Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Bosen nggak ?

 Kata bosen menjadi tidak menarik buat saya. Bisa jadi Anda juga, pasti semua orang. Kalau begitu apa sih bosen itu ? Terkadang saya tidak merasa bosen tapi hal itu terjadi. Kalau ditanya,"bosen nggak sih dengan pekerjaan hari ini ?" Pastilah Anda dan saya menjawab, "tidak". Jawaban ini mewakili gengi saya dan Anda agar tidak rendah nilainya di mata orang yang bertanya. Sebenarnya pada saat pertanyaan dilontarkan kepada saya, barulah saya "ngeh" atau sadar,"iya ya kok saya melakukan yang sama tanpa banyak mikir". 

Ada yang merasa bosen dengan pacar, maka mereka memilih ganti suasana atau apa saja yang tidak bikin mereka bosen. Yang tadi hanya jalan-jalan, ganti dengan kuliner unik. Kayaknya asyik, setelah berselang waktu ternyata tidak asyik juga. Mereka pun mengganti aktivitas menjalani hobby mereka. Begitulah bosen mengajak semua orang mikir untuk merubah keadaan dengan berbagai aktivitas baru. Tapi bagaimana soal kerja yang setiap hari dilakukan ? Sepertinya tidak bosen, "kok cari uang bosen ?" Tanpa disadari banyak karyawan merasakan itu. Nggak bosen tapi nggak ada juga yang diubah, itu nama bosen tanpa disadari. Akibatnya jadi tidak produktif dan tidak ada motivasi untuk menjadi lebih baik. 

Tidak produktif tidak masalah bagi karyawan, karena persepsinya adalah gajinya sudah sesuai apa yang dikerjakan (SOP), dalam hatinya,"kalau saya bagus dan produktif perusahaan yang untung". Ini terjadi pada beberapa karyawan saja. Sebenarnya kata bosen itu baik, yaitu sama halnya dengan sakit. Memberi peringatan apa yang tidak beres dengan saya. Kalau sakit yang membuat fisik merasakan tidak enak, maka saya ke dokter atau istirahat dan berdoa pengen segera sembuh. Bagaimana dengan bosen ? Semestinya sama, tubuh merasakan tidak enak dan menurunkan semangat untuk beraktivitas. Memang tidak merasakan sakit, tapi tetep kalau bosen juga nggak nyaman. Mau kemana saya ? Nggak mungkinlah ke dokter, paling curhat. Ketemu yang dicurhatin lebih cerdas, maka saya dapat inspirasi untuk berubah agar tidak bosen.

Kalau ditanya,"bosen nggak sih makan setiap hari ?" makannya tidak bosen tapi makanannya bisa bikin bosen. Tapi makanan apapun dan sama tiap hari bisa jadi nggak bosen kalau lapar, kayak saya nggak bosen. Sebenarnya bosen tapi butuh, apa adanya. Ada dalam pikiran saya untuk makan makanan yang berbeda. Atau memasak makanannya berbeda. Selalu ada upaya untuk mendapatkannya. Inilah solusi agar tidak bosen. Ada lagi yang cerdas, makanannya tetep sama tapi karena disikapi rasa syukur, maka sudah semestinya bersyukur (membayangkan orang lain yang makannya tidak cukup bahkan tidak makan). Cara bersikap seperti inilah yang bisa menikmati makanan dan tidak bosen (bukan juga butuh). 

Sama halnya saya kerja. Saya butuh kerja dan butuh gajinya, maka saya kerja aja sekalipun itu membosenkan. Mau belajar males, mau berubah juga tidak termotivasi, mau kerja lebih baik asal ada uangnya. Saya kesampingkan dulu soal belajarnya dan soal motivasinya. Saya kan muslim dan percaya kepada Allah. Allah mengajarkan saya bersyukur dan sabar. Saya mengubah sikap saya dengan bersyukur,"berterima kasih saya masih kerja dan ada beberapa orang yang susah cari kerja", Kerja itu amanah yang diizinkan Allah, bagaimana kalau dulu Allah tidak izinkan saya kerja di tempat ini ? Samakan dengan yang belum dapat kerja. Rasa bersyukur itu menumbuhkan semangat untuk kerja maksimal dengan pekerjaan yang ada. Insya Allah dengan berjalannya waktu dengan selalu bersyukur, ada kebaikan untuk belajar dan berubah menjadi pekerjaan lebih mudah dan ringan. Begitulah syukur memberi kebaikan kepada saya. Pintu kebaikan itu lewat kerja saya yang sungguh-sungguh. Nggak salah juga, saya berdoa agar tidak bosen dengan banyak istighfar. Istighfar itu membersihkan hati dan hati yang bersih pintu mendapatkan petunjuk/ilmu Allah.

Insya Allah saya dapat bersyukur dengan menerima keadaan sekarang dan bersikap bahwa apapun hari ini mesti dioptimalkan menjadi kerja yang bernilai plus (kebaikan).  

Pengulangan itu kesempatan

 Hari ini adalah pengulangan hari sebelumnya, Insya Allah hari berikutnya adalah pengulangan dari ini. Hari demi hari terjadi lagi dan lagi. Bangun pagi dan bangun pagi lagi, kerja dan kerja lagi, istirahat dan istirahat lagi. Semua orang ingin sukses dengan menunggu kesempatan yang pas untuk mengerjakannya, yah mereka bilang,"pada saat waktu yang tepat". Setiap hari ada kesempatan, sudahkah saya bersyukur ?

Bangun pagi hari ini mestinya membuat saya bangun lebih awal dan menjadikan bangun pagi setiap hari untuk berkualitas. Tapi adakah itu terjadi ? Hanya keinginan yang berulang juga untuk bangun lebih awal dan tidak terjadi. Ada kalanya bisa dan banyak tidak bisanya. Sekali lagi hari ini dan hari berikutnya adalah kesempatan, kesempatan buat apa ? Kesempatan untuk berubah dengan belajar. Berubah untuk siapa ? Untuk yang telah memberi kesempatan itu, yaitu Allah dan Allah pula memberi petunjuk (ilmu untuk dipelajari) untuk berubah itu. Jika saya tidak merasakan hari ini adalah kesempatan, maka saya tidak tersambung dengan Allah (sadar). Setiap hari merupakan hal biasa dan bukan kesempatan.

Kerja ? Ya setiap hari kerja dengan pekerjaan yang mirip. Hari ini adalah pengulangan dari pekerjaan hari sebelumnya. Susah nggak kerjanya ? Nyaman nggak kerjanya ? Apakah kerja hanya cari uang dan tidak menemukan maknanya ? Hari ini, Allah berikan waktu (masih hidup) untuk memperbaiki itu semua. Kesempatan yang luar biasa Allah berikan, bukankah setiap kita berdoa memohon kerja yang dilancarkan dan dimudahkan sert memohon rezekiNya. Mau mudah, ada kesempatan hari ini untuk memahami persoalan yang kita hadapi dan belajar ilmu untuk memperbaikinya. masih susah juga ? Hari berikutnya belajar lagi dan jangan lupa untuk ingat dan dekat dengan Allah. Sudah nyamankah kita kerja ? hari ini Allah beri kesempatan jika kita mampu mengendalikan perasaan kita. latih setiap hari dan hasilnya juga tidak maksimal. Uang yang kita cari bisa jadi membuat kita gelisah karena tidak memfokuskan kepada makna kerjanya. hati yang gelisah menjadi pendorong tidak nyamannya hari ini. Bagaimana jika kita dekat kepada Allah yang memberikan ketenangan hati ? Insya Allah ketidaknyamanan itu dapat dikendalikan oleh hati yang tenang yang bekerja ikhlas kepada Allah. Ibadah kita jangan sampai direndahkan untuk sebuah keinginan, jadikan ibadah itu murni ikhlas kepada Allah dan Allahlah yang membalasnya dengan pahala kebaikan. Membalas doa-doa kita untuk kebaikan kerja kita. Yakin dan tanpa ragu.


Saya membayangkan setiap hari Allah memberi kesempatan kepada saya dan rekan-rekan. Allah "marah" nggak jika saya tidak mempergunakan kesempatan berulang terus ? Sayalah yang tidak tahu diri atas nikmat Allah tadi. Bisa jadi saya sendiri yang zalim dan menerima kesulitan atas yang saya lakukan. Hati yang semakin bersih atau dibersihkan Allah lewat doa memohon ampunan atau masih ada ibadah yang terus dilakukan ... menjadi pintu Allah hadir di hati ini. Hati yang digerakkan Allah untuk melihat nikmat hari ini, kesempatan untuk jauh lebih baik. Ingatlah usia kita, berarti kesempatan itu tidak banyak lagi. Insya Allah, rahmat Allah itu membuka hati ini.  

Seandainya dulu sudah saya kerjakan

 Diwaktu sore ini yang suasananya "dingin" mengajak saya untuk semangat menulis lagi. Apa idenya ? Berangkat apa yang saya lakukan seperti memberi hasil yang baik. Inget yang lalu, mengapa saya saya tidak lakukan dari dulu ? Ada semacam penyesalan, apakah ini sikap ini membuat saya lebih baik ?

Saya telah mengerjakannya terakhir ini, nggak tahu mengapa ? Hasilnya memberikan hasil positif, sesuai yang saya harapkan. Padahal dulu saya kerjakan tidak berhasil. Ada sikap menyesal dan berandai, kok baru sekarang ? Atas hasil yang baik itu saya pun mengerjakannya lagi dan Alhamdulillah hasilnya tetap positif. Apa yang saya lakukan adalah "coba-coba" dan berhasil. Saya melakukannya lagi atas dorongan dari "penyesalan".

Perhatikan kerja yang dikerjakan atas dasar penyesalan dan tidak ingin terjadi seperti dulu.

1. Penyesalan itu sangat diperankan "emosional", dimana ada dorongan buruk untuk menjadi lebih baik. Bagaimana sikap yang saya lakukan adalah menerima keadaan sekarang dimana saya bisa melakukan dan berhasil ? Keadaan ini membuat keadaan saya ikhlas dan "baik" secara pikiran, emosional dan tubuh.

2. Tidak ada yang namanya coba-coba itu, memang keadaan sekaranglah yang membuat saya melakukannya atas kekuasaan Allah. Akumulasi keyakinan, pikiran dan dorongan menjadi petunjuk dari Allah. Maka saya mesti bersyukur tanpa perlu mengiringi dengan "seandainya ...". Yang mesti saya lakukan adalah meneruskannya dengan hal yang lebih baik sebagai rasa syukur kepada Allah.

3. Saya pun mau tidak mau mengakui kesalahan saya yang lalu, untuk itu saya perbanyak untuk ingat Allah dan memohon ampunan. Insya Allah kesempatan saat ini yang Allah berikan menjadi semakin sadar untuk berbuat bener lagi.

Banyaklah untuk mengingat Allah agar saya terus digerakkan untuk yakin dan tanpa ragu dalam mengerjakan yang bener yang dulu saya "abaikan". Selanjutnya saya mesti menjaga momen ini untuk terus ditingkatkan menjadi semakin berkualitas. 


Saya membayangkan saat ini dapat mengerjakan banyak salat dengan kualitas lebih baik bukan karena ada waktu, tapi Allah membuka hati saya untuk mengerjakannya. Kebaikan saya sampai hari ini, Insya Allah menjadi perantara turunnya hidayah Allah. Begitu juga saya bisa mengerjakan banyak tulisan, bukan karena saya memiliki kesempatan, Allah membuka hati agar tulisan saya semakin bermakna dengan terus mengamalkannya. Insya Allah, tulisan saya memberikan kebaikan bagi banyak orang yang mengantarkan Allah memberikan hidayah kepada saya. Apa yang saya berikan berupa ilmu dan nasehat sampai hari ini, bukan karena saya memiliki ilmu. Allahlah yang membuka hati untuk menerima petunjuk hidayah (ilmu)  yang bener. Insya Allah ilmu dan nasehat saya mengantarkan saya untuk bersedekah jariyah. Ya Hanya Engkaulah penyebab segala yang ada pada diri saya, saya menjadi lebih bener, karena kalau bukan hati saya dengan rahmatMu. Insya Allah semua itu menjadi keberkahan hidup bagi saya dan keluarga.


Kerja sebagai tujuan sementara menuju kebahgiaan

 Dalam hidup ini beberapa orang mengabaikan kehidupan keluarga. Seperti pengabaian tersebut adalah fokusnya orang tua terutama bapak/ayah atau bisa jadi kedua orang tuanya yang mencari nafkah dari pagi sampai malam. Fokus ini membuat waktu dan perhatian kepada anak atau isteri sangat minim. Sebagai pencari nafkah meminta maklum hal tersebut dan menganggap kehidupan keluarga di rumah dapat dipenuhi dengan uang hasil mencari nafkah.

Mengapa hal tersebut terjadi ? Karena orang yang mencari nafkah sudah tidak fresh lagi saat pulang kerja. Kelelahan fisik itu membuat mereka tidak melakukan apapun untuk keluarga.Keluarga di rumah memiliki kehidupan sendiri dan orang tua memiliki kehidupan sendiri. Keduanya dihubungkan dengan uang. Dengan uang yang diperoleh orang tua, mereka bisa makan bersama, jalan-jalan bersama, beraktivitas bersama, wisata bersama dan sebagainya. Padahal aktivitas tidak sekedar dibayar dengan uang tapi diperlukan hati yang saling membutuhkan.

Hal yang paling diperlukan adalah pencari nafkah mesti mempersiapkan fisik yang baik agar kesehatannya masih dapat dipergunakan untuk beraktivitas di rumah. Memiliki sikap untuk selalu memberi waktu, tenaga dan perhatian kepada keluarga saat berada di rumah, setelah pulang kerja. Keadaan ini dapat memberi kebaikan bagi keluarga dengan interaksi orang tua yang mencari nafkah dengan keluarga di rumah. Aktivitas makan bersama terasa nikmat, istirahat dengan nonton bareng di TV, membantu pr anak dan sebagainya. 


Insya Allah kehidupan keluarga itu BUKAN lagi sekedar formal saja dengan uang, tapi menghidupkan keluarga dan dunia kerja menjadi sinkron. Rumah menjadi tempat yang menarik untuk beraktivitas dan mendorong dunia kerja menjadi tujuan sementara menuju keluarga yang bahagia.

Karyawan enggan ditambah kerja

 Apa yang membuat seorang karyawan tidak mau ditambah pekerjaan ? Memang kebanyakan karyawan memiliki sikap kerja tidak banyak dengan pendapatan yang sudah ada. Karyawan lebih memilih kerja tidak ditambah daripada pendapatannya ditambah. Bagaimana cara meningkatkan karyawan untuk semakin produktif ?

Banyak karyawan menolak kerja tambahan sekalipun diberikan tambahan uang. Alasan utamanya, mereka bilang sudah sibuk dan banyak kerjaannya. Atasan yang ingin mengembangkan perusahaan menjadi lebih kompetitif sering tidak berbuat apa-apa, solusinya dengan menambah karyawan. Kemampuan atasan mesti memiliki analisa atas pekerjaan agar dengan bener untuk mengambil keputusan. Ini adalah beberapa analisa dan solusi : 

1. Karyawan yang menolak tambahan kerja dengan berbagai alasan adalah sikap yang tidak baik. Seharusnya karyawan mempelajari terlebih dahulu tambahan kerjanya. Sebenarnya pembelaan karyawan ini dilakukan untuk mengamankan kenyamanan yang sudah dimiliki saat itu. Solusi awal adalah mesti mengajak bicara dengan kondisi nyaman karena karyawan tersebut berpikir secara "emosional". Kalau hal ini tidak bisa dilakukan, maka mesti dicari orang yang dihormati atau yang disegani untuk memberikan tambahan kerja tersebut.

2. Karyawan yang menolak bisa disebabkan belum tahu ilmu sehingga dianggap berat. Sebagai atasan mesti bisa membimbing dengan ilmu agar pekerjaan tambahan itu lebih mudah. Dan juga mesti membuat karyawan dapat mengerjakan pekerjaan utamanya lebih mudah dengan ilmu yang terupdate. Analisa dan pelatihan dengan pendampingan mesti terus dilakukan sampai bisa,

3. Karyawan yang menolak bisa diarahkan (lead) menuju sebuah peningkatan kemampuan untuk karir yang lebih baik. Tentu karir atau pun peningkatan pendapatan hanya bisa dilalui dengan bertambahnya kemampuan dengan kerja tambahan.

4. Karyawan yang menolak dapat diberikan motivasi terutama spiritual agar dapat bekerja melebihi dari kemampuan sekarang. Pola motivasi dengan manajemen bersyukur, dimana seseorang dapat ditingkatkan kemampuannya secara bertahap dengan menambah kemampuan yang ada.

5. Bisa saja penambahan kerja itu dilakukan dengan perintah. mau tidak mau mesti dikerjakan karyawan tersebut karena tuntutan perkembangan perusahaan untuk maju ke depan.

Terkadang banyak perusahaan tidak mampu menangani karyawan seperti di atas. Langkah mudah adalah menambah karyawan. Mengembangkan karyawan jauh lebih baik dengan memberi kesempatan dan diberikan pelatihan ilmu yang mendukung serta pendampingan. Tidak lupa apapun yang dikerjakan mesti dikontrol dan dievaluasi agar apa yang dikerjakan sesuai harapan.



Renungan malam ini

Malam ini saya mengajak saya sendiri untuk merenungkan ayat Al Qur'an tentang kesalahan dengan mengabaikan petunjuk Allah. Entah karena saya disibukkan oleh kesenangan dunia atau memang lalai karena hati yang semakin tertutup.



Hati-hati dengan melampui batas, mendustakan Al Qur'an (apalagi jarang membacanya) dan tidak percaya hari akhirat. Apa yang saya lakukan kerja yang sering mengabaikan Allah. Apakah saya ingat mati ? kayaknya nggak, karena perbuatan masih jauh dari kebaikan untuk mempersiapkan diri untuk akhirat. Apa juga saya membaca dan mengamalkan petunjuk Allah ? Kayaknya juga belum fasih dan masih mencari ilmu selain petunjuk Allah untuk meraih kesuksesan dunia. Di akhir ayat, semua yang saya lakukan dapat menutupi hati saya. Apakah hati yang tertutupi itu membawa saya kepada kehidupan yang lebih baik ? Padahal setiap hari saya ibadah dan berdoa. mestinya keadaan ini mesti sinkron dengan ayat di atas. Insya Allah. membaca petunjuk ini mengingatkan saya untuk sadar kepada Allah.

Sikap menunda

 Sikap menunda ? Masih sering saya lakukan terutama pekerjaan kecil dan ringan. Penundaannya tidak lama, bisa 5 menit sampai 1 jam. Jika penundaan sudah lebih dari 30 menit, kadang tidak dikerjakan. Sikap menunda karena ada perlawanan dalam diri saya yang menyatakan,"masih nyaman sih dan bilang entar aja 5 menit lagi". Sikap menunda berdampak kepada perilaku (tindakan menunda). Banyak waktu yang saya habiskan tidak melakukan apapun karena menunda. Waktu dari sikap sampai terjadinya tindakan, persoalan tidak kuatnya pendirian saya.

Misalkan bangun tidur di pagi hari, ada beberapa peringatan untuk bangun oleh alarm HP atau suara azan. Saat mendengarkan alarm tersebut, saya bangun untuk mematikan alarm. Lalu suasana dingin atau capek membuat perasaan saya bilang,"ntar aja 5 menit lagi saya bangun, dingin banget sih. saya pikir shalat subuh juga masih ada". Menunda ini bukan 5 menit, karena saya tidak ukuran waktunya. Yang penting saya memuaskan perasaan (nyaman) dan tidur lagi. Tahu-tahu waktu dibangunkan atau terbangun sudah lebih dari 5 menit. Dalam keadaan terdesak saya bangun dan mengerjakan aktivitas pagi. Apa yang terjadi ?

Pikiran saya yang terdiri dari perasaan dan logika terus bergejolak saling berlawanan. Kemenangan ada pada perasaan (emosional saya). Pikiran menghasilkan reaksi fisik dan direkam dalam memori saya. Saat ada keadaan yang sama, maka memori tentang hal itu kembali terjadi. Misalkan bangun siang (karena menunda), saat bangun pagi lagi ada suasana dingin dan alarm, maka memori yang sama hadir untuk dijalankan. Kecuali logika saya (terdesak ada keperluan) bisa membangunkan saya pagi tanpa menunda.

Salah satu menunda dalam pekerjaan adalah saat saya mengerjakan sesuatu dan pekerjaan itu rada berat, maka logika dan perasaan terus bergumul untuk menghasilkan tindakan. Karena berat, saya menganggap pekerjaan itu ntar saja dikerjakan (ditunda). Logika saya pun terpengaruh memikirkannya menjadi tidak mudah. Tertundalah pekerjaan itu karena waktu bertarungnya perasaan dan logika, semakin lama membuat saya "malas". yang terjadi adalah saya mengerjakan hal rutin yang lakukan.

Hal yang sering saya lakukan untuk tidak menunda adalah keterdesakan, "terpaksa". Sebenarnya keterdesakan itu karena ada pikiran dan pemahaman dari hati mesti dikerjakan. Misalkan salat Subuh menjadi tidak berarti jika salatnya telat. Maka karena pemahaman  salat Subuh tidak boleh telat, maka hal ini yang bisa mengalahkan perasaan nyaman. Maka saya bangun. Kata malas juga bisa dilawan hanya dengan waktu kepepet saat saya membutuhkan sesuatu. Karena kebutuhan hidup, saya bisa mengerjakan hal apa saja untuk mendapatkan uang. Yang mengalahkan rasa malu, rasa malas dan sebagainya.

Saya pun kadang melakukan merubah sikap tubuh untuk menguatkan pikiran yang kalah melawan perasaan. Bangun pagi yang ditunda, karena tubuh saya masih tidur. Untuk itu saya mulai duduk dan bergerak ke kamar mandi, maka perasaan (emosional ingin tidur lagi) bisa dikalahkan. Menunda karena banyak pertimbangan dalam kerja, maka saya menggerakkan tubuh saya segera. Saya ambil alat atau pulpen, ambil kerja atau berada di komputer, lalu saya kerjain satu demi satu. karena hal inilah pekerjaan itu bisa dimulai dan logika bekerja.

Hal lain yang bisa saya kerjakan adalah pemahaman tentang agama benar-benar dipahami (diyakini tanpa ragu). Pemahaman ini menguatkan hati (Allah) hadir dalam diri saya. Ada semangat dan kekuatan dari Allah untuk mengerakkan pikiran (logika) untuk mengerjakannya. Keadaan ini bisa mengendalikan perasaan. Misalkan bangun tidur di pagi hari, bisa langsung bangun karena merasa ada tanggung jawab untuk salat tepat waktu dan mendapatkan rahmat Allah. Begitulah hati menggerakkan logika (perintah) langsung tubuh untuk bertindak dan emosional jadi terkendali.

Tak mudah untuk menghilangkan sikap menunda, saya mesti melatih diri seperti hal di atas, memahami dan menyakini petunjuk Allah dengan bener, dan saya lengkapi dengan berdoa agar dilindungi oleh gangguan yang membuat saya menunda aktivitas.


Mencatat rencana

 Rencana adalah merencanakan kesuksesan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya pastikan rencana BUKAN merencanakan kegagalan. Saya pastikan tidak ada langkah-langkah rencana yang saya buat untuk kegagalan. Oleh sebab itu rencana itu mesti saya lakukan, agar diingat dan bisa saya kontrol, maka saya mesti mencatat.

Saya membuat rencana dari tujuan yang saya capai, tapi tidak merencanakan aktivitas detailnya. Sesaat saya ingin mengerjakannya, saya bingung mau melakukan apa dan tidak tahu juga waktunya. Pengalaman ini membuat saya lalai dan tidak melakukan apa-apa karena tidak ada yang mengingatnya, akhirnya saya tidak meneruskan tujuan saya (kalah dengan rutinitas). Hal ini penting buat saya jika ingin mencapai tujuan.

Misalkan saya memiliki tujuan meningkatkan penjualan sebesar 25% dari sekarang, 75 juta menjadi 100 juta. Maka saya memilah tujuan itu menjadi harian (hari kerja 20 hari), tujuan peningkatkan penjualan sebesar 100/20 = 5 juta/hari. Disinilah saya baru menterjemahkan dalam bentuk aktivitas untuk mencapai 5 juta/hari :

1. Saya mengunjungi konsumen sebanyak 8 orang dengan tingkat keberhasilan 25%. Dengan harga produk rata-rata 2,5 juta, maka prediksi penjualan saya 25% x 8 orang x 2,5 = 5 juta. Waktu kunjungan 13:00 - 19:00

2. Saya menambah penjualan lewat WA atau media sosial, menyebar WA 25 orang/hari, kontent FB dan IG sebanyak 2/hari yang disebar ke 25 orang/hari. Waktu pembuatan 07:00 - 09:00 dan sekaligus penyebarannya

3. Saya mencari tambahan 1 freelance/hari yang dapat membantu saya untuk menyebarkan brosur dan sebagainya. Waktu istirahat 12:00 - 13:00


3 point di atas adalah rencana aksi yang mesti saya catat, bila perlu dibuatkan agendanya. Paling tidak rencana ini sudah bisa mengingatkan saya untuk dijalani. Lalu saya bisa menganalisa hasil yang dicapai dan diperbaiki agar tetap kepada tercapainya tujuan. Buatlah sebanyak mungkin rencana aktivitas yang menunjang pencapaian tujuan.




Fokus dan tidak melihat yang lain

 Beberapa orang tidak fokus dan sebagian lainnya dapat fokus dengan baik. Tetapi sebenarnya fokus itu pada terjadi saat apa yang saya fokuskan menarik hati saya. Menarik hati yang membuat saya merasa nyaman atau menguntungkan. Terus apa yang terjadi saat saya fokus ? Apakah saya dapat melihat/memperhatikan yang lain ?

Yang terjadi adalah saya sering tidak fokus sehingga banyak hal yang saya perhatikan, keadaan ini membuat saya tidak maksimal melakukan yang seharusnya saya lakukan. Mungkin saya menganggap bahwa saya bisa mengerjakan 2 atau 3 pekerjaan pada waktu yang sama. sebenarnya saya tetep mengerjakan satu pekerjaan dan beralih ke pekerjaan lain. Satu pekerjaan yang dilakukan secara otomatis (tanpa berpikir) sering saya lakukan dan saat yang bersamaan saya memikirkan pekerjaan lain. Keadaan ini membuat saya tidak fokus dengan satu pekerjaan itu, karena pikiran tidak sepenuhnya tercurahkan untuk pekerjaan tersebut. Hasilnya tidak maksimal.

Saat saya fokus mengerjakan satu pekerjaan, maka saya dengan sepenuh hati dan pikiran fokus kepada pekerjaan tersebut. Hal ini saya buktikan dengan banyak hal lain yang cuekin (alias tidak mendapat perhatian). Hasilnya cukup proporsional. Karena fokus juga, maka saya pun memberi perhatian terhadap evaluasi dan keinginan untuk memperbaikinya. Saat saya fokus, maka saya tidak melihat atau memperhatikan yang lain.

Membayangkan ketika saya salat, tubuh menjalankan salat tapi pikiran tidak kepada salatnya. Maka saya mudah lelah, karena ada konflik antara pikiran dan tubuh (menjalankan perintah pikiran). Tidak ada kesesuaian. Bisa jadi inilah yang membuat saya berat untuk mendirikan salat, hati ingin salat sedangkan pikiran tidak untuk salat, dan tubuh salat. Bagaimana jika saya fokus, dimana hati, pikiran mendorong tubuh untuk menjalankan ? Saya dapat merasakan salat (tubuh) yang menyenangkan.

Mestinya saya belajar untuk mengerjakan satu hal sampai tuntas, atau kalaupun tertunda maka saya mesti menjadwalkannya. Hanya kepada Allahlah saya berharap tentang pekerjaan tersebut.


Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...