Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

19.1.23

Sudahkah menyadari potensi kita ?

 Sebagai karyawan atau pekerja apapun, yang sering bicarakan adalah kesulitan dan tidak mudahnya mendapatkan rezeki Allah. Seolah kuluhan kita ini didengar orang lain dan mendapatkan solusi atau bantuan. Ternyata keluhan dijawab dengan hal sama, yaitu kesulitan yang sama. Beberapa orang mendengar dengan baik, tapi tetep saja mereka mengeluarkan masalah mereka juga. Keadaan ini tidak bisa membuka hati untuk dapat memahami banyak hal. Fokusnya hanya masalah dan kesulitan. Padahal disisi lain kita memiliki potensi untuk bisa menjalani kesulitan tersebut dengan aktivitas positif.

Banyak dari kita tidak ingin memahami potensi yang sudah kita miliki. Misalkan kemampuan berpikir (otak) kita. Apakah kita tidak mau berpikir lebih baik lagi ? Memanfaatkan potensi otak saja sudah cukup untuk menekan keluhan seperti di atas. Kok bisa ? Pemanfaatan otak untuk berpikir banyak hal dapat mendorong kita untuk beraktivitas dan tidak ada waktu lagi untuk bercerita kesulitan. Yang ada dalam pikiran kita adalah sangat menarik untuk terus berpikir yang positif. 

Setelah kita menyadari potensi berpikir kita, maka selanjutnya bukankah kita memiliki tubuh yang sehat untuk menjalani apa yang kita pikirkan. Apakah kita nggak mau bertindak atas pikiran yang positif ? Apakah pernah menyadari semua itu sebagai pemberian Allah, yang Maha rahman dan rahiim ? Lihat itu semua dengan hati, bersihkan hati agar dapat melihat itu semua dengan banyak istighfar. Iman yang sudah ada adalah modal untuk melihat pemberian nikmat Allah tersebut, ada niat dan semangat dari sikap untuk memaksimal potensi (nikmat) yang ada pada diri kita. Allah sudah menjanjikan balasan kebaikan dari apa yang sudah kita pikirkan yang positif dengan satu kebaikan, dan saat kita melaksanakannya mendapatkan balasan 10 asmpai 700 kali lipat. Bayangkan apa sih yang kita dapakan dari selain Allah ?

Menyadari potensi kita itu seperti kita merasa ada potensi uang yang kita miliki, maka uang yang miliki itu pasti dimaksimalkan penggunaannya. Sama halnya kita memiliki orang tua, maka potensi orang tua itu dapat kita mintakan restu dan doanya. Jadi kuncinya tanpa menyadari potensi yang sudah kita miliki, kita tidak mampu memaksimalkannya dengan baik. Agar proses menyadari potensi ini semakin sempurna adalah kita menemukan cara memanfaatkan (belajar ilmu) agar tidak berat untuk memaksimalkannya. 

Insya Allah tulisan mengingat kita semua agar selalu bersyukur atas apa yang kita sudah miliki, dan bukan ingin memenuhi apa yang tidak kita miliki tanpa menyadari potensi kita. Siapkan diri untuk belajar dan bertindak sesuai dengan petunjuk Allah dalam menyadari potensi kita dan siap pula dengan keyakinan mampu beramal (bertindak yang baik).

17.1.23

Sabar dan cerewet

 Menjadi orang sabar adalah impian semua orang, perilaku yang cerewet itu sangat tidak sukai banyak orang. Lalu membayangkan tidak ada yang cerewet didunia ini, kayaknya sepi. Dan memang keadaan ini tidak terjadi. Sabar dan cerewet adalah 2 sisi dari mata uang, yang satu cerewet dan yang sisi lain sabar. Bisakah saya sabar dengan lawan hidup yang cerewet ?

Orang berpandangan bahwa orang sabar terjadi jika orang lain sabar. Orang yang ingin sabar selalu berharap tidak bertemu orang cerewet. Logika kita membenarkan ada laki-laki dan perempuan, ada positif dan negatif, dan seterusnya. Semua berlawanan, tapi sebenarnya Orang sabar bikin orang lain tidak sabar (cerewet), sebaliknya orang cerewet bikin orang sabar. Jangan langsung komentar, tapi renungkan lebih dalam. 

Kita dilatih menjadi sabar karena keseringan bertemu orang cerewet, terkadang kita bilang,"kok ada ya orang cerewet begitu". Orang cerewet itu tidak ada yang ingin terjadi, cerewet itu terjadi karena sudah membiasa tanpa disadari. Cerewet adalah ungkapan rasa kecewa yang membangkitkan emosional. Lihat keadaan yang tidak bersih setiap hari, bisa membuat orang kecewa dan cerewet untuk menyelesaikannya. Apa yang terjadi saat kita menghadapi orang cerewet setiap hari ? Apa yang menjadi isi dari cerewet segera kita selesaikan agar kita tidak mendengarkan cerewetan lagi. Atau dengan tenang kita menjawab cerewet itu dengan sikap yang berbeda yang menenangkan yaitu sabar. Sabar bukan sekedar tenang mendengarkan cerewetannya, tapi mulai menjalani isi ceretannya. 

Ingin jadi sabar ? hadapi mereka yang cerewet. Bagi yang cerewet mungkin rugi, dan kitalah yang beruntung jika merespon positif (sabar). Langkah menjadi sabar itu adalah tidak panik atau responsif sehingga membangkitkan keadaan kita untuk mau jadi pendengar yang baik. Dengan menjadi pendengar yang baik, dapat membuka hati untuk mau berempati dan mau membantu orang yang cerewet itu menjadi lebih baik. Kita dapat memahami cerewetannya karena kita mampu mendengar dengan baik dan berempati, lalu kita memberikan melaksanakannya. 

Dalam sudut pandang lain, orang cerewet menjadi sebuah kebutuhan untuk mengingatkan orang menjadi baik. Penyeimbang agar balance. bayangkan tidak ada orang cerewet, maka kita bisa berjalan tanpa kontrol atau pengingat. Kalau sudah begini, cerewet menjadi profesi yang jauh lebih bijak. Cerewet bukan lagi "marah-marah", tapi memberi masukan. Kita sering bilang,"yang begini aja diingatkan, saya sudah tahu". Jika yang kecil saja sering dibicarakan semakin membuat kita tidak sabar. Disinilah kita diuji bisa sabar atau tidak ? Bersabar itu bukan urusan logika, tapi urusan hati. Bahkan saya membayangkan ketika saya bicara sendiri, "ayo bersihkan aja dulu, nanti dicerewetin loh tentang kebersihan", dimana saya menciptakan saya sendiri cerewet dan menuntaskannya sendiri cerewetnya. langkah yang antisipatif yang baik, karena awalnya ada yang cerewet dan membangkitkan saya dengan kesadaran sendiri.

Saya membuat level sabar dan cerewet itu sebagai berikut :

1. Level dasar adalah sabar terpaksa, dengan cerewet yang cenderung emosional

2. Level menengah adalah sabar karena tidak ingin berhadapan orang cerewet sehingga melakukan langkah antisipatif

3. Level tinggi adalah menciptakan sabar dan cerewet itu dalam diri sendiri. Kita mengempati orang yang cerewet dalam diri kita, lalu kita melakukan langkah perbaikan agar orang tidak cerewet (tidak terjadi). Saat kita menghadapi orang cerewet yang terjadi adalah komunikasi yang baik, sama-sama menjadi sabar.

Dimanakah tingkat sabar dan cerewet kita ? Insya Allah kita bisa belajar untuk semakin tinggi level. Tidak "membenci orang yang cerewet", tapi ingin memberi kebaikan agar orang cerewet menyadari keadaannya. Cerewet sebagai media mengungkapkan peringatan kepada orang lain bisa digantikan dengan lebih bijak.  Dengan hati semua orang bia mendapatkan kebaikan.


Bisa juga sabar itu sebagai langkah bersyukur kita, karena kita memiliki hati  untuk merespon dengan lebih baik. Sudahkah kita memanfaatkan hati dalam merespon perilaku orang lain terhadap kita ? Lihatlah dalam ketenangan, Allah telah memberitahu kita bahwa hati itu lebih baik dari logika dan emosional. Petunjuk sudah Allah sampaikan kepada kita, "Allah bersama orang yang memilih sabar". Apakah kita masih tidak bersyukur dengan hati dan petunjuk bener ? Kalau kita menggunakan emosional kita, atau logika karena ada kepentingan, maka kita termasuk orang yang kufur. Insya Allah bukan sekedar menjadi sabar pada level tinggi, tapi jauh lebih tinggi lagi dengan bersyukur untuk memilih sabar.










16.1.23

Manajemen syukur, melihat nikmat

Manajemen syukur, saya menyenangi manajemen ini karena berbasis kepada kemampuan dan potensi yang ada. Memaksimalkan potensi yang ada untuk ditingkatkan menjadi bernilai lebih, dan tentu hasilnya ada sesuai apa yang dikerjakan. Manajemen syukur ini tidak memberi tekanan yang berarti sehingga saat mengerjakan (memaksimalkan) potensi yang ada dengan perasaan senang. Saya menekuni manajemen syukur ini sebagai langkah solusi buat kinerja yang lebih tinggi.

Manajemen syukur adalah manajemen yang didasari iman kepada Allah. Allah sendiri yang mengajarkan manajemen syukur ini lewat ayat 7 dari surah Ibrahim. 

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. [14] Ibrahim : 7)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Shaidalani, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pengemis datang meminta-minta kepada Nabi Saw. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si pengemis itu tidak mau menerimanya. Kemudian datanglah seorang pengemis lainnya, dan Nabi Saw. memerintahkan agar pengemis itu diberi sebiji buah kurma pula. Maka pengemis itu berkata, "Mahasuci Allah, sebiji buah kurma dari Rasulullah." Maka Nabi Saw. bersabda kepada pelayan perempuannya, "Pergilah kamu ke rumah Ummu Salamah dan berikanlah kepada pengemis ini empat puluh dirham yang ada padanya."

Manajemen syukur mengajari saya untuk beberapa hal :

Bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan. Pada point ini banyak orang tidak melihat apa yang telah Allah berikan, yang dapat dimanfaatkan menjadi bernilai lebih. Mereka condong melihat apa yang belum dimilikinya, yang membuat mereka lalai dengan apa yang sudah diberikan Allah.

a. Allah telah  memberi saya dan manusia dengan nikmat yang tidak terhitung banyaknya. Di awal kelahiran saya, Allah telah memberi pendengaran, penglihatan dan hati. Ada saya bersyukur dengan hal itu. Sudahkah sampai hari ini, saya bersyukur atas pendengaran, penglihatan dan hati ? Sudahkah saya memanfaatkan pendengaran untuk mendengarkan ayat-ayat Allah ? Demikian juga dengan penglihatan saya. Apakah yang saya dengar dan saya lihat ... mampu saya pahami dengan hati ? Dalam kenyataannya, saya jarang memanfaatkan hati untuk memahami. Saya lebih memahami dengan pikiran dan emosional saja.

b. Allah juga telah memberikan nikmat, apa saja ? Nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat sehat. Nikmat iman atas izin Allah, dan tidak semua orang mendapatkannya. Sepantasnya saya mensyukurinya dengan menguatkan iman itu dengan berbagai ibadah dan amal saleh. Tapi saya dan beberapa orang hanya menjalankan sebagai ibadah yang rutin tanpa makna. 

c. Allah pun telah menundukkan alam semesta ini untuk keperluan manusia. Sudahkah saya merasakannya ? Salah satu alam semesta itu adalah keluarga. Sudahkah saya bersyukur dengan orang tua yang selalu mengingatkan, mendoakan dan memberi nasehat kebaikan untuk hidup ini ?  kehadiran orang tua tidak menjadi bermakna untuk kehidupan saya, sehingga rasa syukur itu tidak ada. Jika memang orang tua itu ada, bukankah saya ingin membahagiakan mereka. Bagaimana dengan isteri, anak dan saudara ?

d. Allah telah memberi izin atas kerja saya hari ini. Amanah ini Allah berikan agar saya bisa bertanggung jawab. Tapi mengapa sampai hari ini, saya tidak kerja dengan kinerja yang luar bisa sebagai rasa syukur . Yang ada saya lebih sering mengeluh dan meminta "uang" yang lebih dengan apa yang saya kerjakan. Bukankah saya mesti kerja dulu dan mempertanggungjawabkan dengan luar biasa.

e. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna, Tak hanya itu saya pun telah diberikan potensi berupa pikiran, tubuh, pendengaran, penglihatan dan hati. sudahkah saya merasakan potensi tersebut ? Sudahkah saya merasakan hati, dimana hati itu media saya untuk menerima petunjuk Allah. 

Saya mengajak diri saya sendiri untuk melihat dengan mata dan hati agar saya sadar dengan nikmat Allah itu. Hati yang bersih mengajak saya untuk mengakui Allah itu Maha Esa dan Maha Besar, Allah juga Maha berkuasa. Pengakuan ini dapat mengantarkan saya memuji Allah. Langkah awal ini menjadi penting untuk melanjutkan proses bersyukur selanjutnya. Tanpa ini kemungkinan besar saya bersyukurnya tidak kuat atau tanpa dasar yang kuat.

Sampai sini, saya menyadari bersyukur itu adalah langkah yang diminta Allah kepada saya. Karena Allah telah memberi nikmat yang banyak kepada saya. 


Saya meneruskan tulisan manajemen syukur ini pada tulisan selanjutnya.


15.1.23

Taat sebagai rasa syukur

 Kata taat sudah dipahami semua orang. Taat kepada orang tua, dalam kenyataannya ketaatan kepada orang tua tidak berjalan mulus. Ada yang taat dengan mengerjakan apa yang orang tua perintahkan, tapi ketaatan itu tidak sempurna karena berbagai alasan. Mengapa kita taat kepada orang tua ? Salah satu sebabnya orang tua telah melahirkan kita dan merawat kita dari kondisi tidak tahu menjadi orang yang lebih berada, baik ilmu dan apa yang kita miliki sampai saat ini. Saat kita merasakan kesulitan hidup, kita kembali kepada orang tua untuk memohon bantuan. Tanpa kita ketahui pun orang tua itu selalu mendoakan kebaikan bagi anaknya. Taat ? Ya, mesti. kalau tidak taat berarti durhaka, dimana anak tidak mendapatkan keberkahan dari orang tua.

Dalam kerja pun, setiap perusahaan dan atasan mengharapkan karyawannya taat. Taat berarti mengerjakan apa yang telah menjadi tugas karyawan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. ketergantungan karyawan kepada perusahaan menjadi dasar karyawan mau taat, takut kehilangan pekerjaan. Rasa terima kasih karyawan berawal dari diterimanya bekerja di perusahaan dan diwujudkan terima kasih itu dalam ketaatan kepada perusahaan. Jika karyawan yang tidak tunduk (taat), maka pasti tidak diperhatikan dan sampai bisa dipecat.

Dalam beragama kita pun mesti taat kepada Allah. Karena dasarnya rasa bersyukur atas kuasa Allah menghadirkan kita di dunia ini. Taat dimulai dari memahami keberadaan kita dan memuji Allah, memahami perintah Allah dalam Al Qur'an. Agar ketaatan itu bisa dibangun dengan menjalankan petunjuk (perintah dan larangan) Allah. Apakah iya sekarang kita sudah memahami petunjuk Allah ? Tanpa memahami petunjuk Allah, maka kita tidak tahu apa yang mesti ditaati. Beberapa orang tahu Al Qur'an itu petunjuk Allah dan kita pun beriman, tapi secara jujur kita tidak tertarik memahaminya. Akibatnya kita menjadi tidak taat, karena tidak tahu apa yang mesti ditaati.

Ketaatan itu jika dikerjakan maka memberi kebaikan yang banyak kepada kita dan Allah menyukai hal itu, tapi sebaliknya jika tidak taat (apalagi tidak mau membaca Al Qur'an, tidak tahu apa yang mau ditaati), maka kita termasuk orang yang mengingkari Allah. Bahkan taat itu tidak dipertanyakan lagi dengan petunjuk Allah, "kami dengar dan kami taat". Artinya ketaatan itu mesti memiliki iman yang kuat. Tanpa dasar iman ini, maka ketaatan itu mudah digerogoti menjadi tidak taat.


Saat ini kita sudah diizinkan memiliki iman, maka tingkatkan iman itu dengan ibadah dan amal saleh. Untuk tahu itu semua kita yang juga beriman kepada Al Qur'an, mendorong kita untuk memahaminya dengan benar. Dengan izin Allah dalam memahami Al Qur'an dapat mendorong kita untuk melaksanakan perintah dan larangannya (taat). Taat untuk berserah diri menjalankan apa yang Allah perintahkan. Insya Allah dengan memahami Al Qur'an dapat membersihka hati, dengan hati itu kita diberi petunjuk, dan dengan petunjuk itu kita diberi pemahaman dan dimampukan untuk taat (menjalankan apa yang Allah perintahkan). 

Ngopi

Ngopi bersama membuka ruang untuk saling berbagi cerita dan menyambung silaturahmi. Mungkin kopinya enak, tapi jauh lebih penting adalah suasananya yang bikin hati terbuka untuk memahami banyak hal dalam hidup ini. Emosional menurun dan pikiran menjadi reda dari kerja rutin.

Tapi hati-hati saking nyaman dan enaknya ngopi bisa melalaikan kita dengan waktu. Lupa dengan aktivitas lainnya. Temukan ngopi di lokasi yang nyaman, waktu yang tepat. Insya Allah menjadi kebaikan buat semua.

14.1.23

berharap hanya kepada Allah

 


Belajarlah

 Sudah banyak nasehat agar saya belajar. Tapi tidak banyak yang saya pelajari. Apalagi disuruh membaca buku, kayaknya berat banget. Bukan waktunya lagi karena sudah selesai sekolah. Padahal belajar itu dapat memberi banyak kebaikan. Salah satunya adalah dengan belajar bisa memudahkan kita mengelola diri untuk mengerjakan beberapa hal dengan mudah dan nyaman. Kadang belajar itu mudah dilaksanakan saat saya merasa menarik untuk diikuti, dan ada kalanya sudah berusaha mencari ilmunya tapi nggak dapet-dapet.

Seorang karyawan yang tadinya kerja dengan ilmu yang ada sudah merasa cukup dan menganggap kerjanya sudah maksimal. Karyawan ini merasa sudah tidak bisa mengmbagkan diri menjadi lebih baik. 

1. Mau ditambah kerjaannya merasa semakin berat. 

2. Mau ditingkatkan dengan jabatan bisa menjadi masalah (walaupun mau menerima) karena ilmunya belum siap sehingga bisa bikin stress dan tak mampu mengelola dirinya untuk banyak hal yang dikerjakan.

3. Mau ditambah uangnya untuk memotivasi dirinya agar banyak belajar, faktanya banyak orang yang happy dengan uangnya tapi dampaknya kebutuhannya pun meningkat sehingga uang yang ditambah itu tidak cukup lagi. Lalu pengennya uangnya ditambah lagi dengan berbagai alasan, entah itu alasan kerjaan banyak maka minta disesuaikan lagi.

4. Mau didorong dengan pelatihan agar termotivasi. Saat training begitu semangat dan besar ingin berubah, dan merasa ada ilmu baru. Selanjutnya motivasi dan semangat itu menurun dan kembali seperti biasa lagi.

Sebenarnya apapun yang bisa mendorong seseorang bisa berubah berawal dari hal baru (bisa tambah uang, tambah ilmu, tambah motivasi, tambah jabatan). Perubahan pun terjadi, tapi tidak banyak orang yang berubah terus-menerus. Solusi sederhananya adalah kemampuan saya harus menyesuaikan perubahan saat itu, yaitu terus belajar. Ilmu yang didapat hari ini belum tentu dapat mengatasi persoalan hari ini, saya cenderung merasa tidak mudah untuk mengerjakannya karena tidak ada kemampuan. Yang dimaksud dengan kemampuan bukan sekedar ilmu pengetahuannya, tapi ilmu untuk memampukan kecerdasan spiritual dan kecerrdasan emosional. Ada orang yang secara IQ tinggi, tapi SQnya rendah bisa berlaku buruk pada perilakunya. Ada juga yang SQnya tinggi tapi tidak dibarengi IQ yang cukup, membuat orang ini tidak berkembang.

Belajar itu mesti dibangun dari dalam diri setiap hari. Saya sudah membayangkan saat bangun tidur saya berhadapan dengan dunia yang penuh dengan tantangan dan banyak hal yang mesti dihadapi dengan ilmu yang baru (IQ, EQ, SQ). Saat saya tidak memiliki ilmu tadi, maka saya mengalami "kesulitan". Bisa jadi saya tidak menganggapnya "kesulitan", tapi tanpa disadari saya tidak banyak berbuat banyak untuk hari ini. Saya cenderung dirangsang dengan impian (kosong), dihambat dengan rasa malas, iri dengan orang lain dan sebagainya. Hanya sedikit yang saya lakukan dan cenderung melakukan yang rutin saja.

Allah itu Maha Adil, membalas sesuai dengan apa yang saya kerjakan. Karena sedikit yang saya lakukan, apakah saya berharap banyak dengan yang sedikit itu ? Pasti berharap banyak, tapi kan Allah hanya memberi sesuai yang sedikit itu. Karena yang sedikit itu yang saya lakukan, sedangkan yang saya hadapi sangat besar. Akibatnya kesulitan yang terjadi. Allah selalu membalas kebaikan (belajar) dengan minimal 10 - 700 kali. Saat saya melakukan kebaikan demi kebaikan, maka upaya yang saya lakukan cenderung disempurnakan oleh Allah karena kebaikan Allah yang membalas kebaikan dengan yang banyak. Asal saya yakin kepada Allah.

Insya Allah saya dan Anda bisa mengambil hikmahnya bahwa belajar itu tidak boleh berhenti sampai kematian kita. Jangan sampai kita belajar lalu berhenti, saat kita berhenti belajar maka yang terjadi adalah kita hanya ingin menunjukkan ilmu kita ("sombong"). 

 

  























Featured post

Mencintai tubuh dengan perubahan kecil

  Semangat pagi rekan-rekan. Insya Allah hari ini diberikan kesehatan mental yang kuat untuk bertumbuh menjadi semakin sukses dan bahagia. A...