Memberi ruang bagi pikiran untuk disemangati agar menjadi apa yang kita inginkan dengan Perbuatan yang baik
e-Book Munir Hsan Basri
Minggu, Juli 27, 2025
Kebiasaan bukan saja terbentuk, tapi temukan motivasinya
Sabtu, Juli 26, 2025
Apa iya Allah itu hanya Maha Melihat ?
Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita selalu dapat menghadirkan Allah di hati ini agar kita menjadi hamba Allah yang sebenarnya.
Hari ini melanjutkan tulisan sebelumnya, "Melihat dan Maha Melihat". Judulnya di atas merupakan perluasan pemaknaan dari kata Basir.
Al-Baṣīr (Maha Melihat) sangat terkait dengan ilmu (pengetahuan). Hubungannya mendalam, baik dari segi makna maupun hikmah. Berikut penjelasan detailnya:
Makna sifat: Allah memiliki penglihatan yang sempurna, tidak terbatas, dan meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Kata Melihat bukan kita persepsi seperti kita melihat dengan mata.
b. Tidak membutuhkan mata atau alat bantu.
c. Meliputi semua makhluk, baik yang besar maupun sekecil atom.
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujurat: 18)
atau dengan kata yang lain
Allah melihat hamba-hambanya, mengetahui (Alim) keadaan hamba-hambanya Ali Imran ayat 15
وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِالْعِبَادِۚ
atau ayat lain dimana bukan sekedar melihat tapi Allah mengetahui apa yang terjadi termasuk dosa-dosa manusia
وَكَفٰى بِرَبِّكَ بِذُنُوْبِ عِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا
dan kata Maha Melihat juga dikaitkan dengan Maha mendengar, pada An Nisa ayat 134ang
وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Dari ayat-ayat di atas dapat kita ambil hikmahnya sebagai berikut
Kalaulah Allah itu Maha Melihat, maka dibalik makna melihat itu tersirat adanya Allah yang Maha Mengetahui keadaan kita yang diperhatikan baik hati dan tindakannya. Kalau kita merasa dizalimin tak perlu lebay juga, karena Allah tahu. Tidak sekedar melihat saja, Allah juga merespon atau membalas apa yang kita kerjakan. Apa iya begitu ? Iyalah. Tak mungkin Allah melanggar janjinya. Yang perlu kita pertanyakan adalah apa yang sebenarnya sudah kita kerjakan ? Jika benar baik, maka ada balasannya dan sebaliknya jika tidak baik, maka Allah juga respon atau balas dengan yang setimpal. Sepanjang waktu dan sepanjang usia kita, Allah selalu menunggu ingin membalas kebaikan kita. Sudah dikerjakan hal baik ? dan sudahkah ikhlas ??
Maha Melihatnya Allah itu juga disamping dengan Maha Mendengar, Boleh saja tindakan kita baik tapi tidak ikhlas di hati. Maka Allah juga Mendengar apa yang kita ucapkan di hati dan lisan kita. Bukankah kita bisa terlihat diam (tidak melakukan apa-apa) tapi hati bicara. Hati-hati dengan ucapan dari apa yang kita kerjakan, Allah Maha Tahu, tahu isi yang kita ucapkan secara batin maupun zahir, dan Allah juga Maha melihat apa yang kita kerjakan sekalipun tak tampak fisiknya.
Abu Nawas: “Di Mana Allah?”Suatu hari,
Raja Harun al-Rasyid menguji Abu Nawas:
Pesan moral: Tidak ada satu pun tempat yang luput dari penglihatan Allah. Ini sangat sesuai dengan makna Al-Baṣīr.
Jumat, Juli 25, 2025
Melihat dan Maha Melihat
Hari ini saya menulis tentang Allah itu Maha Melihat. Mungkin ada yang sudah paham dan mungkin ada yang penasaran sudah paham kok dibahas. Tetapi yang sudah paham pun begitu tidak mudah mengamalkannya, karena kaitannya hanya antara kita dengan Allah saja. Apa yang kita perbuat sehari-hari selama ini tidak memperhitungkan bahwa Allah itu Maha Melihat, buktinya kita masih melakukan yang dilarang Allah dan tidak berbuat yang terbaik.
1. Seolah-olah Melihat Allah dalam ibadah. Ini adalah tingkatan tertinggi dalam ibadah. Seorang hamba beribadah dengan kesadaran penuh, seakan-akan ia sedang berhadapan langsung dengan Allah.
Ini melahirkan kekhusyukan, keikhlasan, dan cinta dalam ibadah.
2. Jika Tidak Bisa, Maka Yakin Allah Melihatmu. Ini adalah tingkatan minimal dari ihsan. Meskipun kita tidak bisa membayangkan Allah secara fisik, kita tetap sadar bahwa Allah Maha Melihat (Al-Baṣīr) dan Maha Mendengar (As-Samī‘).
Kesadaran ini mendorong kita untuk:
a. Menjaga amal dan niat
b. Menjauhi maksiat meski dalam kesendirian
c. Berbuat baik meski tidak dilihat manusia
Ihsan adalah bentuk tertinggi dari iman dan ibadah. Ia sangat erat dengan sifat Allah sebagai Al-Baṣīr dan Al-Samī‘.
Semakin kuat keyakinan kita bahwa Allah melihat dan mendengar, semakin tinggi kualitas ihsan kita.
“Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Pengawasan Ilahi
Dalam ihsan, kita menyadari bahwa tidak ada amal yang luput dari penglihatan Allah. Ini mendorong kita untuk:
a. Ikhlas dalam beramal
b. Menjaga perilaku meski tidak dilihat manusia
c. Menghindari maksiat meski dalam kesendirian
3. Kualitas Ibadah
Ketika kita sadar bahwa Allah melihat kita, ibadah menjadi lebih khusyuk, terarah, dan bermakna.
Ini adalah inti dari ihsan: beribadah dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah.
Dampak : Menjaga amal dan niat
Sidat Allah : Pengawasan Ilahi
🕊️ Makna dan Kisah tentang Al-Samī‘ (ٱلسَّمِيعُ) – Maha Mendengar
📖 Makna
Allah Maha Mendengar segala sesuatu—baik yang keras maupun yang pelan, yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Bahkan bisikan hati pun didengar oleh-Nya. Pendengaran Allah tidak terbatas oleh ruang, waktu, atau bahasa
📜 Kisah: Khaulah binti Tsa’labah
Dalam Surah Al-Mujadilah ayat 1, Allah menyebut bahwa Dia mendengar keluhan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa’labah yang mengadukan masalah rumah tangganya kepada Rasulullah ﷺ.
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya...”
Ini menjadi bukti bahwa Allah mendengar keluhan hamba-Nya, bahkan sebelum Rasulullah ﷺ selesai mendengarkan1.
💡 Pelajaran:
Allah mendengar doa dan keluhan kita, bahkan yang tidak terucap.
Kita diajak untuk menjaga ucapan dan memperbanyak doa dengan keyakinan bahwa Allah mendengar.
Selain kisah Khaulah binti Tsa'labah, ada beberapa kisah dan penjelasan dalam Islam yang menggambarkan sifat Allah sebagai Al-Samī‘ (Maha Mendengar) dan Al-Baṣīr (Maha Melihat):
🕊️ Kisah dan Penjelasan tentang Al-Samī‘ (Maha Mendengar)
📜 1. Doa Nabi Zakariya
Dalam QS. Maryam: 3-4, Nabi Zakariya berdoa dengan suara lembut memohon keturunan:
“Ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut...”
Ini menunjukkan bahwa Allah mendengar doa yang lirih sekalipun.
Pelajaran: Allah mendengar doa yang tulus, bahkan yang tidak terdengar oleh manusia lain.
👁️ Kisah dan Penjelasan tentang Al-Baṣīr (Maha Melihat)
📜 2. Kisah Nabi Musa dan Fir’aun
Dalam QS. Taha: 46, Allah menenangkan Nabi Musa dan Harun saat menghadapi Fir’aun:
“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.”
Pelajaran: Dalam situasi sulit, Allah hadir, mendengar dan melihat perjuangan hamba-Nya.
📖 Penjelasan Ulama tentang Al-Baṣīr
Menurut Imam Al-Muzani dan ulama tafsir lainnya 1:
Allah melihat segala sesuatu, bahkan yang paling kecil dan tersembunyi.
Nama Al-Baṣīr disebut lebih dari 40 kali dalam Al-Qur'an.
Allah melihat amal manusia dari segala sisi, dan akan memberikan balasan sesuai hikmah-Nya.
2 : 127,137,181. 2:224,227,244,256. 3:34,121. 4:58,134,148. 5:76. 6:31,115. 7:200.
8:17,42
Kamis, Juli 24, 2025
Siapa saya ??
Salam sejahtera dan bahagia selalu. Insya Allah selalu tercurahkan rahmat Allah kepada kita semua.
Hari ini saya ingin berbagi tentang siapa saya ? Sebenarnya siapa saya adalah apa yang ada dalam pikiran saya. Hal berkaitan dengan apa yang pernah kita pelajari dan apa yang telah kita lakukan. Dan bisa juga merupakan apa yang kita impikan belum tercapai. Semua itu tersimpan dalam memori pikiran (alam bawah sadar). Karena hal inilah semua itu menentukan siapa saya (kita).
Sebagai contoh, seseorang yang latar belakangnya hidup di kota dan gaya hidup anak-anak muda. Maka kalau soal makan, orang ini sama mengenal dan biasa makan di resto. Bisa jadi harga di resto itu murah bagi dia. Karena dia sudah terbiasa makan di resto itu. Sebaliknya orang desa dengan latar belakang hidup sederhana di desa, maka makan itu paling mentok makan di warung saja. Karena memang tidak punya uang banyak. Kalau kedua orang ini ditanya tentang makanan yang enak dimana ? Orang kita jawab,"makan di resto" dan apa jawaban anak desa ? Dia menjawab "makan di warung". Siapa saya adalah jawaban itu. Bagi anak kota, siapa saya ? Dalam makan pilih tempat makan, siapa saya adalah resto. Makanan di resto itu telah menjadi kebiasaannya, artinya siapa saya adalah kebiasaan saya. Sama juga dengan anak desa, siapa saya adalah kebiasaannya juga, yaitu saya adalah warung makan. Atau bisa jadi juga orang yang belum kesampaian makan di tempat tertentu, dia menjawab dengan saya adalah tempat tertentu tersebut. Kebiasaan-kebiasaan lain membentuk diri seseorang dan menjadi memori dalam pikiran kita.
Mengapa itu terjadi ? Sebenarnya kita sudah dibentuk oleh kebiasaan itu yang tersimpan dalam memori. Hal ini terjadi karena otak kita bekerja otomatis. Sinyal yang masuk ke dalam pikiran selalu dicarikan kesesuaian dengan memori. Tanpa banyak berpikir lagi memori itu langsung keluar dan muncullah dalam ucapan ataupun tindakan kita. Disinilah kita kehilangan kesadaran siapa saya. Seharusnya jika kita sadar, maka kita tidak langsung menjawab apapun sinyal yang masuk ke dalam pikiran kita. Saat menerima sinyal atau ada yang bertanya, maka kita memiliki pilihan untuk mencerna dulu apa yang terjadi. Misalkan pertanyaan yang sama ditanya dimana makan yang enak. Maka pertanyaan dicerna dengan seksama, tentang makan dan tempat. Ada dua hal yang berbeda, makanan yang enak dan lokasi yang enak. Pikiran bertanya, mau makannya yang enak atau tempatnya yang enak. Apalagi orang yang ditanya pernah diceritakan makanan yang enak di suatu tempat. Maka siapa saya menjadi terlihat "aneh" yang sebagian orang. Siapa saya adalah makanan yang enak, atau siapa saya adalah tempat makan yang enak.
Apakah orang yang sudah terbiasa (kebiasaannya) itu baik buat dirinya ? Yang pasti orang ini merasa nyaman aja, dan pilihannya tidak ada yang lain. Tapi menjadi kuran update karena tidak mau melakukan yang berbeda atau mengganti kebiasaannya dengan yang baru. Hidup ini dinamis dan mesti berkembang. Maka siapa sayanya juga mengikuti untuk menjadi semakin baik. Biasanya orang itu tidak berkembang dengan baik lagi saat dia sudah merasa sudah kerja setelah melewati perjalanan pendidikan (ilmu). Kehidupan yang dijalaninya adalah kebiasaan-kebiasaan yang sudah terbentuk sebelumnya. Umumnya Kebiasaan yang utama tetap selalu ada dan mau tidak mau dia merubah kebiasaannya karena bergaul dengan orang yang dinamis.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah iya kebiasaan itu tak perlu berubah. Sepantasnyalah kita menjadi orang yang update untuk menjadi semakin baik, siapa saya nya ? Saya yang update terus. Bukankah kita ini adalah bagian yang dunia yang pasti berubah setiap saat dan mau tidak mau mesti mengikutinya. Yang terpenting adalah saya adalah saya yang baik dan bener. Inilah yang menjadi dasar siapa saya, sesuatu yang bener dan mutlak untuk mengikuti perubahan yang terjadi.
Oh ya, yang kurang menyenangkan dari kebiasaan itu adalah tidak mikir lagi. Serba otomatis, apapun sinyalnya respon atau sikap kita selalu sama. Padahal tidak selalu demikian, setiap sinyal yang masuk ke dalam pikiran kita itu bisa sama tapi latar belakangnya berbeda. Orang yang dinamis itu selalu ingin berpikir dan memberi hasil yang terbaik. Sebagai contoh masih tentang dimana makanan yang enak ? Maka mungkin yang bertanya bermaksud ingin mengajak orang untuk makan di rumahnya, Gratis dan enak lagi (masakan rumahan). Maka dibalik latar belakang pertanyaan tersebut sangat memberi peluang untuk,"Mengapa kita tidak makan di rumah aja, bila perlu kita masak bareng. pasti menyenangkan". Bukankah hal ini sangat menarik dengan tidak melulu kebiasaan yang ada.
Jadi siapa saya dimasa kecil menjadi tidak sama dengan siapa saya di masa kuliah atau sudah kerja. Tetapi masih ada yang samanya adalah orangnya santun. Itulah dasar perubahannya tidak berubah, adalah kebaikan, yang bener, yang baik. Dasar yang baik itu berasal dari Sumber kebaikan, yaitu Allah. Dan yang luar biasanya lagi adalah hampir standard santun itu sama bagi semua orang. Itulah Allah, adalah sumber yang sama.
Kebiasaan itu baik, tapi teruslah untuk berpikir untuk mendapatkan yang update sehingga kita bisa menikmati apa yang kita lakukan dengan menyenangkan. Kebiasaan hanya mentrigger kita untuk memulai dan di saat itu kita mulai berpikir sesuai ilmu yang kita miliki. Disinilah peran ilmu yang bisa merubah kebiasaan sebelumnya menjadi kebiasaan yang semakin baik. Tanpa ilmu semua itu tak mudah untuk dilewati. Maka dari itu belajar tentang ilmu baru (yang baik) adalah proses yang tak pernah berhenti. Inilah alasannya mencari ilmu sampai mati, karena memang kita membutuhkan kehidupan yang semakin baik.
Inilah sisi lain dari siapa saya ? Saya tidak pernah berhenti untuk menyempurnakan ilmu tentang siapa saya. Bisa jadi ilmu hari ini bukanlah yang terbaik untuk mengatakan siapa saya, tapi sangat mungkin ilmu di hari berikutnya. Ilmu itu bisa dari banyak orang dengan latar belakang yang berbeda, mari sikapi semua itu menjadi kewajiban kita untuk bersama meraih yang semakin baik.
Insya Allah saya dapat mengambil hikmat dari tulisan saya ini dan bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membaca. Tidak lain saya ingin memberdayakan diri saya sendiri untuk hidup semakin bermakna. Inilah motivasi islam yang selau saya pegang dan menjadi motivasi diri yang baik untuk diamalkan.
Munir Hasan Basri
Rabu, Juli 23, 2025
Latar belakang Training kesadaran kepada Allah
Hari ini saya berbagi tentang training yang bawakan untuk umum, perusahaan dan siapa saja yang ingin meningkatkan produktivitas diri. Tidak produktivitas yang ditingkatkan tapi selalu ada dorongan yang tidak terpaksa untuk melakukannya. Intinya adalah bagaimana seorang muslim menselaraskan iman dan kerja.
Emangnya kenapa training ini dilakukan ? Saya melihat dan saya sendiri pernah mengalaminya, dulu. Apa yang saya lihat ? Saya melihat diri saya sendiri, iman untuk menjadi hamba yang taqwa itu tidak sejalan dengan apa yang kerjakan di kantor. Bahkan ada yang tidak pas, dimana salat saya dilaksanakan untuk memperlancarkan kerjanya dengan hasil terbaik. Menurut saya, salat saya ini tidak murni ikhlasnya. Bukankah salat itu ibadah yang dijalankan dengan memurnikan hati yang ikhlas kepada Allah. Kalau ada masalah, maka salatnya kenceng. Nggak salah tapi kurang oke aja. "Ada udang dibalik batu". Dalam Al Qur'an disindir "kalau ada masalah lalu mengadu dan berdoa kepada Allah, setelah masalahnya selesai ... salat dan doanya kembali seperti biasa".Bagaimana dengan Anda ? Miriplah.
Lebih lanjut membaca fakta keluhan banyak orang, mempertanyakan atau bisa dikatakan "keluhan". Apa itu ? Mengapa saya yang sudah ibadah, salatnya lengkap dari wajib dan sunnahnya dan sudah juga berdoa serta beramal, tapi kok belum mencapai apa yang saya inginkan (sukses) ? Saya sebenarnya tidak untuk menjawab alasannya. Tapi bila direnungkan bisa jadi Allah menguji kita atau lebih kenanya karena memang iman kita masih belum kuat sehingga hadir keraguan di hati yang menyebabkan kita belum maksimal ibadah dan kerjanya.
Atas dasar hal di atas, saya berinisiatif belajar kembali agama dan ilmu pekerjaan saya. Apa yang terjadi saat saya hanya mengandalkan agama yang kuat tapi tidak berilmu juga dalam pekerjaan, maka hasil dari pekerjaan saya bisa membuat lemah iman. Misalkan gaji yang tidak meningkat, padahal menurut kita sudah hebat kerjanya (kerja sesuai permintaan). Tak ada yang lebih kerja sesuai deadline dan sesuai apa yang diminta. Apa yang terjadi ? Ibadah dan doa saya yang diharapkan memberi percepatan kerja yang maksimal tidak terjadi (belum dikabulkan). karena iman saya tidak kuat juga, iman itu pun melemah. Hanya sekedar iman. Untuk mengatasi hal ini saya pun mesti hebat dalam ilmu pekerjaan, sekalipun tidak diminta. Memberi yang terbaik dan dinamis setiap saat (berubah) sehingga apa yang saya kerjakan melebihi harapan dari atasan saya. Apa akibatnya ? Saya dipercaya dan Allah izinkan dengan ibadah dan doa saya menjadi nyata dengan perbaikan pendapatan. Saat seperti inilah saya menyelaraskan iman dan kerja dalam satu garis lurus. BUkankah iman itu perlu pembuktian ? Pembuktiannya adalah lewat ibadah, doa dan kerja yang berkualitas.
Ternyata saya menemukan sendiri petunjuk dari Allah, rasanya tidak mungkin jika saya sudah beriman tapi kok amalannya tidak hebat. Ada yang kurang pas. Maka Iman itu percaya, kemudian Islam itu yakin dan semakin sempurna dengan ihsan. Ihsan inilah yang mendasari kesadaran yang saya maksud. Selama ini saya fokus pada iman dan islam. Bayangkan saat saya sadar kepada Allah, apa yang terjadi ? Saya merasa dilihat dan diawasi Allah dan para malaikatnya. Dengan iman yang ada, saya jadi menjaga sikap dan perilaku saya. oh ya, Ihsan seperti ini masih kelas dua, yang lebih tinggi lagi adalah kita seolah melihat Allah. Penerapan ihsan yang bener menyebabkan saya pasti ingin berbuat yang baik (amal saleh). Saya pasti takut melakukan ketidaktaatan kepada Allah, dimana sekecil apapun dibalas Allah. Ada perkataan saya terkendali melakukan hal baik (amal saleh), semakin banyak saya berbuat baik ... saya pun merasakan dampak hasil positifnya. Apa yang terjadi ? hasil yang saya peroleh dari berbuat baik itu semakin menguatkan iman saya.
Dapat saya simpulkan bahwa saat saya bekerja yang bener (efektif dan efisien) dan juga meningkatkan nilai ibadah yang saya lakukan. Semua ini karena saya merasa ada Allah, di awasi Allah dan dilihat. Hasilnya saya mendapatkan kebaikan dari perbuatan baik itu dan menguatkan keimanan saya. Selanjutnya ? Saya semakin kuat beribadahnya. Dengan kata lain, semakin kuat saya mengejar dunia nafkah saya, maka semakin besar pula saya meningkatkan ibadah saya (iman saya). Dari pengalaman inilah saya ingin berbagi kepada siapapun tentang penerapan kesadaran kepada Allah ini dalam dunia kerja atau kehidupan kita. Output yang dihasilkan adalah semakin produktif dalam bekerja atau beraktivitas.
Dengan pengalaman saya sebagai trainer profesional, maka saya buatkan pelatihan kesadaran kepada Allah. Awalnya saya memberi judul kesadaran spiritual, tapi akhirnya saya menggantinya dengan kesadaran kepada Allah karena khawatir terjadi kesalahpahaman. Kata spiritual sudah menjadi bahasa umum dan kurang islami. Pelatihan ini sudah saya lakukan sejak 2006 sampai sekarang. Alhamdulillahirabbil alamin, pelatihan yang saya sampaikan memberikan dampak hampir di atas 90% kepada peserta.
Insya Allah apa yang share dalam tulisan ini menjadi inspirasi, motivasi diri untuk menjadi semakin baik. Inilah cara saya memberdayakan diri saya untuk meningkat iman dan kerja saya. Orang bilang ini motivasi islam.
Munir Hasan Basri
Selasa, Juli 22, 2025
Apa iya waktu itu bisa diatur ?
Salam bahagia selalu, Insya Allah selalu ada waktu untuk mengembangkan diri menjadi semakin baik hari ini.
Hari ini saya menulis tentang manajemen usaha dan waktu. Manajemen usaha dan waktu adalah dua hal yang berbeda, tapi saling berkaitan. Untuk itu saya membuat judulnya adalah apa iya waktu bisa di atur ? Mestinya waktu itu tidak bisa diatur, sudah berjalan sebagaimana mestinya. Kita mikir aja, waktu berjalan. Kalau kata manajemen waktu itu adalah memanage atau mengelola waktu dengan bener agar produktif. Sebenarnya mengelola waktu itu sebenarnya adalah manajemen kemampuan diri, mengelola kemampuan diri untuk bisa mengerjakan sesuatu dengan efektif dan efisien. Efektif berarti kemampuan dan apa yang kita kerjakan adalah paling tepat caranya, dan efisien menghasilkan waktu yang tepat. Oke dong, kalau ingin mengelola waktu mesti berfokus pada mengelola kemampuan diri. Dan soal waktunya adalah kita bisa menempatkan kemampuan kita pada waktu yang tepat, direncanakan dan diterapkan dengan benar.
Kalau ditanya siapa saya (kita) ? Banyak orang menjawab namanya, atau identitas dirinya seperti pernah sekolah atau kuliah dimana, tinggal dimana, orang tua siapa, atau kerja dimana dan sebagai apa. Banyak lagi jawaban sejenisnya. Bener nggak sih jawabannya ? Bener aja. Tapi kita perlu merenungkan bahwa identitas siapa saya itu merupakan identitas yang ada diluar diri. Identitas dari luar itu sangat relatif dan bukanlah diri kita sendiri. Kalau ditanya terbalik, apakah pekerjaan saat ini adalah saya (kita) ? Pasti bukanlah saya (kita), saya adalah saya. identitas luar itu sangat relatif karena bisa berubah yang tergantung pada diri kita. Bayangkan kalau identitas itu hilang atau berkurang, seperti saya adalah pemilik rumah mewah di komplek itu. Dengan tidak memliiki rumah lagi, maka saya (kita) pun menjadi "hilang" identitas. Lalu siapa saya ? Saya berikan contoh lagi, saat kita memiliki mobil dan mobil itu mengalami kecelakaan dan kitanya sih sehat. Apa respon kita terhadap kecelakaan itu ? Pasti kesel, marah dan mengeluh, kita tidak punya mobil lagi. Tapi kitanya tidak apa-apa, sehat bugar. Kok bisa kita marah ? Hal ini karena kita sudah merasa memiliki mobil itu dengan kuat yang membuat kita selama ini merasa nyaman. Rusak mobil itu mengganggu kenyaman kita, maka kita marah (emosional). Sekarang, apakah marah itu saya (kita) ? Pasti kita mengatakan tidak, tapi kita ingin disebut siapa saya adalah saya orang baik. Lalu kita bertanya, kok bisa saya adalah orang baik ?? Bayangkan kalau saya orang baik terus, maka saya pasti kerja yang baik, bisa mengelola diri agar bisa kerja yang efektif dan efisien (produktif). Bisa usaha nggak ? Pasti dong, bisa mengelola waktu nggak ? pasti bisa. Berikut ini bagaimana kita menjawab saya adalah orang baik ?
Setelah meniadakan indentitas diri yang bukan diri kita, maka tersisa adalah saya adalah orang baik. Sebenarnya saya orang baik inilah yang membuat kita dapat memiliki identitas di luar diri kita, seperti uang banyak, rumah, mobil dan sebagainya. Mari kita mulai dengan memahami referensi yang benar tentang diri kita, yaitu dengan Al Qur'an.
Ayat pertama ini Allah berfirman bahwa Allah mau menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Lalu ada feedback dari malaikat yang meragukannya, bukannya menjadi khalifah tapi malah membuat kerusakan dan pertumpahan darah. Lalu Allah menjawab bahwa "Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Bisa jadi inilah kekuatan dari manusia dari makhluk lainnya.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. [2] Al-Baqarah : 30)
Ayat selanjutnya Allah berfirman, tentang asal usul manusia. Dulu mati (tidak ada), lalu diciptakan (dihidupkan), dimatikan dan dihidupkan kembali. Apa yang kita pahami dari ayat ini adalah rasa bersyukur atas rahman Allah ini. Allahlah yang menciptakan kita BUKAN kita menciptakan diri kita sendiri.
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (Al Baqarah, 2 : 28)
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
(Ath Thuur, 52 : 35)
Senin, Juli 21, 2025
Jangan buru-buru minta tolong ?
Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu bisa menikmati kebahagiaan hari ini.
Hari ini ada yang mengganjal saya dalam kehidupan sehari-hari, perhatikan hal berikut :
Saat sakit, kita buru-buru ingin cepet sembuh. Apa yang dilakukan ? Istighfar dan mohon maaf kepada Allah, lalu kita bersegera untuk berobat ke dokter. Dengan membaca Bismillah kita minum obat dan berharap kepada Allah bisa sembuh (berdoa). Semua itu dilakukan segera setelah sakit ... itulah reaksi cepat kita lakukan dan terus sampai kita sembuh.
Bagaimana kalau kita mengalami kesulitan ? Hampir mirip, banyak beribadah dan berdoa. Bekerja lagi dan lagi, dimana kerja kita masih sama. Kita mudah percaya bahwa ibadah dan doa itu lebih cepat menjadi solusi atas kesulitan. Apakah kita mau banyak belajar dan memahami kesulitan kita ? Belajar ilmu yang dapat mengantarkan kita kepada kemudahan.
Kesulitan itu bisa kita mengalami kekurangan pendapatan, dimana kebutuhan lebih besar dari apa yang kita dapatkan. Hal ini berdampak kepada sakit karena tidak cukup uang untuk membeli makanan. Kesulitan itu ditunjukkan pula oleh stress pekerjaan karena memang tidak cukup ilmu menyelesaikannya atau tidak bisa memenuhi waktu kerja yang semakin cepat.
Kata kunci solusinya adalah banyak ibadah dan berdoa kepada Allah, segera dan terus dilakukan. Sikap dan perilaku ini terus dilakukan sampai masalah kita selesai. Tidak ada yang salah ...
Renungkan ayat berikut ini
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya). (QS. [15] Al-Hijr : 3)
لَا يَسْـَٔمُ الْاِنْسَانُ مِنْ دُعَاۤءِ الْخَيْرِۖ وَاِنْ مَّسَّهُ الشَّرُّ فَيَـُٔوْسٌ قَنُوْطٌ
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.
Al-Isra' ayat 11
وَيَدْعُ الْاِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاۤءَهٗ بِالْخَيْرِۗ وَكَانَ الْاِنْسَانُ عَجُوْلًا
Dan Manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.
Sekali lagi, "penderitaan" atau "kesenangan" adalah ujian Allah, maka bersabarlah. Bersabar bukan hanya diam dan menerima apa adanya, tapi bersikap ikhlas, semua kembali kepada Allah, dengan ikhlas membuat kita bisa berprasangka baik kepada Allah. Ini adalah ujian yang membawa kita untuk introspeksi dengan belajar ilmunya dan akhirnya kita memperbaiki keadaan menjadi lebih baik.
Bandingkan ... misalkan saat sakit. Sikap dan tindakan kita yang terburu-buru menyebabkan kita tidak bisa berpikir sehat. Lalu ke dokter atau dan minum obat . Beberapa hari kemudian belum sembuh, terus kita seperti bertanya,"sudah ke dokter dan minum kok belum sembuh ?" Inilah hasil sikap terburu-buru. Ke dokter lagi ? Ya dan minum lagi. Kalau kita percaya kepada Allah, hanya Allahlah yang menyembuhkan sakit kita. Dengan sabar yang membuat hati tenang dan memahami apa yang terjadi, ikhlas, kembali kepada Allah, berilmu dan berobat bila perlu.
Catatan bahwa ketika orang sakit, menurut para pakar adalah keadaan dimana tubuh kita sedang menyembuhkan diri (kemampuan menyembuhkan dari diri sendiri). Kemampuan menyembuhkan diri sangat positif didukung jiwa yang tenang, prasangka baik kepada Allah dan didukung ilmu yang bener.
Featured post
Udah bisa bangun paginya
Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...
-
Banyak orang diperdaya dirinya dan senang, hasilnya materi. But sedikit orang berdayakan dirinya dan bahagia, hasilnya produktif bisa mendap...
-
Setelah saya menulis membangun training center dari nol , saatnya saya bercerita mengembangkan training center itu sendiri. Bermodal awal ...
-
Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan. Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam ...