Memberi ruang bagi pikiran untuk disemangati agar menjadi apa yang kita inginkan dengan Perbuatan yang baik
e-Book Munir Hsan Basri
8.1.23
Petunjuk ada di hati
7.1.23
Orang merasa bersalah pasti kerjakan yang baik
Dalam hidup banyak pesan yang saya bisa dapatkan, terkadang tidak sengaja pesan itu saya dapatkan. Alhamdulillah hati dapat melihatnya dengan bener. Mungkin rekan-rekan juga pernah mengalaminya. Kalau dipikir nggak baiknya, apalagi perasaan kita. Misalkan saya menanyakan sesuatu kepada staf dengan mendekatinya,"pekerjaannya sudah selesai ?" Niatnya memang ingin bertanya saja, tapi staf tadi jadi merasa bersalah karena melakukan hal lain. Minta maaf dan berpura-pura sedang mengerjakannya.
Ada hikmah dari contoh di atas, mesti ada kontrol dan minimal bertanya mengingatkan seseorang atas apa menjadi pekerjaannya. Hal ini dapat terjadi kalau saya memahaminya dengan hati. Kalau logika dan emosi, pasti tidak suka dan marah pada saat menemukan staf yang tidak mengerjakan tugasnya dan malah "bermain".
Misalkan lagi anak saya ditanya,"udah belajar". Maka reaksinya pasti menunjukkan sedang belajar. Belajarnya hanya ingin merespon agar terlihat belajar. Tetapi selanjutnya bisa jadi anak saya belajar, dan seiring waktu dan tidak ditanya lagi. Belajar pun berhenti. Padahal saya hanya bertanya saja dan tidak ada niat memerintahkan belajar.
Saya membayangkan jika saya mengingatkan seperti hal di atas menjadi periodik, maka bisa berdampak baik kepada yang diingatkan. Ada semacam tanda, misalkan waktu atau suasana yang membuat yang menerima pesan jadi siap-siap untuk menjawab pertanyaan. contoh lain adalah hanya bertanya,"sudah shalat belum ?" maka respondnya banyak yang segera shalat, "ini lagi mau shalat". Seolah memang saat ditanya sedang mau shalat. Begitulah yang terjadi dalam sehari-hari, tapi bagi mereka yang tidak peduli dengan pesan itu bisa menjadi khawatir bahwa mereka diketahui tidak dalam mengerjakan apa yang dipasankan. Ada takut dan marah, akhirnya orang diingatkan menjadi "basa-basi" waktu mengerjakan hal baik itu.
Hikmah lain adalah saya dapat melihat orang berbuat baik menjadi tidak ikhlas, apa yang dikerjakannya ditunjukkan oleh sikap dan perilaku yang tidak nyaman dilihat. Hati saya dapat merasakannya. Keadaan ini bisa memancing emosi, tapi ingatlah bahwa saya tidak ingin menutupi hati yang sudah terbuka. Insya Allah banyak ilmu dan hikmah yang saya bisa dapatkan dari kehidupan ini, asal memahami dengan hati.
Kerja yang suka aja 1
Kerja atau beraktivitas apa yang disukai aja, bener nggak ? Kayaknya bener. Apakah ada yang saya sukai tidak dikerjakan ? Bisa jadi tidak dikerjakan karena ada kerja lain yang lebih penting. Yang lebih penting itu apa ? Kerja yang seharusnya saya lakukan karena memang tanggung jawab saya atau rutinitas atau karena kebutuhan. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kerja/aktivitas yang tidak disukai ? Apakah dikerjakan dengan "terpaksa" ?
Paling sederhana adalah saya suka menulis, maka saya banyak menghabiskan waktu untuk menulis. Menulis yang menjadi pengetahuan dan pengalaman saya. Menulis itu menarik bagi saya, dan tanpa disadari sering mengatakan "bagus loh menulis itu dengan segala keuntungannya" kepada orang lain. Padahal tidak semua orang suka menulis. Kalau bukan ada hal lain, maka saya terus menulis. Menulis terus membutuhkan ilmu yang masuk, maka membaca menjadi aktivitas yang senangi juga. Terkadang ada malesnya membaca, padahal membaca itu bagian dari menulis (satu paket). Sebenarnya menulis lebih saya sukai dari membaca, tetapi seiring waktu membaca juga menjadi yang disukai. Saya mengerjakan dua hal ini dengan senang hati dan hasilnya memang ada. Tak hanya aktivitas yang sukai menulis dan membaca bisa merembet kepada hal lain yang terkait, saya suka membuat video atau presentasi (bagian dari jenis dari menulis), saya suka banyak tanya untuk menggali data dan informasi, dan banyak lagi. Membayangkan ada orang yang suka belanja, juga suka jalan-jalan, juga suka petualangan, suka fashion, suka mengendarai dan sebagainya. Tetapi banyak dari kita hanya suka satu hal saja, dan tidak mau ingin suka hal yang terkait dengan kesukaan yang utama ?
Sebenarnya kerja juga demikian, ada yang terpaksa mengerjakan. kerja cari duit, tidak suka tapi harus. Bukankah kerja memberi support kepada kerjaan lain yang saya sukai. Apa bisa saya menulis tanpa duit untuk membeli laptop, membayar listrik, membayar internet ? Mengapa saya tidak menyukai kerja, padahal kerja itu bagian dari menulis yang saya sukai ? Secara logika saya bisa menyukai kerja karena hal itu berdampak kepada kesukaan saya yang lain. Tapi dalam prosesnya, perasaan saya (atau emosional) saya menolak aktivitas lain (kerja) sekalipun terkait karena merasa menambah waktu, membuat aktivitas fisik lebih dan bikin lelah, dan menambah resiko lainnya. Semua itu membuat rasa tidak nyaman, maka dengan banyak aktivitas terkait itu melawan berpikir logika di atas. Yang menang adalah emosional saya. Saya menyukai menulis, tapi terpaksa membaca, terpaksa kerja untuk dapat duit, terpaksa juga untuk hal lain. Disinilah saya sadar masih ada penguasaan dari emosional saya dalam menyikapi kerja/aktivitas dengan tidak bener. Akibatnya saya hanya mengerjakan satu hal yang saya sukai saja.
Saya menyadari sekarang bahwa saya menjadi tidak mudah untuk menjadi semakin produktif (semakin hebat) karena banyak kerja/aktivitas yang tidak terpaksa saya lakukan. Akibatnya saya gampang "bete", saya mudah lelah, saya merasa terbebani dan banyak lagi yang tidak baik bagi diri saya. Apalagi apa yang saya sukai itu tidak tersalurkan dan tidak ada waktunya.
Saya mulai mengaitkan apa yang saya sukai itu dengan kerja/aktivitas yang mendukung (terkait) sebagai bagian dari proses menjalankan apa yang saya sukai. Masak sih saya hanya berdoa agar apa yang saya sukai tidak diganggu orang lain atau dimudahkan ? Kan tidak mungkin saya bisa menulis tanpa ada uang secukupnya ? kan tidak mungkin juga saya bisa menulis tanpa membaca atau menggali informasi ? kan tidak mungkin saya bisa menulis tanpa menyenangi kerja (cari duit) untuk membiayai saya menulis ? Saya mesti jawab semua itu dan saya mesti merubah sikap untuk menyenanginya.
Saya menyukai sesuatu karena nyaman dan sebagainya, peran perasaan atau emosional saya yang kuat. Salah satu caranya kerja/aktivitas yang lain yang tidak saya sukai juga karena pilihan oleh perasaan saya. Berarti saya bisa merubah perasaan saya itu dari terpaksa (tidak disukai) menjadi suka. Perasaan saya bilang,"nggak bisa", tapi perasaan positif saya ingin menyukainya. Keadaan ini saya membutuhkan logika (ilmu) terhadap apa yang tidak disukai. Jika saya memiliki ilmu yang membuat yang tidak disukai itu menjadi menarik atau mudah, maka perasaan saya bisa menyukainya. Jadi sikap menyukai memang dasarnya karena nyaman, mudah, menarik. Untuk itu saya bisa membuat semua saya sukai, asal saya memiliki ilmu untuk menjadikan nyaman, mudah dan menarik.
Yuk sekarang saya mengajak saya sendiri mulai belajar untuk membuat yang saya tidak mau saya kerjakan itu, yang saya kerjakan terpaksa, yang saya tidak sukai menjadi mulai disukai. Tak terbayangkan dengan banyaknya kerja/aktivitas yang saya lakukan dengan suka, maka hidup ini menjadi bermakna.
6.1.23
Hanya kepadaMu kami bergantung
Ada gengsi dan ada harga diri
mau sabar ? cukup dengan ilmu logika ?
Alhamdulillah hari ini telah banyak saya lakukan dan memohon agar semua itu Engkau terima amalanku. Semakin hari hanya ingin berbuat sesuatu yang bernilai di mata Allah. Kami bersyukur selalu ada hikmah dan ilmu yang menyertai apa yang kami kerjakan. Hanya izin Allah ilmu itu dapat mengantarkan pekerjaan kami menjadi menyenangkan tanpa mengeluh lelah dan sebagainya. Tapi Engkau beri nikmat "lelah" untuk beristirahat agar kami mengharapkan rahmatMu untuk bangun yang lebih baik dan fresh.
Saya setiap hari menghadapi orang yang sama dengan perilaku yang hampir sama setiap hari. Kadang menyebalkan dan mengundang emosional yang tidak perlu. Tapi semua bisa terjadi dan saya merasa tidak menguntungkan. Sisi baiknya, saya diingatkan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan mampu. Yang tadinya tidak sabar, sekarang berlatih sabar dengan lingkungan di sekitar saya. kan sabar itu baik untuk diri saya. Saya mesti berlatih dan ujung kesabaran itu tak berujung, hal inilah membuat saya sabar terus.
Saya merasakan bahwa ada kebaikan yang luar biasa untuk belajar dari orang-orang di sekitar saya. Proses belajar itu tidak mudah, banyak rayuan "malas" dan emosional yang merusak semua itu. Mau menjadi lebih baik dari apa yang saya lihat, kadang mikir,"apakah iya saya bisa menghadapi orang seperti ini yang bikin emosional dan merusak diri saya". Pengen aja tidak ada orang tersebut, tapi kan tetep ada. Tidak salah dengan lingkungan disekitar saya, yang salah adalah cara memandang saya yang tidak tepat. Saya masih dikuasai perasaan (emosional) dan logika hanya yang menguntungkan diri sendiri sehingga apa yang saya lihat adalah yang tersurat (fisik) dan tak mampu melihat yang tersirat (dibalik fisik/makna).
Belajar itu hanya butuh keberanian untuk mengubah sikap saja. Sikap saya menentukan tindakan saya. Secara ilmu sudah cukup untuk saya bisa merespon (sikap) yang bener, tapi pada kenyataan tidak mudah saat terjadi. Sikap saya menjadi lebih baik saat ada pemahaman yang bener lewat hati. Hatilah yang dapat memperkuat sikap baik saya. Hati mengajak sikap saya untuk berprasangka baik kepada Allah saat saya menghadapi sesuatu yang tidak sesuai harapan. Perhatikan saat ilmu cukup, saat ada orang marah-marah kepada saya, maka ilmu saya mengajari tidak boleh ikut marah (logika). Tapi perasaan saya bilang,"enak aja saya dimarahin, saya balas dong". Begini lah respon (sikap) saya yang mengandalkan ilmu. Ilmu masih diragukan oleh perasaan dan perasaan (emosional) itu selalu menang. Bagaimana caranya untuk bersikap yang bener ?
Saya menyempurnakan ilmu saya "tidak boleh ikut" tadi dengan memberi keyakinan di hati bahwa ada Allah memberi balasannya. Caranya dengan selalu berprasangka baik kepada Allah. Maka hati yang terkoneksi (sadar) kepada Allah dapat menuntun sikap yang berdasarkan ilmu tadi lebih kuat untuk menghadapi yang terjadi. Insya Allah hati yang yakin dan tanpa ragu mampu mendorong akal sehat memerintahkan tubuh untuk bertindak. Keadaan ini tidak memberi kesempatan kepada perasaan (emosional) yang bisa menggoda saja. mengapa emosional tidak bisa mengubah/ mempengaruhi saya ? karena hati saya tersambung dengan Allah. Saat ada Allah, maka tidak ada namanya keburukan (emosional dan setan). Sebaliknya tidak Allah di hati ini, maka emosional (dan temennya setan) selalu masuk dan merusak diri saya.
Belajar tanpa sikap yang baik (hati), maka belajarnya tidak terarah dan dapat pula ilmu dipelajari jadi tidak baik. Kuatkan sikap belajar dengan hati yang bersih, yaitu bersikap prasangka baik kepada Allah. Insya Allah belajarnya menjadi semakin baik dan selalu melihat keadaan dari hal yang tidak baik
Featured post
Mencintai tubuh dengan perubahan kecil
Semangat pagi rekan-rekan. Insya Allah hari ini diberikan kesehatan mental yang kuat untuk bertumbuh menjadi semakin sukses dan bahagia. A...
-
Banyak orang diperdaya dirinya dan senang, hasilnya materi. But sedikit orang berdayakan dirinya dan bahagia, hasilnya produktif bisa mendap...
-
Semangat pagi rekan-rekan, Insya Allah apa yang diinginkan diijabah Allah karena Allah Maha Mengabulkan doa, ya Mujib. Saat kami penuh sala...
-
Setelah saya menulis membangun training center dari nol , saatnya saya bercerita mengembangkan training center itu sendiri. Bermodal awal ...