Memberi ruang bagi pikiran untuk disemangati agar menjadi apa yang kita inginkan dengan Perbuatan yang baik
e-Book Munir Hsan Basri
Sabtu, Desember 24, 2022
Sekira beriman dan bertaqwa
Apakah kita mesti belajar ilmu lain ?
Judul di atas apakah memang kita mesti belajar ilmu lain ? Sedangkan ilmu yang kita tekuni saja sudah menghabiskan banyak waktu. Beberapa orang bilang,"bukankah menjadi mahir atau ahli jauh lebih penting daripada belajar ilmu yang lain". Terus jadi nggak mau belajar lagi ?
Tidak mau belajar lagi, tentu mengundang resiko tidak bisa berkembang dengan orang lain. Kita cocok dengan orang yang sama ilmunya. Tapi kan tidak semua orang sama dengan kita ? Keadaan inilah yang bisa mendorong kita untuk belajar lagi ilmu lainnya. Termasuk semua orang mesti belajar ilmu agama, tidak sekedar mendengar dan bertanya kepada ustad.
Membayangkan kita banyak tahu dan paham berbagai ilmu, saat berbincang dengan ustad atau orang yang kurang paham agama, maka ada lahan amal untuk berbagi ilmunya. Lalu terjadi silaturahmi dan membuka pintu rezeki. Dengan memahami berbagai ilmu, maka kita lebih mudah m
enyampaikan pemahaman kepada orang lain dengan bijak sesuai ilmunya. Kita bisa menjadi menarik bagi orang lain. Saat menghadapi masalah, tentu faktor dari masalah semakin luas diketahui dan membuka pikiran menemukan solusinya. Solusinya bernuansa luas dan mudah dipahami.
Masihkah kita tidak mau atau malas belajar lagi ? Yuk jangan dikendalikan emosional kita yang inginnya kita cukup dengan ilmu yang dimiliki sekarang. Kita tidak pintar, tapi kurang gaul dan tidak mudah bersosialisasi.
am
Open Mind
Apakah kita perlu belajar ilmu yang bukan bidang kita kuasai ? Seorang profesional bilang,"kuasailah ilmu kita yang tekuni sendiri dan jadi ahli". Pernyataan ini ada benernya, tapi dalam kondisi tertentu dimana ilmu kita bekerja sama dengan yang lain. Sering terjadi "konflik" karena sudut pandang yang berbeda, banyak kejadian saling mengatakan,"saya benar". Dalam hal ini seringkali ada pihak yang dikalahkan, tapi sebenarnya pandangan dari pihak lain itu bisa memperkaya keputusan bersama.
Ada gengsi untuk mengatakan kitalah yang bener, dan menganggapi pendapat orang lain itu tidak tepat. Inilah jadi awal perdebatan yang bisa panjang dan tidak berujung. Mesti ada cara yang relax dan mudah dipahami oleh orang lain, jika pemahamannya itu kurang tepat. Mengajak berpikir logika dengan agar bisa diterima atau bisa disinergikan menjadi lebih baik. Menjadi terbuka menerima pendapat orang lain itu adalah modal untuk bisa lebih maju lagi.
Open mind adalah peran hati bukan logika, logika dimainkan setelah kita menerima pendapat orang lain untuk dipahami, diolah dan diuji kebenarannya. Keadaan ini menyempurnakan open mind (pikiran yang terbuka). Open Mind membuka hati dengan menghargai pendapat atau sudut pandang orang lain terhadap apa yang kita hadapi bersama.
Misalkan kata berhemat menjadi pesan yang baik, tapi belum tentu menjadi optimal bagi sebagian orang. Dari sisi orang sales, berhemat membuat mereka kurang termotivasi untuk bekerja. Biaya telpon dihemat, biaya kunjungan dihemat juga dan seterusnya. Akibatnya ruang gerak sales kurang optimal. Disinilah orang yang berpikir hemat mau terbuka menerima kondisi sales dan sales mesti terbuka alasan dari yang bilang. Orang sales berpikir, oke apa yang dimaksud berhemat adalah rasio output/input mesti menurun (input dikecilin). Tidak mesti input dikecilin, tapi boleh dong output dibesarin dan input sangat meminimal. Orang berusaha mencapai target penjualan dan bahkan lebih dengan biaya minimal. Artinya boleh tidak ditakuti untuk berhemat, tapi penjualan meningkat jauh lebih penting dengan biaya yang proporsional.
Bagi seorang sales membuka pikiran dengan tetap membuat aktivitas yang berkualitas yaitu kerja yang optimal (efiesiensi) untuk menghasilkan sales yang tinggi. Maka kedua pihak mendapatkan hasil yang saling menguntungkan tanpa perlu ngotot dengan pendapatnya masing-masing.
Insya Allah berpikir open mind itu mengajak semua orang untuk menemukan cara yang produktif dalam bekerja.
Jumat, Desember 23, 2022
Rumah sudah jadi penginapan
Banyak orang tua yang sibuk kerja dan anak yang capek belajar seharian, menumpahkan kelelahan itu di rumah. Apa yang terjadi semua ? Semua minta dilayani. Mau makan tinggal pergi ke meja makan dan makan, abis itu kembali ke kamar masing-masing. Mau istirahat santai, tinggal ke ruang tengah dan ambil remote untuk nonton TV. Mau tidur tinggal masuk kamar dan langsung tidur. Dan yang lain luar biasa, semua sibuk dengan pencetan HP untuk nonton tic toc, wa dan sebagainya. Semua aktivitas itu tidak menunjukkan rumah sebagai rumah yang semestinya.
Begitulah kehidupan di era milenial. Saya menyebutnya rumah itu sudah berubah fungsi menjadi layaknya penginapan yang lengkap. Tidak ada lagi ruangan tengah untuk berkumpul, bercengkrama bersama seluruh keluarga, belajar/beraktivitas bersama-sama, jarang ada yang mengaji dan lainnya. Atau jika hal tersebut terjadi, maka aktivitas di rumah itu HANYA sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak ada silaturahmi lagi diantara anggota keluarga.
Padahal, dulu membeli TV yang besar agar bisa nonton bareng, membeli peralatan dapur untuk memberi pelayanan makan yang sesuai selera keluarga, HP dibeli untuk berkomunikasi, membeli tempat tidur yang enak untuk membuat tidur malam/istirahat segera pulih/fresh, dan banyak lagi. Mengapa niat baik itu semua hanya sekedar "melayani" saja ? Apalagi pada hari libur, semua ingin dilayani dan ingin istirahat alias malas-malasan seperti menginap di penginapan. Bukan kedekatan di dalam keluarga untuk mengikatkan kita menjadi semakin merasakan empati dan simpati sesama anggota keluarga.
Janganlah pulang ke rumah untuk hanya untuk capek saja, semua minta dilayani. Dan kalaupun yang bisa melayani sepertinya terpaksa (karena kewajiban). Tidak ada hubungan yang erat secara batin. mestinya ciptakan rumah adalah tempat berkumpul dan beraktivitas bersama. Maka yang harus dilakukan, buatlah aktivitas di luar TIDAK TERLALU CAPEK/LELAH agar kesegaran semua anggota keluarga masih cukup untuk beraktivitas di rumah. Dengan kesegaran fisik sampai di rumah membuat semua orang ingin memberikan perhatian, waktu, bantuan dan sebagainya untuk anggota keluarga yang lain. Rumah menjadi ramai dengan aktivitas dan berkah bagi semua.
Bayangkan seorang ibu memasak dan mempersiapkan makan dengan dibantu anak dan suami. Saat selesai masak, maka semua keluarga merasakan kebahagiaannya. Tidak ada yang main HP, maka semua berinteraksi dengan baik, nonton Tv bareng, karaoke bareng dan beres-beres bareng dan sebagainya. Begitu indah dan memberi kesan yang dalam dan ingin dirasakan lagi pada hari berikutnya. kalaupun ada yang capek, sambil nonton TV sambil mijit oleh yang lain membuat kehidupan keluarga itu menjadi menyenangkan. Saya yakin banyak yang ingin dikerjakan di dalam rumah, kata nabi,"rumahku surgaku". Siapkan diri saat pulang beraktivitas/kerja tetap fresh dan tidak lelah.
Yuk ciptakan rumah tidak sekedar tempat berteduh, tidak sekedar untuk beristirahat melepaskan lelah, bukan sekedar menunjukkan kemewahannya untuk dibanggakan, tapi jadikan "rumahku surgaku" dengan aktivitas yang menyenangkan dan membahagiakan bagi seluruh anggota keluarga.
Kamis, Desember 22, 2022
Pengkayaan pelatihan
Selamat malam, tak terasa semakin menarik memberikan pelatihan dan coaching. Sebagai trainer memang mesti memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, dan mesti memiliki perilaku "menarik". Pengalaman ini memberi keleluasan saya untuk memberikan solusi yang menarik yang bisa diterima oleh peserta (karyawan).
Awal pelatihan mesti cair antara saya dan karyawan yang ditraining. Disini saya merasa khawatir tidak "lucu" dan tidak menarik. Jika kondisi ini terjadi, suasana yang tegang dan serius membuat pesan yang ingin disampaikan tidak mudah diterima oleh peserta. Untuk itu saya mesti mengenal karyawan lewat perkenalan singkat. Agar perkenalan ini menjadi cair, hanya memberanikan komentar tertentu yang bisa bikin ketawa. Misalkan ada karyawan ibu-ibu, saat memperkenalkan diri ternyata 2 kali nikah. Agar jadi gerrr, saya komentari,"enak dong 2 kali ...". Dengan cairnya suasana training menjadi awal yang baik untuk diteruskan.
Kemudian saya meminta harapan mereka dalam training tersebut. Kesungguhan saya mesti saya tunjukkan dengan cara menulis apa yang menjadi harapan mereka. Sebagai trainer, saya BUKAN pengambil keputusan untuk curhat para peserta training. Maka sebagai trainer mesti menjadi jembatan antara pemilik perusahaan dan karyawan. Training yang sudah ditentukan kurang menarik bagi saya, saya lebih suka dengan menemukan persoalan dari peserta. Setelah itu saya mikir untuk mendorong menyelesaikan curhat mereka. Saya meluruskan curhat peserta dan membuka wawasan mereka tentang curhatan mereka. Setelah mereka menyadarinya, maka barulah dimasuki dengan pengetahuan yang mendukung.
Kebanyakan training memberikan ilmu atau pengetahuan, apa yang terjadi ? Peserta hanya bertambah ilmu dan mereka senang, tapi tujuan training tidak terjadi. Tujuan training adalah merubah peserta menjadi lebih baik lewat sikap, ilmu dan ketrampilan. Maka sebagai trainer tidak hanya menguasai ilmu teknis saja, tapi memiliki daya memotivasi peserta untuk sadar dan berubah dengan sendirinya. Menjadi semakin bermakna saat disentuh hati (spiritual)nya yang semakin perubahan itu menjadi langgeng.
Inilah pengalaman saya menjadi trainer yang Insya Allah diminati peserta. Bagi saya pelatihan itu sebagai ibadah, yaitu amal jariyah. Oleh karena itulah saya selalu mempersiapkan diri dengan kesungguhan dan benar.
Emangnya naik gaji kalau saya kerjakan
Saya bertemu seorang karyawan yang sudah senior dan terlihat kurang semangat kerjanya. Langsung saja dia bilang,"pak, naik ngga sih gaji tahun ini 2023 ?" Pertanyaan ini sudah umum ditanyakan semua orang yang bekerja. Saya jawab,"mas emangnya kalau nggak naik gajinya, kenapa ?" Karyawan ini sigap,"wah bisa berantakan hidup ini, udah ngga cukup untuk kebutuhan keluarga". Saya penasaran untuk apa tindakannya saat gaji naik tak lebih 10%, apakah dia cari pekerjaan lain ? atau bertahan ? Dengan sedikit berat hati, dia pun menjawab,"Ya tetap sih kerja, tapi kan ... susah jadinya dan bikin nggak semangat kerja".
Cerita karyawan ini sama dengan jutaan karyawan lainnya. Terus jangan merasa juga bahwa hanya kita sendiri yang mengalami. Dan di luar sana mereka yang mengalami yang sama tetep semangat bekerja dan terus mengejar mimpinya. Terus mengapa karyawan itu seperti itu ? Sepertinya tidak ada lagi pikiran sehat untuk melakukan yang baik, artinya pada diri karyawan itu didominasi oleh perasaan emosional. Sudah terbentuk dalam memorinya ... kalau kerja mesti gaji naik, membentuk persepsi tentang kerja. "kerja ya uang".
Karyawan tersebut saya ajak untuk berpikir akal sehat, apakah iya kerja itu identik dengan uang ? Kalau nggak uang maka kerjanya tidak bener. Saya mengajak karyawan itu membayangkan ... kalau gajinya tidak naik, maka dia bekerja seadanya. Saya memikirkan, apakah dengan kerja seadanya itu bisa membuat dia dinilai baik oleh atasannya. "Pasti tidak dan semakin tidak dipercaya". Kalau ada amanah kerja, apakah dia mendapatkannya ? Jawabannya juga "pasti tidak" dan selanjutnya apakah tahun depan direkomendasikan untuk naik gaji ? sekali lagi jawabannya pasti tidak. Pertanyaan selanjutnya saya ajukan, apakah mau kondisi seperti itu ? jawabannya tidak mau. Kalau begitu ... karyawan itu mau berubah dong. Yuk berubah dan mudah dan ringan kok.
Lalu tanya lebih dalam, bagaimana dengan kehidupan nanti (setelah kematian) ? Bukankah karyawan itu mesti mempersiapkan kematian dengan amal saleh. Sudahkah dia shalat ? Sudah katanya. Lalu apakah shalatnya bener ? Bukankah kita juga mesti banyak mengumpulkan amal saleh itu dari berbagai ibadah. Sedekah ? Tidak banyak. Bagaimana menafkahi keluarga ? Tidak cukup. Berapa banyak waktu yang telah dihabiskan ? Banyak. Jika karyawan itu kerja seadanya, akibatnya apakah bisa membantu amal salehnya ? Pasti tidak. Selain shalat, sedekah, kerja bisa sebagai ibadah (amal saleh) jika dikerjakan ikhlas. Bukankah Allah sudah memberi amanah kerja dan mesti dipertanggungjawabkan ? Yuk semangat kerja untuk Allah, maka Allahlah yang membalasnya. Berharap kepada manusia pasti kecewa, berharaplah kepada Allah dengan kerja yang ikhlas, kerja yang produktif bagi perusahaan. Allahlah yang mencukupkan kebutuhan kita.
Insya Allah kita diberi kekuatan dengan kesadaran yang hadir kepada Allah. Allah yang Mah Kuasa, yang Maha Pemberi Rezeki dan Maha mengabulkan doa.
Bersyukur itu dimudahkan kehidupannya
Apa iya kalau bersyukur itu mudah kehidupannya ? Tetapi kan hidup itu selalu diuji. "iya betul". Kemudahan itu bisa berarti sikap dan perilaku kita dimudahkan menghadapinya. Jadi tetap ada masalah dalam hidup ini, tapi kita selalu dicurahkan rahmat untuk menemukan solusinya.
Kata temen bilang begini,"saya kan sudah bersyukur ?" Tidak untuk mengatakan syukurnya tidak tepat, Tapi cara bersyukur mesti ditambah caranya. Apa itu ? Tidak sekedar berterima kasih secara lisan dan menerima keadaan. Begitu yang sering diucapkan seorang karyawan,"saya sudah bersyukur dengan gaji dan tidak mengeluh kok". Yuk kita perbaiki syukur kita kepada Allah.
Featured post
Udah bisa bangun paginya
Alhamdulillahirabbilalamin masih diberi kesempatan hari ini, dibangunkan dan diberi pikiran fresh untuk memperbaiki keadaan sendiri. Hari se...
-
Banyak orang diperdaya dirinya dan senang, hasilnya materi. But sedikit orang berdayakan dirinya dan bahagia, hasilnya produktif bisa mendap...
-
Setelah saya menulis membangun training center dari nol , saatnya saya bercerita mengembangkan training center itu sendiri. Bermodal awal ...
-
Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan. Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam ...