Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

1.8.24

Membangun training center dari nol

 Selamat siang semuanya, Semoga sehat selalu dan bisa beraktivitas yang menyenangkan.

Saya ingin berbagi tentang pengalaman berada di dalam departemen atau training center sebuah perusahaan. Sebenarnya saya "terjerumus dimasukkan ke dalam departemen training center", karena memang departemen itu tidak ada sebelumnya. Lintasan pikiran saya cenderung tidak positif, yaitu saya "dibuang" dan menjadi tidak berarti apa-apa di departemen training. Perusahaan berharap saya "tidak berhasil" mengemban tugas di departemen tersebut. Memang sih, saya tidak ada pengalaman menjadi trainer atau apapun tentang pelatihan. Alhamdulillah waktu itu saya memiliki sikap pembelajar dan ingin membuktikan saya bisa, dan saya mengajukan untuk mengikuti pelatihan tentang training. Dengan mengikuti beberapa pelatihan dan bertekad untuk mengembangkan departemen training dari nol dan saya "meminta" staf 4 orang. Keyakinan itu mendorong saya mengambil keputusan untuk saya bisa, dan mengalahkan kecenderung berpikir tidak positif dalam diri saya.

Apa yang saya bangun saat itu ? Membuat semua team menjadi pembelajar dan berbekal kemauan yang kuat, terbentuklah kemampuan training yang semakin baik. Setiap hari, kami yang berada di training saling memberi pengetahuan baru yang dibutuhkan dalam training.  Saling mengupdate dan setiap orang harus berani mempresentasikan apa yang diperoleh. Setiap pagi sebelum bekerja saya membuat forum pagi itu dengan nama "update". Setiap orang bergantian untuk menunjukkan kemampuan pembelajarannya. Saya masih ingat, saat itu menyerap dari berbagai buku motivasi dan siaran radio tentang motivasi, dan tidak lupa juga menyerap buku-buku best seller. Karena departemen training bukan sekedar menjadi fasilitator training, saya mengupayakan untuk menjadi sumber materi dan trainer yang mampu mendelivernya menjadi pelatihan yang dibutuhkan karyawan. Sikap pembelajar mesti didukung oleh kemampuan yang selalu update dan berbagi sesama team dalam media "briefing"

Untuk setelah 2 bulan berada di departemen training, saya memulai pelatihan motivasi kepada team salesmen (SPG dan SPM) yang jumlahnya lebih dari 50 orang dengan 3 kelas yang berbeda. Yang menjadi kunci pelatihan motivasi ini saya mendeliver sesuatu yang belum pernah mereka terima dan dihadirkan dengan gaya yang menarik. Perjalanan pelatihan motivasi yang dibarengi pelatihan product knowledge. Product knowledgenya disampaikan secara aspek menjual dan teknis, sehingga setiap salesmen mampu menyampaikan kepada konsumen dengan benar. Yang utama adalah salesmen tidak berbohong, karena mereka tahu ilmunya. Semua pelatihan tersebut menuntut saya dan team selalu meningkatkan kemampuan dan benar-benar menjadi pembelajar. Tak hanya itu saja saya sendiri menambah kemampuan saya dibidang lain seperti mempelajari hypnosis dan pelatihan spiritual untuk menambah sisi lain dari pelatihan yang diberikan. Dan ini saya upayakan dengan menyisihkan dari uang gaji saya. Semua kami kerjakan dengan senang hati dan saya lead dengan benar. Saya dan team mulai membuat materi pelatihan motivasi, pelatihan produk, salesmenship dari berbagai sumber dalam bentuk power point, dan lupa juga kami membuatnya dalam bentuk lembaran yang bisa dibagi untuk peserta training. Tak lebih dari 1 tahun, kami sudah membawa team sales mencapai penjualan tertinggi. Dan sudah menjadi kepuasan bagi saya, karena sudah membuktikan "saya bukan sekedar bisa", tapi mampu menjadikan departemen training saat itu menjadi faktor keberhasilan departemen sales, dan sudah mulai dilirik perusahaan sebagai bagian penting dari team sales. Keyakinan dan sikap mau belajar adalah daya dorong yang kuat untuk bisa menjalani pekerjaan apapun, termasuk bidang pekerjaan baru. Kami wujudkan semua itu dalam materi yang menarik.


Saya masih ingat, saya kalau memberikan pelatihan produk dan motivasi "tidak ingat siapa saya". Seringnya orang tertawa dengan gaya training saya yang menarik, padahal saya aslinya tidak begitu. Saya pendiam dan pemalu. Saya melakukan pelatihan itu untuk menjadi trainer yang mengikuti alur materi, bukan lagi saya yang sebenarnya. Disinilah kekuatan yang saya miliki sebagai trainer. Materi yang saya berikan selalu saya update sehingga menjadi dibutuhkan team sales. Dan tak lupa, saya selalu menyisipkan aspek spiritual untuk melihat sisi lain dari motivasi dan pekerjaan. Terkadang saya mengajak team sales merenungkan makna dari apa menjadi pekerjaan saya dan team sales. Disinilah saya meramu training motivasi bukan sekedar motivasi mencapai penjualan yang tinggi, tapi juga memaknai pekerjaan itu dari sisi spiritual. Saya pernah menjadi wakil perusahaan untuk memberikan presentasi kinerja saya di perusahaan top saat itu, Alhamdulillah saya memberikan kesan dalam presentasi itu dan mendapat sambutan hangat. Hal ini saya dasarkan karena selalu ada keinginan untuk memberikan "yang menarik" dan berbeda. Tak lupa juga saya menciptakan diri saya sebagai icon training, baik dalam penampilan yang tidak biasa dan juga sangat dirindukan peserta.



Mulai tahun berikutnya, kami sudah dipercaya memberikan pelatihan produk kepada distributor, toko besar dan modern outlet. Yang menarik dari team kami adalah kami mengajarkan produk dengan benar (bukan ingin mengatakan "ini produk no 1")  dan selalu ada motivasinya bagi team sales. Dari hari ke hari, kami meningkatkan kemampuan dengan meramu hypnoselling dalam pelatihan, disini ada NLP dan memang ada hypnosysnya, diterapkan dalam komunikasi antara salesmen dan konsumen. Semua ini dilakukan dengan role play yang menarik. Saat itu kami juga meramu permainan sulap sederhana dalam pelatihan salesmanship. Sikap pembelajar yang saya miliki mampu mengelead dan mendorong team saya untuk selalu update dalam pelatihan. Update dalam materi dengan ilmu yang mendukung dan terkait dan juga update dalam cara menyampaikannya.

Pengalaman saya menjadi trainer dan manager training yang dimulai dari nol menjadi pengalaman tak terlupakan .... tunggu tulisan berikutnya

Munir Hasan Basri

writer, trainer dan coach



26.7.24

Kesibukan karyawan, apa iya ?

Selamat siang semua, Insya Allah selalu dicerahkan dalam bekerja.

Hari ini hari yang cerah dan asyik untuk bekerja. Saya ingin membahas yang namanya kesibukan kerja seorang karyawan. Apa sih yang dimaksudkan dengan sibuk ? Kata saya sih, mereka yang ada pekerjaannya dan menjadi sangat sibuk karena ada banyak hal yang dikerjakan, seolah tak ada waktu yang longgar. Atau kesibukan itu dinyatakan dengan kerja yang mengejar batas waktu penyelesaiannya. Tapi ada juga yang sibuk dengan pekerjaan rutinnya, menghadapi pelanggan yang tidak sedikit sehingga kurang tertangani dengan baik. Apapun namanya itulah kerja yang tidak pernah berhenti dengan dinamika kesibukan yang naik turun.

Kesibukan lain, seperti terlihat dari seorang bos. Apa sih yang biasa bos yang levelnya tinggi ? Yang pertama seorang sering disibukkan dengan persoalan administrasi, mengecek dan mengACC proses. Seorang bos yang jeli dapat melihat kinerja bawahannya, kalau bosnya lagi fokus. Tapi kalau hanya tanda tangan saja pastilah tidak pernah tahu kinerja bawahan. Karena apa saja di tandatangani membuat bos menjadi sibuk. Apa iya begitu sibuknya ? Semestinya seorang bos tidak begitu disibukkan dengan persoalan tanda tangan, tapi jauh lebih bermakna untuk melihat kinerja bawahannya. Kinerja karyawan dapat dilihat dari report. Dengan melihat kinerja bawahannya, bos bisa menganalisa persoalan yang terjadi dan mencari tahu solusinya.  Tak banyak perusahaan di Indonesia seperti ini, banyaknya bos atau direktur sekalian masih berkutat dengan proses administrasi, seperti mengeACC penjualan atau administrasi keuangan. Dunia saat sudah berubah dan membutuhkan banyak ide kreatif dalam menghasilkan penjualan yang tinggi dan proses -proses yang kualitatif serta teknik pengawasan yang akurat. Semua ini menjadi beban seorang bos, bukan menjadi beban sepenuhnya karyawan di bawahnya. Sekali lagi kesibukan bos ini mesti dicek kembali, apakah job descnya sesuai dengan levelnya. Ini masalah kepercayaan dan kemampuan. Sibuk nggak bos ? Sibuklah dengan apa yang seharusnya dilakukan, bukan sibuk karena semua hal mau diketahui dan mau dikerjakan sendiri.

Siapa bos itu ? bisa manager, GM atau bahkan direktur, yang menjadi kunci bagi terlaksananya tugas bawahannya. Bawahan yang bener, tidak hanya melaksanakan perintah atau tugas-tugas untuk mensukseskan tanggung jawabnya. Tapi juga mesti mampu "membuat laporan" tentang dirinya dan untuk diketahui atasannya. Yang terakhir sebagai bawahan yang baik, mestinya membangun sikap pembelajar dimana setiap periodik mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan mampu meningkatkan menjadi semakin baik. Sama halnya seorang bawahan terlalu disibukkan dengan pekerjaan semu. Misalkan seorang salesmen "merasa dirinya sibuk mengejar omset" bertemu dengan klien dan sebagainya. Sebenarnya banyak waktu yang "hilang" yang diklaim jadi sebuah kesibukan. Waktu yang hilang itu dihabiskan dalam perjalanan atau ngobrol yang lama dengan klien. Bukankah jika ada kemampaun yang kreatif, maka memilih lokasi atau negosiasi lokasi dan tempat menjadi penting untuk mendapatkan hasil yang lebih dengan waktu yang efektif. kemampuan lain adalah kemampuan komunikasi menjadi penentu waktu dalam "ngobrol" dengan klien. Mengolah produk dalam berbagi cara komunikasi membuat klien dengan cepat memahami dan menilai produknya. Memang di dalam dunia sales, selalu dikaitkan dengan tekanan. Tekanan itu menciptakan keseriusan dan kesibukan. Ditambah lagi salesmen itu selalu mencari alasan untuk dibenarkan dalam tindakannya (belum tercapai target). Disinilah kemampuan karyawan dibutuhkan untuk selalu mengupdate diri agar bisa menghadapi tekanan dengan tenang dan nyaman. 


Sama halnya kesibukan seorang administratir yang memproses administrasi, semakin besar produktivitas perusahaan semakin sibuk administrator. Setiap orang memproses satu lembar kerja atau menyelesaikannya sampai selesai, artinya sudah pasti diketahui oleh dirinya sendiri bahwa berapa waktu pekerjaannya. Seringkali pada saat puncak produktivitas, menjadi sangat sibuk dan tetap mengerjakannya. Padahal waktunya tidak cukup dan ini sering terjadi. Tanpa disadari administrator ini telah "memperlama" proses sehingga menganggu proses keseluruhan. Dalam bisnis yang cepat, hal ini bisa menyebabkan tertunda atau menghilangkan potensi keuntungan. Disinilah seorang administrator mesti meningkatkan ketrampilannya setiap saat. Memprediksi adanya kesibukan dalam proses dapat diantispasi dengan ketrampilan tinggi.

Hindari diri dari kesibukan yang terjadi dan tidak ada keinginan untuk mengurangi kesibukan itu dengan kemampuan dan ketrampilan yang update. kesibukkan setiap hari itu baik, asal memang seharusnya untuk melakukannya dan mulailah berpikir batas kemampuan diri. Batas kemampuan diri (karyawan) itu menunjukkan ketersedian SDM tidak mencukupi lagi. Jika hal ini tidak terukur dengan benar, maka terjadilah kesibukan yang menyebabkan stress. Stress inilah yang bisa berbalik kepada siapapun yang menyebabkannya menjadi tidak produktif lagi. Batasan kemampuan karyawan menjadi tanggung jawabnya "HRD" agar dapat mengadopsi kemampuan terbaru yang sangat mungkin meningkatkan nilai batasan kemampuan melalui pelatihan, komunikasi, diskusi, brainstorming dan sebagainya.

Apakah saya berpikir kesibukan itu masih diperlukan ? Bisa ya tapi jangan sampai kesibukan itu memaksa kemampuan yang ada tanpa ada keinginan untuk menjadi lebih baik. Memaksakan kemampuan diri tanpa belajar bikin stress dan fatalnya membuat semangat dan produktivitas menurun. Mungkin karyawan tidak menyadari hal ini, yuk sadarkan diri tentang kemampuan dan pekerjaan agar menciptakan suasana nyaman dalam bekerja.

Terima kasih 
Munir Hasan Basri


25.7.24

Kuasai pikiran menjadi semakin baik

 Selamat siang semuanya, Insya Allah selalu dalam keberkahanNya.

Sewaktu saya memulai training daya kritis, saya mengaitkan informasi yang saya dapatkan yaitu "Pikiran menguasai manusia". Kok bisa ? Bukankah saya yang memiliki pikiran, pastilah saya menguasai pikiran saya. Tapi ternyata tidak begitu. Disini saya mulai mengaitkan training daya kritis saya dengan "Pikiran Menguasai saya". Idenya apa iya begitu ? Mulai hadir daya kritis dengan bertanya. Lalu saya beranikan untuk menyelami dan mengalami dengan "Pikiran menguasai saya". Ternyata bener ! Lalu saya mencari jawaban atas daya kritis saya, dengan bertanya lagi. Terus mengapa saya mesti kritis terhadap pikiran menguasai saya ? Kalau saya dikuasai pikiran, maka saya tidak bisa menjadi apa-apa yang saya inginkan. Keadaan ini bukan saya, saya menginginkan menjadi lebih baik. Artinya saya mesti menguasai pikiran agar apa yang saya lakukan menjadi nyata (berubah) menjadi lebih baik. Daya kritis saya lalu menemukan solusinya. Begitulah cerita ide muncul training daya kritis. Prosesnya adalah training daya kritis ... sadar masalah - solusi. Sadar bahwa pikiran menguasai saya itu tidak baik dan saya memiliki keinginan, maka mencari solusinya. Memulai daya kritis terhadap diri sendiri menjadi lebih baik dan bisa membangun budaya daya kritis di kantor.



Apa sih yang dimaksud dengan "pikiran menguasai saya" ? Kalau pikiran menguasai saya artinya pikiran saya sudah ada isinya. Apa isinya ? semua yang masuk ke dalam pikiran saya, baik yang saya lihat, apa yang saya baca, apa yang saya dengar, apa yang saya lakukan ... apapun yang disengaja atau tidak masuk ke dalam memori. Memori ini tersimpan di pikiran bawah sadar, dan muncul saat ingin melakukan sesuatu atau merespon sesuatu. Bayangkan saat saya merasa dingin, maka memori yang ada dalam pikiran yaitu menggerakkan tubuh dan bilang "dingin". Saat saya dipanggil nama, maka memori langsung mengakses respon yang ada, misalkan "menoleh" atau langsung menjawab "iya, saya". Semua memori itu yang bisa menguasai diri saya kalau saya tidak mau menggantinya dengan sikap dan tindakan lain yang saya inginkan. kalau saya tidak mampu menggantikan sikap dan tindakan dari memori yang ada, maka saya melakukannya "otomatis". Inilah saya yang dikenal sebagai rutinitas saya, saya sebut saja M1 (memori 1 atau awal). Misalkan saat bangun tidur , ada kebiasaan seseorang yang langsung buka HPnya. Atau ada yang langsung bangun dan sebagainya. Semua kebiasaan atau M1 ini adalah pengalaman hidup sampai hari ini, yang didasarkan, oleh latarbelakang pendidikan, keluarga, budaya dan banyak hal lain yang dialami selama hidup.  Apakah saya sadar dengan semua ini ? Sekarang saya menyadarinya karena saya fokus memikirkannya. Lalu apa yang saya dapatkan ? Tidak banyak yang berubah dalam hidup saya, saya adalah kebiasaan saya, saya sebuat saja K1, yang merupakan sikap (respon) dari M1 (isi memori saya). M1 - K1 dan hasilnya adalah diri saya sekarang (S1). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah saya bisa menjadi S2 (mimpi saya untuk sukses) dengan M1 dan K1 ? Tidak kesesuaian. M1 - K1 - S1, mau S2 perlu K2 dan M2.


Disinilah solusi atas daya kritis saya, yaitu menemukan K2 dan M2.  Tindakan untuk mendapatkan S2, paling tidak sudah saya prediksi (tindakan apa yang bisa dan mesti saya lakukan). Untuk melakukan K2, maka saya butuh apa saja dalam memori saya (M2). Disinilah saya mesti melakukan banyak hal untuk menjadi M1 berubah menjadi M2. Saya mesti belajar ilmu baru, saya mesti memiliki pengalaman baru, saya mesti memiliki ketrampilan baru dan banyak lagi. Yang perlu diingat apakah S2 yang saya inginkan itu tercapai dengan memiliki M2 dan K2 ? Ternyata M2 dan K2 itu hanya prediksi saya saja, yang menurut ilmu saya itu pasti. Dari padangan orang lain M2 dan K2 nya bisa berbeda dengan apa yang saya prediksikan. Sikap ini mesti disiapkan, jangan sampai kalau saya menpersiapkan M2 dan melakukan K2 pasti saya menjadi S2. Artinya kalau tidak berhasil, maka saya mesti bersikap menerima dengan terus mengevaluasi M2 dan K2 menjadi M21 atau K21. Gampang begini, kalau saya memiliki target penjualan 1M (sebelumnya hanya 500juta). Dalam pikiran logis dan ilmu probabilitas, saya memprediksi target itu tercapai jika saya melakukan 2 kali aktivitas yang sekarang (K2), dan saya menambah ilmu yang mendukung target 1 M (M1). Dalam pelaksanaannya saya tidak berhasil, maka yang dilakukan adalah evaluasi dan koreksi K2 dan M2. Dari sini semua orang mesti memiliki sikap "berani" melakukan hal yang semakin baik dan memiliki sikap "mau belajar lagi" sehingga mampu mendukung kebiasaan baru (K2). Semakin kaya pengalaman membuat saya bisa memperkecil kemungkinan tidak berhasilnya, dan saya mempresiksi dengan lebih tepat apa yang saya masukkan ke dalam M2 dan melakukan K2.

Agar S2 saya yang menginginkan hidup yang lebih tinggi tercapai, maka saya mesti menambah atau mengganti M1 menjadi M2. Hal ini bisa dan sangat mungkin kalau saya bersikap pembelajar. Tanpa memiliki sikap pembelajar, maka M2 nya tidak mudah diciptakan dan akhirnya K2 pun tidak bisa diciptakan. Inilah yang terjadi dari mereka yang memiliki mimpi besar tapi tidak mau belajar. Disisi lain, sikap belajar yang ada belum tentu juga M2 yang ada dapat mengubahnya menjadi K2. Perhatikan, misalkan untuk bisa menjadi sukses (S2), maka saya sudah siapkan memori (M2) dengan disiplin waktu. Lalu apakah otomatis saya bisa melakukan kebiasaan disiplin (K2) ? Belum tentu, awalnya mungkin bisa melakukan K2 dan seiring waktu kebiasaan disiplin itu bisa jadi kebiasaan disiplin itu tidak bisa saya lakukan terus-menerus, K2 saya tidak berhasil. Disinilah dibutuhkan keberanian untuk memulai dan sabar untuk melakukan K2 terus-menerus. Disinilah M1 dan K1 saya sebagai rutinitas menjadi kuat dan tidak mudah dikalahkan. M1 saya mengatakan waktu bangun tidur adalah mematikan alarm dan tindakannya mematikan alarm (K1), apakah hari berikutnya saya mampu langsung bangun (K2) sekalipun sudah ada memori M1 saya mengatakan langsung bangun itu bagus ? Awalnya saya dikuasai pikiran, waktu alarm berbunyi dan saya bilang matikan alarm dan tidur lagi. Saat pikiran menguasai, hadir self talk untuk "melawan"nya ada M2. Tidur lagi atau bangun ? Semakin lama self talk dan belum mengambil keputusan, biasanya M1 dan K1 menang. Ada keberanian untuk K2 dengan mengambil keputusan segera tanpa self talk yang lama.  Sama halnya dalam mengambil keberanian untuk kebiasaan disiplin untuk sukses. So untuk menjadi apa yang saya inginkan, saya memprediksi kesesuain M2 dan K2 yang mesti selalu saya evaluasi menuju referensi yang saya inginkan. Lalu saya mesti memiliki sikap pembelajar untuk menambah memori yang cukup untuk mendorong saya  melakukan K2. Saya bisa melakukan K2 kalau saya berani melawan M1 (kebiasaan sekarang).

Insya Allah tulisan ini bisa menginspirasi semua untuk menjadi lebih baik dengan motivasi internal yang cara yang diyakini berhasil. Terima kasih

Munir Hasan Basri


24.7.24

Melatih daya kritis

 Selamat siang semuanya, Semoga bersemangat hari ini

Hari ini saya berbagi materi tentang melatih day kritis terhadap diri sendiri. Kok begitu mas ? Ya jika saya kritis terhadap diri sendiri dan menjadi biasa, maka saya sudah berani dan siap untuk jujur atau menerima berpikir kritis. Berani apa ? Berani menerima dan menjalankan solusi yang saya inginkan terjadi. Tidak banyak orang yang mampu menerima pendapat sendiri dan melaksanakan solusinya. Saya cenderung bisa menjalankan solusi atau perintah orang lain (dihormati atau atasan) karena terpaksa atau sengaja. Buktinya apa ? Disuruh atasan mau dikerjakan, tapi disuruh oleh diri sendiri agak malas begitu. Kurang yakin ? Perhatikan apa yang saya inginkan sampai hari ini, bukankah banyak hal ? Dari keinginan saya tadi, saya sedikit yang dilaksanakan. Entah kurang ilmunya atau kurang pengalaman atau kurang berani dan sebagainya ... fakta saya kurang oke lah.

Atas dasar itulah kekurangan saya di atas, maka saya mengubah strategi dengan memberi sedikit teguran atau semacam "paksaan" kali ya atau menyadarkan diri saya sendiri. Strategi ini saya lakukan dengan bertanya. Kok bisa hanya dengan bertanya ... Contoh sederhana, Apakah saya mau kerjae dalam keadaan tertekan ? Banyak yang jawab tidak mau, tapi kan memang begitu kalau mau kerja pasti ada tekanan. Oke saya ganti pertanyaannya, Mau nggak kalau kerja dengan keadaan senang ? Mau dong,Semua menjawab. Kalau mau berarti apa yang bisa saya lakukan ? Saya mesti mau menerima dengan senang pekerjaan yang diamanahkan. Mesti punya ilmu dan dikerjakan dengan sabar (dan seterusnya). Apa yang saya dapatkan saat kerja senang ? Banyak banget kebaikan yang dapat rasakan. Saat ini, saya merasakan ada semangat dan sangat ingin melakukannya. Inilah yang saya sebut bahwa bertanya itu menjadi sebuah cara untuk mengkritisi diri sendiri dan menerapkan solusinya.

Bandingkan jika saya "salah" bertanya, maka strategi mengkritisi diri itu menjadi "salah" atau tidak terjadi apa-apa. Apa sih yang saya inginkan ? Saya ingin sukses. Apa bisa saya sukses ? Kayaknya bisa, tapi saya tidak pintar dan belum oke. kalau pun saya mau mengerjakannya, tapi memang ada yang support ? dan berani nggak ? Kurang berani sih. Kalau gagal ? Ya mesti mulai lagi. Apakah tidak habis waktunya ? Iya sih. Pertanyaan ini tidak memberi dorongan optimisme. Kesimpulannya ... mesti bisa mencari pertanyaan apa yang bisa menggugah untuk bertindak. Ada orang yang bilang "power of question".

Saya ambil makna mengkritisi diri sendiri itu sebagai berikut :

1. Menyadari keadaan sampai sekarang itu adalah sama dengan apa yang saya kerjakan sepanjang tahun, sedangkan saya menginginkan menjadi semakin baik. Apa bisa ?

2. Tidak tahu (sadar) bahwa apa yang dikerjakan setahun ini tidak memberikan perubahan yang banyak, hanya rutinitas saja. Padahal saya ingin mengerjakan ini dan itu, tapi tidak ada waktu. Tanpa disadari banyak yang diperintahkan orang lain bisa dikerjakan.

3. Sudah banyak rencana yang saya buat, tapi sepertinya tidak sungguh-sungguh dibuat dan hanya karena situasional (lagi ada tugas atau ada pelatihan). 

Mengkritisi diri sendiri itu butuh keberanian dan kesengajaan untuk menyadarkan apa yang terjadi sekarang ini adalah "masalah" atau memiliki visi untuk meningkatkan kinerja semakin baik. Solusinya dimana ? Saya tidak perlu khawatir karena saya adalah "tukang komen" alias yang biasa menilai orang lain, menilai orang lain itu salah atau kurang baik. Bagaimana solusi itu dialamatkan kepada diri sendiri ? Siap lah.






Sampai sini, paling tidak, saya sudah bisa mengatakan "Saya memiliki masalah dengan keadaan sekarang ", atau saya mau bilang,"Saya bisa dengan sengaja untuk berpikir LEBIH positif", hal ini saya sudah mulai kritis kepada diri sendiri. Solusinya ? Bertemu di artikel berikutnya.

Terima kasih
Munir Hasan Basri
Trainer, Writer and Coach of Self empowerment



nya

23.7.24

Apa iya, yang penting kerja aja

 Selamat siang semuanya, Insya Allah dalam keadaan sehat.

Kali ini saya ingin menulis tentang kerja, apakah tak perlu semangat ata energi dalam bekerja ? Pada umumnya, semua orang bilang,"kerja aja, yang penting ada gaji". Emang ada waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam kerja. Entah itu "makan yang sehat' agar bisa berenergi dalam bekerja" atau "rencana kerja yang mesti disusun dulu"  atau "mengendalikan diri agar kerja tanpa diganggu perasaan bete dan sejenisnya" atau yang lainnya. Daripada mempersiapkan semua itu, mending waktunya dibuat untuk kerja (atau yang lainnya). Tapi bagus juga kalau disiapkan. Saya pilih beberapa hal saja, yaitu tentang semangat kerja.

Apa pentingnya semangat dalam kerja ? Bayangin ya kalau kerja tanpa semangat ... sepertinya ada yang kurang, kerja sih kerja. Ada yang nggak nyaman dan sedikit "keterpaksaan" dalam kerja. Tapi ada beberapa orang merasa nyaman aja, karena memang sudah terbiasa. Sebuah rutinitas  yang  cenderung bosan dan mudah lelah. Kok bisa ? Bekerja tanpa semangat menguras energi lebih besar (terutama ketidaknyamanan) dibandingkan bekerja dengan semangat. Bekerja dengan semangat ... pasti juga menguras energi, tapi didalam semangat itu bisa menghadirkan energi lagi. Bekerja dengan semangat itu merasa memiliki energi tambahan dan tidak merasa kehabisan tenaga.

Mana yang dipilih bekerja tanpa semangat atau bekerja dengan semangat ? Mmeilih untuk bekerja tanpa semangat tidak perlu "materi", tinggal jalanin aja. Begitu juga dengan bekerja dengan semangat ... asal yakin dengan apa yang dikerjakan atau harapan dari apa yang dikerjakan. semangat hadir dan memberi energi yang tinggi. Disinilah perbedaannya, bekerja tanpa semanngat itu perlu energi yang mesti diadakan.  Logika memilih bekerja dengan semangat. Iya apa iya ? kalau saya bersemangat bekerja, apa nggak untung perusahaan ? Inilah yang mengoda mereka yang bersemangat dalam kerja. Kok bisa ? Bisalah. Karena bekerja dengan logika. Logika itu selalu ada hitung untung-ruginya. Maka dalam memutuskan untuk bersemangat pasti juga dengan logika. Apa untung dan ruginya ? Ada kepikiran juga semangatnya sedikit aja, apa bisa ? semangat tidak bisa ditakar-takar. Saya bersemangat, tapi apakah nanti perusahaan mau "membalasnya" ? Inilah godaan selanjut saat sudah mengambil keputusan untuk bersemangat. Begitulah pergulatan logika untuk memutuskannya.


Pekerjaan itu sering dipersepsikan dengan materi atau uang. Saya kerja di gaji sehingga apa yang dikerjakan selalu direferensikan dengan uang. kalau sudah begini, nggak pernah tuntas. Apa iya mau diterusin ? Stop. MUlailah melibatkan hati dalam mengambil keputusan. Hati itu cenderung tidak berlogika (untung atau rugi) , tapi mendasarinya kepada kemanfaatan. terutama kemanfaatan kepada diri sendiri. Misalkan ada orang mau sedekah, tidak terjadi kalau pakai logika, Sedekah itu urusan hati dan memberi kemanfaataan. Bersedekah adalah perbuatan hati karena soal kepercayaan, sehingga dilakukan untuk mendapatkan kemanfaatan. Bayangkan saat kita mengambil keputusan untuk bersemangat itu dengan hati. Adakah kemanfaatannya bagi diri sendiri ? Ada, memudahkan dan memperlancar apa yang kita lakukan. Ada energi dan rasa senang saat mengerjakannya. Semua ini berdampak kepada makna apa yang kita kerjakan. Soal kemanfaatan yang diperoleh perusahaan adalah dampak dari kemanfaatan yang kita rasakan. Jadi tidak bener juga semua persoalan yang berkaitan dengan kerja selalu menggunakan logika. Hati juga mesti dilibatkan, hati mencerdaskan logika.

Ada hati dan semangat dalam kerja. Mesti digunakan untuk mencerdaskan pikiran (logika) sehingga diperoleh ilmu dan cara-cara untuk memudahkan pekerjaan. Dan hati pula yang mampu mengendalikan ego, yang bisa merusak logika akal sehat. kerja keras itu bagus, sangat cerdas kalau kerja dengan ilmu, dan menjadi bermakna kalau kerja dengan hati. 

Terima kasih.

22.7.24

Makna karyawan baru

 Selamat siang semua, Insya Allah selalu diberikan kemudahan kerja.

Umumnya Karyawan yang baru diterima kerja di sebuah perusahaan atau usaha mengucapkan Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya bagi Allah pemilik alam semesta. Maknanya adalah Allah mengizinkan karyawan baru itu diterima bekerja. Apakah izin tersebut karena kemampuan karyawannya ? Bisa jadi, tapi sebenarnya karyawan baru itu diterima karena banyak hal. Kalau hanya pintar, masih ada yang lebih pintar. Atau mau bilang yang paling baik, kan masih ada juga yang lebih baik. Bisa jadi karyawan itu datang lebih awal dan test duluan sehingga memberi kesan positif kepada HRD atau pemilik usaha. Atau ada rasa kasihan dan ingin membantu. Dan pasti ada banyak kemungkinan yang terjadi. Kata yang terucap hanya Alhamdulillahirrabbilalamin. Bukan karena apapun atau siapapun, karena Allahlah karyawan itu diterima.

Allah mengizinkan karyawan baru diterima karena kehendaknya. Jika karyawan baru merasa dirinya pintar (kemampuannya) tinggi dan memenuhi persyaratan, maka bersyukurlah dengan kepintarannya. Cara bersyukurnya pasti tidak sombong. Bukankah kepintaran dari ilmu yang dimilikinya adalah pemberian Allah. Karyawan baru itu menjadi pintar karena memiliki sikap dan perilaku untuk selalu belajar. Apa yang menjadi tanggung jawabnya setelah bekerja ? Menjadikan kepintarannya sebagai dasar mengambil keputusan dalam bekerja.  Orang pintar tidak merasa dirinya paling pintar, memiliki sifat rendah hati. Sifat rendah hati ini membawa karyawan untuk bisa menerapkan ilmu dengan memperhatikan sikap dan kebiasaan atasan dan rekan kerja. Tidak semua pekerjaan mengandalkan ilmu, tapi bisa juga adab atau akhlak. Jadi sebagai karyawan baru mesti menjaga sikap rendah hati, empati dan adab yang baik sehingga kepintaran yang dimilikinya dapat berkembang dan mendukung kerja yang semakin baik. Inilah makna Memuji Allah dengan apa yang telah Allah berikan berupa ilmu untuk disyukuri.

Dari sisi lain, Allah memilih karyawan baru itu dari sekian banyak orang yang melamar. Memang HRD atau pemilik yang memilih, tapi semua itu atas izin Allah. Ada pelamar yang pintar tapi kurang sreg, dan HRD atau pemilik merasa nyaman aja memilih karyawan baru  itu. Terlepas dari itu semua, yakinlah memang HRD atau pemilik usaha memilih atas izin Allah. Kalau dpilih artinya dipercaya. Dipercaya untuk diberi amanah untuk mengerjakan apa yang dibutuhkan perusahaan atau usaha. Ada kata dipilih dan sebelumnya pasti diseleksi, lalu dipercaya dan akhirnya amanah.  Amanah dari siapa ? Amanah dari HRD atau pemilik usaha, dan yang pasti amanah dari Allah. kalau ada amanah berarti ada tanggung jawab. HRD atau pemiliki usaha memberikan tugas dan tanggung jawab untuk dikerjakan (deskripsi pekerjaan). Apakah ada juga tugas dan tanggung jawab dari Allah ? Pasti ada dong, dan bagaimana menyikapi kedua tugas dan tanggung jawab tersebut. 

Jangan-jangan hanya tugas dan tanggung jawab perusahaan yang dikerjakan, tapi lupa dengan Allahnya. Ingat waktu diterima, karyawan baru mengucapkan Alhamdulillahirrabbilalamin. Lagi kerja di kantor atau tempat usaha lupa waktu shalat. Apa ini tanggung jawabnya ? Sepertinya banyak tanggung jawab kepada Allahnya berkurang. Bagaimana sikap dan perilaku ? Bukankah tersenyum menjadi sebuah ibadah kepada Allah yang bisa diterapkan dalam bekerja. Senyum bertemu atasan dan rekan kerja, jangan sampai saking sibuk dan fokusnya kerja ... menjadi tidak mudah untuk tersenyum. Bukan saja ibadah seperti shalat, adab seperti tersenyum mest menjadi tugas dan tanggung jawab kepada Allah dalam bekerja. Atau ada kecil lainnya yang mudah untuk tidak dilakukan, menyapa dengan ikhlas BUKAN menyapa untuk basa basi. Bayangkan menyapa rekan kerja atau atasan dengan doa "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" adalah kewajiban karyawan baru untuk menebar salam sejahtera, rahmat dan keberkahan di tempat kerja tau tempat usaha. Sebagai karyawan baru, yang beragama Islam wajib memenuhi tugas dan tanggung jawab kepada Allah. Apakah tugas dan tanggung jawab ini bertentang dengan tugas dan tanggung jawab dari atasan  dalam kerja ? Yang pasti tidak pernah bertentangan, tapi malah sangat mendukung pekerjaan. Maknanya didalam jiwa yang sehat dengan menjalankan tugas dan tanggung jawab kepada Allah membuat karyawan baru itu bersemangat dan bahagia. Keadaan ini membawa kepada kerja yang produktif.


Karyawan baru ? Iya dong. Nggak sombong tapi rendah hati. Bagaimana karyawan baru menjadi dicintai Allah dalam bekerja ?  Awalnya kan karyawan baru itu diizinkan Allah, diberi amanah dan menjadi dicintai karena bertanggung jawab dengan terus meningkatkan kerjanya. Bekerjalah untuk Allah ? Bukankah karyawan baru bekerja langsung kepada atasan atau pemiliki usaha. Bekerja untuk Allah itu lebih tinggi nilainya dari yang diberikan atasan. Contoh karyawan yang bekerja sebagai administrasi, diminta membuat laporan setiap minggu. Maka karyawan itu selesai mengerjakannya pada waktunya. Bekerja untuk Allah, seolah Allah hadir dalam setiap karyawan baru itu bekerja. Allah melihat karyawannya sekalipun karyawan tidak melihat langsung kepada Allah (ihsan). Dalam membuat laporan, karyawan tidak mau melakukan dengan cara yang tidak benar misalkan tidak jujur isi laporannya (yang penting ada laporannya) karena Allah melihat. Maka dalam situasi apapun dalam membuat laporan itu, karyawan baru merasa terjaga untuk membuat laporan dengan benar. Dan yang paling menarik adalah saat membuat laporan itu mau menunjukkan kemampuan dihadapan Allah dengan laporan terbaik, isi laporan dibuat simaksimal dapat dijadikan kesimpulan bagi atasan membuat keputusan. Dan laporan dibuat semenarik mungkin agar atasan senang melihat dan membacanya serta diselesaikan sebelum waktunya. Dalam hal ini, karyawan baru mengerjakan laporan melebihi apa yang dimintai oleh atasan. Karyawan baru memenuhi tugas dan tanggung jawab kepada Allah dan pasti menyenangkan bagi atasan.


Tapi kan atasan saya bukan muslim. Bagaimana dong ? Islam itu untuk seluruh alam. Bayangkan apa iya atasan yang bukan muslim tidak mau karyawannya bekerja memiliki sifat rendah hati, empati dan memiliki juga adab baik. Dan selalu bekerja maksimal dan semakin baik. Sekalipun tidak muslim, seorang atasan senang dengan apa yang dilakukan karyawan baru yang muslim. Hanya orang bodohlah yang tidak mau menerima karyawan seperti di atas.

Kepada siapapun, yang baru bekerja atau sudah lama bekerja. Ingat bahwa Allah telah memilih dan mengizinkan untuk bekerja. Berterima kasihlah dan bersyukurlah dengan cara menerima amanah kerja yang ikhlas dan mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Bagi atasan atau perusahaan atau tempat usaha berikan support dan lingkungan kondusif agar karyawan bekerja untuk Allah dan tempat dimana dia bekerja.

Terima kasih, semoga menginspirasi menjad semakin baik

Munir Hasan Basri

Trainer, Writer, Pendamping pemberdayaan diri

19.7.24

Training berpikir kritis

 Selamat sore semua, Insya Allah selalu ada ilmu baru buat dipelajari.

Saya ingin bercerita tentang pengalaman memberi training tentang berpikir kritis. Untuk memberikan training, saya mempersiapkan training dengan lebih baik. Apa itu ? Pilihan materinya, yaitu mengambil dari perkembangan saat ini. Kemampuan-kemampuan yang mesti dikuasai adalah berkemampuan berpikir kritis, manajemen problem solver dan berpikir kreatif. Semua ini sangat mendorong saya berbaginya. Pilihan pertama saya adalah berpikir kritis. Referensi berpikir kritis dilakukan untuk kritis terhadap kebijakan dan keputusan yang sudah ada di dalam perusahaan. Dan yang menjadi kritis mesti memberikan solusi. Untuk itu tidak banyak yang bisa kritis karena mesti memiliki kemampuan lebih dan menguasai persoalan dengan situasinya. kalau saya training materi ini, maka menjadi bagi karyawan kebanyakan. Agar training ini menjadi menarik buat semua karyawan, saya memilih kritis kepada diri sendiri. Hal ini dilakukan agar karyawan menjadi produktif dengan solusi yang mereka miliki sendiri. Disini ternyata menjadi penting memilih materi yang menarik yang update agar dibutuhkan peserta training


Persiapan menjadi penting dalam training. Saya membuat training dengan membuat simulasi seolah saya sudah berkomunikasi dengan pesertanya. Dalam simulasi ini saya sudah membayangkan materi saya mesti terkait dari slide awal sampai slide akhir, dan juga sanggahan, komentar dan pertanyaan yang muncul. Disini saya juga mempersiapkan jawaban, memberikan respon atas komentar dan sanggahan. Dengan cara ini saya dapat memberikan materi yang lebih baik dan membuat saya lebih percaya diri. Saya pun melakukan evaluasi terhadap materi dari training pertama ke training berikutnya. Saya selalu mengupdate materi dari hasil training pertama. Tak bisa dipungkiri topik materi mesti update atau mengupdate materi yang sudah ada menjadi kunci training sebagai solusi bagi produktivitas kartawan. Tidak itu saja, buatlah isi slide demi slide menjadi hidup dan menarik bagi peserta. Jangan lupa untuk selalu mengupdate isi materi untuk pelatihan berikutnya.


Training menjadi hidup, saat saya mampu menyampaikan materi untuk menjadi bagian dari peserta. Saya mengajak peserta untuk terlibat dalam training. Diantaranya, peserta saya ajak membaca materi dan memberi komentar. "Silakan mas A bantu baca slide ini" dan memberi kesempatan memberikan pendapatnya. Atau peserta saya minta untuk menjawab dari pertanyaan peserta lain. Penghargaan seperti ini membuat peserta menjadi merasa hadir dalam training, karena bisa ditunjuk untuk keterlibatannya. Tak hanya ini, saya mengajak beberapa peserta untuk role play dalam menerapkan materi. Beginilah saya menerapkan training agar menjadi menarik bagi peserta dengan melibatkan semua peserta.

Saatnya saya berbagi tentang materinya, saya memilih kritis terhadap diri sendiri. Mengapa ? Saya tidak ingin terjadi "konflik" antar karyawan, karena ada banyak orang tidak begitu suka dikritisi dan lebih cenderung "melawan". Maka saya memilih setiap orang mengkritisi dirinya sendiri. Tidak mudah karena setiap orang belum tentu mau mengkritisi dirinya sendiri. Training ini lebih banyak untuk "menyadarkan" setiap orang untuk tahu keadaannya sekarang. Lalu menyadarkan mereka bahwa keadaan mereka sekarang ini tidak cukup siap untuk menghadapi masa depan atau keinginan mereka. Akhirnya saya membawa mereka dengan sebuah pertanyaan "Apakah bisa meraih keinginan (masa depan) dengan apa yang mereka lakukan sekarang ? Keadaan sekarang kesesuaian dengan kemampuan sekarang, maka tidak mudah untuk mendapatkan keadaan di masa depan (keinginan) dengan kemampuan sekarang. Saya mengajak peserta untuk menentukan sendiri kemampuan yang dibutuhkan untuk meraih apa yang mereka inginkan. Saat mereka menemukan kemampuan itu, maka mau tidak mau mereka mengerjakan kemampuang itu sekarang. Dilakukan hari demi hari sehingga menjadi kebiasaan baru. kebiasaan baru inilah yang bisa mengantarkan mereka menjadi semakin baik. Apa yang terjadi ? Setiap karyawan bisa kritis terhadap dirinya dan mampu meningkatkan produktivitas, maka team atau perusahaan menjadi lebih baik. Dan sikap ini bisa membangun budaya dalam perusahaan untuk berpikir kritis.

Alhamdulillah saya dapat mendeliver training ini yang membuat peserta bisa menyadari untuk terus mengkritisi diri menjadi semakin produktif. Saya sangat berterima kasih kepada peserta training dengan keterlibatannya. Dan saya mendapatkan banyak hal untuk memperbaiki materi menjadi lebih baik. Terima kasih. 

Munir Hasan Basri

Featured post

Apa iya saya bisa ?

 Semangat pagi buat semua, In Syaa Allah kita tetap dilindungi Allah dalam kebaikan dan dimaafkan segala kesalahan selama ini. Aamiin Judul ...