Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

18.7.24

Membangun motivasi karyawan

 Selamat siang semua, Insya Allah sehat dan mampu bekerja dengan baik.

Hari ini saya ingin menulis tentang apa sih kerja itu. Ada yang bilang," kerja ya kerja". kerja yang dimaksudkan untuk mencari uang atau rezeki, dengan bekerja yang diperintahkan atau bekerja maksimal agar mendapatkan uang. Uang itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Saya beranikan diri untuk menjelaskan makna dari kerja, yang bukan sekedar mencari uang.

Kerja itu merupakan tindakan, perbuatan, yang merupakan wujud apa yang apa dalam pikiran seorang karyawan. Tindakan itu merupakan respon atas job description atau tugas yang diberikan perusahaan. Misalkan ada job desc memerintahkan karyawan untuk disiplin, maka seorang karyawan dapat merespon perintah tersebut dengan apa yang ada dalam pikirannya. Seorang karyawan bisa merespon datang ke kantornya satu jam sebelum jam masuk, ada beberapa karyawan yang hadir saat menjelang jam masuk, dan ada juga yang hadir tidak disiplin banget (sesekali suka telat). Inilah respon karyawan dengan berbagai pengalaman dan latarbelakangnya. Dari berbagai sikap ini sudah bisa menunjukkan level dari kualitas karyawannya.

Yang datang lebih awal belum tentu kualitasnya baik, kok begitu ? Mesti dilihat dari apa yang dikerjakan sebelum kerja. Oke sih, datang lebih awal itu dimaksudkan untuk menghindar macet. Atau bisa jadi dimaksudkan untuk menunjukkan (pencitraan) sebagai karyawan yang baik (disiplin). Respon berikutnya dapat dilihat dari cara bekerja dan kemampuannya dalam kerja. Belajar dari berbagai alasan di atas, boleh dong dimana karyawan ingin dibayar dengan uang bekerja dengan maksimal. Disiplin, mengisi waktu dengan hal positif dan bekerja dengan maksimal. Kalau kerja itu tindakan atau perbuatan, maka setiap karyawan berusaha kerja yang baik, kerja yang bener. Bagaimana kalau saya menafsirkan kerja yang bener itu adalah perbuatan baik atau amal saleh (bagi yang muslim). Lalu dapat disimpulkan bahwa kerja itu amal saleh. Apakah setiap karyawan tidak mau beramal saleh ? Pasti mau dong. Alasan kerja karena amal saleh bisa menjadi kekuatan yang luar biasa untuk melakukan apapun. Mau disiplin ? Disiplin dilakukan untuk beramal saleh, semakin lebih awal kehadiran kerja semakin tinggi nilai amal saleh. Kalau sudah berdisiplin, maka ingin beramal saleh lagi. Maka sangat ingin mengisi awal waktu untuk hal-hal yang baik, lalu beramal saleh lagi dengan kerja yang bener. Jadi dari awal kerja sampai pulang kerja, semua yang dilakukan sebagai amal saleh. Inilah motivasi yang baik dalam kerja.

Mengapa mesti kerja sebagai amal saleh ? Amal saleh adalah bagian dari perwujudan dari iman. Terkadang seorang karyawan tidak menganggap kerja itu amal saleh, sehingga amal salehnya diluar jam kerja. Atau kerja ya kerja dan amal saleh itu saat diluar kerja seperti di rumah, di masyarakat atau di masjid. Amal saleh itu bukan dikantor sehingga amal saleh itu tidak banyak dilakukan. Bahkan sedikit amal saleh yang dilakukan, karena waktunya tidak banyak. Dengan pemahaman bahwa kerja itu amal saleh, maka kapan saja bisa beramal saleh. Untuk siapa ? Untuk Allah. Bayangkan saat karyawan bekerja (beramal saleh) itu untuk Allah, karyawan menunjukkan kerja yang terbaik yang dimilikinya dihadapan Allah. Bagaimana dengan atasan dan perusahaan ? Bukankah kerja untuk Allah itu sudah melebihi dari apa yang diminta atasan atau perusahaan. Bayangkan karyawan kerja ikhlas sudah melebihi apa yang diperintahkan.

Semua orang pasti beramal saleh, apalagi amal salehnya adalah apa yang seharusnya mesti dilakukan. Kalau tidak menyemangati juga kerja yang bener, maka bayangkan lagi kalau kerja sebagai amal saleh terus mendapatkan pahala. Sebagai muslim sangat berharap melakukan apapun untuk mendapatkan pahala. Jadi semakin bekerja yang terbaik yang dimiliki semakin banyak pahala yang dikumpulkan. Lalu buat apa pahalanya ? Pahala yang banyak itu berharap agar Allah ridho. Keridhoan ini bisa berbuah kepada pengizinan (pengabulan) dari doa karyawan. Atau mengundang Allah untuk berkehendak kepada karyawan untuk menolong atau mendampingi karyawan dalam bekerja. Mau nggak ?


Cara berpikir seperti di atas adalah bagaimana untuk memahami lebih detail terhadap sesuatu, dalam hal ini saya ingin memahami lebih lanjut tentang kerja sehingga mendapatkan kebaikan yang banyak. Kalau orang Jepang mengenalkan manajemen 5 W + 1 H, maka saya hanya menerapkannya untuk kebaikan. Dengan bertanya saya mendapatkan sudut pandang yang berbeda sampai hari, yaitu kerja cari uang. Ada uang ada kerja bagus. Inilah penafsiran yang mendorong kebaikan, Kerja - untuk cari uang - ternyata bisa juga ditafsirkan kerja yang baik atau yang bener - kerja yang bener itu amal saleh - amal saleh itu jadi motivasi kerja -amal saleh itu mendapatkan pahala - ridho Allah. Begitulah apa yang saya dapatkan agar seorang karyawan dapat bekerja dengan maksimal dan sangat ingin meningkatkan kerja semakin produktif.

Terima kasih.

17.7.24

Semangat dan Senang

Selamat siang dan selamat beraktivitas, semoga aktivitasnya semakin mudah

Apa yang terjadi saat saya bersemangat ? 99% saya merasa senang, perasaan nyaman untuk melakukan apapun. Misalkan saya semangat dengan pekerjaan saya, maka saya mengimajinasikan hal-hal yang ingin saya kerjakan, ya semacam skenario perjalanan menuju apa yang saya inginkan. Maksudnya saya ingin menikmati prosesnya. Biasanya saya tidak mudah memulai pekerjaan dan mesti memaksakan diri. Nah kalau saya bersemangat seolah saya memiliki energi yang besar, dan untuk memulai pekerjaan itu mudah. Inilah perasaan nyamannya. Energi yang besar itu ibarat saya memiliki dorongan yang besar dan saya terdorong untuk melakukan pekerjaan. Energi ini hadir setelah saya bersemangat.  Kalau udah begini, saya yakin semua orang menginginkan terjadi pada dirinya. "Bersemangat".


Mengapa saya bisa bersemangat ? Saat saya merasa yakin (tanpan ragu) atau saya sangat paham untuk mengerjakan sesuatu. Bukan sekedar yakin terhadap hasilnya, tapi yakin dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Disini saya memahami betul proses-proses yang saya jalani dan siap menghadapi apa yang terjadi. Ada masalah, ada hambatan dan ada juga ketidakmampuan yang bisa menyulitkan prosesnya. Apa iya begitu ? Saya pernah bersemangat untuk pergi berlibur. Saya yakin berlibur itu memberi kebaikan bagi saya. Ada semacam kekuatan (energi) untuk mewujudkannya. Saya membuat rencana perjalanan dan apa saja yang dilakukan di tempat libur.  Semangat ini memberi rasa senang. Bagaimana kalau tidak jadi berliburnya ? Saya kecewa. Inilah yang saya hindari, saya mau mengerjakan apapun demi terwujudnya liburan saya. Saya semangat - saya berenergi - saya senang - saya mengerjakan apapun. 

Apa dampak dari semangat dalam bekerja ? Perhatikan kata berikut ini, ada semangat - ada energi yang besar - ada rasa senang - mengerjakan dengan senang. Kata senang saat diterapkan dalam bekerja, bukan saja mengerjakannya dengan senang tapi memberi fokus dalam mengerjakannya. Senang dan fokus memberi dampak kepada kerja yang tidak mengenal waktu, bekerja terus sampai selesai. Mengapa tidak mengenal waktu ? Perasaan senang itu mengajak untuk berpikir positif menghadapi masalah, hambatan dan sejenisnya sehingga energi yang besar memberi dorongan untuk menyelesaikannya, kata orang,"Asyik banget kerjanya". Biasanya kalau ada masalah jadi bete dan kayaknya tidak mudah menemukan jawabannya, tapi dengan perasaan senang semua dianggap seperti tidak ada masalah, dihadapi dengan ringan. Memang kalau lagi senang, pikiran pun menjadi terbuka dan mudah mengakses pikiran alam bawah sadar sehingga sikap menjadi positif. Beda kan kalau tidak senang (alias bete), mau mikir aja tidak mudah. Perasaan senang membuat saya bisa berpikir dengan akal sehat dan membuat saya bisa bersikap positif. Akhirnya saya pun bertindak positif.

 Apa yang terjadi lagi saat saya senang ? Saya lagi ngebayangin lagi senangnya, lalu saat itu kesenangan saya itu tak tahan untuk dishare ke orang yang ditemui atau orang terdekat. Saat saya senang bekerja, maka saya banyak cerita tentang senangnya bekerja, caranya sampai apa yang saya rasakan. hal ini alamiah yang dialami semua orang, tapi ada beberapa orang tidak bercerita tapi hanya menunjukkan tubuh yang menyenangkan seperti senyum, ringan bergerak dan sebagainya. Dalam berbagi kesenangan kepada orang lain mesti disikapi dengan keadaan orangnya agar tidak mudah tersinggung. Waktu berbagi tadi ada keinginan untuk mengajak orang lain mengikuti apa yang sudah dirasakan kebaikannya. Semangat yang memberi rasa senang itu memberi banyak hal yang menyenangkan, bercerita kesenangan dan mengajak orang untuk bersemangat.

Insya Allah saya dan semua orang selalu menemukan semangatnya dan dapat menjalanii hidup dengan semakin baik. Terima kasih


16.7.24

Karyawan baru yang penurut

 Selamat siang semuanya, Insya Allah selalu dalam lindungan Allah. 

Hari ini saya ingin menulis pengalaman sebagai karyawan baru ataupun melihat karyawan baru dari sisi karyawan lama. Judulnya "Karyawan baru yang penurut". Apa iya begitu ? Penurut sebagai karyawan baru bukanlah sekedar mengikuti apa yang diperintahkan oleh user atau atasan. Tapi memang mesti nurut, kalau tidak menjadi konflik dan tidak menguntungkan bagi karyawan baru. karyawan yang sudah ada pun mesti menurut apa yang diperintahkan, mungkin ada beberapa "bantahan" berupa protes atau keberatan untuk mendapatkan win-win solution. Jadi penurut itu bukan konotasi tidak positif. Penurut itu tidak selalu mengiyakan, tapi juga bisa memberi komentar agar apa yang diperintahkan itu menjadi semakin baik. Tidak mengiyakan dan menyampaikan yang lebih baik mesti mengikuti budaya di perusahaan itu (terutama karakter/kebiasaan) dari atasan dan lingkungan. 

Menuruti perintah atasan tidak selamanya menyenangkan bagi karyawan baru. Kalau hal kecil mungkin iya bisa diterima dengan baik atau perintah yang sejalan dengan kemampuan yang dimiliki  karyawan baru. Banyaknya perintah itu diterima dengan tidak nyaman. Bisa karena tidak memiliki kemampuan yang memadai atau lagi tidak nyaman aja. kalau lagi tidak nyaman, karyawan baru bisa mengalah demi uang (gaji). Tapi hal ini memang ada resikonya yaitu ketidaknyamanan yang membawa karyawan tidak maksimal dalam bekerjanya, bisa menyebabkan stress yang berkepanjangan. Sebagai karyawan baru mesti disadari sebagai persoalan yang segera diselesaikan. Kalau tidak bisa membuat penampilan yang tidak nyaman juga, jarang senyum dan tidak happy. Kemampuan menyadari persoalan ini mesti dimiliki seorang karyawan baru, termasuk solusinya. Apa yang harus dilakukan oleh karyawan baru ? Memiliki sikap untuk tidak menilai kerjaan dengan pikiran ego, suka atau tidak suka. Tapi bersikaplah dengan pikiran jernih dan logika. Saat menerima pekerjaan yang tidak tahu harus bagaimana, maka dengan jujur mesti memberitahu dan mohon pencerahannya. Atau kalau pekerjaan yang diterima tidak bisa diselesaikan dengan waktu yang diminta, maka mesti minta support atau negosiasi ulang dan sebagainya. Sekali lagi bahwa agar karyawan baru menjadi karyawan penurut yang positif adalah membangun sikap positif terhadap pekerjaan yang diterima, yaitu menyikapinya dengan berpikir logis dan hati.

karyawan penurut bukanlah untuk cari muka atau dianggap karyawan yang mudah diatur. Tapi mestinya tidak begitu. Jika ini dilakukan, maka hal itu bisa berdampak buruk bagi perkembangan kinerja karyawan baru dan bisa juga berdampak kepada kesehatan diri. Jadilah karyawan baru yang penurut dengan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan, yaitu melakukannya dengan benar.Untuk itu sebagai karyawan baru mesti membangun sikap pembelajar dan membangun juga jaringan dengan karyawan yang ada. Sikap pembelajar benar-benar mengantarkan karyawan baru itu untuk selalu mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik. Dampaknya ? Menjadi semakin dipercaya oleh atasan dan karyawan yang ada. Kemampuan lain yang mesti dijalani adalah sikap ingin tahu dengan banyak bertanya yang santun. Mengapa ? Latarbelakang karyawan baru tidak sama dengan atasan dan karyawan yang ada, bertanya itu adalah untuk bisa menyikapi perbedaan yang ada dan mencegah kesalahpahaman. Belajarlah selalu agar kemampuan meningkat agar dapat mengatasi persoalan dalam kerja dan juga bisa membangun jaringan dengan langkah bertanya dengan lingkungan yang ada. 

Menjadi karyawan baru yang penurut itu tidak berresiko tidak positif. Misalkan karyawan baru tidak penurut, maka atasan dan karyawan yang ada bisa menilai dan bersikap tidak baik. perlu Menjaga penilaian atas sikap dan perilaku  karyawan baru terus-menerus. Inilah raport karyawan baru untuk meneruskan masa percobaan karyawan. 

Hindari menjadi karyawan baru yang hanya menuruti apa yang diperintahkan. Bisa berdampak tidak baik bagi diri sendiri dan kinerjanya pun tidak semakin baik. Apa yang mesti dilakukan ?

1. Belajarlah untuk meningkatkan kemampuan kompetensi dan non-kompetensi mampu bekerja maksimal.

2. Berlatihlah mengendalikan diri terutama ego dan nafsu. Hal non teknis yang tidak diajarkan tapi diharapkan oleh atasan dan karyawan yang ada.

3. Bersiaplah untuk menjadi bagian dari lingkungan baru yang bisa membangun diri semakin baik



terima kasih

Selamat menjadi karyawan baru dan berkarya untuk menjadi yang terbaik.

15.7.24

Dimulai dari nol ya

Kata NOL atau 0 memiliki arti tidak ada nilainya. Nilai nol menjadi referensi yang sering digunakan untuk memulai sesuatu. Pengisian bahan bakar Pertamina menjadi heboh dimana pegawainya mengucapkan "dimulai dari no ya pak".  Hal ini untuk menyakinkan orang lain dan diri sendiri bahwa memang mau bergerak menuju angka yang diinginkan

Angka nol juga sebagai langkah awal untuk bergerak. Yang menarik adalah sangat mudah bagi semua untuk memulai bergerak menuju tujuannya. Tapi ada beberapa orang tidak mudah juga untuk bergerak. Yang diragukan banyak orang adalah apa yang dilakukan setelah langkah pertama dari nol . Ada semacam kekhawatiran dan ketakutan atas hasil dari langkah pertama. Bisa jadi tidak sesuai yang diharapkan. Disinilah mesti ada sikap berani untuk memulai. Sikap berani itu dapat digambarkan untuk bergerak saja tanpa banyak mikir, ini bukan bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya bergerak dari nol. Kalau Gus Dur bilang,"begitu aja kok repot".

Nol menjadi bernilai saat dimulai dengan melangkah. Tak penting nilainya tapi bergerak itu sudah nilai bagi semua orang. Bagaimana kalau tidak bergerak ? kan masih di posisi nol terus. Adakalanya orang tidak menilai memulai itu sangat berarti untuk langkah selanjutnya. Langkah awal itu menjadikan langkah selanjutnya. Melangkah dari nol telah memberi jendela tentang langkah selanjutnya. memang bagus jika tahu langkah-langkah selanjutnya, tapi hindari hal itu agar tidak mengkhawatirkan. Fokus saja untuk bergerak itu sudah sangat bagus.


Buat apa angka nol itu ? Langkah nol bisa djadikan posisi awal saya berada. Artinya menjadi penting sebagai ukuran untuk melangkah. Memahami keberadaan saya saat ini dan sayapunn tahu mau kemana saya melangkah. yang jadi masalah adalah banyak orang tidak tahu dimana dia berada. Misalkan saya berada ditengah adang pasir. Apakah saya tahu saya berada ? Lihat kemanapun, terlihat hanya padang pasir. Tidak ada yang bisa dilihat, yang terlihat hanya fatamorgana. Saat itu saya bergerak menujuu fatamorgana dan ternyata langkah saya menjadi tak berarti, tidak melangkah kemana pun. saat saya sampai di fatamorgana, saya tidak mendapatkan apa-apa dan bergerak lagi munuju fatamorgana berikutnya. Dalam hidup saya dan Anda pernah bergerak menuju apa yang saya inginkan, tapi tidak mendapatkan apa-apa, lalu saya bergerak lagi menuju keinginan berikutnya dan hasilnya tidak membuat saya lebih baik. Keinginan adalah fatamorgana saya, hendaknya saya mesti mengetahui dimana saya berada dan apa yang mesti saya tentukan nilai yang ingin saya capai. Berada di nol sangat penting dan disyukuri, beberapa orang tidak tahu hal ini. Dengan menyadari dimana saya berada, langkah selanjutnya dalah bergerak dari nol, mensyukuri dengan memanfaatkan nol untuk bergerak.

Mengapa mesti ada NOL ? Atau saya mesti tahu keberadaan saya. Ini bisa menjadi motivasi dan menentukan arah menuju tujuan. Teruslah menghitung atau melangkah, karena saya sudah membuat perbedaan. Tidak untuk dibandingkan, tapi lihat kedalam diri saya sendiri. Berterima kasih dan memberi reward pada diri sesaat sudah melangkah. Dimana 0 itu ? dimana dalam kondisi apapun bahkan bisa saja saya mengatakan bo itu adalah langkah pertama dan seterusnya. Dimanapun bisa menjadi NOL. Bergeraklah dan Action, itulah yang menjadi tanggung jawab saya.



Insya Allah, saya dapat selalu menyadari bahwa memang semua keadaan bisa dijadikan nol (awal melangkah) dan tahu mau kemana saya pergi. Da tak kalah pentingnya jangan pernah melihat keinginan tanpa menyadari dimana saya berada. Lalu saya pasti melangkah dari satu keinginan kepada keinginan lainnya. Apa yang saya dapatkan ? Tidak ada dan terus melangkah dan hadirlah kelelahan. 



terima kasih 


13.7.24

Karyawan baru

Karyawan baru ? Bagi karyawannya sangat bersyukur diterima di perusahaan tersebut. Tapi apakah cocok dengan budaya perusahaan tersebut ? Sebenarnya yang bilang cocok adalah HRD dan usernya. HRD dan user beranggapan karyawan tersebut dibutuhkan karena kemampuannya. Apa yang diterma HD dan user merupakan hal-ha positif atau pencitraan dari karyawan saat diwawancara. karyawan baru selalu mengatakan yang baik-baik saja agar mendapat nilai positif. Tapi jangan lupa karyawan baru mesti berhadapan dengan kebiasaan atau budaya perusahaan, yang juga tidak diketahui dengan detail. Sama halnya dengan perusahaan yang terdiri dari HRD dan user tidak tahu persis kebiasaan karyawan baru. Disinilah menjadi faktor penting setelah menerima karyawan baru mesti ada penyesuaian kebiasaan (budaya). 

Sisi non-teknisnya seperti halnya yang teknis, HRD hanya mengukur parameter kepribadian karyawan. Karyawan sih bilang,"Semua bisa diatasi. Saya bisa beradaptasi dengan lingkungan dan budaya kerja di perusahaan tersebut". Semua ini dilakukan calon karyawan agar dia diterima diperusahaan tersebut". Hal ini bisa dibenarkan, karena memang tidak mudah untuk mendeteksinya. 

Ada 2 keadaan setelah bekerja, apakah karyawan bisa menerima atau menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya perusahaan atau sebaliknya perusahaan tidak bisa menerima kebiasaan karyawan baru. Bagi karyawan level di bawah supervisor bisa jadi mereka menerima budaya perusahaan karena butuh kerja. Apakah hal ini baik buat karyawan baru ? Selama budaya perusahaannya baik dan tidak bertentangan dengan karakter karyawan baru, maka itu tidak jadi masalah. Jika ada masalah, karyawan baru mesti bersikap positif terhadap budaya perusahaan. Yang tidak lain untuk menambah nuansa baru yang semakin baik.

Tapi menjadi berbeda dengan karyawan level atas atau memiliki prinsip. Jika seandainya karyawan baru merasa bahwa budaya perusahaan bisa "merusak" dirinya, maka biasanya karyawan baru mengambil keputusan untuk tidak melanjutkannya. Kapan terjadinya ? Karyawan sudah merasa nyaman untuk tidak bergabung lagi saat mereka mendapatkan pekerjaan baru.

Tapi apakah lingkungan dan budaya kerja di perusahaan itu bisa diterima karyawan baru ? Disinilah persoalannya, Banyak karyawan baru dengan kemampuan teknisnya diperlukan oleh perusahaan, tapi apakah ada test untuk non teknisnya. Disinilah persoalannya. Apakah ada HRD yang menjembatani hal ini ? Biasanya HRD dan user hanya support kemampuan teknis saja. Mengapa saya menulis bagian ini ? Karena saya merasa banyak karyawan baru hanya menjalankan pekerjaannya saja dan tidak ingin menjadi lebih produktif. Apa iya ? karena tidak sesuai budaya dan karakter atasan yang mewakili perusahaan. Karyawan baru ini hanya mengikuti apa maunya perusahaan yang diwakili oleh atasan dan rekan kerja yang lain. Hasilnya karyawan baru menjadi tidak produktif dan tidak support kinerja yang ada. Disinilah perusahaan menjadi rugi, ada karyawan tapi tidak bekerja produktif.

Ada masa percobaan bagi karyawan baru melihat semua hal tentang perusahaan yang menerimannya dan perusahaanpun melihat kinerja karyawan. Karyawan mulai dikenalkan kepada beberapa bagian dalam perusahaan tersebut. Bahkan pengenalan itu dilanjutkan dengan pelatihan tentang aktivitas di bagian tertentu. Banyak perusahaan kurang fokus dalam menilai karyawan baru, biasanya  langsung saja diterima sebagai karyawan kontrak (syarat minimal tidak ada pelanggaran serius).                                                    

Jadi deh karyawan baru. Sebagai karyawan baru yang belum berpengalaman, semangat kerjanya sangat besar.Tidak lain dimaksudkan agar karyawan baru dinilai baik dan mengerjakan pekerjaan dengan baik. Apapun dikerjakan tanpa banyak membantah atau protes. Yang penting jadi karyawan yang baik aja dulu. Dengan kinerja seperti ini ... Apa iya ini yang diinginkan dari karyawan baru ?

Karyawan baru itu dibutuhkan kemampuannya, jadi kayaknya tidak sesuai harapan. Mestinya karyawan baru itu mampu bekerja dengan maksimal bahkan melebihi harapan user dan HRD. Sebagai karyawan baru memang selalu ingin memberi lebih dari apa yang diharapkan. Inilah kelemahan karyawan yang belum pengalaman. Perusahaan harus melakukan pelatihan teknis detail kepada karyawan baru agar siap mengerjakan dengan  optimal. 

Karyawan baru pasti ingin dapat gaji dan pengalaman. Disisi lain perusahaan butuh kemampuannya. User dan HRD tidak memiliki waktu untuk mengajari karyawan baru, paling bisa ngajarin sampai 1 bulan. Lalu ? Karyawan diminta menguasai sendiri dan mengembangkannya. Mulai saat itulah perusahaan memiliki budaya baru yang dibawa oleh karyawan baru. Kok bisa ? karyawan baru menjadi tidak asyik dengan budaya yang ada di lingkungannya. Budaya sendiri dari karyawan baru sangat mendukung dirinya untuk kerja yang lebih baik.

Bener sih, Karyawan baru mau mempertahankan kerjanya agar mendapatkan gaji sehingga "nurut" aja apa yang diminta user atau atasan. Yang terpenting  Jangan sampai karyawan baru merasa "terpaksa" kerja. Ini berdampak buruk kepada perilakunya.

Saya mengalami hal di atas, saya menyarankan HRD dan user mesti mengantisipasi masalah non-teknis yang menyebabkan hampir semua karyawan baru mengalami hambatan dalam menghasilkan kerja produktif. Ada upaya program adaptasi yang dapat menyikapi budaya perusahaan.              

6.9.23

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

 Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya ada ? Pasti ada. Yang dimaksud memberontak adalah karyawan yang cenderung kritis dan menerima keputusan melalui proses pemahaman. Sebenarnya 90% karyawan atau anak buah itu nurut, karena kalau nggak nurut kan bisa masalah dengan atasannya. Bisa dicuekin, bisa dipindahkan ke posisi lain, bisa diserahkan ke HRD, atau diproses dengan surat peringatan. Ujungnya sih mau nurut (terpaksa) karena masih mau kerja.

Ada kondisi karyawan seolah menurut, tapi sebenarnya dia tidak menurut. Banyak hal yang dilakukannya tidak sesuai harapan atasan. Kerjanya lambat, kerja asal saja yang penting selesai, beberapa kali melakukan kesalahan, dan lainnya. Karyawan seperti ini membuat masalah bagi atasan, dimana atasan tidak melakukan kontrol dengan periodik. Karyawan seperti ini adalah karyawan yang membawa virus untuk karyawan lainnya. Tidak banyak, maksimal 10%. Ada 10% menjadi karyawan yang baik dan 80% karyawan tergantung situasi dan kondisi.

Banyak atasan mengurus karyawan yang tidak baik, tidak suka dan tukang kritik tapi tidak mau melakukan yang bener. Apa yang terjadi ? Seringkali menjadi konflik. Konflik ini dilihat dan didengar oleh semua karyawan. Berbagai macam reaksi atas konflik ini, kebanyakan cenderung melihat atasan tidak bijaksana dan berpandangan tidak baik. Maka statistik karyawan yang 80% dapat berpindah kelompok karyawan yang tidak baik. Tadinya 10%, sekarang bertambah menjadi lebih dari 10%. Maka kekuatan yang melawan lebih banyak. Fokus, energi dan waktu untuk berkomunikasi dengan karyawan yang tidak baik telah banyak dilakukan. Hasilnya kurang proporsional.

Terus apa yang bisa dilakukan ? Tidak selalu yang nurut itu bener, bisa jadi tidak mau pusing jadi nurut saja. Sebaliknya yang tidak nurut itu bisa jadi bener, maka perlu dibuktikan. Tidak nurut itu bisa jadi ada alasannya. Maka langkah terbaik adalah mencari alasan dibalik tidak mau nurut. Lalu berprasangka baiklah dan beri kepercayaan untuk melakukannya. Dalam proses ini wajib dilakukan kontrol dan monitor dengan dengan ketat, agar apakah yang dilakukan oleh orang yang tidak nurut ini bener. Kalaupun tidak bener, kita dapat mengambil hikmahnya dengan menagmbil yang baik dan memperbaiki yang tidak baik. Hal ini tidak didapat dari orang yang nurut.

Biasanya kita jarang mengontrol orang yang nurut sehingga hasilnya tidak memberi keuntungan bagi kita. Hasil yang tidak sesuai membuat kita tidak menegur keras, karena kita lebih senang dengan orang yang nurut daripada apa yang mesti dijalani dengan semakini baik. Bayangkan saat orang nurut dilakukan yang sama seperti orang yang tidak nurut, maka hasilnya menjadi luar biasa.

Sangat proporsional hasil yang didapat dari mempercayakan pekerjaan kepada orang yang nurut dan orang yang tidak nurut. Keduanya memberi hasil yang positif dan bisa diikuti oleh sisa orang yang 80% bekerja apa adanya. 

Bagaimana kalau kita tidak melakukan apapun terhadap karyawan yang tidak nurut ? Mereka yang tidak nurut menjadi semakin "menggila" untuk mempengaruhi 90% yang lain. Ini adalah kerugian besar dalam team. Jadi tetaplah terus memberi kesempatan bagi yang tidak nurut untuk membuktikan alasannya menjadi benar dengan kontrol dan monitor ketat. 

Saya membayangkan juga, ternyata dalam diri saya sendiri sama halnya dengan pola di atas. Dalam diri saya ada 10% sikap dan perilaku yang tidak baik, 10% sikap dan perilaku yang baik dan 80% sikap dan perilaku yang ikut-ikutan. Saya mesti memberi perhatian sikap dan perilaku yang tidak baik, dan jangan dibiarkan begitu saja. Misalkan saya memiliki sikap dan perilaku malas, maka saya mesti membuktikan sendiri bahwa malas itu tidak ada gunanya dan merusak diri. Sekali waktu saya malas seharian, apa yang saya rasakan ? Capek dan tidak ada hasil apa-apa. Maka temukan ilmu agar malas itu menjadi produktif, salah satunya bangun diri dengan banyak aktivitas sehingga malas itu semakin berkurang, menjadi sikap dan perilaku baik. Demikian juga untuk sikap dan perilaku yang tidak baik yang lainnya. Yang baik bisa mempengaruhi yang tidak baik dan bisa dengan mudah mengajak 80% yang ikut-ikutan. Dan sebaliknya untuk sikap dan perilaku tidak baik bisa mempengaruhi 90% untuk ikutan.

Persentase karyawan tidak baik


Saya tidak ingin membiarkan sikap dan perilaku yang tidak baik berkembang dan mempengaruhi hidup saya. Misalkan yang sederhana saja, malas. Bila dibiarkan terus bisa membuat malas untuk banyak hal. Saya mesti menemukan cara agar tidak ada tempat dan waktu untuk malas. Dengan apa ? menciptakan aktivitas sederhana dan ringan untuk dikerjakan. Dampaknya bisa membuat saya pengen beraktivitas lagi. Selalu ada solusi untuk sikap dan perilaku tidak baik. Yang pasti saya mesti belajar ilmu yang lebih banyak dan bermanfaat. Dengan pribadi yang memiliki sikap dan perilaku yang baik, maka saya bisa menjadi karyawan yang baik dan bisa mengajak dan mempengaruhi karyawan yang lain.

Kultum motivasi ini dapat dijadikan inspirasi untuk  menjadi semakin baik hari ini. Tidak lain dengan cara memberdayakan diri terus-menerus. Insya Allah rekan-rekan mendapatkan hikmah dan kebaikannya, serta Allah meridhaiNya.



5.9.23

Apa yang terjadi saat emosi ?

 Semangat pagi rekan-rekan, Insya Allah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini dan diberkahi. Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Belum Target", dimana terjadi komunikasi atasan dan bawahan yang cenderung "emosional". Ternyata yang terjadi adalah atasan menyerang dan kecewa dengan kinerja bawahan. Bawahan ada yang "yes sir" diam saja biar cepet urusannya atau Bawahan yang membela dirinya sudah bekerja dengan bener, kalau kurang oke bukan sayanya dan menyalahi diluar dirinya.

Saya belum menuju detail hal di atas, tapi ingin mengingatkan dampak bagi pelakunya. Apa yang terjadi dengan atasan yang terlihat "marah-marah" atas hasil target yang belum tercapai ? Yang pertama, suasana "marah-marah" itu tidak ada baik-baiknya. Tapi beberapa orang bilang,"kalau dimarahin itu bagus untuk memotivasi diri agar menjadi berubah dan semakin baik". Apa iya ? Apakah ada orang termotivasi karena dimarahin ? Yang ada motivasi tapi motivasinya terluka. Ada memori dalam pikiran yang tidak nyaman yang mendorong termotivasi. Bayangkan hasil yang baik diperoleh dari proses dan masukan yang baik. Bagi atasan menjadi sok merasa bener dan bawahan yang tidak bener. Kondisi ini pasti tidak ada komunikasi, syaratnya komunikasi itu adalah kesetaraan, bukan yang atasan merasa lebih tinggi dari bawahan yang menciptakan "perintah" atasan dan "menerima perintah" sebagai bawahan. Bukankah kedua orang ini mesti saling melengkapi atau sebagai team untuk meraih target bersama.

Sebenarnya atasan yang marah-marah/emosional itu sudah tidak zaman lagi saat ini. Tahukah nggak sih, atasan yang "emosional" itu telah menunjukkan kelemahannya dihadapan Bawahan. Kok bisa ? kalau atasan yang cerdas (kerja cerdas) pasti tahu cara mengelola sumber daya untuk meraih target. Sebagai Atasan yang memiliki Bawahan, mesti mampu mendelegasikan apa yang seharusnya dilakukan kepada Bawahan. Lalu Atasan memiliki kewajiban untuk mengukur secara periodik dan mengevaluasi untuk dilakukan perbaikan agar target tercapai. Apakah Atasan yakin dengan apa yang didelegasikan sebagai formula bener untuk capai target ? Apakah Atasan juga sudah melakukan pengukuran kinerja Bawahan agar menjamin target dapat diraih ? JIka kedua hal ini tidak dilakukan menunjukkan dirinya hanya bisa "emosional" sebagai Atasan dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Ketidakmampuan ini dilimpahkan kepada Bawahan yang kerja tidak bener.

Mungkin ada juga Atasan yang sudah tidak memiliki kemampuan dan memiliki jabatan hanya karena tahu saja atau ada juga pemahamannya, tapi belum pernah berkomunikasi dengan pelaksana (belum pernah praktek). Maka yang dilakukan Atasan seperti ini adalah hanya perintah saja, lalu emosional dan perintah lagi. Ada sih yang berhasil dengan caranya ini, tapi dampaknya sangat buruk, Atasan sangat tergantung kepada Bawahan. Biasanya Bawahan sering memberi banyak alasan dan meminta Atasan untuk memberi solusi yang cenderung merusak kebijakan yang sudah ada. Misalkan dalam sales, menurunkan harga dengan kasih discount, hadiah dan promo lainnya sehingga nilai produk menjadi rendah.

Lebih lanjut saya ingin menunjukkan keadaan emosional yang berulang dapat merusak kesehatan, yang berdampak kepada ketidakseimbang diri. Bikin tidak sehat dalam pola berpikir dan juga secara fisik. Kok bisa ya ? Mari tenangkan diri dan berani untuk jujur kepada diri sendiri. Lihat dan lihat dari mereka yang emosional (marah-marah). Mukanya merah, dan memiliki kekuatan pada tangan untuk "memukul/melempar/menunjuk" dan sebagainya dan tanganya juga kelihatan merah, kekuatan fisik terletak di seluruh indra untuk bereaksi. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena darah mengalir dengan cepat ke seluruh organ tubuh. Darah yang mengalir itu memberi energi yang besar. Sebenarnya bagus sih, tapi ternyata otak (pikiran) mendapat aliran daran dan oksigen yang sangat sedikit. Akibatnya adalah kemampuan berpikir akal sehatnya tidak ada. bener nggak ? Waktu orang sedang emosional, pasti tidak bisa berpikir akal sehat. Secara tubuh, pembuluh darah ke otak (pikiran) mengecil, sedangkan pembuluh darah ke Muka, tangan dan lainnya membesar. Bayangkan keadaan ini berlangsung lama dan terus-menerus yang dapat membantu terciptanya pembuluh darah tetap mengecil. Bisa menjadi pemicu stroke, darah untuk otak tidak tercukupi. Bagaimana dengan dimarahi ? Sama terjadi karena merasa tidak nyaman dan disalahkan yang membuat Bawahan ikutan membela diri (emosional), tidak terima atas perlakuan tersebut.

Orang yang emosional cenderung mudah lelah, dan akibatnya memilih makan untuk menutupi kekurangan energi yang telah dikeluarkan. Lalu dengan kondisi makan yang tidak terkontrol ini dapat berdampak kepada aliran darahnya ke otak (pikiran) sedikit dan malah pindah ke perut yang banyak darahnya.

Apakah orang yang sedang marah (emosional) bisa dinasehati saat itu ? Kecenderungannya kecil, karena orang yang emosional (marah-marah) tidak mampu berpikir dengan akal sehat. Yang ada malah semakin marah-marah. Jadi dari semua itu menunjukkan bahwa orang yang sedang emosional (marah-marah) banyak memberi dampak buruk, mulai dari tidak disenangi orang, tidak sehat dan menjadi pribadi yang tidak baik.

Dari penjelasan di atas, masih ada yang mau emosional ? Sebagai manusia biasa bisa saja terjadi, bersegeralah untuk berhenti dan menciptakan kebiasaan baru yang sehat dan cerdas. Saya mengulangi kembali tentang emosional ini ;

  1. Orang yang emosional, terutama marah-marah. Bisa saja dapat berpikir bahwa marah-marah itu diperlukan untuk merubah perilaku seseorang. Tetapi kebaikan ini tidak sebanding dengan ketidakbaikan yang didapat. Apakah ada orang mau dimarahi ? Sebenarnya yang sedang marah saja tidak mau marah.
  2. Emosional dan marah-marah alami sebagai manusia. Alangkah baiknya, jika kita menjadi orang yang tidak umumnya (marah/emosional). Menjadi manusia dengan perilaku baik dan disenangi orang banyak, inilah upaya untuk mengendalikan diri yang terbaik.
  3. Emosional atau marah, bukan menemukan solusi tapi cenderung berdampak tidak baik. Ada kesehatan yang terganggu, tidak disukai sikap dan perilakunya, mudah lelah, dan lainnya
  4. Emosional atau marah menunjukkan diri kita lemah, memiliki ketidakmampuan dalam kompetensi, tidak memiliki kemampuan juga dalam mengendalikan diri. Masak mau sih menunjukkan ketidakmampuan kita ?

Insya Allah tulisan ini dapat memberi inspirasi dan motivasi dalam memperdayakan diri menjadi semakin baik hari ini. Cek hari ini, apakah ada diri kita yang berperilaku emosional ? Orang yang mampu mengendalikan dirinyalah adalah orang hebat dan berkemampuan tinggi.

 

Featured post

Apa iya saya bisa ?

 Semangat pagi buat semua, In Syaa Allah kita tetap dilindungi Allah dalam kebaikan dan dimaafkan segala kesalahan selama ini. Aamiin Judul ...