 Ilustrasi Sederhana
Situasi: Budi diminta membuat laporan keuangan proyek. Tidak ada yang akan tahu jika dia menambahkan beberapa biaya fiktif.
Sikap: Budi berkata dalam hati, “Kalau pun manusia tak tahu, Allah Maha Melihat. Aku tak mau rezekiku bercampur dengan sesuatu yang kotor.”

Ada pesan moral yang kita bisa ambil dari penjelasan di atas, 
💡 Kerja yang jujur dan amanah adalah bentuk ibadah
💡 Kesadaran kepada Allah menjaga profesionalitas, bahkan tanpa pengawasan manusia
💡 Waktu kerja bukan untuk disia-siakan — itu bagian dari tanggung jawab

Asmaul Husna "Al-Bashir" (ٱلْبَصِيرُ) berarti "Yang Maha Melihat" — Allah melihat segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, yang besar maupun yang kecil, yang dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam. Menerapkan sifat Ya Basir dalam kehidupan kerja dapat membawa dampak positif yang besar, baik untuk kedisiplinan pribadi maupun untuk hubungan profesional. Berikut beberapa cara Anda bisa menerapkannya:


🌟 Jika Anda ingin saya bantu membuat refleksi harian atau affirmation kerja berdasarkan Asmaul Husna, saya bisa bantu juga.

Pertanyaan selanjutnya, apakah hal ini bisa diterapkan di kantor yang modern seperti sekarang ini ? Dari segi nilai atasan dan pemilik perusahaan sangat menginginkannya. Tapi ini kan cara-cara Islam dan tidak semestinya diterapkan di kantor. Di kantor ya urusan kantor, tidak boleh menerapkan nilai keislaman. Apalagi yang pemilik adalah bukan muslim. Ada beberapa profesional dalam kerja sangat menginginkan hal ini, sangat ingin nilainya diterapkan. Dilain sisi, perusahaan muslim tidak menerapkannya, entah karena apa. Bisa jadi karena persepsi dari kelemahan ilmu agama dan kecenderungan perusahaan adalah persepsi perkara dunia. Akhirnya saya hanya menyarankan bagi setiap karyawan yang muslim untuk bisa menjalankan ini untuk kepentingan dirinya sendiri, memberi kebaikan bagi diri untuk semakin beriman. 
Bagi saya tidak melulu Allah itu Maha Melihat, Maha Mengawasi, Maha Mendengar, Maha Mengetahui keadaan hambaNYa, tapi kita menerapkan asmaul husna ini dari sisi kita untuk menjadi semakin baik. Apa itu ? 
1. Menjadikan Allah yang Maha Melihat dan sebagainya itu untuk kita libatkan dalam setiap aktivitas kerja kita. Hal ini memohon untuk selalu menjaga terhubung dengan Allah (sadar kepada Allah).
2. Saat kita sadar dan tahu salah atau mengambil jalan yang bukan jalanNya Allah, maka bersegeralah kita istighfar.
3. Karena Allah itu Maha tahu keadaan hambaNya, maka sudah sepantasnya kita memohon pertolongan agar dicegah dari kesalahan yang besar, dan memohon pertolongan solusi dengan apa yang kita kerjakan.
Oleh sebab itu, hendaklah kita memohon setiap pagi sebelum kerja berdoa kepada Allah 
"Ya Allah, Engkau adalah Al-Bashir, Yang Maha Melihat. Engkau menyaksikan setiap langkahku, niatku, dan kerjaku. Hari ini aku bekerja dengan jujur, penuh dedikasi, dan tanggung jawab, meskipun tidak selalu terlihat oleh manusia. Aku yakin, semua kebaikan Engkau lihat, dan semua usaha Engkau perhitungkan. Jadikan pekerjaanku hari ini sebagai amal ibadah. Jika aku salah maafkan aku, tolonglah aku dengan ilmuMu dan kuatkan kerjaku dengan kekuatan dariMU"
– Aamiin.
🧠 Affirmation (Pernyataan Positif)
Katakan ini dalam hati atau dengan suara pelan sebelum bekerja:
"Aku bekerja dengan penuh integritas, karena aku tahu Allah melihatku."
"Aku menyelesaikan tugasku sebaik mungkin, walau tidak selalu mendapat pujian."
"Aku tidak perlu berpura-pura. Kejujuran dan niat baikku sudah cukup, karena Al-Bashir tahu segalanya."
"Jika aku tidak dilihat oleh manusia, aku tetap dilihat oleh Yang Maha Melihat."
"Hari ini aku bekerja untuk Allah, bukan sekadar untuk atasan."
🌙 Sore – Menutup Hari Kerja
"Ya Allah Al-Bashir, pastilah selalu ada salah dan lalai, ampuni aku. Jika aku telah bekerja dengan sungguh-sungguh, terimalah sebagai amal kebaikan. Jangan biarkan aku terlena oleh pujian atau kecewa oleh kurangnya penghargaan manusia. Engkaulah saksi atas semua jerih payahku."
– Aamiin. 

Insya Allah kita semua, apapun yang kita kerjakan mendapat ridho Allah. Ini adalah motivasi islam yang baik untuk diteladani. Motivasikan diri kita menjadi semakin baik, iman yang semakin tinggi dan semakin banyak amal yang bisa dilakukan. Tentunya tidak ada daya kecuali dariMu dan tidak ada kekuatan kecuali dariMU, berikan kami semangat untuk memberdayakan diri ini untuk berada di jalanMU.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...