Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Berkata baik itu buat diri sendiri

 Apa sih makna dari perkataan saya yang ucapkan ? Pertama adalah saya mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran saya saat itu. Misalkan dalam pikiran saya memikirkan "mau berbagi ilmu", maka perkataan saya adalah mengajak orang untuk ngobrol dan berdiskusi. Saya menyampaikan ilmunya. Ada kata,"Mas, tahu nggak tentang syukur ?" Saya mau berbagi nih dan seterusnya.

Untuk siapa sih ucapan yang saya sampaikan ? Untuk diri sendiri atau orang lain. Ucapan itu merupakan sesuatu yang saya keluarkan seringkali mengundang saya (membuat saya senang) untuk dinilai atau dihargai sama orang lain. Seperti memberi ilmu, memberi nasehat atau malah membimbing dan sebagainya. Kalau hal ini yang terjadi, maka saya bisa merasakan senang dan bisa juga merasakan tidak nyaman atas respon (nilai dari) orang lain. Porsi senangnya tidak melebihi dari yang tidak senang. Lalu jadi pertanyaan saya adalah buat apa dong saya mengatakan sesuatu yang membuat saya tidak senang dan tidak nyaman ? Dari sini saya mulai berpikir ulang bahwa saya berkata baik dan sejenisnya adalah untuk saya sendiri.

Kok bisa saya berkata baik itu buat diri sendiri ? Kalau masih dalam pikiran, saya pun belum "mengamalkan apa yang saya yakini dalam pikiran". Maka saya mesti mengutarakannya agar saya memahaminya dengan benar. Apa yang ada dalam pikiran saya belum nyata, dan apa yang saya ucapkan menjadi nyata. Dimana nyatanya ? Ada feedback atas apa yang saya ucapkan, "kok jadi begini ?" atau "kayaknya saya salah ngucapin" dan sebagainya. Dan saya pun mendapatkan feedback dari orang lain, misalkan "Nggak begitu juga dan mesti dicek dulu bener atau nggaknya". Sebenarnya kedua feedback ini menjadi evaluasi untuk menyempurnakan ucapan saya (atau apa yang saya pikirkan). Jadi kedua feedback itu menjadi baik buat saya. 

Apa yang saya ucapkan menjadi nyata benernya, maka menambah keyakinan saya dalam berpikir. Tapi sebaliknya juga dapat mengkoreksi pikiran saya menjadi semakin bener. Biasanya feedback dari orang lain itu bisa bener, tapi saya cenderung sudah menilai orangnya yang kurang bener.

Apa sih yang saya rasakan saat ada feedback dari orang lain yang tidak sesuai dengan keinginan saya ? Saya cenderung emosional dan tidak nyaman, sepertinya orang itu tidak menghargai saya. Penerimaan feedback orang lain dominan oleh emosional/perasaan bukan akal sehat sehingga saya tidak senang dan tidak nyaman. Padahal apa yang saya pikirkan belum tentu benar, maka ucapan saya dimaksudkan untuk menguji kebenaran ucapan saya. Dan orang lain yang saya ajak bicara mesti diacungi jempol dan ucapan terima kasih karena mau merespon dan tidak dibayar lagi.

Jangan pernah berpikir lagi bahwa ucapan saya adalah untuk orang lain. Untuk orang lain ? hanya dampaknya saja. Misalkan saya mengucapkan,"mas, jangan ke situ. Jalannya buntu". Makna pesan itu adalah saya pernah mengikuti jalan itu dan berharap orang lain tidak mengikutinya. Ada 2 kemungkinan yang terjadi orang itu mengikuti ucapan saya atau tidak mengikuti. Apapun yang dilakukan orang itu tidak menjadi penting buat saya. Pesan itu sudah membuat saya lebih baik.

Miliki buku Semangat kerja yang konsisten agar menjadi pribadi yang produktif.


Insya Allah saya mulai memahami bahwa ucapan saya adalah apa yang saya pikiran, dan apa yang saya pikirkan belum tentu bener (nyata baiknya). maka sampaikan untuk terus menguji dan memperbaiki menjadi semakin bener (nyata).



No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...