Semangat pagi rekan-rekan, Insya Allah hari ini selalu petunjuk untuk terus kreatif dalam menyikapi dan menjalani hidup ini. Nggak salah untuk berdoa agar mendapatkan petunjuk dengan mempersiapkan diri untuk menerimanya. Jadilah pelaksana bagi ide kreatif diri sendiri. Insya Allah jadi pengalaman dan amal saleh.
Tulisan saya sebelumnya tentang pengalaman dunia training center dan trainer adalah Membangun training center dari nol, Mengembangkan training center, Menjadikan training center sebagai pusat informasi, Membangun training center sebagai pusat pelatihan, Meneruskan keberadaan training center, Membangun kemampuan trainer, dan Efek kemampuan trainer, Membuat materi training itu mudah, Training center untuk Manager dan Direksi, Training center menyelenggarakan Sekolah SPG, Membangun kemampuan Salesmen, Training center menciptakan manager sales, dan Training Center dibangun oleh pimpinan dan teamnya.
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman membangun Training Center dengan usaha sendiri sebagai pimpinan dan team tanpa banyak campur tangan dari manajemen. Alhamdulillah saya berada di Training Center dengan kewenangan yang penuh, mau diapain itu Training Center terserah. Mungkin manajemen tidak memahami peran Training Center atau memang tidak punya waktu untuk itu. Manajemen hanya bilang, bagus dan kembangkan terus. Hasilnya baik dari Training Center menjadi nilai positif bagi manajemen. Atas kondisi di atas, saya sebagai manager Training Center saya merasa terpancing untuk mengembangkan sendiri Training Center menjadi semakin berarti. Bayangkan untuk menciptakan Sekolah SPG, saya tidak perlu izin kepada manajemen. Saya hanya ciptakan sekolah SPG dengan kerja bareng manager sales dan dijalankan, dan syukurnya tidak ada biaya yang berarti untuk menjalankan program sekolah SPG tersebut. Alhasil manajemen hanya melihat dan menikmati hasilnya (penjualan dan kesediaan SPG).
Untuk mengembangkan diri, saya bersyukur memiliki kemampuan belajar otodidak yang tinggi disamping itu saya mengikuti berbagai pelatihan dasar yang diperlukan. Saya pernah mengikuti pelatihan hypnosis, menembus batas dan beberapa pelatihan spiritual dengan biaya sendiri. Kok saya mau ? Hal ini saya lakukan karena saya sendiri ingin berkembang tanpa perlu mengharapkan bantuan manajemen. Kebijakan ini disukai semua manajemen, tapi bagi saya adalah saya penentu masa depan saya sendiri. Dari sini saya menerapkan apa yang saya pelajari untuk diberikan kepada perusahaan yaitu membangun Training Center yang berkemajuan. Bahkan saya menyicil membeli peralatan presentasi untuk diri sendiri dan digunakan juga di dalam Training Center, seperti Infocus, peralatan sound system. Saya membeli semua itu bertahap dari satu peralatan ke peralatan lainnya. Setelah itu saya sudah siap melakukan training dengan peralatan yang lengkap (video dan audio system). Salah satu penerapan dari pengembangan diri saya tersebut adalah saya membuat materi training sendiri, seperti manajemen emosi, hypnoselling, dan lainnya. Yang terjadi adalah perspesi tentang hypnosis menjadi keahlian saya. Banyak yang berpikir seperti halnya di TV. Bahkan ada beberapa manajemen yang "khawatir" dengan saya, karena takut di hipnotis. Padahal kekhawatiran tersebut terjadi karena lemahnya pengetahuan mereka tentang hipnotis. Dalam setiap training saya menggunakan ilmu hipnotis dengan NLP sehingga training berjalan dengan baik.
Beberapa kebijakan lain yang saya jalankan seperti membeli buku setiap bulan. Saya dan team saya diminta untuk berkunjung satu kali dalam sebulan ke toko buku agar mengupdate pengetahuan walaupun hanya baca atau bi juga membeli buku. Kebijakan ini sangat berarti bagi Training Center, karena terbangun kemampuan yang update dari trainernya yang tentunya berdampak positif bagi kelangsungan training yang dilakukan. Apakah program ini didukung oleh manajemen ? Saya jalankan saja tanpa perlu persetujuan, tapi hasilnya positif bagi Training Center dan perusahaan. Saya berpegang hanya perlu biaya sedikit saja, tapi hasil besar. Apa yang terjadi setelah sekian tahun, buku semakin banyak. Buku-buku yang dikumpulkan dijadikan perpustakaan kecil di kantor. Lalu saya pun menghimbau manager atau direksi untuk menyumbangkan buku-buku bagi perpusatakaan dan mereka merespon dengan positif, semakin banyaklah bukunya. Perpustakaan tersbut saya buka untuk karyawan, ada yang pinjam dan baca diperbolehkan. Salah satu buku favorit pernah dijadikan materi training dari Training Center adalah "Who Moved my Cheese", "Pemburu dan Petani", "QBQ", buku-buku dari Rheynald Kasali, bukunya Mario Teguh, bukunya Sandy Mc Gregor dan lainnya. Materi training saya buat dengan menarik dimana memaksimalkan Microsoft Power Point dan tentunya gaya masing-masing trainer dalam menyampaikan materi.
Trainig Center juga mengembangkan persoalan yang dihadapi karyawan seperti kemampuan SPG, kemampuan admin, dan karyawan lainnya. Saya dan team selalu menerima masukan apa yang mereka inginkan. Ada yang bilang, "motivasi dong biar semangat kerja" dan ada juga yang bilang, "manajemen stress", "biar disukai semua orang", dan banyak lagi. Awalnya masukan tersebut cukup merepotkan saya dan team. Membayangkan kerja rutin saja sudah sibuk, apalagi untuk merancang sebuah training. Dengan sikap terbuka yang kami miliki, ternyata kami pun siap mengakomodir semuanya dengan baik. Mulai dari masukan sampai terbentuknya materi training sekitar 1 bulan. Alhamdulillah apa yang saya dan team kerjakan memberi respon positif kepada karyawan selain sales. Setiap tahun sudah pasti ada pertemuan manager dan adminnya, saya dan team selalu memberikan pembekalan dalam pekerjaan mereka. Apakah program ini diminta oleh manajemen ? Ya nggak juga dan tidak ada juga peran langsung manajemen. Yang pasti manajemen senang karena semua sudah saya dan team kerjakan. Yang menarik pasti semua ini terlaksana karena trainer yang senang belajar otodidak, support perpusatakaan, selalu ingin membuat Training Center lebih maju, tanpa ada biaya yang besar.
Dalam perjalanannya, saya dan team sudah melakukan out bound bagi karyawan sendiri dan karyawan dari luar perusahaan yang menjadi dealer atau distributor. Hal ini pun saya lakukan tanpa perlu didukung manajemen secara langsung. Acara berlangsung di hari Sabtu dan Minggu, dan Seninnya sudah bekerja seperti biasanya. Apakah ada biaya ? Biaya dibebankan kepada team sales penyelenggara (biasanya sales) sehingga Training Center tidak mengeluarkan biaya. Apakah biayanya besar ? Outbound bisa berlangsung dengan biaya rendah 5 jutaan. Bayangkan bila menggunakan jasa luar, out bound yang dihitung perorang bisa di atas 20 jutaan. Program out bound ini berisi tentang salesmansip, motivasi dan produk yang dikemas dalam permainan di alam terbuka. Hampir 99% peserta menyatakan positif dan bermanfaat bagi mereka (dealer) dalam menjual produk. Ada kedekatan penjual (dealer) dengan pusat info produk, tidak ada kekhawatiran atas pelayanan dan mereka pun merasa nyaman. Bahkan ada beberapa dealer menjadi langganan setiap tahun untuk dijadikan gathering bagi mereka sendiri. Bagi sales menjadi menarik karena mereka bisa membuat program sales dengan outbound dapat meminta nilai penjualan tertentu. Alhasil program ini berhasil tanpa banyak keterlibatan manajemen, yang biasa malah bikin ribet. Program outbound ini pun terlaksana untuk karyawan seperti grup salesmen, grup SPG, grup service center. Sangat menarik dan menambah banyak pengalaman yang luar biasa.
Apa sih yang terjadi selama ini tanpa keterlibatan manajemen dalam mengembangkan Training center ? Saya sih merasa oke-oke saja dan bagi saya semua itu adalah pembuktian kualitas siapa saya. Bisa membangun dan memberi kontribusi positif bagi perusahaan berupa produktivitas kerja karyawan. Tentu dalam pengembangannya, saya mesti mampu menyerap situasi dan kondisi perusahaan. Dan akhirnya apa yang saya alami menjadi pengalaman berharga sampai sekarang, terutama kemampuan saya dalam mengembangkan materi atau issue yang diperlukan. Keterbatasan yang saya alami adalah uang. Saya membayangkan apa yang saya lakukan mendapatkan dukungan penuh dari manajemen, maka hasilnya menjadi lebih kaya dalam kemampuan dan hasilnya menjadi lebih cepat dan yang pasti berdampak positif bagi karyawan.
Kesimpulannya adalah Training center ditentukan oleh pelaku di dalamnya. Lihatlah apa yang dihasilkannya dan apa yang ada didalamnya. Oleh sebab itu sangat menentukan keberlangsungan Training center dari sisi kemampuan pelaku di dalamnya dan kemampuan untuk mengembangkan diri. Lakukan hal sederhana dalam training dengan "minimal biaya" dan selalu buktikan hasilnya. Karena hasilnyalah yang memberi penilaian terhadap Training center. Hindari kerja yang seperti sibuk tapi tidak memberikan kontribusi yang update.
Mau tahu cerita lainnya, ikuti saja tulisan saya berikutnya.
Munir Hasan Basri
Writer, Trainer, Motivator
No comments:
Post a Comment