Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Jumat, Agustus 08, 2025

Semangatlah untuk investasi dengan untungnya 700 kali

Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu dimampukan dalam berbuat baik dengan memanfaatkan waktu sekalipun singkat. Aamiin

Hari ini saya berbagi tentang semangat dalam berinvestasi yang pasti menguntungkan. Semangat itu mesti disiapkan ilmunya, paham dalam berinvestasi. Investasinya adalah tidak menggunakan uang atau aset tapi dengan berbuat baik. Yang pasti pertama kita menyadari waktu itu sangat berharga. Semua orang rugi kecuali orang yang beriman dan beramal saleh. Tanpa modal uang dan aset, dapat dilakukan semua orang.  Tapi belum tentu semua orang mau melakukannya.

Investasi berbuat baik itu terlihat tidak nyata oleh banyak orang dibandingkan mereka berinvestasi uang dan aset. Ini soal dimensinya saja yang tidak sama, investasi berbuat baik itu menggunakan hati, sedangkan investasi uang dan aset lebih dominan dengan pikiran atau logika. Ada pola orang baik itu bisa diajak berinvestasi berbuat baik, sedangkan mereka yang suka berbisnis (dunia) yang fokus kepada keuntungan dunia, maka tidak mudah berinvestasi berbuat baik. Orang seperti ini lebih suka berinvestasi uang dan aset. Investasi berbuat baik itu pasti tidak rugi malah untung berlipat-lipat dan bisa dilakukan semua orang, sedangkan investasi uang dan aset bisa untung dan bisa juga rugi, dan investasi ini hanya bisa dilakukan orang tertentu saja.



Investasi apapun membutuhkan semangat dalam melakukannya. Semangat menjadi penggerak untuk melakukannya. Disamping itu semangat memberi nuansa senang dan merawat konsistensi, dan memunculkan menyenangi tantangan dan masalah serta solusi. Semangat bisa tumbuh dari yang awalnya tidak ada atau kecil menjadi besar karena 

1. Ilmu yang mendukung atau ilmu yang diraih selama masa investasi
2. Keyakinan kepada "siapa" yang memberikan hasil investasi. Misalkan dalam investasi uang dan aset, percaya dan yakin kepada Bank atau tempat berinvestasi. Sedangkan investasi berbuat baik itu sangat tergantung kepada keyakinan kepada Allah yang menjanjikannya. 

Dalam perjalanannya, semangat bisa naik-turun sesuai hasil yang didapat. Sebagai contoh, dalam investasi uang dan aset yang menghasilkan sekalipun sedikit sudah bisa membangkitkan semangat luar biasa dan kesenangan. Ada yang nyata diperoleh berupa keuntungan. Tapi saat rugi, maka semangat itu bisa naik atau cenderung turun karena rugi dan bikin kecewa. Secara emosional, bila dilanjutin investasinya tidak memberikan keuntungan. Apa yang dilakukan tidak dengan akal sehat. Bagaimana dengan investasi berbuat baik ? Bisa terjadi hal yang sama, tapi disini ada kebahagiaan di hati yang cenderung membuat kita berbuat baik lagi (berinvestasi lagi). Hanya disini semangat bisa naik atau turun tergantung kesadaran kita kepada Allah. Saat kita tergoda dengan selain Allah, maka kita rugi. Hal ini tidak disebut lagi investasi berbuat baik, investasinya disebut investasi berbuat buruk. Misalkan kita sombong atau tidak berilmu, maka investasi berbuat baik jadi berubah investasi berbuat buruk alias mengalami "rugi" dengan merasakan kesulitan dalam hidup.

Investasi berbuat baik ini tidak bisa dipaksakan, karena menyangkut hati. Sedangkan investasi uang atau aset cenderung mudah dipaksakan karena kita cenderung sangat ingin untung. Investasi berbuat baik itu kita sebut dengan beramal saleh, yang menjadi pembuktian bahwa kita ini memiliki keyakinan kepada Allah. Dalam kehidupan yang serba cepat ini, kita sering kali disibukkan oleh urusan dunia: pekerjaan, target, dan rutinitas yang tak ada habisnya. Namun, di tengah kesibukan itu, jangan sampai kita lupa bahwa ada satu hal yang jauh lebih bernilai dan abadi—amal saleh.

Amal saleh bukan hanya tentang sedekah atau ibadah formal, tapi juga mencakup hal-hal sederhana: senyum tulus kepada orang lain, membantu sesama, menjaga lisan, dan menebar kebaikan di mana pun kita berada. Setiap amal baik, sekecil apa pun, tidak akan pernah sia-sia di sisi Allah.


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ  ( الزلزلة: ٧ )

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ  ( الزلزلة: ٨ )

Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, (QS. [99] Az-Zalzalah : 7)
Allah bedan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. [99] Az-Zalzalah : 8)

Investasi berbuat baik (amal saleh) memiliki persyaratan yaitu beriman kepada Allah. Setiap berbuat baik sekecil apapun dapat melihat balasannya, dan sebaliknya investasi berbuat buruk sekecil apapun dapat melihat balasannya. Bisa orang tidak tertarik untuk berinvestasi berbuat baik, yang katanya hasilnya tidak nyata. Mungkin ini tidak tepat, lebih seringnya tidak tahu kapan melihat hasilnya. Padahal waktunya bisa langsung atau paling lama di akhirat, ada yang bisa dilihat atau dirasakan di dunia dan bisa juga diakhirat. Ini yang saya sebut sebagai pahala. Akumulasi pahala mengikuti akumulasi investasi berbuat baik dan investasi berbuat buruk. Sebenarnya dalam pandangan saya, pahala itu bisa saja menjadi balasan yang dapat kita lihat/rasakan di dunia. Semua ini terjadi dengan izin Allah. Tapi bisa juga pahala ini menjadi banyak dan sampai pada nilainya (Allah ridha dan Allah berkehendak), yang dijadikan nilai yang sesuai untuk mengabulkan doa kita. Dan jangan lupa, Allah menyimpan pahala itu untuk kebaikan di akhirat. Ini investasi jangka panjang dan juga investasi jangka pendek, investasi langsung atau investasi saat ketika butuh yang disampaikan lewat doa. Semakin besar pahala dengan investasi berbuat baik membuat kita dicintai oleh Allah, yang memberi jaminan investasinya. Semua hal ini tidak didapat dengan berinvestasi uang atau aset.

Firman Allah berikut ini menunjukkan apa yang dapat kita peroleh dengan investasi berbuat baik (amal saleh), kita mendapatkan minimal 10 X sampai 700 X. Hukum investasi ini tidak dapat diperoleh dalam investasi uang dan aset. Dicatat dengan ayat di atas aja, tidak ada yang sia-sia dalam investasi berbuat baik (amal saleh).

مَا كَانَ لِاَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِّنَ الْاَعْرَابِ اَنْ يَّتَخَلَّفُوْا عَنْ رَّسُوْلِ اللّٰهِ وَلَا يَرْغَبُوْا بِاَنْفُسِهِمْ عَنْ نَّفْسِهٖۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ لَا يُصِيْبُهُمْ ظَمَاٌ وَّلَا نَصَبٌ وَّلَا مَخْمَصَةٌ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَطَـُٔوْنَ مَوْطِئًا يَّغِيْظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُوْنَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلًا اِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهٖ عَمَلٌ صَالِحٌۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ   ( التوبة: ١٢٠ )

Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada (mencintai) diri Rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, kecuali (semua) itu akan dituliskan bagi mereka sebagai suatu amal kebajikan. Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, (QS. [9] At-Taubah : 120)

مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَالِهَا ۚوَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰٓى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ  ( الأنعام: ١٦٠ )

Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (QS. [6] Al-An'am : 160)

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ  ( البقرة: ٢٦١ )
 
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. [2] Al-Baqarah : 261)

Apakah ini janji palsu ? Pastinya tidak, inilah janji yang memberikan investasi yang benar, yang disampaikan Allah kepada orang yang ingin selalu mendapatkan keuntungan. keuntungan yang memberi kebahagiaan dan kesuksesan (muflihun). Ini hanya untuk mereka memiliki hati dan kesadaran kepada Allah.




Oleh sebab itu, sangat utama adalah memperkuat keyakinan (iman) yang sudah Allah berikan. Dengan apa ? Dengan ilmu, dimana sumber ilmu itu telah Allah wahyukan. Baca, pahami, imani dan amalkan. Sudahkah ? Bila iman yang sudah ada tidak pernah diperkaya dengan ilmu yang bener, maka iman itu melemah alias keyakinan untuk berinvestasi berbuat baiknya sangat kecil. Bahkan kalau diakumulasi, kita bisa menjadi rugi ... rugi yang ditunjukkan oleh kesulitan hidup dan tidak membuat kita berinvestasi berbuat baik.

Keyakinan yang Menghidupkan Produktivitas berinvestasi berbuat baik dan bekerja optimal. Kadang kita merasa lelah, jenuh, atau bahkan ragu dengan apa yang sedang kita kerjakan. Tapi tahukah kamu? Salah satu bahan bakar utama dalam kerja produktif adalah keyakinan. Keyakinan bahwa apa yang kita lakukan punya arti, punya dampak, dan akan membawa kebaikan—baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Kerja yang dilandasi keyakinan bukan sekadar rutinitas. Ia menjadi ibadah, menjadi jalan untuk tumbuh, dan menjadi sarana untuk berbagi manfaat. Ketika kita yakin bahwa usaha kita tidak sia-sia, maka semangat pun tumbuh, ide mengalir, dan hasil pun terasa lebih bermakna.
Keyakinan juga membuat kita tahan banting. Saat gagal, kita tidak langsung menyerah. Kita belajar, bangkit, dan mencoba lagi. Karena kita percaya, setiap proses punya pelajaran, dan setiap langkah mendekatkan kita pada tujuan.
Dalam obrolan santai dengan teman, saya sering bilang: “Kerja itu bukan cuma soal hasil, tapi soal niat dan arah.” Kalau kita yakin bahwa kerja kita adalah bagian dari kontribusi untuk kehidupan yang lebih baik, maka lelah pun terasa ringan.

Tunggu apalagi segeralah perkuat keyakinan dalam setiap aktivitas kita. Mau itu kerja kantoran, usaha sendiri, atau bahkan mengurus rumah tangga—semua bisa jadi ladang amal dan sumber keberkahan, asal kita menjalaninya dengan hati yang yakin dan niat yang lurus. Kerja produktif bukan soal sibuk, tapi soal bermakna. Dan makna itu lahir dari keyakinan.
Mari kita saling menyemangati untuk terus berbuat baik. Jangan menunggu sempurna untuk mulai beramal. Karena amal saleh adalah jalan menuju ketenangan hati, keberkahan hidup, dan kebahagiaan yang hakiki.
Jika hari ini kita bisa membantu satu orang, memberi satu senyum, atau mendoakan seseorang dalam diam—itu sudah cukup untuk menjadi bekal kita di akhirat. Yuk, mulai dari sekarang. Kebaikan itu menular, dan dunia ini butuh lebih banyak orang baik.

Berikut Obrolan Warung Kopi: Keyakinan dan Produktivitas
Mamat: Eh, kalian pernah ngerasa kerja tuh kayak muter di tempat nggak sih? Capek iya, hasilnya kadang nggak kelihatan.
Myra: Pernah banget, Mat. Tapi aku belajar satu hal: kalau kita kerja cuma ngejar hasil, ya gampang capek. Tapi kalau kita yakin kerja kita itu bermanfaat, beda rasanya.
Bujang: Betul tuh, Ra. Keyakinan itu bikin kita tahan banting. Aku dulu jualan nggak laku-laku, tapi aku yakin, asal terus belajar dan jujur, pasti ada jalannya.
Mamat: Jadi maksud kalian, kerja itu harus pakai hati ya?
Myra: Iya, pakai hati dan niat yang lurus. Kalau kita yakin kerja kita bagian dari ibadah, dari kontribusi buat orang lain, semangatnya beda.
Bujang: Dan jangan lupa, gagal itu bukan akhir. Kadang justru dari gagal kita belajar paling banyak. Yang penting yakin dan terus jalan.
Mamat: Wah, jadi malu sendiri. Aku sering ngeluh, padahal belum tentu usahaku sia-sia.
Myra: Nggak apa-apa, Mat. Yang penting sekarang kita sadar. Yuk, mulai kerja dengan keyakinan. Biar produktifnya bukan cuma sibuk, tapi juga bermakna.
Bujang: Setuju! Kerja itu bukan cuma cari uang, tapi juga cari berkah.

Pesan dari obrolan di atas, 
Kadang kita merasa lelah, merasa usaha kita sia-sia. Tapi dari obrolan sederhana di warung kopi, kita belajar satu hal penting: kerja yang dilandasi keyakinan akan selalu punya makna.
Mamat awalnya merasa jenuh, tapi setelah mendengar pandangan Myra dan Bujang, ia sadar bahwa kerja bukan cuma soal hasil, tapi soal arah dan niat. Ketika kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah bagian dari kebaikan, maka semangat pun tumbuh, dan lelah terasa ringan.
Keyakinan membuat kita bertahan, belajar dari kegagalan, dan terus melangkah. Ia memperkaya produktivitas bukan hanya secara materi, tapi juga secara hati dan jiwa.
Seperti kata Mamat:

"Aku sering ngeluh, padahal belum tentu usahaku sia-sia."

Mari kita jadikan keyakinan sebagai bahan bakar dalam setiap langkah. Karena kerja yang bermakna lahir dari hati yang yakin.

Obrolan di atas mengingatkan Myra saat menyadarkan Bujang agar kembali ke jalan Allah dengan investasi berbuat baik, Beginilah kisah tiga sahabat: Jalan Pulang ke Allah
Di sebuah warung kopi kecil, tiga sahabat lama—Mamat, Myra, dan Bujang—berkumpul setelah sekian lama. Obrolan mereka awalnya ringan, sampai akhirnya menyentuh soal kerja dan hidup.
Mamat bercerita, “Dulu aku kerja siang malam, ngejar target, tapi hati kosong. Sampai akhirnya aku jatuh sakit. Di situ aku sadar, kerja keras tanpa arah itu melelahkan. Baru setelah aku mulai shalat tepat waktu dan sedekah rutin, hatiku tenang.”
Myra menimpali, “Aku juga pernah di titik itu, Bang. Dulu aku pikir kerja keras cukup. Tapi saat usahaku bangkrut, aku merasa hampa. Baru setelah aku kembali mengaji dan memperbaiki niat, Allah bukakan jalan baru. Sekarang, aku kerja bukan cuma cari uang, tapi juga cari ridha-Nya.”
Bujang terdiam. Ia dikenal paling sukses di antara mereka, tapi wajahnya tampak lelah.

“Aku iri sama kalian,” katanya pelan. “Aku punya semuanya, tapi sering gelisah. Mungkin karena aku lupa siapa yang kasih semua ini.”

Myra tersenyum, “Nggak ada kata terlambat, Jang. Allah selalu buka pintu pulang.”
Mamat menepuk bahu Bujang, “Kerja itu penting, tapi jangan lupa arah. Kalau niatnya karena Allah, capek pun jadi berkah.”
Hari itu, bukan hanya kopi yang menghangatkan suasana. Tapi juga kejujuran, nasihat, dan cahaya hidayah yang mulai menyapa hati Bujang.

Bagaimana ? Bukankah keyakinan kepada Allah, yang pasti janjinya dan janjinya baik. keyakinan itu mendorong kita berinvestasi berbuat baik (ibadah dan kerja serta aktivitas hidup) yang mendatangkan balasan yang baik di dunia dan di akhirat. Apa ada yang bisa seperti Allah ? Tidak ada yang setara dengan Allah.

Akhirnya saya ingin berbagi untuk berinvestasi berbuat baik itu mudah dan sangat memungkinkan untuk melakukannya. Tak perlu repot, mulai dari diri sendiri tanpa banyak memikirkan orang lain :
Setiap saat (waktu) adalah kesempatan kita berinvestasi berbuat baik. Janganlah kita kehilangan fokus kepada kesadaran kepada Allah agar waktu itu menjadi investasi berbuat baik. Karena manusia bisa jadi kita tidak memanfaat waktu untuk investasi berbuat baik. Jika ini terjadi masih ada kesempatan berinvestasi berbuat baiknya dengan cara perbanyak istighfar agar tidak berdampak buruk bagi kita. Insya Allah dimaafkan Allah.
1. Setiap bangun pagi, duduklah sebentar ... renungkan apakah ada yang membuat kita bangun pagi kalau bukan karena Allah. entah itu rasa dingin, suara berisik dan sebagainya. Tidakkah kita mempunyai ilmunya dengan mengucapkan doa bangun tidur. lanjutkan berinvestasinya dengan mengikuti kebiasaan rasul, membersihkan diri dan beribadah.
2. Saat kita mengendarai kendaraan, daripada daripada ... aktifkan hati dengan berzikir. Melihat sepanjang perjalanan adalah kesempatan mendoakan orang lain. Mendoakan pedagang agar rezekinya didekatkan, mendoakanorang yang kesulitan dengan kendaraannya, mendoakan mereka yang mau menyeberang dengan memberi kesempatan, dan seterusnya. Apakah tidak ada yang dilihat itu memberi kesempatan untuk berbuat atau mendoakannya.
3. Saat bekerja, sepanjang waktu kerja memberi kita kesempatan investasi berbuat baik. Apa kesempatan itu ? Bersyukur kita masih ada pekerjaan dengan berzikir Ya syakur. Memulai pekerjaan dengan doa dan bismillah. Bekerjalah dengan  benar dan bertanggung jawab, ingat Allah lagi saat mengalami masalah dengan perbanyak asmaul husna dan istighfar, bekerjalah dengan ilmu dan memberi yang terbaik. Apakah ada waktu yang sia-sia ? Tidak ada, yang ada kita selalu ingin berinvestasi lebih banyak lagi berbuat baiknya.
4. Berada di rumah sepulang kerja, ini waktu terbaik untuk memberi waktu dan perhatian kepada anak dan isteri serta orang tua. Hindari hanya mengatakan,"saya sudah capek kerja", menjadi lebih baik dengan membersihkan diri dan terlibat membantu aktivitas keluarga di rumah. 

Mungkin kita mau bilang," itu mah ideal banget, ngga mungkin dijalani". Tidak ideal berarti kadang bisa dan kadang lupa. Mengapa itu terjadi ? Karena kita fokus dengan logika (dunia) yang menutupi hati. Padahal kita sangat membutuhkan aktivasi hati sepanjang hari. Tidakkah Allah memanggil kita untuk salat 5 kali sehari, bukankah ini waktu untuk menghadirkan hati untuk ngobrol sama Allah (bahkan kita bisa curhat). Jika diantara salat kita juga "lalai" dengan hati, maka Allah memberi opsi istighfar dan zikir agar selalu dalam kesadaran kepada Allah. Kalau pun itu terjadi lagi (tidak investasi berbuat baik), maka Allah mengajarkan doa memulai suatu aktivitas, Baca Bismillahirabbilalamin dan mengakhirinya dengan Alhamdulillah. Bayangkan kita diajari agar tidak terputus dengan kesadaran Allah itu dengan cara ini, Bismillah - Alhamulillah, lalu Bismillah lagi dan Alhamdulillah lagi dan seterusnya. Mau tidur pun  kita berdoa dan mengikuti kebiasaan rasul yang berarti kita pun berinvestasi berbuat baik.

Insya Allah ... semua ini menjadi renungan kita. Mikir dan resapi dengan hati. OOohh iya, ya. Kok yang ini belum paham, pelajari ilmu dan membuka Al Qur'an dan Hadist. Sudah tahu di akal, yakini dengan hati dan Segera saya berinvestasi berbuat baiknya dan terus berlanjut untuk semakin baik. Jadikan ini sebagai proses memberdayakan diri melalui motivasi islam dan motivasi diri.  

Kamis, Agustus 07, 2025

Berdoalah selalu kepada orang tua

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita selalu tercurahkan keberkahan dari sisi Allah. Aamiin


Hari ini saya berbagi tentang apa yang bisa dilakukan seorang anak kepada orang tuanya. Hal yang mudah tapi tak mudah dilakukan. Apa itu ? Doa untuk kedua orang tua. Bukan sekedar doa saja, tapi doa yang tulus yang terus-menerus. Doa ini seperti biasanya dimiliki oleh seorang anak yang soleh. 

Apa yang terjadi jika anak bisa mendoakan orang tuanya dengan ikhlas, maka si anak mendapatkan banyak ;
  1. Membuat anak semakin soleh, dan efeknya banyak sekali dalam kehidupan si anak. Misalkan diberikan keberkahan hidup dan keberhasilan dalam kerja atau usahanya.
  2. Anak pun mendapatkan doa yang baik dari orang tuanya (tanpa diminta). Biasanya anak meminta doa kepada orang tuanya, karena jalan menuju ridho Allah untuk kehidupannya. Misalkan meminta doa diberikan keturunan

Mendoakan kedua orang tua itu seringkali hanya dijalani sebagai rutinitas setelah salat. Tidak salah jika kita mendoakan dalam setiap keadaan yang memungkinkan. Banyak yang melakukan hal ini tanpa nyadar dalam berdoanya. Bagaimana mau ikhlas kalau nggak sadar kepada Allah ? Jadi perlu memperbarui aktivitas doa si anak dengan niat kepada Allah, sadar (memahami) bener apa disampaikan kepada Allah sebagai rasa syukur kepada orang tua, sadar pula dalam menyampaikan doa (ihsan, dimana Allah melihat dan mendengarkan apa yang disampaikan). 

DOA UNTUK KEDUA ORANG TUA

رب اغفر لي ولوالدي وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa.

"Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan cintai mereka, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku masih kecil."

Doa kepada orang tua adalah salah satu aktivitas (amalan) anak  dalam berbakti kepada Allah. Oleh sebab itu anak mesti memahami latar belakang dari perintah berbuat baik kepada orang tua (berbakti). Latar berikut ini dapat mendorong kita untuk mendoakan orang tua sebagai kewajiban yang diperintahkan Allah. Dilakukan dengan ikhlas sebagai bentu ketaatan kepada Allah. 


Inilah doa seorang kepada orang tuanya. Islam, memerintahkan anak-anak untuk berbakti kepada orang tua. Al-Qur'an menggunakan istilah Ihsaana untuk menunjukkan kewajiban anak-anak untuk berbakti kepada orang tua, misalnya, disebutkan dalam 

Surah Al-Isra [17] ayat 23,

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا  ( الإسراء: ٢٣ )

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (QS. [17] Al-Isra' : 23)

 "Wa bil waalidaini ihsaana (dan berbuat baiklah kepada orang tuamu)." 

Al-Qur'an menggunakan kata ihsaana sebanyak enam kali. Lima di antaranya dalam konteks berbakti kepada orang tua, yaitu 
a. Surah Al-Baqarah [2] ayat 83, 
b. Surah An-Nisa' [4] ayat 36, 
c. Surah Al-An'am [6] ayat 151, 
d. Surah Al-Isra' [17] ayat 23, dan 
e. Surah Al-Ahqaf [46] ayat 15.

Beberapa hal yang bisa anak lakukan kepada orang tua adalah Mendoakan orang tua dan berkata-kata yang lemah lembut, sopan, dan tidak menyakiti, baik dalam sikap maupun tindakan, serta melindungi dan merawat mereka dengan penuh keikhlasan, merupakan bentuk ihsan (berbakti) kepada orang tua, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.

"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia, dan agar kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu. Jika salah satu atau kedua orang tuamu mencapai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu mengatakan 'ah' kepada mereka, dan janganlah kamu menegur mereka. Bicaralah kepada mereka dengan baik. Rendahkanlah hatimu kepada mereka dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Tuhanku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil.'" (Q.S. Al-Isra' [17]: 23-24).

Oleh karena itu, berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling dicintai Allah. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhuma berkata, 

"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Amalan apakah yang paling dicintai Allah?" Beliau menjawab, "Salat pada waktunya". Aku bertanya kepadanya, "Apa lagi?" Ia menjawab, "Berbakti pada kedua orang tua." Aku bertanya kepadanya, "Apa lagi amalan?" Ia menjawab, "Jihad di jalan Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi (saw) memerintahkan kita untuk tetap bersikap baik dan penuh kasih sayang kepada orang lain, meskipun mereka berbeda agama dengan kita. Asma' binti Abu Bakar berkata, "Ia datang kepadaku, padahal ia adalah seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah (saw). Maka aku memohon ampun kepada Rasulullah (saw), seraya berkata,

 "Ibuku telah meninggal dunia dan aku ingin berbaik hati kepadanya. Bolehkah aku menjaga (hubungan dengan) ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, jagalah (hubungan dengan) ibuku." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kita harus berbuat baik dan taat kepada orang tua selama mereka memerintahkan kita untuk berbuat baik, bermanfaat, dan benar, apa pun agama yang mereka anut. Pada dasarnya, selama perintah atau nasihat mereka benar, kita wajib menaatinya.

Namun, jika mereka menyuruhmu untuk berbuat maksiat atau syirik, maka haram untuk mengikuti perintah tersebut, meskipun mereka seagama dengan kita, apalagi jika mereka berbeda agama. Namun, perlu diperhatikan, penolakan ajakan mereka harus dilakukan dengan cara yang etis. Tolaklah dengan sopan. Firman Allah,

"Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada ilmunya, maka janganlah kamu menaati mereka. Tetapi pergaulanlah dengan baik di dunia dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya Kepada-Kulah tempat kembalimu. Kemudian, akan kuberitakan kepadamu apa yang telah kau kerjakan." (QS. Luqman [31]: 15).

Berbakti kepada orang tua tidak hanya saat mereka masih hidup. Bahkan setelah mereka meninggal, kita masih memiliki kesempatan untuk berbakti kepada mereka. Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi ta. berkata, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah (saw), tiba-tiba seorang laki-laki dari suku Bani Salamah datang dan berkata, 

"Ya Rasulullah, adakah yang bisa aku lakukan untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?" Beliau menjawab, "Ya, yaitu mendoakan mereka, memohon ampunan bagi mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, menyambung tali silaturahmi yang tidak terjalin kecuali karena mereka, dan memuliakan sahabat-sahabat mereka." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dalam shahih mereka)

Berdasarkan keterangan ini, kita dapat mensistematisasikan cara kita berbakti kepada orang tua kita yang telah meninggal.

  1. Mendoakan orang tua yang sudah meninggal dunia. Mendoakan mereka agar diampuni dosanya, dikasihani, dimuliakan di sisi-Nya, dan dimuliakan di alam kuburnya. Kita dapat memanjatkan doa ini kapan saja dan di mana saja. Mendoakan orang tua yang telah meninggal tidak hanya sebatas ziarah kubur, karena tujuan utama ziarah kubur adalah untuk mengingat akhirat. Nabi Muhammad (saw) bersabda, "fazuuruha fainnaha tudzakkirul aakhirah (berziarahlah ke kubur, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat)." (H.R. Tirmidzi).  Sayangnya, banyak orang yang beranggapan bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mendoakan almarhum. Pernyataan ini tidak bermaksud menafikan doa kepada almarhum saat ziarah, yang ingin saya tegaskan bahwa berdoa untuk orang tua yang telah wafat bukan saat Berdoa bisa menggunakan bahasa Arab (dikutip dari Al-Qur'an atau hadis) atau ziarah saja, tapi kapan dan di mana pun kita dianjurkan untuk selalu mendoakannya. dengan bahasa lain yang kita pahami. Satu hal yang perlu diingat, apabila orang tua yang telah wafat itu berbeda agama (nonmuslim), kita dilarang mendoakannya sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut, Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka kaum kerabatnya, setelah jelas orang-orang musyrik itu penghuni Jahanam." (QS. At-Taubah [9]: 113). Namun, kalau orang tua yang berbeda agama itu masih hidup, kita diperbolehkan, bahkan dianjurkan, untuk mendoakan agar orang tua diberi hidayah oleh Allah Swt. (agar masuk Islam). Rasulullah Saw. pernah berdoa agar pamannya, Abu Thalib, masuk Islam. Begitu juga beliau pernah mendoakan Umar bin Khattab ra. agar masuk Islam. Ini merupakan bukti bahwa kita diperkenankan mendoakan orang yang berbeda agama untuk masuk Islam.
  2. Menunaikan janjinya, Apabila kita pernah mendengar orang tua mempunyai janji atau niat untuk melakukan suatu kebajikan, namun belum terlaksana karena maut menjemputnya, kita sebagai anak dianjurkan untuk merealisasikan niat baiknya itu. Misalnya, mereka pernah berniat mendirikan panti asuhan. Sebelum niat baik ini terwujud, Allah SWT memanggilnya. Sebagai bentuk bakti kepada orang tua, niat baik tersebut harus diwujudkan jika anak memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.
  3. Silaturahmi. Sebagai makhluk sosial, orang tua kita tentu memiliki banyak teman. Salah satu bentuk bakti kepada mereka adalah dengan menjaga persahabatan dengan orang-orang yang biasa berhubungan dengan mereka. Misalnya, ketika orang tua kita masih hidup, mereka senang berhubungan dengan Bapak Yusuf. Ketika orang tua kita meninggal, kitalah yang datang ke rumah Bapak Yusuf untuk menggantikan mereka.


KeSimpulannya, di antara amalan terpenting adalah berbakti kepada kedua orang tua. Di antara bentuk bakti kepada mereka adalah mendoakan mereka. Doa yang dapat kita baca setiap ada kesempatan adalah Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani shaghira (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka karena mereka telah membesarkanku di masa kecil). 

Dan mengingatkan kita semua bahwa mendoakan orang tua itu adalah amal jariah.

"Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim, no. 1631)

Hadis ini menunjukkan bahwa anak yang saleh adalah salah satu bentuk amal jariah yang terus mengalir pahalanya kepada orang tua, bahkan setelah mereka wafat. Doa dan kebaikan yang dilakukan oleh anak saleh menjadi investasi spiritual yang tak terputus.

Insya Allah kita selalu diberikan petunjuk dan terus mengamalkan "doa kepada orang tua", baik sebagai anak dan sekaligus orang tua untuk mengajari anak-anak kita menjadi anak yang soleh. Upaya ini untuk memberdayakan diri untuk semakin beriman. Motivasi Islam ini sudah cukup untuk memotivasi diri  untuk hidup yang lebih baik di dunia dan di akhirat.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri



Rabu, Agustus 06, 2025

Berbaktilah kepada orang tua

Salam sejahtera dan bahagia selalu, Insya Allah ... Ya Jabbar yang Maha Mencukupi hambaNya, yang selalu siap memberi yang terbaik buat hambaNya yang dalam kesulitan. Aamiin


Hari ini saya berbagi tentang orang tua dan anak. Bersyukurlah memiliki anak yang tidak sekedar berdoa kepada orang tuanya tapi juga berbakti dan merawat orang tua meninggal dunia. Ada beberapa fakta dari  keluarga yang tidak mampu, dimana anak pun tidak memiliki ekonomi yang memadai. Kebanyakan anaknya masih memiliki kesolehan untuk berbakti kepada orang tuanya. Ada anak yang sudah berkecukupan tapi tak mampu memberikan baktinya kepada orang tuanya, bisa karena merasa apa yang didapat adalah usaha sendiri dan juga sangat dipengaruhi oleh pasangan yang sangat dominan. Kejadian yang kita lihat dalam masyarakat adalah realita dan berharap kita mendapatkan keluarga yang berbahagia. Untuk itu tulisan ini saya hadirkan untuk mengingatkan orang tua dan anak sesuai posisinya untuk berbakti sebagai bagian dari perintah Allah. BUkankah perintah Allah itu mesti dijalani bukan untuk meniadakan perintah karena alasan tertentu.

Saya mulai dengan "Obrolan di Warung Kopi Sore Hari"

Myra: "Aku tuh kadang bingung, kenapa orang tua selalu merasa berhak atas hidup kita? Padahal kita udah dewasa, punya jalan sendiri."
Mamat: "Iya, aku juga ngerasa gitu. Kadang mereka minta kita nurut, padahal kita punya pilihan. Aku nggak bilang nggak sayang, tapi... ya, aku nggak selalu bisa berbakti seperti yang mereka harapkan."
Bujang: (diam sejenak, lalu bicara pelan). "Aku dulu juga mikir gitu. Tapi waktu ayahku sakit dan aku nggak sempat datang... aku nyesel banget. Sekarang aku sadar, berbakti itu bukan soal patuh buta. Tapi soal hadir, soal menghormati, soal ngerti bahwa mereka pernah berkorban banyak buat kita."
Myra: "Tapi kadang mereka nggak ngerti kita, Bang. Mereka maksa kita ikut cara mereka."
Bujang: "Iya, mereka nggak sempurna. Tapi mereka tetap orang tua kita. Allah nggak minta kita setuju semua hal, tapi Allah minta kita tetap berbuat baik. Bahkan kalau mereka keras, kita tetap harus lembut."
Mamat: (menunduk). "Aku jarang telepon ibu sekarang. Sibuk kerja. Tapi tiap malam aku kepikiran... apa aku udah cukup berbakti?"
Bujang: "Berbakti itu bukan soal besar-kecil. Kadang satu panggilan, satu doa, satu pelukan... itu cukup buat mereka bahagia."
Myra: (meneteskan air mata). "Mungkin aku terlalu sibuk membuktikan diri, sampai lupa siapa yang dulu percaya sama aku pertama kali."

Semakin maju kehidupan ini, semakin kritis dan sering mengusik logika. Ada benernya dengan logika. Apa iya kita hidup hanya sekedar pakai logika, BUkankah kita hidup dengan pemberian Allah yang memiliki petunjuk untuk keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Saya hadirkan pula kisah berikut untuk diambil hikmahnya.

"Sebelum Terlambat: Kisah Mamat, Myra, dan Bujang"

Mamat, Myra, dan Bujang adalah tiga sahabat yang tumbuh bersama sejak kecil. Mereka dikenal sebagai anak-anak yang cerdas dan mandiri. Namun, di balik kesuksesan mereka, ada satu hal yang mereka abaikan: orang tua mereka.
Mamat sibuk membangun karier. Ia jarang pulang, bahkan lupa menghubungi ibunya yang tinggal sendiri di kampung. Myra, yang sukses sebagai pengusaha, merasa cukup dengan mengirim uang setiap bulan, tanpa pernah benar-benar hadir. Bujang, si pemikir, merasa bahwa orang tuanya tidak memahami jalan hidupnya, sehingga ia menjauh secara emosional.
Suatu hari, Mamat menerima kabar bahwa ibunya jatuh sakit. Ia pulang, tapi hanya sempat melihat ibunya dalam keadaan tak sadar. Beberapa jam kemudian, ibunya wafat. Di pemakaman, Mamat menangis bukan hanya karena kehilangan, tapi karena penyesalan yang dalam.
“Aku sibuk mengejar dunia, tapi lupa bahwa surga ada di telapak kaki ibu,” ucapnya lirih.
Myra pun mulai merenung. Ia melihat ayahnya duduk sendiri di teras rumah, menatap kosong. Uang yang ia kirim ternyata tidak bisa menggantikan kehadiran. Ia menangis di pangkuan ayahnya, memohon maaf atas jarak yang ia ciptakan.
Bujang, yang selama ini merasa benar, akhirnya membaca surat lama dari ayahnya. Surat itu penuh doa dan harapan. Ia sujud lama malam itu, menangis dalam doa, dan berjanji untuk memperbaiki semuanya.
“Berbakti bukan soal setuju, tapi soal menghormati,” kata Bujang dalam renungannya.
Sejak hari itu, mereka bertiga berubah. Mamat mulai rutin mengunjungi keluarga. Myra membagi waktunya untuk ayahnya. Bujang menulis buku tentang bakti kepada orang tua.



Karena mereka (anak-anak) sadar, penyesalan terbesar bukan saat kehilangan, tapi saat menyadari bahwa anak belum cukup hadir. Namanya orang tua itu tidak menghabiskan harta anaknya, makannya atau apalah yang menjadi aktivitas mereka jarang direspon sama anaknya. Bisa jadi anak menganggap dengan diberikan uang sudah cukup. Orang tua hanya diam dan tak banyak menuntut. Keadaan ini mestinya digali dan dipahami oleh anak. Bukankah keberkahan yang besar bagi anak yang menghargai orang tuanya, memenuhi kebutuhan orang tua dan merawat dengan hati kedua orang tuanya. Baliklah keadaannya anak yang dilahirkan dimana orang tualah yang mengasihi sampai menikah. Bujang, Mamat dan Myra menyadari hal itu semua karena hati mereka sudah terbuka, mendapatkan cahaya (nur) dari sisi Allah.  Segala Puji hanya bagi Allah.

Berikut ini saya berbagi renungan, Posisi Orang Tua bagi Seorang Anak: 

Di tengah kesibukan hidup dan derasnya arus zaman, sering kali kita lupa bahwa di balik setiap langkah kita, ada dua sosok yang tak pernah berhenti mendoakan: ayah dan ibu. Bisa jadi kesuksesan seorang anak sampai saat ini karena doa yang Allah kabulkan dari orang tua mereka. Mereka mungkin tak lagi muda, tak lagi kuat, tapi cinta mereka tak pernah pudar. Tulisan ini bukan untuk menggurui, melainkan untuk mengajak sebagai anak merenung: Sudahkah anak-anak benar-benar hadir untuk orang tua kita? 

Pertama Kali Menyebut Nama Kita adalah Orang tua kita.

Sebelum dunia mengenal kita, sebagai anak, orang tua sudah menyebut nama anaknya dalam doa. Orang tua menanti kelahiran anaknya dengan harap dan cemas. Orang tua menyambut tangisan pertama anaknya dengan senyum dan air mata. Orang tua yang pertama kali menggendong, menyuapi, dan menenangkan saat sakit. Orang tua sudah menyiapkan nama terbaik yang juga sekaligus menjadi doa bagi kehidupan di dunia dan di akhirat.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya…” (QS. Al-Ankabut: 8)

Ayat ini bukan sekadar perintah, tapi pengingat bahwa kebaikan kepada orang tua adalah bagian dari iman. Ia bukan pilihan, tapi kewajiban yang melekat pada setiap anak.

Ketika anak bertumbuh, Orang tua menua.
Saat anak sibuk membangun masa depan, orang tua perlahan menua dan meninggalkan apa yang dimilikinya. Rambutnya memutih, langkahnya melambat, dan suaranya pun melemah. Tapi cinta orang tua tetap kuat kepada anaknya. Orang tua tak pernah berhenti mendoakan anaknya, bahkan saat anaknya suka lupa mendoakan mereka.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua.”
(HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan betapa besar posisi orang tua dalam hidup anak-anaknya. Keridhaan mereka adalah jalan menuju keridhaan Allah. Maka, 

bagaimana mungkin anak mengabaikan orang tua mereka?

Tanggung Jawab yang Tak Bisa Ditunda untuk berbakti kepada orang tua.
Sebagai anak, mempunyai tanggung jawab yang tak bisa ditunda: berbakti, menjaga, dan mendoakan. Bukan hanya saat orang tua sakit atau tua, tapi setiap hari. Bahkan jika seorang anak tinggal berjauhan, suara, pesan, dan doa orang tua  bisa menjadi pelipur lara.
Berbakti bukan hanya memberi uang, tapi memberi waktu. Bukan hanya membelikan barang, tapi mendengarkan cerita orang tua. Bukan hanya mengunjungi saat lebaran, tapi hadir dalam keseharian orang tua.

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil.’”
(QS. Al-Isra: 24)

Ayat ini mengajarkan kita untuk merendahkan hati di hadapan orang tua. Bukan karena anak lemah, tapi karena mereka telah begitu kuat menjaga anaknya dulu.

Renungkan nak,
Mungkin engkau sibuk nak. Mungkin engkau punya banyak urusan untuk kehidupanmu. Janganlah sampai kesibukanmu membuat engkau lupa bahwa orang tua kita tidak akan selamanya ada. Waktu mereka terbatas. Dan penyesalan selalu datang terlambat. Terkadang engkau merasa diamnya orang tua itu menandakan tidak ada masalah sehingga engkau tak memperhatikannya. 
Bayangkan jika suatu hari engkau menerima kabar bahwa salah satu dari orang tuamu telah tiada. Apakah engkau sudah cukup hadir ? Sudah cukup berbakti ? Sudah cukup meminta maaf?
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Celaka! Celaka! Celaka!”
Lalu ditanyakan: “Siapa yang celaka, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan tua, namun tidak membuatnya masuk surga.”
(HR. Muslim)

Hadis ini bukan ancaman, tapi peringatan. Bahwa kesempatan berbakti adalah pintu surga yang terbuka lebar. Jangan sampai kita melewatkannya.

Bangkitkanlah Rasa Tanggung Jawab Itu nak. 
  1. Belajarlah untuk tahu cara membangkitkan rasa tanggung jawab kepada orang tuamu ? kembalikan kepada hati saat logika dan ilmu merasa bener.
  2. Mulailah dengan doa dalam setiap salat, Doakan orang tua setiap hari, bahkan jika orang tua masih sehat. Doa adalah bentuk cinta yang paling tulus, tidak ada yang hilang atau berkurang darimu. Sampaikan doa untuk orang tua dengan tulus. 
  3. Luangkan waktu. Telepon, kunjungi, atau kirim pesan. Jangan tunggu momen besar. Hadir dalam keseharian mereka lebih berarti. Dan jangan berharap menunggu telepon dari orang tua kepada anaknya. 
  4. Dengarkan orang tua. Orang tua memiliki telah memulai dan memiliki pengalaman dalam hidupnya, dan berharap anaknya menjadi lebih baik. Kadang orang tua hanya ingin didengar. Cerita masa lalu, keluhan kecil, atau harapan sederhana. Kalaupun orang tua tidak bicara, mesti anaknya lah yang bisa mengajak dan mengerti kebiasaan orang tuanya.
  5. Jangan membantah. Jika berbeda pendapat, sampaikan dengan lembut. Jangan menyakiti hati mereka dengan kata-kata kasar.
  6. Berikan yang terbaik kepada orang tua dari apa yang anak miliki. Jika mampu, berikan kenyamanan. Tapi jangan lupa, perhatian lebih berharga daripada materi.
  7. Minta maaf. Jika pernah menyakiti, jangan tunggu waktu. Minta maaf dengan tulus, dan perbaiki sikap.

Orang tua Adalah Jalan anak ke Surga
Orang tua bukan beban. Orang tua adalah berkah. Orang tua adalah jalan anak menuju surga. Jangan tunggu kehilangan untuk menyadari betapa berharganya orang tua. Kalau orang tua adalah jalan, maka "Jalani" dengan berbakti kepada orang tua sebagai pelengkap bagi kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat

Tulisan ini bukan untuk menggurui, tapi untuk mengajak kita merenung. Bahwa di balik setiap keberhasilan anak, ada doa orang tua yang tak terdengar. Bahwa di balik setiap langkah kita, ada kaki orang tua yang dulu lelah berjalan demi anaknya.
Bangkitkan rasa tanggung jawab kepada orang tua. Hadirlah untuk orang tua, sebelum waktu memisahkan. Karena berbakti bukan hanya kewajiban, tapi kehormatan.


Terkadang ada dalam pikiran orang tua, apa iya harus menyuruh anaknya untuk berbakti dan diperhatikan ?

Secara syariat Islam, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban anak, bukan sekadar pilihan. Allah SWT dan Rasulullah ﷺ menegaskan hal ini dalam banyak ayat dan hadis. Maka, secara prinsip, orang tua berhak mengharapkan dan bahkan menuntut anak untuk berbakti, selama tuntutan itu berada dalam batas yang wajar dan tidak melanggar syariat.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya…”
(QS. Al-Ankabut: 8)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang…”
(QS. Al-Isra: 24)


Hadis Rasulullah ﷺ:
“Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua.”
(HR. Tirmidzi)

Perlu diingatkan juga orang tua mesti memaklumi keadaan anak.

  1. Tuntutan orang tua harus proporsional.
  2. Tidak boleh menuntut anak untuk melakukan hal yang bertentangan dengan agama atau merugikan anak secara tidak adil.
  3. Anak tetap punya hak dan batas kemampuan.
  4. Berbakti bukan berarti menghilangkan hak anak untuk hidup mandiri, berkeluarga, atau memilih jalan hidupnya.
  5. Berbakti tidak selalu berarti patuh mutlak.
  6. Jika orang tua meminta sesuatu yang bertentangan dengan syariat, anak wajib menolak dengan cara yang lembut dan penuh hormat.

Ya, orang tua berhak menuntut anak untuk berbakti, karena itu adalah bagian dari kewajiban anak dalam Islam. Namun, tuntutan itu harus disampaikan dengan kasih sayang, dan anak pun harus menjawabnya dengan tanggung jawab dan kelembutan.

Berikut adalah artikel reflektif yang membahas tentang hak orang tua untuk menuntut bakti dari anak, ditulis dengan nada lembut dan penuh renungan agar menyentuh hati pembaca:

Ketika Orang Tua Menuntut Bakti: Sebuah Renungan untuk Anak

Di dunia yang terus bergerak cepat, kita sering lupa bahwa ada dua sosok yang pernah berhenti sejenak hanya untuk memastikan kita bisa melangkah: ayah dan ibu. Mereka bukan hanya bagian dari masa kecil kita, tapi juga bagian dari masa depan kita—karena doa mereka menyertai setiap langkah yang kita ambil.
Sebagai anak, kita tahu bahwa berbakti kepada orang tua adalah kewajiban. Tapi bagaimana jika orang tua mulai menuntut? Apakah mereka berhak? Apakah tuntutan itu adil?
Pertanyaan ini bukan untuk diperdebatkan, tapi untuk direnungkan.

Dalam Islam, berbakti kepada orang tua bukan sekadar anjuran, tapi perintah langsung dari Allah. Dalam QS. Al-Isra: 23-24, Allah memerintahkan kita untuk tidak berkata “ah” sekalipun kepada mereka, dan untuk merendahkan diri dengan kasih sayang. Rasulullah ﷺ pun bersabda bahwa keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua.

Maka, ketika orang tua menuntut perhatian, waktu, atau bahkan sekadar sapaan, itu bukan tuntutan yang berlebihan. Itu adalah hak mereka. Hak yang lahir dari cinta, bukan dari ego.

Namun, orang tua pun manusia. Kadang orang tua menuntut dengan cara yang tak selalu mudah diterima. Di sinilah anak diuji: apakah anak bisa tetap lembut, tetap sabar, dan tetap berbakti meski hati anak diuji?

Berbakti bukan berarti patuh mutlak. Jika ada hal yang bertentangan dengan syariat, anak boleh menolak—tapi dengan cara yang santun. Karena berbakti bukan soal setuju, tapi soal menghormati.

Renungan ini bukan untuk menyalahkan anak, tapi untuk mengingatkan: bahwa waktu orang tua kita terbatas. Bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Dan bahwa surga bisa terbuka lebar hanya karena kita memilih untuk hadir, mendengar, dan mencintai mereka dengan tulus.

Insya Allah tulisan ini bisa memotivasi diri seseorang baik sebagai anak atau orang tua untuk memahami tanggung jawabnya tanpa perlu menunggu. Berinisiatiflah dari diri sendiri untuk bertanggung jawab sebagai perintah Allah. Inilah motivasi Islam yang dibangun dengan petunjuk dari Al Qur'an untuk diamalkan, "Kami dengar dan kami taat".

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Selasa, Agustus 05, 2025

Ikhlas itu bukan tidak berharap, Tapi menyerahkan harapan kepada Allah

Salam sejahtera dan bahagia selalu, Insya Allah apa yang kita kerjakan menjadi amal yang tercatat di sisi Allah, dan Allah mengampuni kesalahan kita sampai hari ini. Aamiin

Hari ini saya ingin berbagi kisah tiga sahabat yang bekerja sebagai karyawan yang mencari rezekiNya. Dalam perjalanan karir mereka tidaklah mudah. Masalah demi masalah hadir, dan mereka tidak diam saja. Mereka bekerja dengan giat dan belajar ilmu serta tidak lupa mereka beribadah dan berdoa. Tapi masalahpun tidak bisa mereka lewatin. Di saat mereka terpuruk, disitulah cahaya kebenaran menyinari hati Bujang dan menemukan solusi pekerjaan dan hidup mereka. Apa itu ? Ikuti tulisan berikut ini ; 


Ikhlas di Tengah Kegagalan: Kisah Maya, Mamat, dan Bujang

Ketika Harapan Tak Sesuai Kenyataan
Dalam hidup, kita sering diajarkan bahwa kerja keras dan doa adalah kunci kesuksesan. Namun, bagaimana jika keduanya sudah dilakukan, tapi hasilnya tetap nihil? Inilah kisah tiga sahabat—Maya, Mamat, dan Bujang—yang mengalami jatuh bangun dalam perjuangan hidup mereka. Mereka telah melakukan banyak hal, namun kegagalan terus menghampiri mereka. Sampai akhirnya, sebuah bisikan hati mengubah segalanya.
Tiga Sahabat dan Mimpi Besar
Maya adalah seorang perempuan cerdas dan penuh perhitungan. Ia selalu menyusun rencana dengan teliti, berharap setiap langkahnya membawa hasil. Mamat, sahabatnya, adalah tipe pekerja keras yang tak kenal lelah. Ia percaya bahwa kerja keras pasti membuahkan hasil. Sementara Bujang, si pemikir, lebih banyak diam dan merenung, namun selalu punya ide-ide segar yang kadang tak terpikirkan oleh orang lain.
Ketiganya memiliki mimpi besar: membangun usaha bersama yang bisa mengangkat kehidupan mereka dan keluarga. Mereka memulai dari nol, mengumpulkan modal kecil, menyusun strategi, dan mulai menjalankan usaha. Namun, kenyataan tak seindah harapan.
Kegagalan yang Berulang
Usaha pertama mereka gagal karena salah memilih mitra. Usaha kedua kandas karena pandemi. Usaha ketiga pun tak berjalan karena kurangnya pemasaran. Setiap kali mereka bangkit, kegagalan kembali menjatuhkan. Maya mulai kehilangan semangat, Mamat mulai mempertanyakan takdir, dan Bujang mulai diam lebih lama dari biasanya.

“Kenapa ya, kita udah berusaha maksimal, tapi tetap gagal?” keluh Mamat suatu malam.

Mereka tak hanya bekerja, tapi juga sudah berdoa. Maya menangis dalam tahajudnya, Mamat berdoa di sela waktu kerja, dan Bujang merenung di malam sunyi. Tapi doa-doa itu terasa hampa. Seolah langit menutup telinganya.


Doa yang Tak Terjawab
Hari demi hari berlalu. Mereka tetap berusaha, tetap berdoa, namun hasilnya tetap sama. Kegagalan demi kegagalan membuat mereka terpuruk. Maya mulai merasa bahwa Tuhan tidak mendengarnya. Mamat mulai merasa bahwa doa hanyalah formalitas. Dan Bujang, meski diam, mulai merasakan kehampaan dalam hatinya.
Mungkin kita belum cukup ikhlas,” gumam Bujang suatu malam.

Kalimat itu sederhana, tapi menghentak. Maya dan Mamat menoleh. Mereka belum pernah benar-benar memikirkan makna ikhlas dalam perjuangan mereka.


Bisikan Hati Bujang
Di tengah keputusasaan, Bujang merasakan ada bisikan hati yang lembut namun tegas: 

“Lakukan semua ini dengan ikhlas, termasuk doamu.

Bujang mulai mengubah cara pandangnya. Bukan lagi soal hasil, tapi tentang niat. Bujang mengajak Maya dan Mamat untuk melakukan segalanya karena Allah, bukan karena ingin sukses semata.
Mereka mulai belajar tentang ikhlas. Bahwa ikhlas bukan berarti pasrah tanpa usaha, tapi menerima hasil apapun dengan lapang dada. Bahwa ikhlas bukan menyerah, tapi tetap melangkah meski jalan tak terlihat dengan mempertunjukkan kerja yang terbaik di mata Allah.
Mereka mulai mengubah cara pandang. Maya mulai menulis jurnal syukur setiap pagi. Mamat mulai bekerja tanpa mengeluh, bahkan ketika hasilnya belum terlihat. Bujang mulai memperdalam doa-doanya, bukan hanya meminta, tapi juga memuji dan berserah.
Doa mereka pun berubah. Tak lagi penuh tuntutan, tapi penuh pengakuan. Salah satu doa yang sering mereka baca adalah:
“Allahumma inni as’aluka bi anni asyhadu annaka Antallah, laa ilaaha illa anta, al-Ahad, ash-Shamad, alladzi lam yalid wa lam yuwlad, wa lam yakun lahu kufuwan ahad.”
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”

Obrolan di Malam Sunyi
Malam itu, langit gelap tanpa bintang. Di teras rumah kontrakan yang sederhana, ketiganya duduk bersisian. Tak ada suara selain angin yang menyapu pelan. Mereka baru saja mengalami kegagalan keempat dalam usaha mereka. Kali ini, bukan hanya uang yang hilang, tapi juga harapan.
Maya memeluk lututnya, menatap kosong ke depan. Mamat bersandar di dinding, matanya merah karena lelah dan kecewa. Bujang, seperti biasa, diam. Tapi malam itu, ia bicara.
Bujang: “Aku tadi malam menangis dalam sujud. Bukan karena gagal. Tapi karena aku merasa... selama ini aku berdoa, tapi tidak benar-benar bertemu dengan Allah.”
Maya menoleh, pelan. Mamat membuka matanya.
Maya: “Apa maksudmu, Bang?”
Bujang: “Kita berdoa karena ingin sesuatu. Kita minta rezeki, minta jalan keluar. Tapi kita lupa... bahwa doa itu bukan hanya permintaan. Doa itu pertemuan. Kita bicara dengan Dia. Tapi kita sibuk dengan dunia.”
Mamat: “Aku... aku bahkan sering berdoa sambil mikirin strategi bisnis. Aku nggak pernah benar-benar hadir.”
Maya:“Aku juga. Aku menangis, tapi hatiku penuh tuntutan. Aku merasa pantas dapat jawaban. Tapi aku lupa... bahwa Allah bukan tempat menagih. Dia tempat berserah.”
Mereka terdiam. Angin malam terasa lebih dingin. Tapi hati mereka mulai hangat.
Bujang: “Tadi malam, aku sujud lama. Aku nggak minta apa-apa. Aku cuma bilang, ‘Ya Allah, aku datang. Aku lelah. Tapi aku ingin dekat dengan-Mu.’ Dan aku menangis... bukan karena gagal, tapi karena merasa jauh.”
Mamat:
“Aku ingin merasakan itu. Aku ingin sujud bukan karena ingin sukses, tapi karena ingin pulang.”
Maya: “Mungkin... selama ini kita sibuk mencari jalan keluar, padahal Allah adalah tujuan.”

Malam itu, mereka bertiga salat tahajud bersama. Tak ada permintaan panjang. Hanya sujud yang lama. Hanya air mata yang jatuh pelan. Hanya hati yang akhirnya benar-benar hadir.
Dan di dalam sujud itu, mereka merasa... mereka telah bertemu dengan Allah yang sebenarnya.


Ikhlas yang Mengubah Segalanya
Perlahan, mereka mulai merasa ringan setelah mengamalkan keikhlasan dalam ibadah, doa dan kerja mereka. Kegagalan tak lagi menyakitkan seperti dulu. Mereka tetap berusaha, tetap berdoa, tapi kali ini dengan hati yang lapang. Mereka mulai menikmati proses, bukan hanya menunggu hasil. Belajar ilmu baru dan memahami petunjuk Allah dalam Al Qur'an untuk diterapkan dalam kerja mereka.
Maya mulai tersenyum kembali. Mamat mulai bekerja tanpa mengeluh. Bujang mulai menulis jurnal harian tentang rasa syukur. Semua mulai terbuka dan selalu bersikap dan melakukan segala hal dari sudut pandang Allah. Dan tanpa disangka, satu demi satu jalan mulai terbuka.

“Ternyata, ikhlas itu bukan menyerah. 

Tapi menerima dan tetap melangkah,” kata Maya sambil tersenyum. Usaha kecil mereka mulai mendapat perhatian. Seorang pelanggan merekomendasikan ke teman-temannya. Produk mereka mulai dikenal. Mereka tak tahu apakah ini awal kesuksesan, tapi mereka tahu satu hal: mereka sudah tenang dan merasakan kerja bersama Allah.

Refleksi dan Pelajaran
Kisah Maya, Mamat, dan Bujang bukan tentang sukses besar, tapi tentang perubahan hati. Mereka belajar bahwa hidup bukan hanya tentang hasil, tapi tentang proses yang dijalani dengan niat yang benar. Mereka belajar bahwa 

doa bukan sekadar permintaan, tapi komunikasi dengan Tuhan yang harus disertai keikhlasan.

Ikhlas bukan hal mudah. Ia menuntut kita untuk melepaskan ego, harapan dunia, dan menggantungkan hati hanya kepada-Nya. Tapi ketika ikhlas hadir, hati menjadi ringan, langkah menjadi tenang, dan hidup menjadi lebih bermakna.

Ikhlas Adalah Kunci
Kisah ini bisa dibilang sederhana, tapi penuh makna. Dalam hidup, kita terus diuji. Kadang dengan kegagalan, kadang dengan penantian. Tapi jika kita belajar ikhlas, maka setiap langkah akan terasa lebih ringan.
Maya, Mamat, dan Bujang telah membuktikannya. Mereka bukan tokoh besar, bukan orang terkenal. Tapi mereka adalah cermin dari kita semua, yang sedang berjuang, berdoa, dan belajar untuk ikhlas.
“Ikhlas itu bukan tentang tidak berharap. Tapi tentang menyerahkan harapan kepada Yang Maha Kuasa.”

Demikian kisah inspiratif ini untuk dijadikan pelajaran bagi kita yang berakal. Insya Allah ini adalah motivasi Islam dalam memotivasi kita, yang muslim. Motivasi diri yang mampu memberdayakan diri untuk menjadi muslim yang semakin baik imannya. Bisa jadi kita menemukan kisah ini dalam kehidupan di sekitar kita, tidak untuk kasihan atau kasih jempol tapi pesan yang disampaikan adalah ikhlas. Ada kalanya kita lalai dalam beribadah, doa dan kerja. Padahal Allah menerima amalan hambaNya yang ikhlas.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri




Senin, Agustus 04, 2025

Berdoa semakin lebih baik

Salam sejatera dan bahagia, Insya Allah menjadi orang yang muflihun. Aamiin

Hari ini saya berbagi tentang doa, yaitu berdoa yang semakin baik. Aturan ini memang dibuat manusia, tapi sudah berdasarkan Al Qur'an dan hadist. Tetapi aturan ini pun bukan mutlak, nomer satu ke nomer berikutnya. Paling tidak aturan yang dikandungnya dapat kita jalani dengan benar.

Langkah-langkah berdoa yang lebih baik :

Semua doa kita pasti didengar, dilihat dan diketahui oleh Allah. Karena Allah itu Maha Mendengar dan juga Maha merespon (mengabulkan doa) kita. Mengabulkan doa paling dapat melalui berbagai cara Allah, lewat kebaikan atau juga bisa dari ujian (keburukan - menurut kita).




1. Bisa jadi karena amalan (pahala) yang kita kumpulkan sudah mencukupi dengan apa yang kita doakan dan Allah berkenan, 

2. Bisa jadi juga karena kehendak Allah saja untuk mengujinya.

3. Allah sangat ingin kita selalu berdoa kepadaNya dan beribadah. Allah mendahulukan kebaikan akhiratnya dulu, seperti menghapus dosa kita dan menyimpannya untuk kebaikan kita di akhirat. Ini adalh ujian Allah untuk mengetes kita, apakah kita konsisten dalam ibadah dan doa ?

4. Doa itu dapat pula dilihat dari keikhlasan kita berdoanya, dengan memahami apa yang kita mohonkan doa itu adalah persoalan dimana kita tidak mampu lagi. Berdoalah dengan memahami apa yang disampaikan kepada Allah.

Semua orang pasti mengharapkan doanya dikabulkan. Namun, fakta berbicara, tidak sedikit orang yang doanya belum terkabulkan padahal sudah sering berdoa. Mengapa hal ini terjadi? Kita harus introspeksi diri, jangan-jangan doa belum terkabul dikarenakan banyak hal. Paling tidak kita bisa memperbaiki langkah kita berdoa :

1. Awali Doa dengan Asma'ul Husnä

"Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu...." (QS. Al-A'raf [7]: 180)

Asmaul Husna artinya nama-nama Allah yang baik, misalnya Ar-Rahmaan (Maha Pemurah). Al Hakim (Maha Bijaksana), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Al Karim (Maha Dermawan), Al 'Alium (Maha Mengetahui).

Merujuk pada ayat ini, ketika kita berdoa, awali dengan Asmaul Husna yang kita hapal, misalnya Ya Rahmaan, Ya Rahiüm, setelah itu baru kita berdoa. Berapa kali kita mesti membaca Asmaul Husna pada awal doa? Tidak ada satu pun dalil sahih yang menjelaskan jumlahnya. Jadi, baca saja semampu dan sekehendak kita. Pokoknya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi.


Sekiranya kita mengerti makna setiap Asmaul Husna, alangkah baiknya kalau Asmaul Husna yang dibaca itu ada korelasi (hubungan) dengan permintaan kita, misalnya kalau minta ilmu, awali dengan Ya 'Alim (Wahai Yang Mahatahu), Ya Hakiim (Wahai Yang Mahabijaksana). Kalau minta ampun, awali dengan Ya Ghafuur (Wahai Yang Maha Pengampun), Ya Rahum (Wahai Yang Maha Penyayang). Tapi, sekiranya makna Asmaul Husna itu tidak ada korelasinya, juga tidak masalah. Yang penting awali doa dengan Asmaul Husna.

2. Ucapkan Kalimah Tauhid

Setelah membaca Asmaul Husna, lalu kita ucapkan Kalimah Tauhid, yaitu pernyataan yang mengekspresikan keimanan kita kepada Allah Swt. Kita nyatakan bahwa Allah Swt. itu Mahatunggal, Maha Berkuasa, tak ada sekutu bagi-Nya, dll.

Adapun Kalimah Tauhid yang sebaiknya kita baca saat berdoa adalah sebagai berikut.

"Allahumma inni asaluka bi anni ashhadu annaka antalahu laa ilaaha illa anta alhadu shamadul ladzi lam yalid wa lam yuulad wa lam yakullahu kufuwan ahad."

"Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, ya Allah, dengan bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Esa, dan kepada-Nya aku bergantung, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya." (H.R. Muttafaq 'alaih)

3. Mengulangi doa

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila berdoa mengulangi kali, dan ketika beliau meminta, beliau pun mengulanginya tiga kali." (H.R. Muslim). Hadits shahih ini memberikan tuntunan bahwa kita harus mengulang-ulang doa.

4. Iringi salat dengan usaha

Salat dan usaha bagaikan dua sisi mata uang yang sama. Keduanya saling melengkapi, tidak dapat dipisahkan. Jika kita meminta ilmu, dampingi dengan belajar; meminta harta, dampingi dengan usaha; meminta kesuksesan karier, dampingi dengan kerja keras; meminta kesembuhan, lanjutkan dengan pengobatan, dan sebagainya. "...Bekerjalah, niscaya Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu..." (Q.S. At-Taubah [9]: 105)

5. Manfaatkan waktu-waktu terbaik

Sebenarnya, kita bisa berdoa kapan pun dan di mana pun, tetapi dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa ada beberapa waktu yang sangat baik untuk diisi dengan doa, yaitu:

a. Sepertiga malam terakhir

Rasulullah (saw) bersabda, "Setiap malam, Tuhan kita turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Allah berfirman, 'Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya.'" (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi). Yang dimaksud adalah sepertiga malam terakhir, sekitar pukul tiga pagi.

b. Tengah malam dan setelah salat wajib

Rasulullah (saw) pernah ditanya, "Ya Rasulullah, kapankah doa yang paling didengar Allah?" Rasulullah (saw) menjawab, "Salat tengah malam dan salat setelah salat wajib (swapb)." (HR. Tirmidzi)

Yang dimaksud tengah malam dalam riwayat ini adalah sekitar pukul satu pagi. Sedangkan yang dimaksud dengan akhir salat wajib adalah setelah salam. Setelah salat, kita berdzikir seperti biasa: membaca istighfar 3 kali, subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, dan Laa ilaha illallah 1 kali. Setelah membaca dzikir-dzikir ini, kita dianjurkan untuk membaca doa apa pun yang kita inginkan karena akhir salat wajib adalah salah satu waktu terbaik untuk berdoa.

c. Pada saat lapang

Kita biasanya berdoa dengan tekun ketika menghadapi kesulitan, terjebak, atau sedang tertekan. Jika dalam situasi sulit kita ingin doa kita segera terkabul karenanya, perbanyaklah berdoa ketika kita senggang, ketika kita tidak kesulitan, sebagaimana dijelaskan dalam uraian berikut, Rasulullah (saw) bersabda, "Barangsiapa yang ingin doanya dikabulkan Allah ketika ia sedang kesulitan, maka hendaklah ia memperbanyak doanya di waktu lapangnya." (H.R. Tirmidzi dan Hakim)

d. Saat sujud

Rasulullah (saw) bersabda, "Jarak terdekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud. Maka perbanyaklah doamu ketika engkau sedang sujud." (H.R. Muslim). 

Hadits shahih ini menganjurkan kita untuk memperbanyak doa ketika sujud. Caranya, setelah membaca doa Subhaana Rabbiyal A'la, kita dapat melanjutkan dengan doa apa pun yang kita inginkan. Hadits ini juga tidak menjelaskan di sujud mana doa dibaca. Ini mengandung petunjuk bahwa kita dapat berdoa di sujud mana saja, tidak harus sujud terakhir.

e. Pada hari Jumat

Rasulullah (saw) bersabda, "Pada hari Jumat terdapat suatu waktu, jika seorang Muslim berdiri untuk salat sambil memohon sesuatu (doa) kepada Allah SWT, maka Allah akan mengabulkannya." (HR. Muttafaq 'Alaih). 

Informasi ini memberikan arahan bahwa ketika kita salat Jumat, kita dianjurkan untuk memperbanyak doa, karena pada waktu itu terdapat sa'tul ijaabah (waktu dikabulkannya doa).

f. Antara adzan dan iqamah

Rasulullah (saw) bersabda, "Doa yang dipanjatkan antara adzan dan qamat tidak akan ditolak." (H.R. Tirmidzi), 

Selesai azan, kadang ada jeda waktu menunggu iqamat, dalam jeda itulah sebaiknya kita memperbanyak doa apa saja yang kita mau karena itu merupakan waktu yang baik untuk berdoa.

g. Pada hari Arafah (9 Dzulhijjah)

Tanggal 9 Dzulhijjah merupakan hari yang sangat penting bagi para jamaah haji karena waktu tersebut diharuskan wuquf di A'rafah. Nabi Saw. bersabda, "Ahahjju Arafah." Artinya, puncak ibadah haji itu wuquf di Arafah. Kalau kita berada di Arafah, perbanyaklah doa karena itu merupakan waktu dan tempat terbaik untuk berdoa. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim, "Nabi Saw. mendatangi tempat wuquf di 'Arafah dan ia menghadap kiblat, terus-menerus berdoa hingga matahari tenggelam.

Catatan tentang kalimat tauhid
"Laa ilaaha illallah"
Artinya: "Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidaklah seorang hamba mengucapkan 'Laa ilaaha illallah', kemudian ia meninggal dunia di atas ucapan itu, kecuali pasti masuk surga."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Hadis ini menunjukkan betapa agungnya kalimat tauhid dalam Islam, terutama ketika diucapkan dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Kalimat ini juga menjadi inti dari syahadat dan fondasi utama dalam berdoa serta berdzikir. Bentuk permohonan kepada Allah dengan menyebut kalimat tauhid dan sifat-sifat-Nya yang agung, yang diambil dari Surat Al-Ikhlas. 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Adalah doa yang diriwayatkan dalam hadis sahih, termasuk dalam Sunan Ibn Majah (no. 3857) dan Jami’ at-Tirmidzi (no. 3475). 
Allahumma inni as’aluka bi anni asyhadu annaka Antallah, laa ilaaha illa anta, asyhadu annaka ash-shamad, alladzi lam yalid wa lam yuwlad, wa lam yakun lahu kufuwan ahad.

Artinya :
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan selain Engkau, aku bersaksi bahwa Engkau adalah Yang Maha Dibutuhkan, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.

Dalam hadis tersebut, Rasulullah ﷺ mendengar seseorang berdoa dengan kalimat ini, lalu beliau bersabda:

"Sungguh ia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang agung (Ismullah al-A'zham), yang jika diminta dengannya maka Allah akan memberi, dan jika diseru dengannya maka Allah akan mengabulkan." 

Makna Doa:
Doa ini mengandung kalimat tauhid yang sangat kuat, yaitu:
Laa ilaaha illa anta: Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.
Al-Ahad, Ash-Shamad: Menyebut sifat-sifat Allah yang unik dan sempurna.
Alladzi lam yalid wa lam yuwlad...: Merujuk pada surat Al-Ikhlas, menegaskan keesaan dan kemurnian sifat Allah.

Doa ini sangat kuat karena mengandung Ismullah al-A'zham (Nama Allah yang Maha Agung), yang disebut dalam hadis sebagai nama yang jika dipanjatkan dalam doa, maka Allah akan mengabulkannya.

Bagaimana cara menghafal doa ini ? Menghafal doa seperti ini bisa menjadi lebih mudah jika dilakukan dengan metode yang terstruktur dan konsisten. Berikut beberapa tips efektif untuk menghafal doa:

1. Memahami Maknanya
Sebelum menghafal, pahami arti setiap bagian doa. Ini akan membantu otak mengaitkan kata-kata dengan makna, bukan sekadar menghafal bunyi.
2. Membaca Berulang-ulang
Baca doa ini berulang kali setiap hari, misalnya:
Setelah salat, Sebelum tidur, Saat waktu luang
3. Menghafalkan Per Bagian
Pecah doa menjadi bagian-bagian kecil, misalnya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Hafalkan satu bagian, lalu lanjut ke bagian berikutnya.
4. Mendengarkan Audio kalau ada
Cari rekaman doa ini dibacakan oleh qari atau ustaz. Mendengarkan secara berulang akan membantu hafalan secara alami.
5.  Menulis Ulang
Menulis ulang doa dalam huruf Arab dan Latin bisa memperkuat ingatan visual dan motorik.
6. Mengamalkan dalam Doa Harian
7. Membaca doa ini dalam doa pribadi agar lebih melekat dalam hati dan pikiran.

Insya Allah berdoa dengan lebih baik dapat menjadi wawasan atau sekaligus mempraktekkannya. Perlahan tapi pasti kita bisa menghafal kalimat tauhid yang disampaikan Nabi Muhammad saw, dan juga meresapi maknanya. otak semakin hari dilatih semakin berfungsi dengan baik. Inilah langkah memberdayakan diri semakin beriman, memotivasi diri dengan motivasi Islam. Tidak berguna iman, kalau belum menyempurnakan dengan ilmu. Tak ada ilmu yang membenarkan iman kecuali berpegang kepada Al Qur'an dan Hadist. Semua itu, iman dan ilmu tidak bernilai jika kita tidak amalkan dalam kehidupan kita.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...