Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Rabu, Agustus 13, 2025

Ngobrol itu berempati

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kebahagiaan itu menenangkan hati. Hati yang tenang itu memberi banyak kebaikan yang bisa dilakukan. Aamiin

Hari ini saya ngebahas tentang sulitnya membangun team, karena team tidak memiliki semangat bersama untuk mencapai tujuan bersama. Selalu ada uang dalam benak setiap orang agar semangat, tapi apa iya mesti pakai uang untuk menyemangati team. Kadang ada benarnya juga, tapi jika dilakukan menjadi biasa. Lalu apa ada solusi lain ? Emosi yang tidak terkendali ini karena kita fokus kepada solusi ... membuat terbatasnya akal sehat menemukan solusi. Dalam kondisi tenang, kita bisa menemukannya. Ngobrol ? Ya. Ngobrol itu santai. Dengan ngobrol tersebut, hampir semua orang memiliki banyak ide. Ngobrol menciptakan kebersamaan ... menghadirkan semangat.

 “Membangkitkan Semangat yang Hilang”.
Di sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang teknologi, suasana kantor belakangan terasa berbeda. Tidak ada lagi tawa ringan di ruang istirahat, tidak ada obrolan santai di sela-sela pekerjaan. Para karyawan terlihat lesu, bekerja seadanya, dan semangat yang dulu menyala kini meredup.
Pak Damar, sang manajer tim, memperhatikan perubahan itu dengan cemas. Ia bukan tipe pemimpin yang suka marah-marah, tapi ia tahu, jika dibiarkan, kondisi ini bisa berdampak buruk pada produktivitas dan moral tim.
Suatu pagi, ia memutuskan untuk berbicara dengan timnya. Ia mengumpulkan mereka di ruang meeting kecil, tanpa agenda formal, hanya ingin mendengar.
“Saya tahu belakangan ini kita semua merasa berat,” kata Pak Damar membuka pertemuan. “Saya ingin tahu, apa yang sebenarnya kalian rasakan?”
Awalnya ruangan hening. Beberapa karyawan menunduk, yang lain hanya menatap meja. Tapi kemudian, Rina, salah satu staf senior, angkat bicara.
“Pak, jujur saja... kami merasa tidak dihargai. Kerja keras kami seperti tidak ada artinya. Tidak ada apresiasi, tidak ada arah yang jelas. Rasanya seperti jalan tanpa tujuan.”


Beberapa kepala mengangguk pelan. Pak Damar mendengarkan dengan seksama, tidak menyela. Ia tahu, ini bukan saatnya membela diri, tapi saatnya memahami.
Mamat, karyawan muda yang biasanya ceria, menambahkan,
“Mungkin kita perlu duduk bersama, Pak. Bukan cuma bicara soal target, tapi juga soal harapan. Mungkin kita bisa diskusi terbuka, cari jalan bareng-bareng.”
Pak Damar tersenyum. Itu saran yang bijak. Ia pun mengusulkan sesi “kopi dan diskusi” mingguan, di mana semua anggota tim bisa menyampaikan ide, keluhan, dan harapan mereka secara terbuka.
Membangun Kembali Semangat dengan mengadakan pertemuan, 
Pertemuan pertama berlangsung sederhana. Tidak ada slide presentasi, hanya kopi, camilan, dan suasana santai. Tapi dari situ, muncul banyak hal yang selama ini terpendam.
Myra, staf bagian administrasi, mengungkapkan bahwa ia merasa pekerjaannya monoton dan tidak berkembang.
Bujang, dari tim operasional, merasa ide-idenya sering diabaikan.
Mamat, bagian teknis, merasa beban kerja tidak seimbang.
Pak Damar mencatat semuanya. Ia tidak berjanji muluk-muluk, tapi ia berkomitmen untuk mulai dari hal kecil: membagi tugas lebih adil, memberi ruang untuk ide baru, dan mulai memberikan apresiasi, sekecil apapun.
Ia juga mulai menerapkan sistem “penghargaan mingguan”, di mana setiap minggu satu karyawan dipilih berdasarkan kontribusi dan semangatnya. Hadiahnya sederhana—voucher makan siang atau ucapan di grup kantor—tapi dampaknya besar.



Kebersamaan yang Dijaga
Semangat perlahan mulai tumbuh kembali. Karyawan mulai saling menyapa, bercanda, dan yang paling penting: mulai bekerja dengan hati. Mereka merasa didengar, dihargai, dan punya arah.
Pak Damar tidak hanya menjadi bos, tapi juga menjadi pemimpin yang hadir. Ia ikut turun tangan saat tim kesulitan, ia mendengarkan saat ada masalah, dan ia memberi ruang saat ada ide.
“Kita bukan cuma kerja bareng, kita tumbuh bareng,” katanya suatu hari saat menutup sesi diskusi.
Kebersamaan itu menjadi fondasi baru. Tim mulai berani menetapkan target yang lebih tinggi, bukan karena dipaksa, tapi karena mereka percaya bisa mencapainya bersama.
Komitmen Menuju Tujuan Bersama
Beberapa bulan kemudian, tim yang dulu lesu kini menjadi salah satu tim paling produktif di perusahaan. Mereka berhasil menyelesaikan proyek besar lebih cepat dari jadwal, dengan kualitas yang memuaskan klien.
Saat presentasi hasil kerja di depan direksi, Pak Damar tidak mengambil semua pujian. Ia justru mempersilakan Myra, Bujang, dan Mamat untuk berbicara mewakili tim.
“Kami belajar bahwa semangat itu bukan datang dari atas, tapi tumbuh dari dalam. Dan itu butuh ruang, kepercayaan, dan kebersamaan,” kata Myra.
Direksi terkesan. Bukan hanya karena hasil kerja, tapi karena budaya tim yang sehat dan solid.
Pak Damar menutup presentasi dengan satu kalimat yang menjadi pegangan timnya:
“Tujuan besar hanya bisa dicapai oleh tim yang punya semangat besar. Dan semangat itu lahir dari rasa dihargai.”

Kisah ini bukan tentang strategi manajemen yang rumit. Ini tentang hubungan manusia, tentang mendengar, memahami, dan membangun bersama. Ketika seorang pemimpin mau duduk bersama timnya, bukan hanya memberi perintah tapi juga memberi ruang, maka semangat yang hilang bisa kembali menyala.
Dan ketika karyawan merasa dihargai, mereka tidak hanya bekerja... mereka berjuang.

Insya Allah tulisan ini menjadi inspirasi untuk membangun team. Bagi kita, semua bisa memberdayakan diri untuk menjadi karyawan yang terbaik. Bukan bekerja sendiri, tapi bekerja dengan team. Inilah motivasi diri yang terbaik untuk semakin baik. 

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Selasa, Agustus 12, 2025

Karyawan tidak boleh salah, tapi bos ...tak masalah

 Salam sejahtera dan keselamatan bagi kita semua. Insya Allah kita selalu diberikan kesabaran untuk meraih kemajuan yang berarti dalam kerja. Aamiin



Ini yang bisa terjadi pada seorang karyawan. Apa itu ? Kesalahan, yang kecil dan ada yang besar. Kesalahan kecil bisa dimaafkan, tapi bisa jadi karyawan sudah mulai tidak dipercaya alias tidak diberi lagi kepercayaan. Kalau kesalahan besar oleh karyawan, yang pasti dimarahin dan hilang sudah kepercayaan. Tapi kesalahan bos sepertinya dimaafin atau tidak dimasalahkan/tidak dibicarakan. Apakah begitu ? Kalau tanya kepada karyawan, pasti ya begitulah ceritanya. Yang benar jawaban itu mesti kita pertanyakan kepada atasan atau perusahaan. Yang tahu hanya Allah dan atasan sendiri. Atasan berlanjut seperti tidak ada kesalahan dan kesalahan itu diarahkan kepada karyawannya. Percayalah hal seperti ini ... kesalahan itu kembali kepada pelakunya.

Di Ruang Kerja, Suasana Tegang
Bos: Mamat, kamu tahu nggak seberapa besar dampak dari kesalahanmu kemarin? Klien batal kerja sama. Ini bukan hal kecil.
Mamat: (menunduk) Saya tahu, Pak. Saya benar-benar minta maaf. Saya nggak bermaksud bikin masalah sebesar ini.
Bos:Masalahnya bukan cuma soal niat, Mat. Ini soal tanggung jawab. Saya kasih kamu kepercayaan, tapi kamu malah lengah.
Mamat: Saya akui itu kesalahan saya, Pak. Tapi saya mohon, beri saya kesempatan untuk memperbaiki. Saya belajar banyak dari kejadian ini.
Bos: Belajar? Ini bukan pertama kalinya kamu bilang begitu. Tapi hasilnya? Tetap saja mengecewakan.
Mamat: Saya paham kalau Bapak kecewa. Tapi saya nggak mau lari dari tanggung jawab. Saya siap kerja lebih keras, lebih teliti, dan buktikan saya masih bisa dipercaya.
Bos: (diam sejenak, menatap Mamat)
Saya nggak bisa janji langsung percaya lagi. Tapi kalau kamu serius, tunjukkan lewat tindakan. Bukan kata-kata.
Mamat: Terima kasih, Pak. Saya akan buktikan.

Kesalahan Mamat  mesti dipertanggungjawabkan oleh Mamat sendiri. Dimana peran bos nya ? Tapi disisi lain, Mamat berhasil dalam proyek, maka bos lah yang memiliki peran dan nama. Apakah ini lumrah ? Pasti lumrah didalam perusahaan. Tapi ada yang bisa menilai itu ? Siapa lagi bukan Allah. Semua orang pasti salah, tapi Allah menerima kesalahan itu sebagai tobat untuk kemudian memperbaiki diri dan membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Apa bos bisa ? Apa perusahaan bisa ? BISA, kalau bos dan perusahaan memiliki hati dan berada di jalan yang sama, yaitu jalan Allah.

Memang dalam dunia kerja, ada profesionalisme. Bagaimana kalau atasan salah. Apakah atasan itu mau bertanggung jawab atau "mundur" dari jabatannya ? Kayaknya sedikit orangnya, tapi mereka yang lain tidak ingin jabatannya hilang. Apalagi perusahaan, perusahaan tidak mau rugi dengan kesalahan karyawannya. Maka karyawan yang melakukan kesalahan pasti kehilangan kepercayaan atau maksimal sudah tidak dianggap lagi. Yang salah dan bertanggung jawab adalah karyawan yang waras. Sekali lagi kesalahan itu bukan akhir dari segalanya, itu pertanda kita mesti memperbaiki menjadi semakin baik. Atasan, bawahan atau siapa pun tidak pintar-pintar amat, oleh sebab itu jadilah team yang saling melengkapi dan juga saling mengingatkan dalam bekerja. Salah boleh dong, tapi jangan jadikan kesalahan itu dihukum. Apakah jadinya semua orang yang menjadi karyawan dihukum semuanya, lalu apa jadinya perusahaan ? Bisa lebih baik ? Perusahaan dan atasan mememiliki kewajiban "mendeteksi" kesalahan yang bisa terjadi dengan selalu bekajar dan mengajarkan ilmu kepada seluruh karyawan. Dan memberi ruang yang baik untuk wadah belajar dan wadah belajar dari salah.

Tulisan ini mengajak kita untuk melihat kesalahan kerja dari sudut pandang yang lebih manusiawi, psikologis, dan spiritual. Karena di balik setiap kesalahan, ada pelajaran, ada potensi, dan ada harapan. Tidak ada kemajuan karena pernah salah.

Bagian 1: Budaya Kantor dan Stigma Kesalahan
Di banyak organisasi, terutama yang berorientasi pada hasil cepat dan efisiensi tinggi, kesalahan dianggap sebagai ancaman. Karyawan yang melakukan kesalahan sering kali langsung dikucilkan dari proyek penting, tidak lagi dipercaya, bahkan dijadikan contoh buruk.
Budaya seperti ini menciptakan lingkungan kerja yang penuh ketakutan. Karyawan menjadi enggan mengambil risiko, takut berinisiatif, dan lebih memilih untuk “main aman”. Akibatnya, kreativitas dan inovasi terhambat. Padahal, perusahaan yang besar dan sukses justru tumbuh dari keberanian untuk mencoba dan belajar dari kegagalan.

Bagian 2: Psikologi Karyawan dan Dampak Emosional
Ketika kesalahan langsung dikaitkan dengan kelemahan pribadi, dampaknya bisa sangat dalam. Karyawan merasa tidak dihargai, tidak layak, dan kehilangan kepercayaan diri. Rasa takut akan penilaian negatif membuat mereka menarik diri, menjadi pasif, dan kehilangan semangat kerja.
Lebih jauh lagi, alam bawah sadar mulai membentuk pola pikir negatif: “Saya tidak cukup baik”, “Saya tidak layak dipercaya”, “Saya hanya karyawan biasa”. Pola pikir ini bisa memengaruhi performa kerja, hubungan sosial, bahkan kesehatan mental.

Bagian 3: Gaji, Status, dan Rasa Tidak Layak
Ada fenomena menarik yang sering terjadi: karyawan dengan gaji kecil atau status rendah cenderung merasa tidak layak untuk dihargai. Ketika mereka melakukan kesalahan, rasa bersalahnya berlipat ganda karena merasa “sudah gaji kecil, kerja pun salah”.
Ini adalah jebakan psikologis yang berbahaya. Rasa tidak layak membuat seseorang menutup diri dari peluang, tidak berani bicara, dan merasa tidak punya hak untuk berkembang. Padahal, nilai seseorang tidak ditentukan oleh gaji atau jabatan, tapi oleh semangat, integritas, dan kemauan untuk belajar.

Bagian 4: Perspektif Spiritual – Syukur dan Rezeki
Dalam Islam, kesalahan bukanlah akhir, tapi awal dari perbaikan. Allah Maha Pemaaf dan memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk bertobat dan memperbaiki diri. Namun, ada satu hal yang sering dilupakan: syukur.
Ketika seseorang tidak bersyukur atas pekerjaan yang dimiliki, maka ia menutup pintu rezeki. Allah berfirman:

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu kufur, maka azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Rasa tidak puas, keluhan terus-menerus, dan sikap negatif terhadap pekerjaan bisa menjadi bentuk ketidaksyukuran. Dan ketika syukur hilang, nikmat pun tidak bertambah. Termasuk nikmat kepercayaan, ketenangan, dan pertumbuhan karier.

Bagian 5: Kesalahan Sebagai Guru Terbaik
Kesalahan adalah guru yang tidak pernah bohong. Ia menunjukkan titik lemah, mengajarkan kehati-hatian, dan membuka jalan untuk perbaikan. Dalam dunia kerja, kesalahan bisa menjadi bahan evaluasi yang sangat berharga.
Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memberi ruang untuk belajar dari kesalahan. Bukan dengan menghukum, tapi dengan membimbing. Bukan dengan mencabut kepercayaan, tapi dengan membangun kembali kepercayaan melalui proses yang adil dan transparan.

Bagian 6: Peran Pemimpin dan Budaya Empati
Pemimpin memiliki peran besar dalam membentuk budaya kerja. Ketika pemimpin bersikap terbuka terhadap kesalahan, memberi ruang untuk refleksi, dan tidak langsung menghakimi, maka karyawan akan merasa aman untuk belajar dan berkembang.
Empati adalah kunci. Memahami bahwa setiap orang punya proses, bahwa kesalahan bukan akhir, dan bahwa kepercayaan bisa dibangun kembali. Pemimpin yang bijak tidak hanya menilai hasil, tapi juga menghargai proses.

Bagian 7: Membangun Lingkungan Kerja yang Manusiawi
Lingkungan kerja yang sehat adalah lingkungan yang manusiawi. Di mana kesalahan tidak langsung dicap sebagai kelemahan, tapi sebagai bagian dari perjalanan. Di mana karyawan merasa aman untuk bertanya, mencoba, dan gagal.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
  1. Membangun budaya feedback yang konstruktif
  2. Memberi ruang untuk evaluasi tanpa penghakiman
  3. Menghargai proses belajar dan perbaikan
  4. Mendorong komunikasi terbuka dan jujur
  5. Menanamkan nilai syukur dan tanggung jawab
Bagian 8: Dari Kesalahan Menuju Kepercayaan
Kesalahan kerja bukanlah akhir dari segalanya. Ia bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih baik—jika disikapi dengan bijak. Jangan biarkan satu kesalahan menghapus seluruh nilai diri. Jangan biarkan stigma menghalangi pertumbuhan.

Sebagai karyawan, kita perlu belajar untuk menerima kesalahan, memperbaiki diri, dan tetap bersyukur. Sebagai pemimpin, kita perlu memberi ruang untuk proses, bukan hanya hasil. Dan sebagai organisasi, kita perlu membangun budaya kerja yang sehat, manusiawi, dan penuh empati.

Karena pada akhirnya, kesalahan bukan kelemahan, tapi kesempatan untuk tumbuh.

Kutipan Inspiratif:
“Kesalahan bukan akhir dari kepercayaan, tapi awal dari pembelajaran. Kantor yang sehat bukan yang bebas dari salah, tapi yang tumbuh dari setiap kesalahan.”

Insya Allah tulisan ini bisa membuka pikiran dan wawasan semua pihak untuk berempati dengan siapa saja, yang pernah salah. Salah itu bisa dipelajari dan bisa diperbaiki. Tidak pernah ada orang yang tidak pernah salah. kalau kita bisa "mengabaikan" kesalahan diri sendiri, mengapa kita tidak bisa memahami kesalahan orang lain. Disalahkan itu membuat luka dan luka itu tak mudah disembuhkan. Hanya Allah yang bisa memaklumi kesalahan siapapun, dan dengan sangat rahman dan  rahiim untuk menerima dan mengajak untuk memperbaiki diri. Inilah cara Islam membangun diri menjadi semakin baik, motivasi Islam. Siapkah kita memotivasi diri agar mengiringinya dengan memberdayakan diri semakin baik ?

Sahabatmu
Munir Hasan Basri



Senin, Agustus 11, 2025

Jangan senyum saat bekerja

Salam bahagia selalu, Insya Allah kebahagiaan itu menjadi bagian kita dalam bekerja. Aamiin 


Apa yang kita pikirkan ? masih dominan tentang kerja. Kerja yang menentukan gaji kita dan seberapa cukupnya untuk kehidupan kita. Kerja selalu menjadi perhatian setiap orang dan telah menyita banyak waktu dalam hidup seseorang. Mulai dari persiapan kerja sampai waktu pulangnya. Kerjanya sih jam 08:00 tapi banyak orang sudah berangkat dari rumah sejak jam 06:00 atau bahkan lebih awal. Begitu juga dengan pulangnya, pulang ya sih jam 05:00 tapi bisa nyampe rumah jam 19:00 atau lebih malam. Itulah yang terjadi, dan Masih ada waktu yang tidak banyak untuk menikmati hidup. Ada yang melewatinya dengan semangat dan senyumannya, tapi disisi lain ada yang senyumnya tak terlihat sekali. Kerja yang dijalani sangat mempengaruhi senyuman dan semangat mereka yang bekerja.

“Kerja Kok Nggak Ada Senyumannya ? Emangnya Kerja Buat Apa ?” yang mengangkat sisi psikologis, spiritual, dan sosial dari fenomena kurangnya senyum di tempat kerja. Di banyak kantor, suasana kerja sering kali terasa berat. Wajah-wajah karyawan tampak tegang, serius, bahkan murung. Senyum menjadi barang langka, seolah hanya muncul saat gajian atau libur panjang. Padahal, kerja adalah bagian besar dari hidup kita. Kalau dijalani tanpa senyum, tanpa semangat, lalu sebenarnya kita kerja buat apa?

Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana, tapi menyimpan makna yang dalam. Apakah kita bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban? Apakah kita merasa tidak layak untuk bahagia karena status kita “hanya karyawan biasa”? Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih dalam yang membuat senyum itu sulit muncul?

 Apa iya ? Senyum dan Energi Kerja itu saling terkait. 

Senyum bukan sekadar ekspresi wajah. Ia adalah cerminan dari energi batin. Ketika seseorang tersenyum, tubuhnya melepaskan hormon endorfin yang meningkatkan rasa bahagia dan mengurangi stres. Senyum juga memperkuat hubungan sosial, menciptakan suasana kerja yang lebih hangat dan produktif.
Namun, ketika tekanan kerja tinggi, beban mental berat, dan gaji terasa tidak cukup, senyum bisa menghilang. Bukan karena tidak ingin, tapi karena tubuh dan pikiran sedang dalam mode bertahan. Alam bawah sadar merespon situasi dengan sikap defensif: fokus, diam, dan kadang sinis.

Apakah Gaji Kecil itu mesti tidak bisa tersenyum. 

Banyak karyawan merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan usaha yang mereka keluarkan. Perasaan ini bisa menimbulkan ketidakpuasan yang diam-diam menggerogoti semangat kerja. Ketika kebutuhan hidup tidak terpenuhi, rasa syukur pun ikut menurun. Dan saat rasa syukur hilang, senyum pun ikut menghilang.
Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal persepsi. Ketika seseorang merasa tidak dihargai, tidak cukup, dan tidak berkembang, maka ia akan kehilangan motivasi. Senyum menjadi korban pertama dari kondisi batin yang tidak sehat.

Alam Bawah Sadar dan Respon Spiritual

Tanpa disadari, pikiran negatif tentang pekerjaan dan gaji bisa tertanam dalam alam bawah sadar. Pikiran ini mempengaruhi cara kita berinteraksi, cara kita memandang diri sendiri, dan bahkan cara kita beribadah. Kita menjadi mudah mengeluh, sulit bersyukur, dan merasa hidup tidak adil. Alam bawah sadar ini sangat berpengaruh dalam tindakan kita sehari-hari. Semua ini tanpa disadari. kita sering bertanya-tanya "saya melakukan itu tapi saya maunya beda".

Dalam perspektif spiritual, ini adalah titik yang berbahaya. Allah berfirman bahwa siapa yang bersyukur akan ditambah nikmatnya, dan siapa yang kufur akan mendapat azab. Ketika kita tidak bersyukur atas pekerjaan yang kita miliki, kita menutup pintu rezeki yang lebih luas.

Kerja Sebagai Ladang Ibadah dimana kerja (uang) itu sebagai medianya.

Kerja bukan hanya soal mencari uang. Ia adalah ladang amal, tempat kita menanam kebaikan, disiplin, dan tanggung jawab. Ketika kita bekerja dengan niat yang benar, maka setiap aktivitas bisa bernilai ibadah. Bahkan senyum kepada rekan kerja pun bisa menjadi sedekah.
Maka, penting untuk mengubah cara pandang: kerja bukan beban, tapi kesempatan. Senyum bukan tanda kelemahan, tapi kekuatan. Dan gaji bukan satu-satunya ukuran keberhasilan, tapi hanya bagian kecil dari rezeki yang Allah berikan.

Tak salah dan memang semestinya kita Mengembalikan Senyum di Tempat Kerja dan juga di rumah. Awali dengan sadar kepada Allah dan segera ingat kepada Allah. 

Bagaimana caranya agar senyum kembali hadir di tengah tekanan kerja?
  1. Ubah Niat yang selama ini hanya sekedar kerja sebagai cara memenuhi kebutuhan hidup – Niatkan kerja sebagai ibadah dan bentuk syukur atas kesempatan hidup.
  2. Latih bersyukur – Fokus pada hal-hal yang sudah dimiliki, bukan yang belum. Dengan begitu berlatih untuk memanfaatkan apa yang sudah dimiliki menjadi sebuah nilai plus.
  3. Bangun Kebersamaan – Ciptakan suasana kerja yang saling mendukung dan menghargai. Baik bersama temen kerja, atasan dan semua yang terlibat dalam kerja. Dan pasti juga kebersamaan dari dukungan keluarga.
  4. Jaga Kesehatan Mental – Istirahat cukup, hindari overthinking, dan cari waktu untuk refleksi. 
  5. Dekatkan Diri kepada Allah – Dzikir, doa, dan ibadah bisa menjadi sumber ketenangan dan kekuatan.

Kerja tanpa senyum adalah kerja yang kehilangan ruhnya. Kita bukan robot yang hanya menyelesaikan tugas. Kita adalah manusia yang punya hati, punya harapan, dan punya tujuan. Jangan biarkan tekanan dan gaji kecil mencuri kebahagiaan kita. Karena senyum adalah bentuk syukur, dan syukur adalah kunci rezeki.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa berat, coba tersenyum. Bukan karena semuanya mudah, tapi karena kamu memilih untuk tetap kuat.

"Kantor bukan hanya tempat bekerja, tapi ruang tumbuh bersama. Di balik tumpukan tugas, ada senyum, tawa, dan semangat yang membuat setiap hari berarti."

Ini perlu kita lakukan agar kita bisa memaknai apa yang kita lakukan selama hidup. Senyuman adalah awal dari segala hal yang kita lakukan di dunia ini, dalam keluarga dan kerja. Terlihat biasa dan kecil, tapi senyum tidak terjadi saat hati tidak bersih atau tidak dekat dengan Allah.

Insya Allah ini mengingatkan kita bahwa ada hal yang perlu diperhatikan dalam setiap aktivitas (kerja). Tidak sekedar kerja, tapi ada senyum yang lebar atau senyum tipis. Inilah cara memberdayakan diri untuk semakin memotivasi diri menjadi semakin baik. Jadikan motivasi ini semakin kuat.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Minggu, Agustus 10, 2025

Lima tahun tak berubah, Mau ?

Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu tercurahkan kebaikan yang banyak dan mampu membuat kita dinamis dalam menjalani hidup.

Teringat temen lama, Mamat yang sampai 5 tahun ini sepertinya aman-aman aja. Hidup berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, isteri dan anak. Bujang sebagai temen sudah pernah mengingatkan Mamat untuk mengambil langkah perbaikan untuk sesuatu yang lebih baik di masa depan. Bujang, Mamat dan Myra adalah tiga sahabat yang sudah seperti keluarga. Myra yang sudah lebih baik kehidupannya dari Mamat pun ingin keluarga sahabatnya dapat menikmati hidup yang lebih baik. BUkan sekedar bersyukur tapi meningkatkan kemampuan sebagai amanah dari Allah. 

Saya mulai kisahnya dari judul "Lima Tahun Diam, Satu Sore yang Mengubah Segalanya”

Di sebuah Warung kopi kecil di sudut jalan, dekat kantor,  sore yang mendung. Mamat duduk sendiri, menatap kopi yang sudah dingin. Myra dan Bujang datang menyusul dan merasakan ada yang kurang pas dengan Mamat.
Myra: Mat, lo kenapa? Dari tadi diem aja. Biasanya lo yang paling rame kalau udah ngopi sore begini.
Mamat (pelan): Gue lagi mikir, Ra. Tentang hidup gue.
Bujang (bercanda):Wah, berat nih. Biasanya lo mikir cuma pas gaji telat. Sekarang nggak telat. Pasti oke dong ?
Mamat (tersenyum tipis): Gue dapet tawaran kerjaan dari luar. Startup teknologi. Mereka butuh orang buat bangun sistem pelaporan dari nol. Menurut saya tawaran ini menarik.
Myra: Serius? Lo udah lima tahun di sini, Mat. Gak pernah sekalipun lo ngomong mau pindah. Hidup Lo oke-oke aja, tak ada masalah yang berati di kantor dan di rumah.
Mamat: Itu dia. Lima tahun gue ngerjain hal yang sama. Masuk, buka spreadsheet, kirim laporan, pulang. Gaji naik, iya, tapi pelan. Skill ? Gitu-gitu aja. Gue kayak... mandek. Gue dibuat nyaman. Kalau gue pindah, gue memulai hal baru yang belum tentu membuat gue lebih baik. Tapi kantor ini sudah memanjakan gue 5 tahun, tanpa ada perubahan yang berarti. “Zona nyaman itu seperti pelukan hangat di malam dingin. Menenangkan, tapi bisa membuatmu lupa bahwa pagi akan datang.”
Bujang: Tapi lo nyaman kan? Gak ada tekanan, kerjaan lo udah lo kuasain luar kepala. 
Mamat: Nyaman, iya. Tapi gue mulai sadar, kenyamanan itu bisa jadi jebakan. Gue takut lima tahun lagi, gue masih di sini, ngerjain hal yang sama. Bagaimana gue mempersiapkan kehidupan keluarga di masa depan setelah gue pensiun.
Myra: Lo inget gak, dulu pas lo baru masuk sini? Lo semangat banget. Lo bilang, ‘Gue mau belajar banyak di sini.’
Mamat: Iya, dan gue udah belajar. Tapi sekarang, gue gak belajar apa-apa lagi. Gue cuma mengulang. 
Bujang: Terus, lo mau ambil tawaran itu?
Mamat:Gue belum tahu. Gue takut. Gue gak pernah kerja di tempat yang dinamis. Di sana, gak ada SOP, gak ada template. Semua harus gue pikirin sendiri.
Myra: Mat, perubahan itu gak pernah nyaman. Tapi kadang, kita harus berani keluar dari lingkaran yang kita buat sendiri.
“Manusia tumbuh bukan karena waktu berlalu, tapi karena keberanian mengambil langkah baru.”

Mamat (diam sejenak): Gue juga lagi mikirin keluarga gue. Kemarin, bokap bilang, “Mat, kamu udah kerja lama, tapi kapan bisa bantu adik kuliah?” Gue gak bisa jawab. Gaji gue cukup buat hidup sendiri, tapi gak cukup buat bantu orang lain.
Bujang (terdiam): Itu berat, Mat. Tapi  keluarga memang mesti dipikirin sih.
Mamat: Iya. Nyokap juga mulai sakit-sakitan. Gue pengen bisa bawa dia berobat ke tempat yang lebih bagus. Tapi gue tahu, kalau gue tetap di sini, penghasilan gue gak akan cukup buat itu.
“Kadang, dorongan terbesar untuk berubah bukan datang dari dalam diri, tapi dari orang-orang yang kita cintai.”
Myra: Mat, itu alasan yang kuat. Lo gak cuma berubah buat diri lo, tapi buat keluarga lo juga.
Mamat: Gue capek jadi penonton hidup orang lain. Gue pengen jadi pemain utama di hidup gue sendiri.
Ketiganya terdiam. Suasana menjadi hening, tapi bukan karena kekosongan. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Mamat. Sebuah keputusan mulai tumbuh.



Inilah Mamat yang merenung atas hidupnya :
Lima tahun gue berjalan di jalur yang sama. Stabil, aman, tapi datar. Gue bersyukur, tapi juga sadar: rasa syukur gak boleh jadi alasan untuk berhenti tumbuh.
Obrolan sore itu bukan sekadar ngobrol. Itu cermin. Cermin yang nunjukin siapa gue sekarang, dan siapa gue bisa jadi kalau gue berani melangkah.
Gue inget kutipan yang pernah gue baca: “Kalau kamu merasa nyaman, mungkin kamu sedang tidak berkembang.” Dan itu jadi tamparan.
Tapi yang paling nyentuh adalah kata-kata bokap. Gue sadar, hidup gue bukan cuma tentang gue. Ada orang-orang yang berharap gue bisa jadi lebih baik. Dan gue gak mau mengecewakan mereka.
Besok, gue akan jawab tawaran itu. Bukan karena gue yakin akan sukses, tapi karena gue yakin gue gak mau stagnan. Gue mau hidup yang penuh tantangan, penuh pembelajaran, dan penuh kemungkinan.
Rezeki Allah itu Maha Luas, maka hijrahlah di jalanNya. Gue pasti mendapatkan keberkahan rezeki untuk kehidupan gue yang lebih baik. Tidak ada yang tahu tentang masa depan, hiduplah bersama Allah untuk mempertanggungjawabkan amanah Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan terus menjadi manusia yang taqwa, yang semakin baik setiap saat. Berubahlah dengan berhijrah dengan pikiran, pekerjaan, lokasi dan apapun selama masih berada dalam naungan Allah. Gue ngerti, gue bisa memulainya sekarang.

Akhirnya Bujang dan Myra sangat bergembira mendengar pilihan Mamat untuk pekerjaan barunya. Mereka merayakannya dengan makan pecel lele bareng malam harinya. Semua terharu dan saling berpelukan. Mamat bilang,"ada pertemuan dan ada perpisahan". Bujang mengingatkan,"ini kan hanya pekerjaan". Ditutup dengan Myra sebelum mereka berpisah,"Insya Allah kita berpisah di dunia ini dengan kematian, dan dengan rahmat Allah kita dipertemukan dengan rahmatNya di Surga". Myra menangis dan diikuti dengan Mamat dan Bujang yang meneteskan air matanya.

Insya Allah kita dapat mengambil hikmahnya dengan sudut pandang positif. Tidak berubah itu kadang baik tapi cenderung jebakan kenyamanan. Berubah itu tidak menjamin juga menghasilkan kebaikan, kecuali bersama iman (Allah). Kapanpun kita bisa berubah dengan hijrah di bumi Allah dengan pikiran dan tindakan, profesi serta tempat berdiam. Inilah prosen menjadikan kita berdaya sebagai hamba Allah dan mampu menjadi khalifah di bumi ini. Ini adalah bekal memotivasi diri dengan motivasi Islam.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri

Sabtu, Agustus 09, 2025

Krisis menuju kreativitas

 Salam bahagia selalu, Insya Allah hidup ini terus diperkaya dengan ilmu yang membuat diri kita semakin beriman. Aamiin

Hari ini saya berbagi dalam kisah karyawan yang mengalami masalah dan konflik dalam kerjanya. Ada tuntutan dan tanggung jawab yang belum memuaskan perusahaan. Ternyata setiap masalah itu selalu memberi solusi, dimana krisis yang kita alami menghadirkan kreativitas yang produktif. Bisa jadi kondisi ini cenderung membuat kita "pasrah". Saat seperti ini, mengosongkan diri, yang mampu mengundang hal baik. Salah satunya hadirnya kreativitas. 


Dari Krisis ke Kreasi: Semangat Mamat dan Sahabatnya.
Dalam dunia kerja, kepercayaan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ia dibangun perlahan, melalui konsistensi, tanggung jawab, dan integritas. Itulah yang dilakukan Mamat, seorang karyawan yang sederhana namun penuh semangat. Bersama dua sahabatnya, Myra dan Bujang, Mamat menghadapi tantangan besar yang menguji bukan hanya kemampuan, tapi juga kekuatan hati.
Suatu hari, proyek penting yang mereka tangani mengalami hambatan serius. Komunikasi kacau, tekanan dari klien meningkat, dan ekspektasi manajemen semakin tinggi. Konflik pun tak terhindarkan. Ketegangan muncul, bahkan di antara mereka sendiri. Myra merasa lelah dan frustrasi, Bujang mulai kehilangan semangat, dan Mamat harus menjaga keseimbangan di tengah badai.
Mamat adalah karyawan yang sederhana, namun memiliki semangat luar biasa dalam bekerja. Ia dikenal sebagai sosok yang konsisten, bertanggung jawab, dan perlahan mulai mendapatkan kepercayaan dari atasannya. Di tengah rutinitas kerja, Mamat selalu ditemani dua sahabatnya: Myra yang cermat dan penuh ide, serta Bujang yang selalu membawa semangat dan humor.

Suatu hari, tim mereka menghadapi tantangan besar. Proyek penting yang mereka tangani mengalami hambatan serius—komunikasi yang kacau, tekanan dari klien, dan ekspektasi tinggi dari manajemen. Konflik pun tak terhindarkan. Hubungan antar anggota tim mulai renggang, dan kepercayaan yang telah dibangun Mamat mulai goyah.



(Di ruang kerja setelah rapat yang menegangkan)
Myra (dengan nada tinggi): "Kita udah kerja keras berminggu-minggu, tapi tetap aja disalahin! Aku capek, Mat! Kenapa semua beban kayaknya jatuh ke kita?"
Bujang (menimpali, kesal): "Iya, dan kenapa juga kita yang harus beresin semuanya? Tim lain juga punya andil, tapi mereka malah lepas tangan!"
Mamat (menahan emosi): "Aku ngerti kalian marah. Aku juga. Tapi kalau kita ikut-ikutan saling tunjuk, kita nggak beda dari mereka."
Myra (menatap tajam): "Tapi kamu terlalu tenang, Mat! Seolah-olah semuanya bisa diselesaikan dengan sabar. Kadang kita juga harus tegas!"
Bujang: "Atau mungkin kamu takut kehilangan kepercayaan atasan, makanya kamu main aman terus?"
Mamat (terdiam sejenak, lalu bicara tegas): "Aku nggak main aman. Aku berusaha tetap waras. Kita bisa marah, tapi jangan sampai kehilangan arah. Kita bisa kecewa, tapi jangan kehilangan tujuan."
(Hening. Myra dan Bujang saling pandang. Ketegangan mulai mereda.)
Myra (menunduk, pelan): "Maaf, Mat. Aku cuma... frustrasi. Aku nggak mau kita gagal."
Bujang (menghela napas): "Gue juga. Mungkin kita cuma butuh duduk bareng, dan mulai dari awal lagi."

Mamat, Myra, dan Bujang mulai berdiskusi secara jujur, saling mendengarkan, dan mencari solusi bersama. Myra mengusulkan pendekatan baru dalam presentasi data, Bujang menyederhanakan alur kerja, dan Mamat menyatukan ide-ide itu dalam strategi yang segar dan berani.

Mamat: "Aku kepikiran, gimana kalau kita ubah cara kita presentasiin data ke manajemen? Lebih visual, lebih naratif."
Myra: "Aku bisa bantu bikin infografisnya. Kita kemas data jadi cerita, bukan cuma angka."
Bujang: "Dan aku bisa bikin sistem pelaporan yang lebih ringkas. Biar mereka nggak pusing lihat laporan kita."
Mamat: "Ini dia. Kita nggak cuma selesaikan masalah, kita ubah cara kerja kita. Ini bukan soal bertahan, ini soal berkembang."

Hasilnya luar biasa. Proyek berhasil diselamatkan, dan bahkan mendapat pujian dari manajemen. Kepercayaan yang sempat terguncang kini tumbuh lebih kuat. Mamat dan sahabatnya membuktikan bahwa di balik konflik, selalu ada peluang untuk tumbuh. Dengan semangat, kolaborasi, dan kreativitas, mereka tidak hanya menyelesaikan masalah—mereka menciptakan perubahan.

Atasan: "Saya lihat perubahan besar dari tim kalian. Apa yang kalian lakukan sangat kreatif dan efektif."
Mamat: "Terima kasih, Pak. Kami cuma berusaha tetap solid dan terbuka satu sama lain. Konflik itu pelajaran, bukan hambatan."
Myra: "Dan kadang, ide terbaik muncul bukan dari kenyamanan, tapi dari tekanan."
Bujang: "Yang penting, kita tetap jalan bareng. Nggak saling ninggalin."
Namun, justru dari titik terendah itulah muncul kekuatan baru. Mereka memilih untuk tidak saling menyalahkan, melainkan duduk bersama, berdiskusi, dan mencari jalan keluar. Myra mengusulkan pendekatan visual yang lebih komunikatif, Bujang menyederhanakan alur kerja, dan Mamat menyatukan semuanya dalam strategi yang segar dan berani.
Hasilnya? Proyek bukan hanya terselamatkan, tapi juga mendapat pujian dari manajemen. Kepercayaan yang sempat terguncang kini tumbuh lebih kuat. Mereka membuktikan bahwa konflik bukan akhir, melainkan awal dari kreativitas dan pertumbuhan.

Ketika kita menghadapi tekanan, jangan biarkan itu memecah kita. Jadikan itu bahan bakar untuk berinovasi. Karena kadang, ide terbaik lahir bukan dari kenyamanan, tapi dari keberanian menghadapi ketidakpastian—bersama.

Berikut ini kutipan yang membangkitkan semangat kita untuk terus berkembang atau bertumbuh. 

"Kegagalan merupakan peluang agar bisa memulai kembali dengan cerdas."
— Henry Ford

"Tantangan adalah sesuatu yang membuat kehidupan menjadi lebih menarik. Cara mengatasinya membuat hidup lebih bermakna."
— Joshua Marine

"Harga kesuksesan ialah dedikasi, kerja keras, serta ketekunan untuk menghadapi kegagalan."
— Frank Lloyd Wright

"Hanya setelah kamu melangkah keluar dari zona nyamanmu, kamu mulai berubah, tumbuh, dan berubah."
— Roy T. Bennett

"Ujian karakter yang sebenarnya bukanlah saat dirimu berada di hari-hari terbaikmu, tetapi saat dirimu bertindak di hari-hari terburukmu."
— George Orwell

Seringkali urusan kantor atau kerja sering kita tidak mau melibatkan Allah, seolah kita bisa dan mampu. Paling kita ingat Allahnya dengan berdoa, untuk memohon pertolongan. Padahal nggak sekedar doa aja, Mengapa kita tidak mengikuti petunjuk Allah (Al Qur'an) ? Padahal selain Allah memberi petunjukNYa dan Allah siap menemani dan mensupport apa yang kita kerjakan. 

Kita dapat melihat semangat Mamat dan Sahabatnya dalam Cahaya Islam. Dalam kehidupan kerja, setiap tantangan adalah bagian dari ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Mamat, seorang karyawan yang sederhana namun penuh semangat, memahami bahwa bekerja bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjalankan amanah dan ibadah. Bersama dua sahabatnya, Myra dan Bujang, ia menghadapi konflik besar dalam proyek yang mereka tangani.

Tekanan datang dari berbagai arah—klien, manajemen, bahkan dari dalam tim sendiri. Ketegangan memuncak, dan rasa frustrasi mulai menguasai mereka. Namun, Mamat memilih untuk bersabar dan tetap tenang. Ia meyakini firman Allah:

"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
— QS Al-Insyirah: 6

Dengan kesabaran dan niat yang lurus, Mamat mengajak sahabatnya untuk tidak saling menyalahkan, melainkan mencari solusi bersama. Mereka mulai berdiskusi dengan hati terbuka, saling mendengarkan, dan berusaha memperbaiki keadaan. Myra mengusulkan pendekatan baru, Bujang menyederhanakan sistem kerja, dan Mamat menyatukan semuanya dalam strategi yang kreatif.

Keikhlasan dalam bekerja, Agama mengajarkan bahwa bekerja dengan niat baik dan ikhlas adalah bagian dari ibadah. Ketika seseorang tetap berusaha meski dalam tekanan, itu bisa menjadi bentuk pengabdian.

Kolaborasi dan saling menolong. Dalam banyak ajaran agama, bekerja sama dan saling membantu adalah nilai yang dijunjung tinggi. Dalam konflik, memilih untuk menyelesaikan masalah bersama adalah bentuk nyata dari nilai tersebut.

"Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa."
— QS Al-Ma'idah: 2

Mengembangkan potensi sebagai amanah
Kreativitas bisa dilihat sebagai bentuk syukur atas potensi yang diberikan Tuhan. Menggunakannya untuk menyelesaikan masalah adalah cara menjalankan amanah.
Dalam Islam, kreativitas adalah bentuk syukur atas akal dan potensi yang Allah berikan. Ketika digunakan untuk kebaikan, ia menjadi bagian dari amal saleh. Proyek mereka pun berhasil, dan kepercayaan yang sempat goyah kembali tumbuh.

Masalah dan Konflik bukanlah akhir, melainkan pintu menuju pertumbuhan. Dengan kesabaran, keikhlasan, dan kerja sama, setiap ujian bisa menjadi ladang pahala dan jalan menuju keberkahan.

Disisi lain, jika semua apa yang terjadi pasti Allah tahu dan atas izin AllahNya . Saat kita mendapatkan kemudahan (tidak ada yang berarti dalam masalah dan konflik), maka ini bisa jadi Allah  menguji (memberi amanah), apakah kita bersyukur atau tidak. Lalu saat kita menghadapi masalah dan konflik, bisa dimaknai sebagai amanah yang sudah kita dapatkan itu "diambil" Allah. Kemudahan itu diganti dengan "kesulitan". Dengan persepsi ini, kita memiliki "masalah" berasal dari Allah sebagai ujian, maka "masalah" itu mengajak kita kembali kepada Allah. Insya Allah, solusi itu ada bersama Allah.

Insya Allah tulisan ini mengingatkan kita untuk selalu ingat Allah dalam kondisi apapun, lagi lapang seperti merasa tidak ada masalah yang berarti dan lagi sempit. Biasanya kita masih bisa ingat kalau keadaan sempit, dan suka "melalaikan" saat lapang. Kita lebih memaknai kelapangan itu buah dari hasil sendiri (mengabaikan kekuasaan Allah). Tapi tidak semua orang seperti ini. Inilah motivasi Islam yang dapat memberdayakan diri untuk semakin beriman dan sukses. Teruslah memotivasi diri menjadi yang terbaik di hadapan Allah.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri


Jumat, Agustus 08, 2025

Semangatlah untuk investasi dengan untungnya 700 kali

Salam bahagia selalu, Insya Allah kita selalu dimampukan dalam berbuat baik dengan memanfaatkan waktu sekalipun singkat. Aamiin

Hari ini saya berbagi tentang semangat dalam berinvestasi yang pasti menguntungkan. Semangat itu mesti disiapkan ilmunya, paham dalam berinvestasi. Investasinya adalah tidak menggunakan uang atau aset tapi dengan berbuat baik. Yang pasti pertama kita menyadari waktu itu sangat berharga. Semua orang rugi kecuali orang yang beriman dan beramal saleh. Tanpa modal uang dan aset, dapat dilakukan semua orang.  Tapi belum tentu semua orang mau melakukannya.

Investasi berbuat baik itu terlihat tidak nyata oleh banyak orang dibandingkan mereka berinvestasi uang dan aset. Ini soal dimensinya saja yang tidak sama, investasi berbuat baik itu menggunakan hati, sedangkan investasi uang dan aset lebih dominan dengan pikiran atau logika. Ada pola orang baik itu bisa diajak berinvestasi berbuat baik, sedangkan mereka yang suka berbisnis (dunia) yang fokus kepada keuntungan dunia, maka tidak mudah berinvestasi berbuat baik. Orang seperti ini lebih suka berinvestasi uang dan aset. Investasi berbuat baik itu pasti tidak rugi malah untung berlipat-lipat dan bisa dilakukan semua orang, sedangkan investasi uang dan aset bisa untung dan bisa juga rugi, dan investasi ini hanya bisa dilakukan orang tertentu saja.



Investasi apapun membutuhkan semangat dalam melakukannya. Semangat menjadi penggerak untuk melakukannya. Disamping itu semangat memberi nuansa senang dan merawat konsistensi, dan memunculkan menyenangi tantangan dan masalah serta solusi. Semangat bisa tumbuh dari yang awalnya tidak ada atau kecil menjadi besar karena 

1. Ilmu yang mendukung atau ilmu yang diraih selama masa investasi
2. Keyakinan kepada "siapa" yang memberikan hasil investasi. Misalkan dalam investasi uang dan aset, percaya dan yakin kepada Bank atau tempat berinvestasi. Sedangkan investasi berbuat baik itu sangat tergantung kepada keyakinan kepada Allah yang menjanjikannya. 

Dalam perjalanannya, semangat bisa naik-turun sesuai hasil yang didapat. Sebagai contoh, dalam investasi uang dan aset yang menghasilkan sekalipun sedikit sudah bisa membangkitkan semangat luar biasa dan kesenangan. Ada yang nyata diperoleh berupa keuntungan. Tapi saat rugi, maka semangat itu bisa naik atau cenderung turun karena rugi dan bikin kecewa. Secara emosional, bila dilanjutin investasinya tidak memberikan keuntungan. Apa yang dilakukan tidak dengan akal sehat. Bagaimana dengan investasi berbuat baik ? Bisa terjadi hal yang sama, tapi disini ada kebahagiaan di hati yang cenderung membuat kita berbuat baik lagi (berinvestasi lagi). Hanya disini semangat bisa naik atau turun tergantung kesadaran kita kepada Allah. Saat kita tergoda dengan selain Allah, maka kita rugi. Hal ini tidak disebut lagi investasi berbuat baik, investasinya disebut investasi berbuat buruk. Misalkan kita sombong atau tidak berilmu, maka investasi berbuat baik jadi berubah investasi berbuat buruk alias mengalami "rugi" dengan merasakan kesulitan dalam hidup.

Investasi berbuat baik ini tidak bisa dipaksakan, karena menyangkut hati. Sedangkan investasi uang atau aset cenderung mudah dipaksakan karena kita cenderung sangat ingin untung. Investasi berbuat baik itu kita sebut dengan beramal saleh, yang menjadi pembuktian bahwa kita ini memiliki keyakinan kepada Allah. Dalam kehidupan yang serba cepat ini, kita sering kali disibukkan oleh urusan dunia: pekerjaan, target, dan rutinitas yang tak ada habisnya. Namun, di tengah kesibukan itu, jangan sampai kita lupa bahwa ada satu hal yang jauh lebih bernilai dan abadi—amal saleh.

Amal saleh bukan hanya tentang sedekah atau ibadah formal, tapi juga mencakup hal-hal sederhana: senyum tulus kepada orang lain, membantu sesama, menjaga lisan, dan menebar kebaikan di mana pun kita berada. Setiap amal baik, sekecil apa pun, tidak akan pernah sia-sia di sisi Allah.


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ  ( الزلزلة: ٧ )

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ  ( الزلزلة: ٨ )

Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, (QS. [99] Az-Zalzalah : 7)
Allah bedan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. [99] Az-Zalzalah : 8)

Investasi berbuat baik (amal saleh) memiliki persyaratan yaitu beriman kepada Allah. Setiap berbuat baik sekecil apapun dapat melihat balasannya, dan sebaliknya investasi berbuat buruk sekecil apapun dapat melihat balasannya. Bisa orang tidak tertarik untuk berinvestasi berbuat baik, yang katanya hasilnya tidak nyata. Mungkin ini tidak tepat, lebih seringnya tidak tahu kapan melihat hasilnya. Padahal waktunya bisa langsung atau paling lama di akhirat, ada yang bisa dilihat atau dirasakan di dunia dan bisa juga diakhirat. Ini yang saya sebut sebagai pahala. Akumulasi pahala mengikuti akumulasi investasi berbuat baik dan investasi berbuat buruk. Sebenarnya dalam pandangan saya, pahala itu bisa saja menjadi balasan yang dapat kita lihat/rasakan di dunia. Semua ini terjadi dengan izin Allah. Tapi bisa juga pahala ini menjadi banyak dan sampai pada nilainya (Allah ridha dan Allah berkehendak), yang dijadikan nilai yang sesuai untuk mengabulkan doa kita. Dan jangan lupa, Allah menyimpan pahala itu untuk kebaikan di akhirat. Ini investasi jangka panjang dan juga investasi jangka pendek, investasi langsung atau investasi saat ketika butuh yang disampaikan lewat doa. Semakin besar pahala dengan investasi berbuat baik membuat kita dicintai oleh Allah, yang memberi jaminan investasinya. Semua hal ini tidak didapat dengan berinvestasi uang atau aset.

Firman Allah berikut ini menunjukkan apa yang dapat kita peroleh dengan investasi berbuat baik (amal saleh), kita mendapatkan minimal 10 X sampai 700 X. Hukum investasi ini tidak dapat diperoleh dalam investasi uang dan aset. Dicatat dengan ayat di atas aja, tidak ada yang sia-sia dalam investasi berbuat baik (amal saleh).

مَا كَانَ لِاَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِّنَ الْاَعْرَابِ اَنْ يَّتَخَلَّفُوْا عَنْ رَّسُوْلِ اللّٰهِ وَلَا يَرْغَبُوْا بِاَنْفُسِهِمْ عَنْ نَّفْسِهٖۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ لَا يُصِيْبُهُمْ ظَمَاٌ وَّلَا نَصَبٌ وَّلَا مَخْمَصَةٌ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَطَـُٔوْنَ مَوْطِئًا يَّغِيْظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُوْنَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلًا اِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهٖ عَمَلٌ صَالِحٌۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ   ( التوبة: ١٢٠ )

Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada (mencintai) diri Rasul. Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, kecuali (semua) itu akan dituliskan bagi mereka sebagai suatu amal kebajikan. Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, (QS. [9] At-Taubah : 120)

مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَالِهَا ۚوَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰٓى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ  ( الأنعام: ١٦٠ )

Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (QS. [6] Al-An'am : 160)

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ  ( البقرة: ٢٦١ )
 
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. [2] Al-Baqarah : 261)

Apakah ini janji palsu ? Pastinya tidak, inilah janji yang memberikan investasi yang benar, yang disampaikan Allah kepada orang yang ingin selalu mendapatkan keuntungan. keuntungan yang memberi kebahagiaan dan kesuksesan (muflihun). Ini hanya untuk mereka memiliki hati dan kesadaran kepada Allah.




Oleh sebab itu, sangat utama adalah memperkuat keyakinan (iman) yang sudah Allah berikan. Dengan apa ? Dengan ilmu, dimana sumber ilmu itu telah Allah wahyukan. Baca, pahami, imani dan amalkan. Sudahkah ? Bila iman yang sudah ada tidak pernah diperkaya dengan ilmu yang bener, maka iman itu melemah alias keyakinan untuk berinvestasi berbuat baiknya sangat kecil. Bahkan kalau diakumulasi, kita bisa menjadi rugi ... rugi yang ditunjukkan oleh kesulitan hidup dan tidak membuat kita berinvestasi berbuat baik.

Keyakinan yang Menghidupkan Produktivitas berinvestasi berbuat baik dan bekerja optimal. Kadang kita merasa lelah, jenuh, atau bahkan ragu dengan apa yang sedang kita kerjakan. Tapi tahukah kamu? Salah satu bahan bakar utama dalam kerja produktif adalah keyakinan. Keyakinan bahwa apa yang kita lakukan punya arti, punya dampak, dan akan membawa kebaikan—baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Kerja yang dilandasi keyakinan bukan sekadar rutinitas. Ia menjadi ibadah, menjadi jalan untuk tumbuh, dan menjadi sarana untuk berbagi manfaat. Ketika kita yakin bahwa usaha kita tidak sia-sia, maka semangat pun tumbuh, ide mengalir, dan hasil pun terasa lebih bermakna.
Keyakinan juga membuat kita tahan banting. Saat gagal, kita tidak langsung menyerah. Kita belajar, bangkit, dan mencoba lagi. Karena kita percaya, setiap proses punya pelajaran, dan setiap langkah mendekatkan kita pada tujuan.
Dalam obrolan santai dengan teman, saya sering bilang: “Kerja itu bukan cuma soal hasil, tapi soal niat dan arah.” Kalau kita yakin bahwa kerja kita adalah bagian dari kontribusi untuk kehidupan yang lebih baik, maka lelah pun terasa ringan.

Tunggu apalagi segeralah perkuat keyakinan dalam setiap aktivitas kita. Mau itu kerja kantoran, usaha sendiri, atau bahkan mengurus rumah tangga—semua bisa jadi ladang amal dan sumber keberkahan, asal kita menjalaninya dengan hati yang yakin dan niat yang lurus. Kerja produktif bukan soal sibuk, tapi soal bermakna. Dan makna itu lahir dari keyakinan.
Mari kita saling menyemangati untuk terus berbuat baik. Jangan menunggu sempurna untuk mulai beramal. Karena amal saleh adalah jalan menuju ketenangan hati, keberkahan hidup, dan kebahagiaan yang hakiki.
Jika hari ini kita bisa membantu satu orang, memberi satu senyum, atau mendoakan seseorang dalam diam—itu sudah cukup untuk menjadi bekal kita di akhirat. Yuk, mulai dari sekarang. Kebaikan itu menular, dan dunia ini butuh lebih banyak orang baik.

Berikut Obrolan Warung Kopi: Keyakinan dan Produktivitas
Mamat: Eh, kalian pernah ngerasa kerja tuh kayak muter di tempat nggak sih? Capek iya, hasilnya kadang nggak kelihatan.
Myra: Pernah banget, Mat. Tapi aku belajar satu hal: kalau kita kerja cuma ngejar hasil, ya gampang capek. Tapi kalau kita yakin kerja kita itu bermanfaat, beda rasanya.
Bujang: Betul tuh, Ra. Keyakinan itu bikin kita tahan banting. Aku dulu jualan nggak laku-laku, tapi aku yakin, asal terus belajar dan jujur, pasti ada jalannya.
Mamat: Jadi maksud kalian, kerja itu harus pakai hati ya?
Myra: Iya, pakai hati dan niat yang lurus. Kalau kita yakin kerja kita bagian dari ibadah, dari kontribusi buat orang lain, semangatnya beda.
Bujang: Dan jangan lupa, gagal itu bukan akhir. Kadang justru dari gagal kita belajar paling banyak. Yang penting yakin dan terus jalan.
Mamat: Wah, jadi malu sendiri. Aku sering ngeluh, padahal belum tentu usahaku sia-sia.
Myra: Nggak apa-apa, Mat. Yang penting sekarang kita sadar. Yuk, mulai kerja dengan keyakinan. Biar produktifnya bukan cuma sibuk, tapi juga bermakna.
Bujang: Setuju! Kerja itu bukan cuma cari uang, tapi juga cari berkah.

Pesan dari obrolan di atas, 
Kadang kita merasa lelah, merasa usaha kita sia-sia. Tapi dari obrolan sederhana di warung kopi, kita belajar satu hal penting: kerja yang dilandasi keyakinan akan selalu punya makna.
Mamat awalnya merasa jenuh, tapi setelah mendengar pandangan Myra dan Bujang, ia sadar bahwa kerja bukan cuma soal hasil, tapi soal arah dan niat. Ketika kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah bagian dari kebaikan, maka semangat pun tumbuh, dan lelah terasa ringan.
Keyakinan membuat kita bertahan, belajar dari kegagalan, dan terus melangkah. Ia memperkaya produktivitas bukan hanya secara materi, tapi juga secara hati dan jiwa.
Seperti kata Mamat:

"Aku sering ngeluh, padahal belum tentu usahaku sia-sia."

Mari kita jadikan keyakinan sebagai bahan bakar dalam setiap langkah. Karena kerja yang bermakna lahir dari hati yang yakin.

Obrolan di atas mengingatkan Myra saat menyadarkan Bujang agar kembali ke jalan Allah dengan investasi berbuat baik, Beginilah kisah tiga sahabat: Jalan Pulang ke Allah
Di sebuah warung kopi kecil, tiga sahabat lama—Mamat, Myra, dan Bujang—berkumpul setelah sekian lama. Obrolan mereka awalnya ringan, sampai akhirnya menyentuh soal kerja dan hidup.
Mamat bercerita, “Dulu aku kerja siang malam, ngejar target, tapi hati kosong. Sampai akhirnya aku jatuh sakit. Di situ aku sadar, kerja keras tanpa arah itu melelahkan. Baru setelah aku mulai shalat tepat waktu dan sedekah rutin, hatiku tenang.”
Myra menimpali, “Aku juga pernah di titik itu, Bang. Dulu aku pikir kerja keras cukup. Tapi saat usahaku bangkrut, aku merasa hampa. Baru setelah aku kembali mengaji dan memperbaiki niat, Allah bukakan jalan baru. Sekarang, aku kerja bukan cuma cari uang, tapi juga cari ridha-Nya.”
Bujang terdiam. Ia dikenal paling sukses di antara mereka, tapi wajahnya tampak lelah.

“Aku iri sama kalian,” katanya pelan. “Aku punya semuanya, tapi sering gelisah. Mungkin karena aku lupa siapa yang kasih semua ini.”

Myra tersenyum, “Nggak ada kata terlambat, Jang. Allah selalu buka pintu pulang.”
Mamat menepuk bahu Bujang, “Kerja itu penting, tapi jangan lupa arah. Kalau niatnya karena Allah, capek pun jadi berkah.”
Hari itu, bukan hanya kopi yang menghangatkan suasana. Tapi juga kejujuran, nasihat, dan cahaya hidayah yang mulai menyapa hati Bujang.

Bagaimana ? Bukankah keyakinan kepada Allah, yang pasti janjinya dan janjinya baik. keyakinan itu mendorong kita berinvestasi berbuat baik (ibadah dan kerja serta aktivitas hidup) yang mendatangkan balasan yang baik di dunia dan di akhirat. Apa ada yang bisa seperti Allah ? Tidak ada yang setara dengan Allah.

Akhirnya saya ingin berbagi untuk berinvestasi berbuat baik itu mudah dan sangat memungkinkan untuk melakukannya. Tak perlu repot, mulai dari diri sendiri tanpa banyak memikirkan orang lain :
Setiap saat (waktu) adalah kesempatan kita berinvestasi berbuat baik. Janganlah kita kehilangan fokus kepada kesadaran kepada Allah agar waktu itu menjadi investasi berbuat baik. Karena manusia bisa jadi kita tidak memanfaat waktu untuk investasi berbuat baik. Jika ini terjadi masih ada kesempatan berinvestasi berbuat baiknya dengan cara perbanyak istighfar agar tidak berdampak buruk bagi kita. Insya Allah dimaafkan Allah.
1. Setiap bangun pagi, duduklah sebentar ... renungkan apakah ada yang membuat kita bangun pagi kalau bukan karena Allah. entah itu rasa dingin, suara berisik dan sebagainya. Tidakkah kita mempunyai ilmunya dengan mengucapkan doa bangun tidur. lanjutkan berinvestasinya dengan mengikuti kebiasaan rasul, membersihkan diri dan beribadah.
2. Saat kita mengendarai kendaraan, daripada daripada ... aktifkan hati dengan berzikir. Melihat sepanjang perjalanan adalah kesempatan mendoakan orang lain. Mendoakan pedagang agar rezekinya didekatkan, mendoakanorang yang kesulitan dengan kendaraannya, mendoakan mereka yang mau menyeberang dengan memberi kesempatan, dan seterusnya. Apakah tidak ada yang dilihat itu memberi kesempatan untuk berbuat atau mendoakannya.
3. Saat bekerja, sepanjang waktu kerja memberi kita kesempatan investasi berbuat baik. Apa kesempatan itu ? Bersyukur kita masih ada pekerjaan dengan berzikir Ya syakur. Memulai pekerjaan dengan doa dan bismillah. Bekerjalah dengan  benar dan bertanggung jawab, ingat Allah lagi saat mengalami masalah dengan perbanyak asmaul husna dan istighfar, bekerjalah dengan ilmu dan memberi yang terbaik. Apakah ada waktu yang sia-sia ? Tidak ada, yang ada kita selalu ingin berinvestasi lebih banyak lagi berbuat baiknya.
4. Berada di rumah sepulang kerja, ini waktu terbaik untuk memberi waktu dan perhatian kepada anak dan isteri serta orang tua. Hindari hanya mengatakan,"saya sudah capek kerja", menjadi lebih baik dengan membersihkan diri dan terlibat membantu aktivitas keluarga di rumah. 

Mungkin kita mau bilang," itu mah ideal banget, ngga mungkin dijalani". Tidak ideal berarti kadang bisa dan kadang lupa. Mengapa itu terjadi ? Karena kita fokus dengan logika (dunia) yang menutupi hati. Padahal kita sangat membutuhkan aktivasi hati sepanjang hari. Tidakkah Allah memanggil kita untuk salat 5 kali sehari, bukankah ini waktu untuk menghadirkan hati untuk ngobrol sama Allah (bahkan kita bisa curhat). Jika diantara salat kita juga "lalai" dengan hati, maka Allah memberi opsi istighfar dan zikir agar selalu dalam kesadaran kepada Allah. Kalau pun itu terjadi lagi (tidak investasi berbuat baik), maka Allah mengajarkan doa memulai suatu aktivitas, Baca Bismillahirabbilalamin dan mengakhirinya dengan Alhamdulillah. Bayangkan kita diajari agar tidak terputus dengan kesadaran Allah itu dengan cara ini, Bismillah - Alhamulillah, lalu Bismillah lagi dan Alhamdulillah lagi dan seterusnya. Mau tidur pun  kita berdoa dan mengikuti kebiasaan rasul yang berarti kita pun berinvestasi berbuat baik.

Insya Allah ... semua ini menjadi renungan kita. Mikir dan resapi dengan hati. OOohh iya, ya. Kok yang ini belum paham, pelajari ilmu dan membuka Al Qur'an dan Hadist. Sudah tahu di akal, yakini dengan hati dan Segera saya berinvestasi berbuat baiknya dan terus berlanjut untuk semakin baik. Jadikan ini sebagai proses memberdayakan diri melalui motivasi islam dan motivasi diri.  

Kamis, Agustus 07, 2025

Berdoalah selalu kepada orang tua

 Salam bahagia selalu, dan Insya Allah kita selalu tercurahkan keberkahan dari sisi Allah. Aamiin


Hari ini saya berbagi tentang apa yang bisa dilakukan seorang anak kepada orang tuanya. Hal yang mudah tapi tak mudah dilakukan. Apa itu ? Doa untuk kedua orang tua. Bukan sekedar doa saja, tapi doa yang tulus yang terus-menerus. Doa ini seperti biasanya dimiliki oleh seorang anak yang soleh. 

Apa yang terjadi jika anak bisa mendoakan orang tuanya dengan ikhlas, maka si anak mendapatkan banyak ;
  1. Membuat anak semakin soleh, dan efeknya banyak sekali dalam kehidupan si anak. Misalkan diberikan keberkahan hidup dan keberhasilan dalam kerja atau usahanya.
  2. Anak pun mendapatkan doa yang baik dari orang tuanya (tanpa diminta). Biasanya anak meminta doa kepada orang tuanya, karena jalan menuju ridho Allah untuk kehidupannya. Misalkan meminta doa diberikan keturunan

Mendoakan kedua orang tua itu seringkali hanya dijalani sebagai rutinitas setelah salat. Tidak salah jika kita mendoakan dalam setiap keadaan yang memungkinkan. Banyak yang melakukan hal ini tanpa nyadar dalam berdoanya. Bagaimana mau ikhlas kalau nggak sadar kepada Allah ? Jadi perlu memperbarui aktivitas doa si anak dengan niat kepada Allah, sadar (memahami) bener apa disampaikan kepada Allah sebagai rasa syukur kepada orang tua, sadar pula dalam menyampaikan doa (ihsan, dimana Allah melihat dan mendengarkan apa yang disampaikan). 

DOA UNTUK KEDUA ORANG TUA

رب اغفر لي ولوالدي وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa.

"Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan cintai mereka, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku masih kecil."

Doa kepada orang tua adalah salah satu aktivitas (amalan) anak  dalam berbakti kepada Allah. Oleh sebab itu anak mesti memahami latar belakang dari perintah berbuat baik kepada orang tua (berbakti). Latar berikut ini dapat mendorong kita untuk mendoakan orang tua sebagai kewajiban yang diperintahkan Allah. Dilakukan dengan ikhlas sebagai bentu ketaatan kepada Allah. 


Inilah doa seorang kepada orang tuanya. Islam, memerintahkan anak-anak untuk berbakti kepada orang tua. Al-Qur'an menggunakan istilah Ihsaana untuk menunjukkan kewajiban anak-anak untuk berbakti kepada orang tua, misalnya, disebutkan dalam 

Surah Al-Isra [17] ayat 23,

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا  ( الإسراء: ٢٣ )

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (QS. [17] Al-Isra' : 23)

 "Wa bil waalidaini ihsaana (dan berbuat baiklah kepada orang tuamu)." 

Al-Qur'an menggunakan kata ihsaana sebanyak enam kali. Lima di antaranya dalam konteks berbakti kepada orang tua, yaitu 
a. Surah Al-Baqarah [2] ayat 83, 
b. Surah An-Nisa' [4] ayat 36, 
c. Surah Al-An'am [6] ayat 151, 
d. Surah Al-Isra' [17] ayat 23, dan 
e. Surah Al-Ahqaf [46] ayat 15.

Beberapa hal yang bisa anak lakukan kepada orang tua adalah Mendoakan orang tua dan berkata-kata yang lemah lembut, sopan, dan tidak menyakiti, baik dalam sikap maupun tindakan, serta melindungi dan merawat mereka dengan penuh keikhlasan, merupakan bentuk ihsan (berbakti) kepada orang tua, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.

"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia, dan agar kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu. Jika salah satu atau kedua orang tuamu mencapai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu mengatakan 'ah' kepada mereka, dan janganlah kamu menegur mereka. Bicaralah kepada mereka dengan baik. Rendahkanlah hatimu kepada mereka dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Tuhanku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil.'" (Q.S. Al-Isra' [17]: 23-24).

Oleh karena itu, berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling dicintai Allah. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhuma berkata, 

"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Amalan apakah yang paling dicintai Allah?" Beliau menjawab, "Salat pada waktunya". Aku bertanya kepadanya, "Apa lagi?" Ia menjawab, "Berbakti pada kedua orang tua." Aku bertanya kepadanya, "Apa lagi amalan?" Ia menjawab, "Jihad di jalan Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi (saw) memerintahkan kita untuk tetap bersikap baik dan penuh kasih sayang kepada orang lain, meskipun mereka berbeda agama dengan kita. Asma' binti Abu Bakar berkata, "Ia datang kepadaku, padahal ia adalah seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah (saw). Maka aku memohon ampun kepada Rasulullah (saw), seraya berkata,

 "Ibuku telah meninggal dunia dan aku ingin berbaik hati kepadanya. Bolehkah aku menjaga (hubungan dengan) ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, jagalah (hubungan dengan) ibuku." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kita harus berbuat baik dan taat kepada orang tua selama mereka memerintahkan kita untuk berbuat baik, bermanfaat, dan benar, apa pun agama yang mereka anut. Pada dasarnya, selama perintah atau nasihat mereka benar, kita wajib menaatinya.

Namun, jika mereka menyuruhmu untuk berbuat maksiat atau syirik, maka haram untuk mengikuti perintah tersebut, meskipun mereka seagama dengan kita, apalagi jika mereka berbeda agama. Namun, perlu diperhatikan, penolakan ajakan mereka harus dilakukan dengan cara yang etis. Tolaklah dengan sopan. Firman Allah,

"Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada ilmunya, maka janganlah kamu menaati mereka. Tetapi pergaulanlah dengan baik di dunia dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya Kepada-Kulah tempat kembalimu. Kemudian, akan kuberitakan kepadamu apa yang telah kau kerjakan." (QS. Luqman [31]: 15).

Berbakti kepada orang tua tidak hanya saat mereka masih hidup. Bahkan setelah mereka meninggal, kita masih memiliki kesempatan untuk berbakti kepada mereka. Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi ta. berkata, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah (saw), tiba-tiba seorang laki-laki dari suku Bani Salamah datang dan berkata, 

"Ya Rasulullah, adakah yang bisa aku lakukan untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?" Beliau menjawab, "Ya, yaitu mendoakan mereka, memohon ampunan bagi mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, menyambung tali silaturahmi yang tidak terjalin kecuali karena mereka, dan memuliakan sahabat-sahabat mereka." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dalam shahih mereka)

Berdasarkan keterangan ini, kita dapat mensistematisasikan cara kita berbakti kepada orang tua kita yang telah meninggal.

  1. Mendoakan orang tua yang sudah meninggal dunia. Mendoakan mereka agar diampuni dosanya, dikasihani, dimuliakan di sisi-Nya, dan dimuliakan di alam kuburnya. Kita dapat memanjatkan doa ini kapan saja dan di mana saja. Mendoakan orang tua yang telah meninggal tidak hanya sebatas ziarah kubur, karena tujuan utama ziarah kubur adalah untuk mengingat akhirat. Nabi Muhammad (saw) bersabda, "fazuuruha fainnaha tudzakkirul aakhirah (berziarahlah ke kubur, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat)." (H.R. Tirmidzi).  Sayangnya, banyak orang yang beranggapan bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mendoakan almarhum. Pernyataan ini tidak bermaksud menafikan doa kepada almarhum saat ziarah, yang ingin saya tegaskan bahwa berdoa untuk orang tua yang telah wafat bukan saat Berdoa bisa menggunakan bahasa Arab (dikutip dari Al-Qur'an atau hadis) atau ziarah saja, tapi kapan dan di mana pun kita dianjurkan untuk selalu mendoakannya. dengan bahasa lain yang kita pahami. Satu hal yang perlu diingat, apabila orang tua yang telah wafat itu berbeda agama (nonmuslim), kita dilarang mendoakannya sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut, Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka kaum kerabatnya, setelah jelas orang-orang musyrik itu penghuni Jahanam." (QS. At-Taubah [9]: 113). Namun, kalau orang tua yang berbeda agama itu masih hidup, kita diperbolehkan, bahkan dianjurkan, untuk mendoakan agar orang tua diberi hidayah oleh Allah Swt. (agar masuk Islam). Rasulullah Saw. pernah berdoa agar pamannya, Abu Thalib, masuk Islam. Begitu juga beliau pernah mendoakan Umar bin Khattab ra. agar masuk Islam. Ini merupakan bukti bahwa kita diperkenankan mendoakan orang yang berbeda agama untuk masuk Islam.
  2. Menunaikan janjinya, Apabila kita pernah mendengar orang tua mempunyai janji atau niat untuk melakukan suatu kebajikan, namun belum terlaksana karena maut menjemputnya, kita sebagai anak dianjurkan untuk merealisasikan niat baiknya itu. Misalnya, mereka pernah berniat mendirikan panti asuhan. Sebelum niat baik ini terwujud, Allah SWT memanggilnya. Sebagai bentuk bakti kepada orang tua, niat baik tersebut harus diwujudkan jika anak memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.
  3. Silaturahmi. Sebagai makhluk sosial, orang tua kita tentu memiliki banyak teman. Salah satu bentuk bakti kepada mereka adalah dengan menjaga persahabatan dengan orang-orang yang biasa berhubungan dengan mereka. Misalnya, ketika orang tua kita masih hidup, mereka senang berhubungan dengan Bapak Yusuf. Ketika orang tua kita meninggal, kitalah yang datang ke rumah Bapak Yusuf untuk menggantikan mereka.


KeSimpulannya, di antara amalan terpenting adalah berbakti kepada kedua orang tua. Di antara bentuk bakti kepada mereka adalah mendoakan mereka. Doa yang dapat kita baca setiap ada kesempatan adalah Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani shaghira (Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka karena mereka telah membesarkanku di masa kecil). 

Dan mengingatkan kita semua bahwa mendoakan orang tua itu adalah amal jariah.

"Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim, no. 1631)

Hadis ini menunjukkan bahwa anak yang saleh adalah salah satu bentuk amal jariah yang terus mengalir pahalanya kepada orang tua, bahkan setelah mereka wafat. Doa dan kebaikan yang dilakukan oleh anak saleh menjadi investasi spiritual yang tak terputus.

Insya Allah kita selalu diberikan petunjuk dan terus mengamalkan "doa kepada orang tua", baik sebagai anak dan sekaligus orang tua untuk mengajari anak-anak kita menjadi anak yang soleh. Upaya ini untuk memberdayakan diri untuk semakin beriman. Motivasi Islam ini sudah cukup untuk memotivasi diri  untuk hidup yang lebih baik di dunia dan di akhirat.

Sahabatmu
Munir Hasan Basri



Featured post

Udah bisa bangun paginya

Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...