Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Sabtu, Agustus 16, 2025

Senangnya bangun pagi

Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan memaknai hidup hari ini, tidak ada kata yang pas untuk merespon dari rahmat dan karunia Allah ini dengan bersyukur. Tak hanya bersyukur secara lisan, tapi lakukan sesuatu untuk melihat nikmat Allah itu dengan hati dan menindaklanjuti agar mendapatkan nilai plus (ditambah nikmat oleh Allah).

Boleh dong kita simak 3 sahabat ngobrol tentang bangun pagi
🎙️ Obrolan Ringan: Myra, Mamat, dan Bujang
Myra: Eh, kalian baca nggak tulisan Munir soal bangun pagi jam 02:30? Gila sih, tapi keren banget! Aku jadi mikir, selama ini bangun jam 6 aja udah kayak prestasi 😅
Mamat: Haha, sama! Tapi aku setuju sih, bangun pagi itu emang beda auranya. Apalagi kalau bisa isi waktu itu dengan hal positif. Tapi jujur, aku pernah coba bangun jam 3, cuma bertahan 2 hari 😅
Bujang: Wah, aku malah belum pernah nyoba. Tapi tulisan Munir itu bikin aku mikir, ternyata bangun pagi tuh bukan cuma soal alarm, tapi soal mindset dan persiapan mental ya.
Myra:Iya, dia bilang soal pikiran bawah sadar tuh menarik banget. Jadi kita harus senang dulu sama ide bangun pagi, baru bisa konsisten. Kayak harus punya alasan kuat, bukan cuma ikut-ikutan.
Mamat: Betul. Aku suka bagian dia bilang “Just do it aja.” Tapi juga penting punya ilmu dan strategi. Jadi bukan asal bangun, tapi tahu mau ngapain setelah bangun.
Bujang: Dan yang paling keren, dia kasih contoh CEO dunia yang bangun pagi. Jadi bangun pagi itu bukan cuma soal religius, tapi juga soal sukses dan disiplin.
Myra:Aku jadi pengen bikin jurnal pagi deh. Bangun, tulis niat, dzikir, terus olahraga ringan. Siapa tahu bisa jadi kebiasaan baru yang bikin hidup lebih berkah.
Mamat: Yuk kita mulai bareng! Bikin grup aja, saling ingetin tiap pagi. Biar nggak cuma semangat di awal doang 😄
Bujang: Setuju! Kita mulai dari niat, terus bikin rutinitas kecil. Lama-lama jadi kebiasaan. Kita adalah kebiasaan kita.

Lanjut mari kita mulai dengan mengevaluasi diri yang masih belum banyak berubah. Melakukan yang sama sampai hari ini dan tidak mendapatkan maknanya. Lalu ? Kita disadarkan untuk berpikir kita mesti bersyukur untuk berubah. Berubah itu luas, jadi buatlah perubahan kecil yang bisa dikonsistenkan. apa iya ? Bagaimana kita bangun pagi jam 02:30 dan mengisinya dengan tindakan positif atau kita kenal sebagai amal-amal saleh. Saya pernah melakukan ini sekian tahu, tapi sekarang merasa kehilangan itu semua dan hanya tersisa bangun paginya saja.

Seperti biasa banyak orang ingin berubah, langsung mengambil tindakan berubah. Misalkan merubah kebiasaan bangun pagi, maka dalam pikirannya yahh, tinggal bangun aja besok pagi jam 02:30 pakai alarm. Bangun pagi nggak besoknya ? Ada yang bangun dan ada yang tidak bangun. Apakah harus begitu ??? Setelah mendalami lebih lanjut, ternyata yang bisa bangun pagi itu kembali lagi tidak bangun pagi. Niat dan semangatnya hanya di awal saja. Seminggu lebih perubahan itu kembali ke asal kebiasaan dulu. Berikutnya jika ingin bangun pagi lagi ... menghadirkan semangat dan niat yang kuat untuk bangun pagi. Apakah ini salah ? Tidak ada yang salah, tapi perlu melakukan yang lebih baik dengan ilmu. Mari kita ciptakan kebiasaan bangun pagi dengan persiapan yang mateng, tapi ingat juga mulai ya mulai aja untuk bangun pagi. Lalu bertahap mulai memperbaiki pengetahuan agar kebiasaannya menjadi nyata yang konsisten.

Kita mulai dari sini aja, bukan karena ini menjadi yang pertama. Tapi apa yang ingin disiapkan juga agar berikutnya menjadi yang hal berikutnya dan pelengkap lainnya. Terkadang ingin mengubah kebiasaan karena ada alasan tersendiri. Misalkan mengapa orang bangun pagi ? karena bangun pagi mendorongnya untuk menjadi sukses. Kalau bukan ingin sukses buat apa bangun pagi. Ini hanya salah satu alasannya. Maka bagaimana perilaku orang sukses itu ? Ternyata mereka bangun pagi dengan alasan waktu pagi itu waktu yang disebut gold time bagi kehidupan mereka. Ada yang mengatakan bangun pagi itu menjadi rahasia mereka sehat dan dengan sehat itu mereka bisa berpikir cemerlang. Dan sebagainya. Berikut ini beberapa contoh tokoh sukses yang memang biasa bangun pagi  

Banyak CEO terkenal dunia memang memiliki kebiasaan bangun pagi, bahkan sebelum jam 5 pagi, dan hal ini didukung oleh berbagai alasan strategis dan psikologis. Berikut adalah hasil dari beberapa survei dan wawancara:
CEO Dunia yang Bangun Pagi, Contoh CEO dan Waktu Bangunnya:
  1. Tim Cook (Apple): Bangun sekitar jam 3:45 pagi untuk membaca email dan berolahraga.
  2. Howard Schultz (Starbucks): Bangun sekitar jam 4:30 pagi untuk berolahraga dan merencanakan hari.
  3. Robert Iger (Disney): Bangun jam 4:30 pagi, membaca berita dan berolahraga .
  4. Jeff Bezos (Amazon): Meski tidak bangun ekstrem pagi, ia menekankan pentingnya tidur cukup agar bisa berpikir jernih.
  5. Elon Musk (Tesla & SpaceX): Bangun sekitar jam 7 pagi, langsung mengecek email penting.
📊 Dari hasil Survei CEO Amerika (Inc. 5000) 
  1. 64% CEO bangun paling lambat jam 6 pagi
  2. 37% bangun jam 06:00
  3. 27% bangun jam 05:00
  4. 5% bangun jam 04:00 atau lebih awal
  5. Hanya 5% yang bangun jam 08:00 atau lebih siang 3
🔍 Alasan CEO Bangun Pagi

Waktu tenang untuk berpikir strategis
Pagi hari bebas dari gangguan, cocok untuk membuat keputusan penting.

Disiplin dan kontrol diri
Bangun pagi melatih disiplin yang menular ke tim dan budaya kerja.

Perasaan menang sejak awal hari
Saat orang lain masih tidur, mereka sudah menyelesaikan banyak hal.

Waktu untuk diri sendiri
Bisa digunakan untuk olahraga, meditasi, membaca, atau menulis jurnal.

Efisiensi dan perencanaan hari kerja
CEO menggunakan pagi untuk menyusun agenda dan menetapkan prioritas.

✨ Kesimpulan dari survey tersebut :
Kebiasaan bangun pagi bukan hanya soal waktu, tapi soal mentalitas kepemimpinan, disiplin, dan strategi hidup. Banyak CEO sukses dunia memanfaatkan pagi sebagai waktu emas untuk memulai hari dengan tenang, fokus, dan produktif.

Berikut adalah jadwal pagi ala CEO sukses bisa dijadikan sebagai inspirasi atau panduan harian:
  1. Catat dan bangunlah pada Waktu (mulai dari 03:45 hingga 08:00)
  2. Lakukan Aktivitas (seperti bangun, olahraga, meditasi, sarapan, dll.)
  3. Selalu memiliki Tujuan Aktivitas (alasan strategis di balik setiap kegiatan)
  4. Catatan Pribadi (bisa kamu isi sesuai pengalaman harian)
Dari tulisan tentang CEO ini bisa menjadi panutan kita. Paling tidak memiliki kebiasaan bagus untuk langkah kita menjadi sukses. Orang suka bilang "role model", model yang bisa dijadikan referensi untuk sukses. Memang tidak menjamin 100% kita bisa sukses. Mereka CEO itu telah membuktikan faktor bangun pagi bisa menjadi faktor kesuksesan mereka. Jika kita tidak suka dengan perilaku mereka, maka kita bisa mencari role model lain. 

Tujuan dari artikel ini adalah membuat kita senang dengan keinginan kita untuk bangun pagi dan bangun pagi ini adalah ciri orang-orang sukses. BUkankah kita senang ingin "meniru" mereka untuk sukses ?? Ini menjadi salah satu pendorong kita untuk bangun pagi. Lalu ? ada perasaan senang. Perasaan senang ini menjadi bekal untuk konsisten. Apa lagi ? Perasaan senang membawa kita berimajinasi dan ingin selalu menguatkannya (afirmasi). Imajinasi dan afirmasi ini menjadi bagian dari pikiran bawah sadar kita. 

Tahukah pikiran bawah sadar itu menjadi faktor penentu dalam kita mengambil tindakan untuk bangun pagi, selain faktor pikira sadar kita. Porsinya pikiran bawah sadar itu memegang 88% dan pikiran sadar hanya 12% (dari hasil penelitian dan survey berbagai lemvaga). Mengapa hal ini menjadi penting ? Seperti diungkap dari awal, ada orang yang bisa bangun pagi tapi seiring waktu tidak konsisten. Salah satu sebabnya adalah pikiran bawah sadarnya tidak mendukung pikiran sadarnya. Disini ada "konflik" secara sadar kita ingin bangun pagi, tapi sebelum adanya pemahaman senang dengan bangun pagi untuk mencapai tujuan tertentu, kita masih ada keraguan dan hambatan :
Apa saya bisa bangun sepagi itu ?
Apakah saya tidak ngantuk setelah paginya ?
Kalau saya bangun, terus saya melakukan apa saja ?
Terus kalau saya bisa bangun pagi mau jadi apa ?
dan banyak lagi.
Mungkin kita tidak sadar, keraguan dan hambatan ini bisa mengundang hal yang tidak positif. Orang sih bilangnya LOA (Law of Attraction), ketakutan itu mengundang alam semesta merepson kepada tidak bangun pagi. Kok bisa ? Alam membaca sinyal (yang disebut vibrasi) dari pikiran bawah sadar secara otomatis. Maka kondisi ini sering kita "iya atau tidak" untuk bangun pagi. Penjelasan ini adalah ilmu tentang diri kita. Maka mengapa saya mengajak kita senang dulu agar pikiran bawah sadarnya mensupport pikiran sadar kita. 

Pasti ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju. Yang tidak setuju pasti tidak menerima pemahaman di atas. Insya Allah ini adalah bagian pertama dari saya tentang membentuk kebiasaan bangun pagi. Ada banyak hal lain yang mesti kita bangun. Tapi ingat bahwa mau bangun pagi jam 02:30 just do it aja. Apa yang saya tulis adalah menyempurnakan dan membuat kita konsisten dalam bangun pagi.

Bagaimana ? Dengan pengetahuan ini, kita sudah mensinkronkan pikiran bawah sadar dan pikiran sadar sejalan. Pikiran sadar mau bangun pagi, lalu disupport pikiran bawah sadar dengan senang bangun pagi karena ingin sukses dengan role model yang ada. Kuatkan terus imanjinasi tentang role model agar kita menjadi seperti mereka. 

Insya Allah tulisan ini menjadi inspirasi dan cara untuk memberdayakan diri kita menjadi semakin baik. Kita adalah kebiasaan kita. Cek dong siapa kita ?? Masih banyak kebiasaan yang tidak mendukung kita menjadi sukses. Jadi inilah bagian yang bisa memotivasi diri kita untuk lebih baik (sukses). Wawasan ilmu lainnya dapat menambah semangat dan motivasi diri menjadi lengkap. Salah satu motivasi itu adalah motivasi Islam yang dibahas pada tulisan berikutnya. 

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Jumat, Agustus 15, 2025

Ketika Nurani Bertabrakan dengan Perintah Atasan

 Salam bahagia selalu, Insya Allah kita dapat mengatasi masalah demi masalah dan mendapatkan kebaikannya. Aamiin

Hari ini ingin berbagi ada kejadian Mamat yang menghadapi masalah. Masalah memPHK karyawannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan adalah perusahaan merugi sehingga tidak mampu membayar lagi. Tapi Mamat sebagai manager tahu bahwa perusahaan tidak rugi-rugi amat, masih ada untung walapun sedikit. Mungkin menginformasikan hal ini menjadi berat bagi Mamat, karena berbohong. Dan ditambah perusahaan tidak mau membayar pesangon besar, hanya ingin membayar di bawah 50%. Karyawan diminta mundur bukan dipecat. Bertambahlah beban Mamat karena tidak sesuai hati nuraninya. 

Tak hanya itu, akibat dari "pengurangan karyawan", berdampak kepada karyawan yang tersisa. Masalahnya lagi ... Karyawan diminta bekerja double untuk mengerjakan karyawan yang di PHK. Sebenarnya nggak masalah, tapi karyawan merasa bekerja lebih banyak dengan gaji tetap. Begitu Mamat sebagai manager menanggung beban berat, stress dan uring-uringan untuk mengeksekusinya. Mamat masih untung masih dikenal baik oleh karyawannya. Ada sih yang protes, kok diminta mengundurkan diri sih ? Kenapa nggak jujur aja. Beberapa karyawan melihat kondisi bos dan pemilik perusahaan menampilkan gaya hidup mewah seperti tidak ada yang salah dengan perusahaan.  Akhirnya Mamat curhat juga sama sahabatnya karena tak kuat menjalaninya sendirian. 


Seperti biasa 3 sahabat nongkrong di Warung Pecel Lele sambil makan malam.
Mamat: (menghela napas panjang)
"Aku bener-bener bingung, Ra, Jang. Bos nyuruh aku PHK karyawan. Katanya perusahaan rugi. Tapi itu nggak sesuai kenyataan, Saya lihat sih nggak rugi. Yang parah lagi, karyawan diminta mengundurkan diri bukan di PHK, rasanya kayak nginjak-injak nurani saya. Perintahnya perusahaan tidak mau bayar pesangon besarm, hanya bisa membayar 40%nya.  
Myra: (menatap Mamat dengan empati)
"Mat, kamu udah kerja keras selama ini. Aku tahu kamu orangnya lurus. Tapi kadang dunia kerja memang nggak ideal. Pertanyaannya, kamu masih bisa bertahan tanpa kehilangan dirimu sendiri nggak?"
Bujang: (menyeruput kopi lalu bersandar santai)
"Mat, jujur aja ya, kalau kamu terus-terusan mikirin idealisme, bisa-bisa kamu dimakan sistem. Tapi aku juga nggak bilang kamu harus ikut-ikutan salah. Cuma... kamu harus pintar main posisi."
Mamat: "Aku udah coba ngomong baik-baik ke Bos. Tapi dia malah bilang aku terlalu idealis. Temen-temen juga nyuruh aku santai aja, katanya semua orang juga ngelakuin itu."
Myra: "Kalau kamu ikut-ikutan, kamu bakal kehilangan rasa hormat ke diri sendiri. Tapi kalau kamu frontal, kamu bisa jadi target. Gimana kalau kamu cari cara elegan buat nolak? Misalnya, kamu tetap meneruskan PHK, tapi kasih catatan bagi karyawan tertentu"
Bujang: "Atau kamu simpan semua bukti. Siapa tahu suatu saat ada audit, kamu bisa tunjukin kalau kamu nggak ikut main kotor. Jangan langsung perang, tapi siapin tameng."
Mamat: (mengangguk pelan)
"Iya, aku juga kepikiran buat nyatet semua kejadian. Tapi kadang aku ngerasa sendirian. Kayak nggak ada yang dukung."
Myra: "Kamu nggak sendirian, Mat. Kita di sini buat dengerin dan bantu mikir. Kamu punya nilai, dan itu mahal. Jangan jual murah cuma karena tekanan."
Bujang: "Betul. Tapi jangan jadi martir juga. Main cerdas. Kalau bisa, cari sekutu di kantor. Siapa tahu ada yang punya prinsip sama kayak kamu."
Mamat: "Terima kasih, kalian. Obrolan ini bikin aku lebih tenang. Aku bakal coba tetap jaga integritas, tapi juga cari cara supaya nggak jadi korban."
Myra: "Good. Ingat, kamu bisa tetap kuat tanpa harus keras. Bijak itu bukan berarti lemah."
Bujang: "Dan kalau suatu saat kamu mutusin buat cabut, pastiin kamu punya tempat baru yang lebih sehat. Jangan bertahan di tempat yang bikin kamu hancur pelan-pelan."
Mamat : Saya melakukan pasti saya juga yang menanggung akibatnya. keadaan yang memaksa, Insya Allah yang Maha Melihat tahu keadaan saya yang sebenarnya. Terima kasih temen, saya mesti memilih yang sebenarny tidak ada pillihan. Kalau saya masalah dikemudian hari, pastilah cara penanganannya juga. Intinya perusahaan tidak mau rugi atau mengeluarkan uang yang seharusnya dikeluarkan.

Mamat yang kalem itu dapat bernegosiasi dengan karyawan dan menyelesaikan PHK dengan cara yang perusahaan mau. Dalam hati Mamat,"Insya Allah semua karyawanku segera diberikan pekerjaan yang lebih baik". Ada yang terjadi ? Mamat terlihat stress dan merasa bersalah dengan karyawannya. Tapi hidup mesti jalan terus ... berselang waktu, Mamat dapat bekerja seperti biasa lagi.

Kalau mau jujur, hanya sedikit perusahaan yang fair play dengan karyawan. Terutama perusahaan asing dan perusahaan yang pemimpinnya memiliki integritas tinggi dalam berbisnis. Tapi Mamat juga bertanya kepada temen yang bekerja di perusahaan lain (lokal), ternyata sama juga.

Renungkan Buat bos-bos yang tidak fair dalam mengelola karyawannya  ...
1. Apa iya perusahaan hanya ingin untung saja dari cara "memanfaatkan" kemampuan karyawannya. Apa tidak terpikir oleh pemilik perusahaan suatu saat nanti roda berputar yang bisa menyebabkan perusahaan bener-bener rugi ??
2. Tidak fair dalam mengelola perusahaan bisa mendorong perusahaan tidak memiliki karyawan (sdm) yang berkualitas. karyawan yang cerdas pasti memiiki hati nurani, yang hanya bekerja sebentar saja dan mencari perusahaan lain yang lebih baik. 
3. Di dunia ini masih ada hukum alam. Siapa yang berbuat, dia yang menuai.
4. Karyawan yang bertahan mengikuti kemauan perusahaan adalah karyawan juga bisa berpikir licik, cenderung tidak bekerja produktif. Karyawan mengerjakan apa yang diminta, dan bisa juga mengambil haknya dengan cara yang tidak diketahui Bos. Lingkungan seperti ini terlihat baik tapi bobrok.
5. Apa Bos dan pemilik perusahaan itu tidak memliki hati ??? Tanpa hati pasti perusahaan itu dibangun untuk mengambil untungnya saja dan cenderung keadaan ini dinilai sebagai perusahaan yang dibangun dengan niat "jahat". Memang awalnya terlihat baik dan seiring waktu diketahui karyawan yang punya hati dan pasti meninggalkan perusahaan ini.

Beberapa tahun kemudian, Mamat dan sahabatnya meninggalkan perusahaan itu dan memilih perusahaan yang lebih baik. 3 sahabat ini bersyukur atas semua itu.

Insya Allah kisah di atas dapat menjadi seseorang yang membangun perusahaan memperhatikan aspek karyawan dengan benar. Seorang manager tidak disebut manager kalau tidak punya bawahan. Karyawan memiliki andil saat dia memiliki kemampuan yang diwujdukan dengan kerja ikhlas, berbuah produktivitas. Jadi tidak ada perusahaan yang untung kalau karyawannya tidak ikhlas. Memaksa atau membohongi karyawan menunjukkan karyawan tidak ikhlas alias kerja tidak produktif. Lihatlah karyawan jika perusahaan tidak maju-maju untuk sekian tahun yang sudah dilewati.


Bagi karyawan memiliki  amanah yang mulia untuk bekerja produktif agar memberi kebaikan bagi perusahaan dimana tempat mereka bekerja. Dengan kontribusi ini diharapkan Bos atau pemiliki perusahaan mampu melihatnya sebagai bagian penting perusahaan. Ada kepercayaan dan ada perhatian yang membuat Bos yang punya hati membangun perusahaan dengan membangun karyawannya dengan baik. 

Insya Allah tulisan ini bisa menjadi motivasi diri bagi setiap orang untuk mampu mengharmoniskan hati dalam keputusan kerja. Berdayakan diri dengan mengaplikasi kemampuan dan keberanian agar keputusan yang diambil jadi keputusan yang semakin baik. Jangan lupa bahwa motivasi Islam memberi solusi bagi setiap persoalan yang kita hadapi.

Sahabatmu
Munri Hasan Basri



Kamis, Agustus 14, 2025

Menolak itu bukan dosa

 Salam bahagia selalu, Insya Allah kita diberikan kemampuan untuk mampu mengendalikan diri untuk berbuat baik. Aamiin

Hari ini ngebahas satu hal sensitif, seperti menolak permohonan temen. Terkadang kita nggak enak kepada temen dan mengiyakan untuk membantu. Disini kita mengerjakannya dengan sedikit kurang ikhlas. Dampaknya memang tidak maksimal. Tapi sebaliknya ada orang yang bener-bener selalu iya untuk membantu orang lain dan dilakukan dengan benar dan ikhlas. Orang seperti ini memiliki toleransi tinggi, tak peduli keadaannya sendiri ... yang terpenting dia bisa berbuat baik. Dia menganggap kesempatan yang tak boleh disia-siakan. Sisi lain, ada juga orang yang memang tidak peduli sama orang lain atau cuek atas permintaan orang lain. Orang seperti suka nyeletuk,"emang nggak bisa dikerjakan sendiri" atau langsung menjawab,"maaf saya tidak bisa membantu".

Keadaan di atas, bisa banyak kemungkinannya. Sebenarnya tidak bisa cara bersikap dari satu orang diterapkan kepada orang lain. Ini adalah hak mereka sendiri untuk merespon atau membantu. Orang yang diminta tolong mesti mempertimbangkan banyak hal 



Yang pertama bisa jadi daripada nggak ikhlas menolongnya, sebaiknya ditolak dengan baik
Yang kedua mesti mempertimbangkan kemampuan kita. Jika tidak mampu menolong dengan benar, maka disarankan untuk menyampaikan bahwa saya tidak bisa mengerjakannya atau sudah memberitahu lebih dulu saya tidak bisa mengerjakan dengan baik
Yang ketiga mempertimbangkan kepentingan dalam hal keselamatan atau sejenisnya. Semestinya menolong itu sebaiknya dilakukan.
Yang keempat bisa jadi dilakukan oleh orang yang memang ringan tangan, kebiasaan atau karakternya suka membantu.
dan lainnya yang bisa saja terjadi.


Berikut obrolan di sore hari dari 3 sahabat tentang diminta tolong sama orang. Suasana mendung cukup mendukung 3 sahabat ngobrol sambil makan gorengan dan minum kopi.

Myra: "Aku tuh kadang bingung, gimana caranya nolak orang tanpa bikin mereka tersinggung. Apalagi kalau yang minta tolong itu temen deket."
Bujang: "Iya, aku juga gitu. Pernah tuh, ada temen minta bantuin pindahan, padahal aku lagi sakit kepala. Tapi nggak enak nolak, akhirnya aku bantu juga, pulang-pulang malah demam."
Mamat: "Kalian tuh terlalu baik. Aku sih kalau nggak bisa ya bilang aja nggak bisa. Tapi ya, kadang juga ngerasa bersalah sih setelahnya."
Myra: "Masalahnya bukan cuma soal nolak, tapi kadang kita takut dianggap sombong atau nggak peduli. Padahal kan kita punya batas juga."
Bujang: "Betul. Aku pernah nolak bantuin temen karena harus jaga adik, eh dia malah bilang aku nggak loyal. Padahal kan itu urusan keluarga."
Mamat: "Makanya, penting juga buat jelasin alasan kita. Jangan cuma bilang 'nggak bisa', tapi kasih konteks. Misalnya, 'Maaf ya, aku lagi ada urusan keluarga, jadi nggak bisa bantu sekarang.'"
Myra: "Tapi kadang orang tetap aja tersinggung, walau kita udah jelasin baik-baik."
Bujang: "Mungkin itu tandanya mereka belum ngerti pentingnya saling menghargai batasan. Kita juga harus belajar tegas tapi tetap sopan."
Mamat: "Setuju. Aku pernah baca, katanya 'saying no is a form of self-care'. Kita nggak bisa selalu bilang iya ke semua orang."
Myra: "Wah, itu bagus tuh. Kadang kita lupa jaga diri sendiri karena terlalu mikirin perasaan orang lain."
Bujang: "Jadi intinya, nolak itu bukan berarti kita jahat. Kita cuma lagi jaga diri, dan itu sah-sah aja."
Mamat: "Yang penting cara ngomongnya. Kalau kita nolak dengan empati, orang biasanya lebih bisa nerima."




Hikmah yang bisa diambil dari obrolan itu adalah 
Menolak permintaan orang bukan berarti tidak peduli — itu bisa jadi bentuk menjaga diri sendiri.
Cara menyampaikan penolakan itu penting — gunakan kata-kata yang sopan dan beri alasan yang jujur.
Belajar berkata “tidak” adalah bagian dari kedewasaan — kita punya hak untuk menetapkan batas.
Empati tetap jadi kunci — menolak dengan hati-hati bisa menjaga hubungan tetap baik.

Menolak itu tidak enakan bagi orang tertentu, tapi yang biasa ceplas-ceplos nggak masalah soal apa yang disampaikan. Siapapun orangnya, yang terbaik adalah mesti berucap yang santun.
Cara Menyampaikan Penolakan dengan Sopan
1. Gunakan kata-kata empati
Contoh: "Maaf banget ya, aku sebenarnya pengen bantu, tapi sekarang lagi nggak memungkinkan."
Ini menunjukkan bahwa kamu peduli, tapi punya keterbatasan.
2. Berikan alasan yang jujur dan relevan
Contoh: "Aku lagi ada urusan keluarga hari itu, jadi nggak bisa ikut bantu pindahan."
"Aku lagi fokus ke deadline kerjaan, jadi belum bisa ambil tanggung jawab tambahan."
Alasan yang jelas membuat orang lebih mudah memahami.
3. Tawarkan alternatif (kalau memungkinkan)
Contoh: "Aku nggak bisa bantu hari ini, tapi mungkin besok aku bisa bantu sedikit."
"Aku nggak bisa ikut rapat, tapi aku bisa kirim ide lewat chat dulu."
Ini menunjukkan bahwa kamu tetap ingin berkontribusi meski tidak sepenuhnya.
4. Gunakan nada dan bahasa tubuh yang ramah (kalau tatap muka)
Nada suara yang lembut dan ekspresi wajah yang bersahabat bisa membantu penolakan terasa lebih ringan.
5. Jangan terlalu banyak minta maaf
Terlalu sering minta maaf bisa membuatmu terlihat tidak yakin. Cukup satu kali, lalu lanjutkan dengan penjelasan.
Contoh Penolakan dalam Obrolan Ringan
Myra: "Mat, maaf ya, aku nggak bisa bantu jaga stand besok. Aku ada janji sama keluarga."
Mamat: "Oh, oke Ra. Makasih udah bilang dari sekarang."
Bujang: "Kalau gitu aku coba cari gantinya dulu ya. Tapi makasih udah jujur."
 
Bagi saya berusahalah untuk bisa mengerjakan sendiri dan minimal meminta bantuan orang lain. Dengan demikian kita mesti banyak belajar meningkatkan kemampuan agar mampu mengerjakannya sendiri. Kalaupun kita tidak bisa, maka yang pantas adalah kita mengerjakan dengan ilmu yang ada. Ilmu dan kemampuan yang ada jika dipertemukan dengan pekerjaan yang tidak mudah, dapat mengantarkan kita menjadi bertambah ilmu dan kemampuan. Insya Allah ilmu dan kemampuan kita dimudahkan dan dilancarkan Allah, dan sekalipun meminta bantuan orang lain ... diberi kebaikan dan hikmah.

Insya Allah apa yang 3 sahabat obrolin hari ini bisa memberi inspirasi bagi yang baca untuk bisa melakukan yang terbaik. Syukur-syukur kita diberdayakan dan termotivasi untuk melakukan dengan baik dan sopan. Inilah tulisan buat motivasi diri dari motivasi islam. Kita semua berusaha menjadi bener, dan Allah lah yang mengetahui kebenaran dan tercurahkan kebenaran itu bagi kita semua

Sahabatmu
Munir Hasan Basri











Rabu, Agustus 13, 2025

Ngobrol itu berempati

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kebahagiaan itu menenangkan hati. Hati yang tenang itu memberi banyak kebaikan yang bisa dilakukan. Aamiin

Hari ini saya ngebahas tentang sulitnya membangun team, karena team tidak memiliki semangat bersama untuk mencapai tujuan bersama. Selalu ada uang dalam benak setiap orang agar semangat, tapi apa iya mesti pakai uang untuk menyemangati team. Kadang ada benarnya juga, tapi jika dilakukan menjadi biasa. Lalu apa ada solusi lain ? Emosi yang tidak terkendali ini karena kita fokus kepada solusi ... membuat terbatasnya akal sehat menemukan solusi. Dalam kondisi tenang, kita bisa menemukannya. Ngobrol ? Ya. Ngobrol itu santai. Dengan ngobrol tersebut, hampir semua orang memiliki banyak ide. Ngobrol menciptakan kebersamaan ... menghadirkan semangat.

 “Membangkitkan Semangat yang Hilang”.
Di sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang teknologi, suasana kantor belakangan terasa berbeda. Tidak ada lagi tawa ringan di ruang istirahat, tidak ada obrolan santai di sela-sela pekerjaan. Para karyawan terlihat lesu, bekerja seadanya, dan semangat yang dulu menyala kini meredup.
Pak Damar, sang manajer tim, memperhatikan perubahan itu dengan cemas. Ia bukan tipe pemimpin yang suka marah-marah, tapi ia tahu, jika dibiarkan, kondisi ini bisa berdampak buruk pada produktivitas dan moral tim.
Suatu pagi, ia memutuskan untuk berbicara dengan timnya. Ia mengumpulkan mereka di ruang meeting kecil, tanpa agenda formal, hanya ingin mendengar.
“Saya tahu belakangan ini kita semua merasa berat,” kata Pak Damar membuka pertemuan. “Saya ingin tahu, apa yang sebenarnya kalian rasakan?”
Awalnya ruangan hening. Beberapa karyawan menunduk, yang lain hanya menatap meja. Tapi kemudian, Rina, salah satu staf senior, angkat bicara.
“Pak, jujur saja... kami merasa tidak dihargai. Kerja keras kami seperti tidak ada artinya. Tidak ada apresiasi, tidak ada arah yang jelas. Rasanya seperti jalan tanpa tujuan.”


Beberapa kepala mengangguk pelan. Pak Damar mendengarkan dengan seksama, tidak menyela. Ia tahu, ini bukan saatnya membela diri, tapi saatnya memahami.
Mamat, karyawan muda yang biasanya ceria, menambahkan,
“Mungkin kita perlu duduk bersama, Pak. Bukan cuma bicara soal target, tapi juga soal harapan. Mungkin kita bisa diskusi terbuka, cari jalan bareng-bareng.”
Pak Damar tersenyum. Itu saran yang bijak. Ia pun mengusulkan sesi “kopi dan diskusi” mingguan, di mana semua anggota tim bisa menyampaikan ide, keluhan, dan harapan mereka secara terbuka.
Membangun Kembali Semangat dengan mengadakan pertemuan, 
Pertemuan pertama berlangsung sederhana. Tidak ada slide presentasi, hanya kopi, camilan, dan suasana santai. Tapi dari situ, muncul banyak hal yang selama ini terpendam.
Myra, staf bagian administrasi, mengungkapkan bahwa ia merasa pekerjaannya monoton dan tidak berkembang.
Bujang, dari tim operasional, merasa ide-idenya sering diabaikan.
Mamat, bagian teknis, merasa beban kerja tidak seimbang.
Pak Damar mencatat semuanya. Ia tidak berjanji muluk-muluk, tapi ia berkomitmen untuk mulai dari hal kecil: membagi tugas lebih adil, memberi ruang untuk ide baru, dan mulai memberikan apresiasi, sekecil apapun.
Ia juga mulai menerapkan sistem “penghargaan mingguan”, di mana setiap minggu satu karyawan dipilih berdasarkan kontribusi dan semangatnya. Hadiahnya sederhana—voucher makan siang atau ucapan di grup kantor—tapi dampaknya besar.



Kebersamaan yang Dijaga
Semangat perlahan mulai tumbuh kembali. Karyawan mulai saling menyapa, bercanda, dan yang paling penting: mulai bekerja dengan hati. Mereka merasa didengar, dihargai, dan punya arah.
Pak Damar tidak hanya menjadi bos, tapi juga menjadi pemimpin yang hadir. Ia ikut turun tangan saat tim kesulitan, ia mendengarkan saat ada masalah, dan ia memberi ruang saat ada ide.
“Kita bukan cuma kerja bareng, kita tumbuh bareng,” katanya suatu hari saat menutup sesi diskusi.
Kebersamaan itu menjadi fondasi baru. Tim mulai berani menetapkan target yang lebih tinggi, bukan karena dipaksa, tapi karena mereka percaya bisa mencapainya bersama.
Komitmen Menuju Tujuan Bersama
Beberapa bulan kemudian, tim yang dulu lesu kini menjadi salah satu tim paling produktif di perusahaan. Mereka berhasil menyelesaikan proyek besar lebih cepat dari jadwal, dengan kualitas yang memuaskan klien.
Saat presentasi hasil kerja di depan direksi, Pak Damar tidak mengambil semua pujian. Ia justru mempersilakan Myra, Bujang, dan Mamat untuk berbicara mewakili tim.
“Kami belajar bahwa semangat itu bukan datang dari atas, tapi tumbuh dari dalam. Dan itu butuh ruang, kepercayaan, dan kebersamaan,” kata Myra.
Direksi terkesan. Bukan hanya karena hasil kerja, tapi karena budaya tim yang sehat dan solid.
Pak Damar menutup presentasi dengan satu kalimat yang menjadi pegangan timnya:
“Tujuan besar hanya bisa dicapai oleh tim yang punya semangat besar. Dan semangat itu lahir dari rasa dihargai.”

Kisah ini bukan tentang strategi manajemen yang rumit. Ini tentang hubungan manusia, tentang mendengar, memahami, dan membangun bersama. Ketika seorang pemimpin mau duduk bersama timnya, bukan hanya memberi perintah tapi juga memberi ruang, maka semangat yang hilang bisa kembali menyala.
Dan ketika karyawan merasa dihargai, mereka tidak hanya bekerja... mereka berjuang.

Insya Allah tulisan ini menjadi inspirasi untuk membangun team. Bagi kita, semua bisa memberdayakan diri untuk menjadi karyawan yang terbaik. Bukan bekerja sendiri, tapi bekerja dengan team. Inilah motivasi diri yang terbaik untuk semakin baik. 

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Selasa, Agustus 12, 2025

Karyawan tidak boleh salah, tapi bos ...tak masalah

 Salam sejahtera dan keselamatan bagi kita semua. Insya Allah kita selalu diberikan kesabaran untuk meraih kemajuan yang berarti dalam kerja. Aamiin



Ini yang bisa terjadi pada seorang karyawan. Apa itu ? Kesalahan, yang kecil dan ada yang besar. Kesalahan kecil bisa dimaafkan, tapi bisa jadi karyawan sudah mulai tidak dipercaya alias tidak diberi lagi kepercayaan. Kalau kesalahan besar oleh karyawan, yang pasti dimarahin dan hilang sudah kepercayaan. Tapi kesalahan bos sepertinya dimaafin atau tidak dimasalahkan/tidak dibicarakan. Apakah begitu ? Kalau tanya kepada karyawan, pasti ya begitulah ceritanya. Yang benar jawaban itu mesti kita pertanyakan kepada atasan atau perusahaan. Yang tahu hanya Allah dan atasan sendiri. Atasan berlanjut seperti tidak ada kesalahan dan kesalahan itu diarahkan kepada karyawannya. Percayalah hal seperti ini ... kesalahan itu kembali kepada pelakunya.

Di Ruang Kerja, Suasana Tegang
Bos: Mamat, kamu tahu nggak seberapa besar dampak dari kesalahanmu kemarin? Klien batal kerja sama. Ini bukan hal kecil.
Mamat: (menunduk) Saya tahu, Pak. Saya benar-benar minta maaf. Saya nggak bermaksud bikin masalah sebesar ini.
Bos:Masalahnya bukan cuma soal niat, Mat. Ini soal tanggung jawab. Saya kasih kamu kepercayaan, tapi kamu malah lengah.
Mamat: Saya akui itu kesalahan saya, Pak. Tapi saya mohon, beri saya kesempatan untuk memperbaiki. Saya belajar banyak dari kejadian ini.
Bos: Belajar? Ini bukan pertama kalinya kamu bilang begitu. Tapi hasilnya? Tetap saja mengecewakan.
Mamat: Saya paham kalau Bapak kecewa. Tapi saya nggak mau lari dari tanggung jawab. Saya siap kerja lebih keras, lebih teliti, dan buktikan saya masih bisa dipercaya.
Bos: (diam sejenak, menatap Mamat)
Saya nggak bisa janji langsung percaya lagi. Tapi kalau kamu serius, tunjukkan lewat tindakan. Bukan kata-kata.
Mamat: Terima kasih, Pak. Saya akan buktikan.

Kesalahan Mamat  mesti dipertanggungjawabkan oleh Mamat sendiri. Dimana peran bos nya ? Tapi disisi lain, Mamat berhasil dalam proyek, maka bos lah yang memiliki peran dan nama. Apakah ini lumrah ? Pasti lumrah didalam perusahaan. Tapi ada yang bisa menilai itu ? Siapa lagi bukan Allah. Semua orang pasti salah, tapi Allah menerima kesalahan itu sebagai tobat untuk kemudian memperbaiki diri dan membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Apa bos bisa ? Apa perusahaan bisa ? BISA, kalau bos dan perusahaan memiliki hati dan berada di jalan yang sama, yaitu jalan Allah.

Memang dalam dunia kerja, ada profesionalisme. Bagaimana kalau atasan salah. Apakah atasan itu mau bertanggung jawab atau "mundur" dari jabatannya ? Kayaknya sedikit orangnya, tapi mereka yang lain tidak ingin jabatannya hilang. Apalagi perusahaan, perusahaan tidak mau rugi dengan kesalahan karyawannya. Maka karyawan yang melakukan kesalahan pasti kehilangan kepercayaan atau maksimal sudah tidak dianggap lagi. Yang salah dan bertanggung jawab adalah karyawan yang waras. Sekali lagi kesalahan itu bukan akhir dari segalanya, itu pertanda kita mesti memperbaiki menjadi semakin baik. Atasan, bawahan atau siapa pun tidak pintar-pintar amat, oleh sebab itu jadilah team yang saling melengkapi dan juga saling mengingatkan dalam bekerja. Salah boleh dong, tapi jangan jadikan kesalahan itu dihukum. Apakah jadinya semua orang yang menjadi karyawan dihukum semuanya, lalu apa jadinya perusahaan ? Bisa lebih baik ? Perusahaan dan atasan mememiliki kewajiban "mendeteksi" kesalahan yang bisa terjadi dengan selalu bekajar dan mengajarkan ilmu kepada seluruh karyawan. Dan memberi ruang yang baik untuk wadah belajar dan wadah belajar dari salah.

Tulisan ini mengajak kita untuk melihat kesalahan kerja dari sudut pandang yang lebih manusiawi, psikologis, dan spiritual. Karena di balik setiap kesalahan, ada pelajaran, ada potensi, dan ada harapan. Tidak ada kemajuan karena pernah salah.

Bagian 1: Budaya Kantor dan Stigma Kesalahan
Di banyak organisasi, terutama yang berorientasi pada hasil cepat dan efisiensi tinggi, kesalahan dianggap sebagai ancaman. Karyawan yang melakukan kesalahan sering kali langsung dikucilkan dari proyek penting, tidak lagi dipercaya, bahkan dijadikan contoh buruk.
Budaya seperti ini menciptakan lingkungan kerja yang penuh ketakutan. Karyawan menjadi enggan mengambil risiko, takut berinisiatif, dan lebih memilih untuk “main aman”. Akibatnya, kreativitas dan inovasi terhambat. Padahal, perusahaan yang besar dan sukses justru tumbuh dari keberanian untuk mencoba dan belajar dari kegagalan.

Bagian 2: Psikologi Karyawan dan Dampak Emosional
Ketika kesalahan langsung dikaitkan dengan kelemahan pribadi, dampaknya bisa sangat dalam. Karyawan merasa tidak dihargai, tidak layak, dan kehilangan kepercayaan diri. Rasa takut akan penilaian negatif membuat mereka menarik diri, menjadi pasif, dan kehilangan semangat kerja.
Lebih jauh lagi, alam bawah sadar mulai membentuk pola pikir negatif: “Saya tidak cukup baik”, “Saya tidak layak dipercaya”, “Saya hanya karyawan biasa”. Pola pikir ini bisa memengaruhi performa kerja, hubungan sosial, bahkan kesehatan mental.

Bagian 3: Gaji, Status, dan Rasa Tidak Layak
Ada fenomena menarik yang sering terjadi: karyawan dengan gaji kecil atau status rendah cenderung merasa tidak layak untuk dihargai. Ketika mereka melakukan kesalahan, rasa bersalahnya berlipat ganda karena merasa “sudah gaji kecil, kerja pun salah”.
Ini adalah jebakan psikologis yang berbahaya. Rasa tidak layak membuat seseorang menutup diri dari peluang, tidak berani bicara, dan merasa tidak punya hak untuk berkembang. Padahal, nilai seseorang tidak ditentukan oleh gaji atau jabatan, tapi oleh semangat, integritas, dan kemauan untuk belajar.

Bagian 4: Perspektif Spiritual – Syukur dan Rezeki
Dalam Islam, kesalahan bukanlah akhir, tapi awal dari perbaikan. Allah Maha Pemaaf dan memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk bertobat dan memperbaiki diri. Namun, ada satu hal yang sering dilupakan: syukur.
Ketika seseorang tidak bersyukur atas pekerjaan yang dimiliki, maka ia menutup pintu rezeki. Allah berfirman:

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu kufur, maka azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Rasa tidak puas, keluhan terus-menerus, dan sikap negatif terhadap pekerjaan bisa menjadi bentuk ketidaksyukuran. Dan ketika syukur hilang, nikmat pun tidak bertambah. Termasuk nikmat kepercayaan, ketenangan, dan pertumbuhan karier.

Bagian 5: Kesalahan Sebagai Guru Terbaik
Kesalahan adalah guru yang tidak pernah bohong. Ia menunjukkan titik lemah, mengajarkan kehati-hatian, dan membuka jalan untuk perbaikan. Dalam dunia kerja, kesalahan bisa menjadi bahan evaluasi yang sangat berharga.
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memberi ruang untuk belajar dari kesalahan. Bukan dengan menghukum, tapi dengan membimbing. Bukan dengan mencabut kepercayaan, tapi dengan membangun kembali kepercayaan melalui proses yang adil dan transparan.

Bagian 6: Peran Pemimpin dan Budaya Empati
Pemimpin memiliki peran besar dalam membentuk budaya kerja. Ketika pemimpin bersikap terbuka terhadap kesalahan, memberi ruang untuk refleksi, dan tidak langsung menghakimi, maka karyawan akan merasa aman untuk belajar dan berkembang.
Empati adalah kunci. Memahami bahwa setiap orang punya proses, bahwa kesalahan bukan akhir, dan bahwa kepercayaan bisa dibangun kembali. Pemimpin yang bijak tidak hanya menilai hasil, tapi juga menghargai proses.

Bagian 7: Membangun Lingkungan Kerja yang Manusiawi
Lingkungan kerja yang sehat adalah lingkungan yang manusiawi. Di mana kesalahan tidak langsung dicap sebagai kelemahan, tapi sebagai bagian dari perjalanan. Di mana karyawan merasa aman untuk bertanya, mencoba, dan gagal.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
  1. Membangun budaya feedback yang konstruktif
  2. Memberi ruang untuk evaluasi tanpa penghakiman
  3. Menghargai proses belajar dan perbaikan
  4. Mendorong komunikasi terbuka dan jujur
  5. Menanamkan nilai syukur dan tanggung jawab
Bagian 8: Dari Kesalahan Menuju Kepercayaan
Kesalahan kerja bukanlah akhir dari segalanya. Ia bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih baik—jika disikapi dengan bijak. Jangan biarkan satu kesalahan menghapus seluruh nilai diri. Jangan biarkan stigma menghalangi pertumbuhan.

Sebagai karyawan, kita perlu belajar untuk menerima kesalahan, memperbaiki diri, dan tetap bersyukur. Sebagai pemimpin, kita perlu memberi ruang untuk proses, bukan hanya hasil. Dan sebagai organisasi, kita perlu membangun budaya kerja yang sehat, manusiawi, dan penuh empati.

Karena pada akhirnya, kesalahan bukan kelemahan, tapi kesempatan untuk tumbuh.

Kutipan Inspiratif:
“Kesalahan bukan akhir dari kepercayaan, tapi awal dari pembelajaran. Kantor yang sehat bukan yang bebas dari salah, tapi yang tumbuh dari setiap kesalahan.”

Insya Allah tulisan ini bisa membuka pikiran dan wawasan semua pihak untuk berempati dengan siapa saja, yang pernah salah. Salah itu bisa dipelajari dan bisa diperbaiki. Tidak pernah ada orang yang tidak pernah salah. kalau kita bisa "mengabaikan" kesalahan diri sendiri, mengapa kita tidak bisa memahami kesalahan orang lain. Disalahkan itu membuat luka dan luka itu tak mudah disembuhkan. Hanya Allah yang bisa memaklumi kesalahan siapapun, dan dengan sangat rahman dan  rahiim untuk menerima dan mengajak untuk memperbaiki diri. Inilah cara Islam membangun diri menjadi semakin baik, motivasi Islam. Siapkah kita memotivasi diri agar mengiringinya dengan memberdayakan diri semakin baik ?

Sahabatmu
Munir Hasan Basri



Senin, Agustus 11, 2025

Jangan senyum saat bekerja

Salam bahagia selalu, Insya Allah kebahagiaan itu menjadi bagian kita dalam bekerja. Aamiin 


Apa yang kita pikirkan ? masih dominan tentang kerja. Kerja yang menentukan gaji kita dan seberapa cukupnya untuk kehidupan kita. Kerja selalu menjadi perhatian setiap orang dan telah menyita banyak waktu dalam hidup seseorang. Mulai dari persiapan kerja sampai waktu pulangnya. Kerjanya sih jam 08:00 tapi banyak orang sudah berangkat dari rumah sejak jam 06:00 atau bahkan lebih awal. Begitu juga dengan pulangnya, pulang ya sih jam 05:00 tapi bisa nyampe rumah jam 19:00 atau lebih malam. Itulah yang terjadi, dan Masih ada waktu yang tidak banyak untuk menikmati hidup. Ada yang melewatinya dengan semangat dan senyumannya, tapi disisi lain ada yang senyumnya tak terlihat sekali. Kerja yang dijalani sangat mempengaruhi senyuman dan semangat mereka yang bekerja.

“Kerja Kok Nggak Ada Senyumannya ? Emangnya Kerja Buat Apa ?” yang mengangkat sisi psikologis, spiritual, dan sosial dari fenomena kurangnya senyum di tempat kerja. Di banyak kantor, suasana kerja sering kali terasa berat. Wajah-wajah karyawan tampak tegang, serius, bahkan murung. Senyum menjadi barang langka, seolah hanya muncul saat gajian atau libur panjang. Padahal, kerja adalah bagian besar dari hidup kita. Kalau dijalani tanpa senyum, tanpa semangat, lalu sebenarnya kita kerja buat apa?

Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana, tapi menyimpan makna yang dalam. Apakah kita bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban? Apakah kita merasa tidak layak untuk bahagia karena status kita “hanya karyawan biasa”? Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih dalam yang membuat senyum itu sulit muncul?

 Apa iya ? Senyum dan Energi Kerja itu saling terkait. 

Senyum bukan sekadar ekspresi wajah. Ia adalah cerminan dari energi batin. Ketika seseorang tersenyum, tubuhnya melepaskan hormon endorfin yang meningkatkan rasa bahagia dan mengurangi stres. Senyum juga memperkuat hubungan sosial, menciptakan suasana kerja yang lebih hangat dan produktif.
Namun, ketika tekanan kerja tinggi, beban mental berat, dan gaji terasa tidak cukup, senyum bisa menghilang. Bukan karena tidak ingin, tapi karena tubuh dan pikiran sedang dalam mode bertahan. Alam bawah sadar merespon situasi dengan sikap defensif: fokus, diam, dan kadang sinis.

Apakah Gaji Kecil itu mesti tidak bisa tersenyum. 

Banyak karyawan merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan usaha yang mereka keluarkan. Perasaan ini bisa menimbulkan ketidakpuasan yang diam-diam menggerogoti semangat kerja. Ketika kebutuhan hidup tidak terpenuhi, rasa syukur pun ikut menurun. Dan saat rasa syukur hilang, senyum pun ikut menghilang.
Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal persepsi. Ketika seseorang merasa tidak dihargai, tidak cukup, dan tidak berkembang, maka ia akan kehilangan motivasi. Senyum menjadi korban pertama dari kondisi batin yang tidak sehat.

Alam Bawah Sadar dan Respon Spiritual

Tanpa disadari, pikiran negatif tentang pekerjaan dan gaji bisa tertanam dalam alam bawah sadar. Pikiran ini mempengaruhi cara kita berinteraksi, cara kita memandang diri sendiri, dan bahkan cara kita beribadah. Kita menjadi mudah mengeluh, sulit bersyukur, dan merasa hidup tidak adil. Alam bawah sadar ini sangat berpengaruh dalam tindakan kita sehari-hari. Semua ini tanpa disadari. kita sering bertanya-tanya "saya melakukan itu tapi saya maunya beda".

Dalam perspektif spiritual, ini adalah titik yang berbahaya. Allah berfirman bahwa siapa yang bersyukur akan ditambah nikmatnya, dan siapa yang kufur akan mendapat azab. Ketika kita tidak bersyukur atas pekerjaan yang kita miliki, kita menutup pintu rezeki yang lebih luas.

Kerja Sebagai Ladang Ibadah dimana kerja (uang) itu sebagai medianya.

Kerja bukan hanya soal mencari uang. Ia adalah ladang amal, tempat kita menanam kebaikan, disiplin, dan tanggung jawab. Ketika kita bekerja dengan niat yang benar, maka setiap aktivitas bisa bernilai ibadah. Bahkan senyum kepada rekan kerja pun bisa menjadi sedekah.
Maka, penting untuk mengubah cara pandang: kerja bukan beban, tapi kesempatan. Senyum bukan tanda kelemahan, tapi kekuatan. Dan gaji bukan satu-satunya ukuran keberhasilan, tapi hanya bagian kecil dari rezeki yang Allah berikan.

Tak salah dan memang semestinya kita Mengembalikan Senyum di Tempat Kerja dan juga di rumah. Awali dengan sadar kepada Allah dan segera ingat kepada Allah. 

Bagaimana caranya agar senyum kembali hadir di tengah tekanan kerja?
  1. Ubah Niat yang selama ini hanya sekedar kerja sebagai cara memenuhi kebutuhan hidup – Niatkan kerja sebagai ibadah dan bentuk syukur atas kesempatan hidup.
  2. Latih bersyukur – Fokus pada hal-hal yang sudah dimiliki, bukan yang belum. Dengan begitu berlatih untuk memanfaatkan apa yang sudah dimiliki menjadi sebuah nilai plus.
  3. Bangun Kebersamaan – Ciptakan suasana kerja yang saling mendukung dan menghargai. Baik bersama temen kerja, atasan dan semua yang terlibat dalam kerja. Dan pasti juga kebersamaan dari dukungan keluarga.
  4. Jaga Kesehatan Mental – Istirahat cukup, hindari overthinking, dan cari waktu untuk refleksi. 
  5. Dekatkan Diri kepada Allah – Dzikir, doa, dan ibadah bisa menjadi sumber ketenangan dan kekuatan.

Kerja tanpa senyum adalah kerja yang kehilangan ruhnya. Kita bukan robot yang hanya menyelesaikan tugas. Kita adalah manusia yang punya hati, punya harapan, dan punya tujuan. Jangan biarkan tekanan dan gaji kecil mencuri kebahagiaan kita. Karena senyum adalah bentuk syukur, dan syukur adalah kunci rezeki.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa berat, coba tersenyum. Bukan karena semuanya mudah, tapi karena kamu memilih untuk tetap kuat.

"Kantor bukan hanya tempat bekerja, tapi ruang tumbuh bersama. Di balik tumpukan tugas, ada senyum, tawa, dan semangat yang membuat setiap hari berarti."

Ini perlu kita lakukan agar kita bisa memaknai apa yang kita lakukan selama hidup. Senyuman adalah awal dari segala hal yang kita lakukan di dunia ini, dalam keluarga dan kerja. Terlihat biasa dan kecil, tapi senyum tidak terjadi saat hati tidak bersih atau tidak dekat dengan Allah.

Insya Allah ini mengingatkan kita bahwa ada hal yang perlu diperhatikan dalam setiap aktivitas (kerja). Tidak sekedar kerja, tapi ada senyum yang lebar atau senyum tipis. Inilah cara memberdayakan diri untuk semakin memotivasi diri menjadi semakin baik. Jadikan motivasi ini semakin kuat.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Minggu, Agustus 10, 2025

Lima tahun tak berubah, Mau ?

Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu tercurahkan kebaikan yang banyak dan mampu membuat kita dinamis dalam menjalani hidup.

Teringat temen lama, Mamat yang sampai 5 tahun ini sepertinya aman-aman aja. Hidup berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, isteri dan anak. Bujang sebagai temen sudah pernah mengingatkan Mamat untuk mengambil langkah perbaikan untuk sesuatu yang lebih baik di masa depan. Bujang, Mamat dan Myra adalah tiga sahabat yang sudah seperti keluarga. Myra yang sudah lebih baik kehidupannya dari Mamat pun ingin keluarga sahabatnya dapat menikmati hidup yang lebih baik. BUkan sekedar bersyukur tapi meningkatkan kemampuan sebagai amanah dari Allah. 

Saya mulai kisahnya dari judul "Lima Tahun Diam, Satu Sore yang Mengubah Segalanya”

Di sebuah Warung kopi kecil di sudut jalan, dekat kantor,  sore yang mendung. Mamat duduk sendiri, menatap kopi yang sudah dingin. Myra dan Bujang datang menyusul dan merasakan ada yang kurang pas dengan Mamat.
Myra: Mat, lo kenapa? Dari tadi diem aja. Biasanya lo yang paling rame kalau udah ngopi sore begini.
Mamat (pelan): Gue lagi mikir, Ra. Tentang hidup gue.
Bujang (bercanda):Wah, berat nih. Biasanya lo mikir cuma pas gaji telat. Sekarang nggak telat. Pasti oke dong ?
Mamat (tersenyum tipis): Gue dapet tawaran kerjaan dari luar. Startup teknologi. Mereka butuh orang buat bangun sistem pelaporan dari nol. Menurut saya tawaran ini menarik.
Myra: Serius? Lo udah lima tahun di sini, Mat. Gak pernah sekalipun lo ngomong mau pindah. Hidup Lo oke-oke aja, tak ada masalah yang berati di kantor dan di rumah.
Mamat: Itu dia. Lima tahun gue ngerjain hal yang sama. Masuk, buka spreadsheet, kirim laporan, pulang. Gaji naik, iya, tapi pelan. Skill ? Gitu-gitu aja. Gue kayak... mandek. Gue dibuat nyaman. Kalau gue pindah, gue memulai hal baru yang belum tentu membuat gue lebih baik. Tapi kantor ini sudah memanjakan gue 5 tahun, tanpa ada perubahan yang berarti. “Zona nyaman itu seperti pelukan hangat di malam dingin. Menenangkan, tapi bisa membuatmu lupa bahwa pagi akan datang.”
Bujang: Tapi lo nyaman kan? Gak ada tekanan, kerjaan lo udah lo kuasain luar kepala. 
Mamat: Nyaman, iya. Tapi gue mulai sadar, kenyamanan itu bisa jadi jebakan. Gue takut lima tahun lagi, gue masih di sini, ngerjain hal yang sama. Bagaimana gue mempersiapkan kehidupan keluarga di masa depan setelah gue pensiun.
Myra: Lo inget gak, dulu pas lo baru masuk sini? Lo semangat banget. Lo bilang, ‘Gue mau belajar banyak di sini.’
Mamat: Iya, dan gue udah belajar. Tapi sekarang, gue gak belajar apa-apa lagi. Gue cuma mengulang. 
Bujang: Terus, lo mau ambil tawaran itu?
Mamat:Gue belum tahu. Gue takut. Gue gak pernah kerja di tempat yang dinamis. Di sana, gak ada SOP, gak ada template. Semua harus gue pikirin sendiri.
Myra: Mat, perubahan itu gak pernah nyaman. Tapi kadang, kita harus berani keluar dari lingkaran yang kita buat sendiri.
“Manusia tumbuh bukan karena waktu berlalu, tapi karena keberanian mengambil langkah baru.”

Mamat (diam sejenak): Gue juga lagi mikirin keluarga gue. Kemarin, bokap bilang, “Mat, kamu udah kerja lama, tapi kapan bisa bantu adik kuliah?” Gue gak bisa jawab. Gaji gue cukup buat hidup sendiri, tapi gak cukup buat bantu orang lain.
Bujang (terdiam): Itu berat, Mat. Tapi  keluarga memang mesti dipikirin sih.
Mamat: Iya. Nyokap juga mulai sakit-sakitan. Gue pengen bisa bawa dia berobat ke tempat yang lebih bagus. Tapi gue tahu, kalau gue tetap di sini, penghasilan gue gak akan cukup buat itu.
“Kadang, dorongan terbesar untuk berubah bukan datang dari dalam diri, tapi dari orang-orang yang kita cintai.”
Myra: Mat, itu alasan yang kuat. Lo gak cuma berubah buat diri lo, tapi buat keluarga lo juga.
Mamat: Gue capek jadi penonton hidup orang lain. Gue pengen jadi pemain utama di hidup gue sendiri.
Ketiganya terdiam. Suasana menjadi hening, tapi bukan karena kekosongan. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Mamat. Sebuah keputusan mulai tumbuh.



Inilah Mamat yang merenung atas hidupnya :
Lima tahun gue berjalan di jalur yang sama. Stabil, aman, tapi datar. Gue bersyukur, tapi juga sadar: rasa syukur gak boleh jadi alasan untuk berhenti tumbuh.
Obrolan sore itu bukan sekadar ngobrol. Itu cermin. Cermin yang nunjukin siapa gue sekarang, dan siapa gue bisa jadi kalau gue berani melangkah.
Gue inget kutipan yang pernah gue baca: “Kalau kamu merasa nyaman, mungkin kamu sedang tidak berkembang.” Dan itu jadi tamparan.
Tapi yang paling nyentuh adalah kata-kata bokap. Gue sadar, hidup gue bukan cuma tentang gue. Ada orang-orang yang berharap gue bisa jadi lebih baik. Dan gue gak mau mengecewakan mereka.
Besok, gue akan jawab tawaran itu. Bukan karena gue yakin akan sukses, tapi karena gue yakin gue gak mau stagnan. Gue mau hidup yang penuh tantangan, penuh pembelajaran, dan penuh kemungkinan.
Rezeki Allah itu Maha Luas, maka hijrahlah di jalanNya. Gue pasti mendapatkan keberkahan rezeki untuk kehidupan gue yang lebih baik. Tidak ada yang tahu tentang masa depan, hiduplah bersama Allah untuk mempertanggungjawabkan amanah Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan terus menjadi manusia yang taqwa, yang semakin baik setiap saat. Berubahlah dengan berhijrah dengan pikiran, pekerjaan, lokasi dan apapun selama masih berada dalam naungan Allah. Gue ngerti, gue bisa memulainya sekarang.

Akhirnya Bujang dan Myra sangat bergembira mendengar pilihan Mamat untuk pekerjaan barunya. Mereka merayakannya dengan makan pecel lele bareng malam harinya. Semua terharu dan saling berpelukan. Mamat bilang,"ada pertemuan dan ada perpisahan". Bujang mengingatkan,"ini kan hanya pekerjaan". Ditutup dengan Myra sebelum mereka berpisah,"Insya Allah kita berpisah di dunia ini dengan kematian, dan dengan rahmat Allah kita dipertemukan dengan rahmatNya di Surga". Myra menangis dan diikuti dengan Mamat dan Bujang yang meneteskan air matanya.

Insya Allah kita dapat mengambil hikmahnya dengan sudut pandang positif. Tidak berubah itu kadang baik tapi cenderung jebakan kenyamanan. Berubah itu tidak menjamin juga menghasilkan kebaikan, kecuali bersama iman (Allah). Kapanpun kita bisa berubah dengan hijrah di bumi Allah dengan pikiran dan tindakan, profesi serta tempat berdiam. Inilah prosen menjadikan kita berdaya sebagai hamba Allah dan mampu menjadi khalifah di bumi ini. Ini adalah bekal memotivasi diri dengan motivasi Islam.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...