Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah kita diberi dorongan dan belajar sedikit demi sedikit untuk dekat dengan Allah. Aamiin
Apa yang terjadi saat orang memulai salat ? Seringnya banyak hal yang diingat diluar salat, tentang barang yang dicari, memikirkan pekerjaan yang belum kelar dan sebagainya. Hati dan pikiran tidak kepada salatnya. Salat bisa berjalan sampai tuntas, karena itu sudah menjadi rutinitas, tanpa perlu mikir. Berusaha pun masih suka terjadi. Lalu bagaimana menjadikan salat kita semakin baik ?
Salah satu rukun salat adalah tuma'ninah. Anda sudah tahu adan ada juga yang belum tahu. Tapi percayalah, saya pun menuliskan ini untuk mengingatkan saya lagi tentang tuma'ninah yang diartikan sebagai diam sejenak. Dan Anda yang membaca ini pun, Insya Allah mendapatkan hikmah yang lebih baik.
Berikut ini perbincangan ringan tentang tuma'ninah :
Obrolan Ringan tentang Tuma’ninah, Zikir, Meditasi, dan Muthmainnah. Sore itu di alun-alun kota Bandung, tiga sahabat—Bujang, Myra, dan Mamat—duduk berbincang sambil menyeruput teh hangat. Suasana dingin dan enak
Bujang: “Akhir-akhir ini aku gampang gelisah. Kerja, ibadah, bahkan tidur pun kadang nggak tenang. Kayak ada yang kurang.”
Myra (tersenyum): “Mungkin kamu kehilangan tuma’ninah, Bang.”
Mamat: “Tuma’ninah ? Itu yang di salat itu, ya? Duduk dan ruku harus tenang?”
Myra: “Iya, bukan cuma tenang fisik, tapi juga hati. Dalam salat, tuma’ninah itu rem agar kita nggak gerak kayak robot. Hening sejenak, biar hati sempat menyapa Allah.”
Bujang: “Iya ya… Kadang aku salat cuma gerakan cepat. Kayak ngebut pulang ke dunia.”
Mamat (tertawa): “Waduh, kayak ‘pit stop’ ya. Tapi serius, kalau salat aja buru-buru, kapan sempat tenang?”
Myra: “Makanya zikir penting. Itu alatnya hati untuk hadir. Kalau kita bilang ‘Alhamdulillah’ sambil mikir kerjaan, itu baru mulut yang hadir. Hatinya di tempat lain.”
Bujang: “Jadi zikir itu bukan cuma wirid panjang?”
Myra: “Bukan. Zikir bisa satu kalimat, asal sadar dan khusyuk. ‘La ilaha illallah’ sambil napas dalam itu bisa menenangkan. Seperti meditasi juga, cuma versi kita lebih spiritual.”
Mamat: “Aku pernah coba duduk diam sambil sebut ‘Allah…’ pelan-pelan. Ternyata damai banget.”
Myra: “Nah, itu kunci menuju muthmainnah. Jiwa yang udah tenang, nggak gampang goyah. Kayak dalam Al-Qur’an: ‘Hai jiwa yang tenang… kembali pada Tuhanmu.’”
Bujang: “Jadi kalau salat pelan-pelan, zikir dengan sadar, dan duduk diam sejenak itu latihan jiwa?”
Myra: “Iya, kita lagi mendidik hati. Supaya waktu dunia sibuk dan ribut, hati tetap damai.”
Mamat (mengangguk): “Gimana kalau kita mulai hari ini? Salat Maghrib nanti, coba hadir sepenuhnya.”
Bujang: “Setuju. Dan sebelum tidur nanti, kita dzikir pelan bareng. Biar hati ini ingat jalan pulang.”
Mereka tersenyum. Langit senja menggelap perlahan, tapi cahaya dalam hati mulai menyala.
Kemudian mereka bertiga ngobrol lagi di Kantor. Adegan Lanjutan: Di Kantor – Menemukan Tuma’ninah di Tengah Kesibukan. Pagi hari di kantor. Bujang sedang duduk di depan layar komputer dengan ekspresi lelah. Myra lewat dan menyapanya.
Myra: “Bang, kamu kelihatan tegang banget. Udah istirahat belum?”
Bujang (menghela napas): “Belum, dari tadi ngerjain laporan ini. Otak rasanya mumet.”
Myra: “Coba tarik napas dalam. Terus tahan, lalu embuskan pelan-pelan. Sambil ucap pelan ‘Alhamdulillah’.”
Bujang (mencoba, lalu tersenyum): “Wah… baru segitu aja udah lumayan ringan.”
Mamat datang membawa dua gelas teh.
Mamat: “Ngomongin ketenangan ya? Aku udah coba duduk 3 menit tadi pagi sebelum mulai kerja. Sambil zikir pelan. Lumayan banget buat nenangin pikiran.”
Myra: “Itu kayak meditasi juga. Tapi karena kita pakai zikir, lebih dalam. Kita hadir, tapi juga terhubung sama Allah.”
Bujang: “Aku jadi kepikiran, mungkin selama ini aku kerja kayak mesin. Penuh tapi kosong.”
Mamat: “Coba kasih ruang buat tuma’ninah meski di luar salat. Misalnya sebelum balas email, berhenti sejenak, tarik napas, lalu niatkan dengan sadar.”
Myra: “Itu juga bagian dari hadir. Bukan cuma kerja cepat, tapi kerja dengan hati.”
Bujang: “Kalau gitu, tiap jam aku pasang alarm buat zikir 1 menit. Biar nggak hanyut terus.”
Mereka bertiga tertawa. Tapi tawa itu bukan tawa kosong—ada makna baru di balik kesadaran mereka.
Mulai paham tentang tuma'ninah, kalaupun belum jangan khawatir, Berikut ini penjelasan lebih lanjutnya ;
Tuma’ninah: Bukan Sekadar Pelan, Tapi Penuh
Ketika kita belajar fikih, kita akan menemukan istilah tuma’ninah sebagai bagian penting dalam salat. Bahkan sebagian ulama menyebut, tanpa tuma’ninah, salat bisa tidak sah.
Tapi di lapangan, kata tuma’ninah sering hanya dipahami secara teknis: jeda sebentar dalam setiap rukun salat. Hanya sebatas “jangan buru-buru.” Padahal tuma’ninah lebih dari itu. Ia bukan sekadar soal pelan, tapi soal kehadiran hati.
Apa Itu Tuma’ninah?
Secara bahasa, tuma’ninah berasal dari kata طمأنينة yang berarti: Ketenangan, Kedamaian, Keteguhan hati yang tidak tergesa. Secara ruhani, tuma’ninah adalah saat hati berhenti berlari, dan mulai berdiam dalam hadirat Allah.
Dalam salat, tuma’ninah adalah ketika kita:Menikmati rukuk, bukan sekadar menunduk. Tenang dalam sujud, bukan hanya menempelkan dahi ke sajadah. Merasakan bacaan, bukan hanya mengulang hafalan. Bahkan, tuma’ninah adalah diam yang penuh makna, bukan jeda yang kosong.
- Hati kita terbiasa tergesa.
- Pikiran penuh dengan daftar tugas dan notifikasi.
- Kita terbiasa cepat, instan, serba buru-buru.
Padahal, salat seharusnya menjadi ruang jeda dari dunia, bukan justru menirunya.
Tuma’ninah mengajak kita untuk:
- Berhenti.
- Bernapas.
- Mengingat bahwa kita sedang berdiri di hadapan Allah, bukan mengejar waktu.