Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Semangat dan nafsu ?

Dalam e-Book yang saya tulis tentang "Semangat Kerja yang Konsisten" membahas tentang Semangat dan nafsu. Nafsu yang saya maksud adalah keinginan manusia tentang sesuatu, misalkan keinginan menjadi orang kaya. Darimana keinginan itu muncul ? Biasanya kita melihat orang kaya, maka kita pengen kaya. Atau kita pengen jadi kaya karena kita miskin (tidak berkecukupan) dalam hidup. Atau bukan karena lain (agar dihormati orang dan sebagainya), memang kita pengen menjadi orang kaya.   
Apa hubungannya dengan semangat ? Perhatikan saat kita memiliki keinginan di atas, maka ada dorongan untuk memenuhinya ... dorongan ini kita sebut juga semangat. Dari uraian di atas ada 2 semangat
1. Semangat karena adanya keinginan (bukan dari dalam, cenderung dari luar)
2. Semangat karena saya beriman yang hadir dari dalam.
Mari kita bahas sesuai sepengetahuan saya ...
Jika kita telusuri keinginan kita, keinginan yang muncul karena faktor luar. Saya ingin menyatakan bahwa keinginan itu bukan dari dalam kita sendiri. Tapi ada yang bilang,"contoh di atas, saya ingin jadi orang kaya karena pengen saya sendiri". Cek lagi ... bener begitu ? Pengen kaya agar apa yo ?  Bukankah selalu ada faktor penyebabnya. Oke kan ?
Keinginan karena faktor luar menunjukkan kita ingin (hasil) seperti diluar. Artinya apa yang didapat orang luar itu memiliki kemampuan tertentu. Keinginan kaya memiliki kemampuan yang menghasilkan kaya. Bagaimana dengan kita yang pengen juga kaya ? Kita belum memiliki kemampuan seperti orang kaya yang kita lihat dan mungkin kita tidak tahu detail kemampuan agar menjadi kaya. lalu keinginan itu kita terapkan pada diri kita. Apa yang terjadi ? keinginan dan kemampuan kita terjadi gap, artinya kita mesti menggerakkan kemampuan itu dalam kerja nyata. Disinilah kita menafsirkan keinginan itu mesti diraih yang memunculkan semangat. Semangat yang besar itu seringkali diarahkan kepada kerja yang instan atau mudah ... tanpa melalui proses yang benar. Disinilah nafsu (keinginan) itu mengarahkan kita kepada kerja yang tidak baik. Saya ingin mengatakan "keinginan itu cenderung kepada kerja/aktivitas yang tidak baik/benar". Perhatikan apa yang terjadi dengan kita saat memiliki keinginan.
Berarti kita tidak boleh memiliki keinginan ? Boleh, tapi mesti didasari oleh iman. Percaya dan yakin kepada Allah yang mengizinkan dan meridhainya. Misalkan tetap kita ingin menjadi kaya, maka dasarnya kita percaya dan yakin bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki. Saat saya yakin, maka hadir semangat untuk mengikuti apa yang Allah janjikan dengan rezeki kepada kita. Apa yang kita kerjakan ? Insya Allah kita terbimbing kepada kerja yang baik. Tapi dalam perjalanannya pasti ada bisikan setan, maka dalam kerja yang baik itu kita tetap selalu berkomunikasi dengan Allah untuk selalu diberikan bimbingan dan terus mencari ilmu yang bisa menyempurnakan kerja yang baik yang sudah kita lakukan. Apakah ada gap antara keinginan dan kemampuan kita dalam hal ini ? Karena kita percaya kepada Allah, maka kita kerja sesuai kemampuan kita (bersyukur), memanfaatkan potensi yang ada dan terus belajar sehingga kemampuan meningkat. Keadaan ini tidak bikin kita stress, berbeda dengan nafsu. pada kejadian nafsu, kemampuan kita dipacu untuk meraih keinginan. Disini tidak ada pegangan sehingga pencapaiannya tergantung kepada kemampuan kita sehingga mengundangkan dorongan yang memaksa (tertekan)
Semangat karena adanya keinginan (nafsu) tidak sama dengan semangat dengan dasar keimanan. jadi dengan pilihan itu, kita bisa memilih. Pilihan yang terbaik adalah semangat karena saya beriman. Insya Allah motivasi ini menjadi inspirasi Anda untuk mengevaluasi apa yang sedang kita kerjakan sehingga dapat menentukan langkah berikutnya. 






No comments:

Post a Comment

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...