Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Katanya mau berkualitas

 Katanya mau berkualitas, tapi kok masih begitu-begitu aja kerjanya, Kalau ngomong barang kurang lebih mutunya bagus atau kalau kerja berkualitas kerja yang bagus yang hasilnya hebat. Kualitas selalu berdasarkan ilmu yang bener dan dikerjakan dengan ketrampilan yang mendukung sehingga hasil dapat diperoleh dengan waktu yang pas dan hasil kerjanya sesuai. Dalam kerja, soal ilmu dengan apa yang kita hadapi terus berubah (relatif) mengikuti waktu dan bahkan kita didominasi oleh gangguan emosional, sehingga kualitas itu semakin berkembang. Satu pekerjaaan hari ini yang kita lakukan belum tentu dapat kita lakukan kembali di hari berikutnya, tapi kita merasa lebih baik. Kualitas kerja ? Bukan sekedar memahami hal teknis pekerjaan, tadi mesti diimbangi dengan ketrampilan. Ketrampilan yang semakin baik jika kita sering melakukan (dilatih). Juga dipengaruhi oleh semangat, motivasi, pengendalian diri yang juga merupakan faktor penentu non-teknis  dalam kerja berkualitas. 

Misalkan kita ingin membuat laporan yang berkualitas. Tidak sekedar memahami hal teknis saja, mulai mengumpulkan data, menyajikan dan menganalisa. Hal teknis ini mesti membuka/menemukan hal yang bisa kita perbaiki BUKAN sekedar mengolah data kinerja saja. Biasa dan terus-menerus kita membuat laporan dengan menampilkan kinerja saja. Bayangkan jika kita membuat laporan dan menemukan cara untuk kinerja yang lebih baik. Tidak hanya itu saja kita pun mesti didukung ketrampilan menulis, mengungkapkan dengan bahasa yang santun, kemampuan menampilkan laporan untuk mudah dibaca dan dipahami, dan tentunya ketrampilan mengetik di komputer serta hal lain. Yang tidak kalah penting adalah kemampuan mengendalikan diri seperti sikap menghadapi segala sesuatu di saat kita membuat laporan dan mengendalikan emosional kita.

Di rumah, jarang orang berpikir untuk hidup berkualitas. Karena kualitas itu dipersepsikan dengan pekerjaan di luar rumah. Penting nggak sih istirahat berkualitas ? Ya, penting agar istirahat kita bukan sekedar santai atau tidur, tadi bagaimana istirahat itu efektif ? atau bagaimana tidur berkualitas ? Perhatikan istirahat kita, apakah istirahat kita dapat mengatasi kelelahan menjadi kesegaran dalam waktu singkat ? Apakah tidur kita bisa membuat kita fresh kembali ? Semua itu perlu ilmunya, tapi jarang orang ingin mempelajari tentang tidur atau istirahat yang benar. Setiap hari kita membiarkannya terjadi.

Shalatnya berkualitas nggak ? Dalam agama kualitas menjadi faktor penting sebuah amalan dikerjakan. Kualitas beragama didasari oleh iman kepada Allah, percaya tanpa ragu. Tentang shalat, kita masih mau belajar ilmu shalatnya. Belajar makna bacaan shalat, gerakan shalat serta sunnahnya. Tapi mengapa kita tidak memperbaiki iman kita ? Jika kita sudah merasa percaya dan yakin sepenuh hati, maka shalat kita terdorong menjadi berkualitas (khusyuk). Dalam pelaksanaannya ibadah dan amalan kita menjadi semakin berkualitas saat kita bener-bener ikhlas. Sudahkah kita mempelajari keikhlasan agar sempurna dalam menjalani kehidupan beragama. Yang pasti semua itu mesti dilakukan secara terus-menerus agar kita mendapatkan ilmu yang sebenarnya dan mendapatkan ketrampilannya.

Apakah bisa kita melakukan kerja berkualitas dengan mengambil cara berkualitas dalam beragama ? Mestinya "iya". Mari kita renungkan, buat apa sih kita kerja berkualitas ? Biar dapat penilaian bagus yang ujung berharap gaji lebih besar dan karier lebih tinggi. BUkankah itu semua dalam rangka kita mencari rezeki Allah ? Disini kita sudah bisa menemukan titik temunya, bagaimana kerja berkualitas itu dikaitkan dengan iman kita kepada Allah ? Tidak hanya percaya, tapi mesti memiliki ilmu tentang cara mengerjakannya (amal saleh) dengan baik. Dalam melakukan kerja tersebut kita mendapatkan gangguan syetan, mengapa ? Karena syetan tidak mau kita menjadi hamba Allah yang bener. Emosional atau nafsu mempengaruhi kita bekerja berkualitas. Agama mengajarkan kita sabar dan istiqamah dengan pekerjaan kita yang menuju Allah.

Yang menjadi pertanyaan adalah boleh saja kita mencari cara untuk kerja berkualitas setiap hari, tapi ingat bahwa cara dan hasilnya bisa membuat kita "lalai" dengan iman kita. Alangkan indahnya jika kita berkualitas dalam beragama dengan selalu meningkatkan keimanan kita dan selalu memperbanyak amal saleh, Insya Allah kita diberikan hidayah dari sisi Allah untuk kerja yang berkualitas dan selalu diikuti belajar teknis pekerjaannya .



Munir Hasan Basri
Trainer and Writer


Katanya mau baikan


Katanya mau baikan, tapi kok masih apa gengsi dan hubungan menjadi kurang enak. Setiap hari kita diwarnai dengan konflik antar teman, pasangan, anak dan sesama karyawan. Mengapa sih kota konflik atau berselisih paham ? Bukankah semua orang ingin baik-baik saja. Niat dan Ilmunya sudah bener, tapi amalannya yang belum ok. Atasan pengen kerja kita bagus dan cepet, tapi saat kita kerjakan nggak sesuai harapan atasan. Perhatikan atasan mempunyai niat baik hasil kerja bagus dan cepet, dan merasa kita mampu. Kita sebagai bawahan juga pengen kerja kita bagus dan cepet selesai. Tapi terkadang kita belum punya ilmunya dan belum memiliki ketrampilan yang diharapkan. Jadilah "konflik". Padahal dua-duanya memiliki niat dan pengen hasil yang sama, mengapa begitu ? Kita tidak menyamakan tindakannya, Atasan maunya begini, sedangkan kita tidak tahu apa yang diinginkan atasan dalam tindakan kita. Solusinya mesti saling memahami kondisi masing-masing dengan komunikasi. Kejadian ini sering berdampak buruk hubungan antara atasan dan bawahan, terlihat sih baik-baik saja. Tapi Atasan menyimpan rasa tidak percaya dan bawahan merasa atasan semaunya aja. Akibatnya atasan jarang memberikan pekerjaan kepada bawahannya, dan cenderung mencari bawahan lain. Sebaliknya bawahan selalu ingin menghindar dari atasan dengan kesibukannya. Persoalannya bukan lagi kesalahan komunikasi tapi menjadi persoalan gengsi atau suka/tidak suka. Bukan antara atasan dan bawahan, tapi bisa sesama rekan kerja. Apakah Anda mengalaminya ?

Dalam rumah tangga juga terjadi, orang tua ingin anaknya pintar maka orang tua mengharuskan anaknya belajar. anehnya orang tua merasa yakin anak belajar saat melihat langsung anaknya belajar. Tidak dengan anaknya, bisa jadi orang tua yang menyuruh anaknya belajar, tapi orang tua tidak mau mengajarkannya. Atau anaknya sudah belajar di sekolah dan belajar saat orang tua tidak melihatnya. Anaknya memiliki keinginan yang sama dengan orang tua yaitu menjadi anak pintar. Hal ini bisa digambarkan dengan orang tua dan anak disuruh menggambarkan gajah dengan mata tertutup. Orang tua memegang belalai dan anak memegang kaki, maka keduanya tidak pernah ada titik temunya dan keduanya ngotot dengan apa yang dipegang, orang tua bilang,"gajah itu memiliki hidung yang panjang" dan anak menceritakan,"gajah itu memiliki kaki yang besar". Padahal keduanya memegang gajah yang sama.

Yang tak pernah ada konflik adalah antara kita dengan Allah. Allah berkomunikasi dengan kita dari kejadian demi kejadian, petunjuk dan Al Qur'an dan hadist. Dalam hal ini kita memang jarang memahami Al Qur'an sebagai petunjuk hidup (termasuk kerja). Padahal di era modern ini sudah banyak referensi tentang tafsiran dan ilmu Al Qur'an di media online. Saat kita tidak bener-bener paham tentang Al Qur'an, maka kita sering mengalami kejadian yang tidak menyenangkan atau balasan dari Allah. Jika kita tidak menggunakan hati (bersih), maka kita tidak mampu menangkap pesan Allah. Yang luar biasa, saat kita salah Allah dengan kekuasaanNya mau menerima kesalahan kita asal kita mau mengikuti perintahNya. Karena Allah yang Maha dan kita yang lemah merendah, maka semua itu menjadi baik lagi. Yang menjadi pelajaran penting adalah proaktif dari kita sebagai hamba untuk mengenal dan memahami Allah lewat apa yang telah Allah sampaikan.

Bagaimana kita menerapkan agama dengan kerja ? Pasti ada hubungannya, yang utama adalah agama menjadi petunjuk dalam kerja kita. Peran proaktif kita kepada Allah untuk mengenal dan memahami Allah, menjadi bekal buat kita dalam kerja baik hubungan dengan atasan dan sesama. Kita pun mesti proaktif dan tidak menunggu orang lain untuk menjelaskan segala hal dalam pesan komunikasinya, tapi kita lah yang mesti ingin tahu (merendah, tidak tahu karena memang belum disampaikan) tentang pesan yang diampaikan kepada kita. Jika kita tidak tahu, belajarlah (dari atasan atau teman) dan belajar sendiri agar apa yang diharapkan orang lain itu menjadi lebih baik.


Munir Hsan Basri
Trainer and Writer


 

Katanya mau berdagang

Katanya mau berdagang, tapi kok lulus sekolah cari kerja ? Nggak ada modalnya. Jika ini jawabannya ya mesti kerja dulu. Terus kerja kantor atau kerja di tempat orang berdagang. Banyak yang pilih kerja kantor daripada kerja sama orang dagang. Kerja kantor dengan UMR  tergantung wilayah. Saran terbaik adalah menyimpan uang untuk modal dan belajar mau dagang apa. Mesti punya target 2 tahun atau 3 tahun. Sembari kerja, mengambil waktu untuk mulai berjualan online atau reseller. Hati-hati kalau sudah mengenal uang, maka kerja di kantor itu bisa bikin racun dengan iming-iming karier. Gaya hidup mempengaruhi pekerja kantor untuk tampil dengan gaya hidup modern, kendaraan, hp, pakaian dan sebagainya. Akhirnya terikat dalam kerja kantor terus-menerus dimanjakan dengan setiap bulan dapat gaji dibanding berdagang.

Bagaimana mereka yang berdagang ? ada yang sukses dan ada yang biasa aja dan ada yang gagal. Seorang pedagang Bakso yang saya kenal, memulai dagangnya dengan membeli bahan sampai jadi bakso dan menjualnya. Tentu pedagang bakso ini sudah menguji baksonya enak. Alhamdulillah sudah meluluskan dua orang anaknya, yang satu lulus UNS jurusan elektro, yang masuk mau lulus IPB. Cerita lain, saya makan siomay di pinggir jalan. Setiap hari bisa menjual 600 siomay dengan harga Rp 3000/siomay. Total per hari kotor Rp 1.800.000. Keuntungan bisa mencapai Rp 600.000 sampai Rp 800.000. Ada kisah penjual telor yang menjadi agen, yang menjual telor ayam negeri, telor omega, minyak murah, telor asin yang berjualan di pinggir jalan. Setiap bulan penjual bisa meraup penghasilan bersih 6 juta. Tiga contoh pedagang makanan yang bisa meraup uang yang cukup untuk kehidupannya. Jika mereka semakin cerdas maka semakin besar peluang mendapatkan uang lebih, dengan membuka cabang atau menjual produknya ke orang lain. Banyak juga kisah lain. 

Untuk karyawan yang luar biasa bisa meniti karier dengan sekolah yang mumpuni. Tapi beberapa karyawan biasa yang bekerja dengan gaji UMR cenderung stabil dan hanya naik setiap tahun karena inflasi. Diusia yang masih muda, keputusan untuk berdagang menjadi lebih baik karena tidak ada beban yang besar, masih single dan tanggungan sedikit. Boleh aja untuk bekerja karyawan untuk modal. Perhatikan mereka yang berdagang memiliki uang lebih banyak dari gaji karyawan biasa. Hanya gengsi aja yang beda. Banyak cerita bergengsi lainnya, tukang Becak naik haji atau tukang bubur naik haji. Masih mikiran gengsi, ada yang naik haji karyawan biasa dengan penghasilan UMR ? Bisa jadi berdagang itu memberi berkah.

Berdagang sangat bergantung pada usaha yang dilakukan, semakin besar usaha dan doa ... semakin besar yang bisa diperoleh. Tapi sebagai karyawan semakin lembur belum tentu gajinya semakin besar. Nabi menyampaikan bahwa 9 dari 10 muslim yang baik adalah berdagang, ini adalah anjuran untuk berdagang dalam mencari rezeki Allah. Berdagang bisa langsung belajar tentang banyak hal, melayani konsumen, menyediakan produk yang bagus dan terus mengambangkan produk lebih baik, bersilaturahmi dengan banyak orang dalam rangka membentuk jaringan, mudah untuk membantu orang dengan memberikan discount atau menambah timbangan dan banyak lagi.

Ada penyesalan yang sering diungkap mereka yang sudah pensiun, uang pensiun tidak cukup. Sewaktu kerja memiliki niat untuk berdagang selalu ada tapi belum kesampaian karena kesibukan. Ada dalam pikiran,"kok saya bisa menyumbang pikiran dan tenaga untuk perusahaan orang lain, tapi kenapa saya tidak bekerja untuk diri sendiri ?" Bagi yang masih muda segeralah berpikir mengambil keputusan kerja atau berdagang, yang sudah usia mungkin mau tidak mau mesti memulai, sekalipun sudah pensiun. Kerja (berdagang) untuk menjaga kesehatan dan pikiran. 


katanya mau berdagang, nama kerennya berbisnis, yang penting kita mampu menjadi orang yang produktif. Entah sebagai konsultan, sales mandiri, penulis, reseller, produsen, berdagang dan sebagainya. Apa yang kita hasilkan untuk kebutuhan orang lain sebagai ibadah dan amal kita, mendapatkan rezeki dan mendapatkan pahala. Temukan kemampuan kita mau menjadi produsen (penghasil) yang bisa dibayar orang. Belum ketemu kemampuannya, belajarlah dari apa yang menarik dan kita senangi. Insya Allah berdagang adalah jalan terbaik dalam mengabdi kepada Allah. 



Katanya mau bicara

Katanya mau bicara, tapi tidak mudah untuk mengungkapkannya. Beberapa orang pandai berbicara di depan umum tapi ada juga bicara ke seseorang aja susah. Disisi lain kepada orang tertentu mereka bisa bicara. Orang teknis cenderung susah bicara, "saya tahu tapi tidak bisa menjelaskannya". Memang seseorang memiliki kemampuan yang berbeda, ada yang bisa bicara sedikit dan singkat, ada yang bicaranya seadanya sesuai kemampuannya, tapi ada yang banyak bicara sesuai apa yang dimiliki.

Kesulitan bicara tentang ide dan kemampuan yang dimiliki seringkali membuat orang ini dipersepsikan pendiam. Bicara seperlunya. Bisa jadi orang seperti ini kalau disuruh menulis bisa. Tapi bicara menjadi bagian penting agar orang lain bisa memahami apa yang kemampuan kita. Bahkan kesulitan bicara seringkali tidak "dianggap" di dalam forum, makna bicaranya tidak mudah dipahami.Perlu nggak bicara ? Sangat perlu bahkan ada orang yang mengambil inisiatif untuk duluan bicara, efeknya orang yang tadinya mau bicara jadi sedikit minder.

Katanya mau bicara, yuk latih bicara kita setiap hari atau periodik. Walaupun sedikit bicara untuk bisa mengawali latihan kita. Bertemu teman, mulailah mengungkapkan ide dan meminta untuk pendapat temen tentang apa yang kita bicarakan. Di kantor, kita bisa memulai dengan menjawab pertanyaan temen dengan bicara lebih banyak. Hari ini ditanya,"apa kabar ?" bisa jawabannya, "saya sehat". Jika pertanyaan yang sama kemudian kita jawab yang sama, maka hari berikutnya tidak ada orang yang ingin bertanya lagi. Misalkan jawaban lebih banyak seperti,"saya sehat hari ini, kemarin saya sehat tapi nggak nyaman kerjanya". Jawaban kita bisa mengundang orang lain untuk bertanya lagi dan terjadilah dialog. Atau kita mengungkapkan ide kepada temen,"Saya memiliki ide untuk pekerjaan ini lebih mudah". Maka temen kita bisa bertanya lagi,"apa idenya". Lalu kita mengemukakan idenya dan meminta feedbacknya. Terjadilah dialog. Semakin sering kita berlatih seperti ini semakin terpancing kita untuk bicara  dan bicara lagi.

Seseorang memiliki kemampuan bicara tidak lepas dari apa yang sudah dia ketahui, ada ilmunya dan pemahaman yang baik. semakin banyak ilmu dan pemahaman dari pengalaman hidupnya, maka semakin membuat dia menjadi percaya diri. Berbicara tentang pengalaman pribadi baik yang sukses atau yang gagal mudah untuk diungkapkan dengan lancar, daripada ilmu dan pemahaman yang belum kita alami. Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda, maka kita mesti percaya bahwa pengalaman kita sudah terbukti pada diri kita, berbagi kepada orang lain dapat menjadi inspirasi.

Bicara kepada Allah ? yang sering kita alami adalah daam berdoa, kita seperti berdialog. Kepercayaan kita kepada Allah membuat kita ingin bicara kepada Allah. Doa, semua orang bisa. Doa itu ibadah seperti halnya shalat. Bacaan dalam shalat jika kita ikuti dengan pemahaman yang benar merupakan bicara kita kepada Allah. Bayangkan kita bicara tanpa mengerti maknanya, baik dalam doa dan shalat. Apakah kita bisa bicara sebenarnya kepada Allah ? Bicara tapi tidak bicara. Kita shalat (bicara dan memahami artinya) tapi sebanrnya tidak bisa khusyuk. Berdoa hanya dengan mengamini saja, menjadi kita meminta tapi tidak tahu apa yang diminta. Bicara jadi penting terutama mesti memahami maknanya. Minimal kita belajar bicara kepada Allah 5 kali dalam shalat 5 waktu. Masak kita tidak mau memahami bacaan shalat agar bicara atau komunikasi kita kepada Allah menjadi bermakna.

Katanya mau bicara, maka bicaralah. Mulailah. Insya Allah kita dapat selalu mengamalkan apa yang kita bicarakan. itulah pengalaman yang berharga bagi kehidupan kita.




  

Katanya mau berhemat

Katanya mau berhemat, kok nggak memperhatikan yang mau dihemat. Mau hemat listrik ? tapi listriknya (lampu) belum pakai lampu LED yang benar-benar hemat listrik. Lampu biasa yang 40 Watt setara dengan 7 watt LED. Terus saat pakai lampu LED, sikap kita belum berhemat karena kita tidak peduli dengan pemakaiannya. Terkadang ruangan tertentu tidak ada orangnya lampu LED nya menyala. Berhemat tidak hanya pada peralatannya tapi lalu cara bersikap dengan pemakaiannya. Teknologi sudah banyak membantu orang untuk berhemat, diantara dengan lampu LED sensor cahaya, yang menyala sesuai keadaannya (gelap atau terang). Berhemat tidak selalu dengan teknologi tapi cara kita bersikap hemat jauh lebih penting.

Bagaimana dengan hemat tenaga ? Pengennya kerja sedikit hasil besar. Apakah bisa ? Mungkin iya, tapi sebenarnya hemat tenaga itu bukan kerja sedikit tapi kerja yang efektif, kerja yang benar dengan ilmu yang benar. kerja yang benar itu pasti mudah, yang pertama karena ilmu yang tepat. kedua karena kita berpikir positif terhadap pekerjaannya, dan ketiga pekerjaan kita dirahmati Allah. Misalkan kita kerja menulis saja, kalau ilmunya belum cukup pastilah menulisnya agak sulit. Bisa tergantung mood dan sebagainya. Jika ilmu menulisnya saja sudah cukup masih ada hambatan karena sibuk dan belum tercipta pikiran positif dari menulisnya. Akhirnya jika memang Allah telah merahmati dengan memberi kebaikan, maka tidak ada yang mampu menghalanginya. Sama halnya dengan menulis, kerja kita sehari-hari mesti dievaluasi agar dapat diketahui apa yang kurang dari kerja kita. Berhemat dalam kerja menunjukkan kerja yang efektif dengan ilmu yang benar, pikiran positif dan mengikuti petunjuk Allah.

Apakah cara berhemat itu benar ? Misalkan berhemat dengan uang, kita cenderung tidak mengeluarkan uang banyak atau langkah utamanya menabung (menyimpan uang). Padahal tujuan kita berhemat uang adalah untuk mengumpulkan uang yang banyak. Salah satunya mengurangi pengeluaran untuk ditabung. Zaman sekarang menabung di Bank tidak semakin bertambah malah terpotong dengan biaya administrasi dan biaya atm dan lain-lain. Kita berharap dengan menabung uang bertambah. Bagaimana cara berhematnya dengan bersyukur ? Yaitu dengan mengoptimalkan uang yang kita miliki untuk investasi yang benar, misalkan dengan berdagang, keuntungannya melebihi bunga bank. berdagang juga mampu mengembangkan uang dengan cepat. keuntungan dari berdagang dapat disyukuri dengan bersedekah, uang yang kita keluarkan dibalas minimal 10 kali lipat. Mana yang kita pilih berhemat dengan menabung atau bersyukur dengan mengoptimalkan uang dengan berinvetasi lewat dagang dan sedekah ?

Pola pikir berhemat mesti kita luruskan agar kita menjadi semakin cerdas dalam mengambil langkah-langkah yang bener dalam hidup ini. Bisa jadi kata hemat juga mengambil porsi dalam kehidupan kita. Misalkan kita ingin membeli motor, kata hemat bisa dengan cara membeli motor sesuai kebutuhan (bukan yang mahal karena kecanggihannya). Atau berhematnya dengan cara tidak membeli motor tapi kendaraan yang lebih murah dari motor. 

Jangan sampai kita menggunakan kata hemat dalam ibadah dan amal saleh. Ibadah yang banyak dan berkualitas mesti kita bangun agar semakin bermakna. Sama halnya dengan amal saleh. Semakin banyak shalat dan semakin khusyuk shalat adalah yang terbaik, shalat yang  khsuyuk dibangun dengan kuantitas shalat yang semakin baik. Semakin banyak bersedekah dan dilakukan setiap hari (kuantitas) dapat mengantarkan kita kepada keikhlasan (kualitas). 

Katanya mau berhemat ... yuk kita persepsikan hemat itu bukan untuk mengumpulkan sesuatu lebih banyak. Tapi berhemat itu adalah sikap memanfaatkan secara optimal apa yang kita miliki, inilah bersyukur. Bersyukur dengan cara Allah yaitu berinvestasi untuk kehidupan setelah kematian.






Katanya mau dunia

Katanya mau dunia ... tapi apa iya ? Tak mudah untuk mengambil bagian untuk berkompetisi meraih dunia. Tak pernah habis dan mesti saling mengalahkan. Mau gaji gede, mesti pintar dan memiliki keyakinan tinggi, dan ada yang mesti dikalahkan. Begitu kehidupan ini berpotensi untuk menghancurkan diri kita sendiri karena meraih dunia. Bahkan ada orang yang ingin terus berjaya, maka sampai usia tua pun masih ingin berkuasa mempertahankan kehebatannya. Faktanya kehebatan itu sudah turun ... tapi tetap merasa dirinya lebih hebat dari orang yang hebat sekalipun.Sampai kapan pencapaian dunia ini berakhir ? Saat kita mati.

Katanya mau dunia ... mau menjadi kaya, mau menjadi hebat, mau menjadi terkenal dan sebagainya. Jika belum tercapai, banyak orang mencari terus jalannya bahkan ada yang menghalalkan segala cara. Jika pikiran dan perasaan sudah dikuasai dunia, maka tidak ada yang namanya hati yang bisa memberi pencerahan. Bayangkan saat kita gagal, maka pikiran memberi bahasa positif yaitu saya belum berhasil maka kejar terus. Dikejar-kejar tidak mendapatkannya, kegagalan atau musibah yang dialami bukan sebagai peringatan tapi dijadikan motivasi untuk terus meraih dunia. Orang-orang yang disekitarnya selalu memuji perjuangannya untuk meraih dunia, dan disanjung dan diapresiasi.

Hampir semua orang tahu bahwa dunia ini milik Allah, dan ada dorongan yang luar biasa bahwa rezeki itu mesti dicari dengan usaha. Banyak orang hanya mengandalkan kerja keras dan kerja cerdas. Bayangkan jika si A memiliki barang B, maka kita yang menginginkan barang B, apakah harus mengambil dari A dengan cara apapun ? Si A dapat memberikan barangnya kepada orang yang disenanginya. Agar menjadi orang yang disenangi, maka mesti mengikuti apa yang SI A inginkan. Bagitu juga tentang dunia dengan seisinya, pemiliknya Allah. Maka kita mesti sampaikan apa yang kita inginkan dan bertanya juga apakah keinginan kita itu baik buat kita. Bukankah Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat kita (Allah Yang Menciptakan kita). Agar Allah meridhai apa yang kita inginkan, maka alangkah indahnya kita mau mengerjakan apa yang Allah perintahkan. 

Katanya mau dunia, kok cara-caranya hanya mengandalkan ilmu dunia tanpa melibatkan Allah yang memiliki dunia ini. Bisa jadi Allah memberikan dunia ini kepada kita karena kita sangat menginginkannya dan dijadikan ujian apakah kita bersyukur kepada Allah atau tidak ? sebaliknya juga demikian, jika Allah belum memberikannya, maka kita pun diuji apakah ingat kepada Allah atau tidak ?

Mau dunia ini, maka ikuti sang Pemilik dunia agar apa yang kita kerjakan diridhaiNya. Jika kita mengerjakan apa yang Allah ridhai berarti kita pun diberi kehidupan setelah kematian. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, adalah orang-orang yang beruntung. masak sih kita tidak mau ? 




Katanya mau taat

Katanya mau taat, tapi susah jalaninnya. Kalau begitu memang sedikit orang yang taat. Kata taat itu bisa dikerjakan jika kita awali dengan percaya tanpa ragu. Kadang yang kita bilang percaya, ternyata masih ada keraguan. Maka dalam pelaksanaanya kita kadang mengerjakannya dan kadang tidak mengerjakannya. Agar kita dapat terus melakukan kebaikan (taat), maka kita mesti meningkatkan kepercayaan kita semakin baik.

Taat kepada atasan, maka kita sangat percaya kepada kemampuan dan integritas atasan kita. Akibatnya kita menjadi patuh dan menjalankan secara konsisten apa yang diperintahkan atau kita merasa ingin memberi yang terbaik atas kepercayaan itu. Kita melakukan apa ? Melakukan apa yang disenangi oleh atasan kita. Bahkan kita bisa mengganti apa yang kita senangi dengan perbuatan yang senangi atasan kita. Salah nggak ? Itulah cerita tentang ketaatan. Mengapa kita taat ? Kita tahu kekuasan dan wewenang atasan kita sehingga kita tidak ingin mengalami hal buruk yang terjadi saat kita tidak taat.

Bagaimana dalam agama ? Ketaatan diawali dengan percaya kepada Allah tanpa ragu. "Saya dengar dan saya taat". Ketaatan kita yang tidak istiqamah, pasti disebabkan iman kita yang belum kuat. Ketaatan bisa dibangun dengan kekuasaan Allah yang bisa melakukan apapun terhadap kita, kita membayangkan rasa takut terhadap balasan Allah sekalipun kita belum melihatnya. Hal lain yang bisa membangun ketaatan adalah mempelajari ilmu Allah sehingga benar-benar paham dalam menjalani ketaatan itu. 

Jika dalam ketaatan kita belum sempurna atau naik-turun, maka segera ingat kepada Allah meminta maaf dan ampun. Lalu belajar tentang amalan yang masih lemah itu dan menyempurnakannya. Hasil hanya menjadi ukuran untuk kita selalu menyempurnakan amalannya. 

Taat kepada atasan dalam kerja, mesti percaya tentang kemampuan pekerjaan dan wewenang kepada atasan. Salah satunya kita bisa disiplin, karena pekerjaan kita mengharuskannya dan menjadi penilaian kinerja. Jika kita tidak disiplin, maka seharusnya penilaian kerja kita menurun. Saat kita merasa tidak ada yang berubah dalam pendapatan kita, maka disiplin itu membuat kita tidak taat lagi untuk disiplin. Hilang kepercayaan kita.



Taat kepada Allah dalam shalat. Allah pasti memberikan kebaikan dalam shalat dan jika shalat kita belum baik maka kita selalu ingin menyempurnakannya. Bagaimana jika kita tidak shalat ? Ada rasa gelisah dan khawatir tentang kehidupan kita di dunia dan di akhirat nanti. Kepercayaan kepada Allahnya tidak turun, tapi kita lah yang tidak mempercayainya karena kualitas shalat kita yang memang diakui belum sempurna atau kita larut kepada godaan syetan. 



Katanya mau nggak emosi

Katanya mau nggak emosi lagi, tapi kok nggak tenang bicaranya. Apa-apa menyalahkan dan sepertinya merasa diri paling bener. walaupun suara tanpa nada tinggi, tapi masih terlihat kata-katanya menyalahkan. Ternyata sekalipun waktu sudah berlalu beberapa hari emosi itu masih bisa muncul saat ada triggernya yang terjadi di awal yang tersimpan dalam pikiran kita. Misalkan saat kita terinjak kakinya oleh pasangan saat jalan bersama, maka merasakan sakitnya (emosi) dan marah (emosi). Yang tersimpan adalah memori kejadian itu sangat kuat karena emosional kita lagi tinggi, sakit dan marah. Memori ini bisa keluar lagi saat kita jalan bersama lagi, ada perasaan takut terinjak lagi. Apa yang dilakukan ? menjaga jarak. Apakah ada sikap positif ? Sangat jarang.

Yang sangat merugikan tapi tidak bagi yang sedang emosi adalah terjadinya lagi tentang apa yang pernah kita rasakan sebelumnya (bersifat emosional). Orang yang pernah menggoreng dan terkena minyaknya, maka saat itu merasakan sakit banget. Akibatnya orang itu tidak mau menggoreng lagi. Banyak kejadian sehari-hari terjadi yang memacu emosional kita menjadi tinggi dan kita tidak berpikir logis tentang hal tersebut untuk menjadi lebih baik.

Banyak orang berpikir bahwa untuk tidak emosi mesti harus belajar mengendalikan emosi, "jangan emosi". Cara ini mungkin bisa untuk orang tertentu, tapi kebanyakan orang gagal. kata "jangan emosi" malah kita jadi emosi. Memang secara manusiawi kita cenderung emosi terus, didalam ilmu pikiran informasi yang masuk selalu masuk ke otak tengah. Otak tengah ini merupakan pintu masuk informasi untuk diteruskan ke perasaan atau akal sehat (logika). Kondisi kita yang tenang dapat membuka jalan kita melewati otak tengah menuju logika berpikir yang benar, sebaliknya jika kondisi kita yang tegang atau stress maka informasi yang melewati otak tengah malah masuk ke perasaan (kondisi ini disebut pembajakan amygdala).

Apa yang terjadi jika kita memiliki ilmu yang tersimpan dalam pikiran akal sehat ? Misalkan kita tidak tahu tentang berdagang, maka ketika diajak berdagang dalam keadaan relax. Belum tentu kita bisa berpikir logika, karena logikanya tidak ada. Maka saat ingin berpikir dagang dan pengetahuan (ilmu) tidak ada, maka proses yang terjadi adalah kita berpikir dengan emosi. Maka kita bilang,"nggak usah, saya nggak bisa dagang". Dari pemahaman ini BUKANnya kita susah untuk tidak emosi, tapi kita kekurangan ilmu dalam pikiran akal sehat. dengan demikian kita dapat merubah perilaku suka emosi menjadi sikap yang lebih baik adalah dengan belajar banyak hal tentang kehidupan ini agar saat kita menerima informasi tentang sesuatu itu dapat meresponnya dengan akal sehat. 

bagi kita yang dominan emosional, maka sikap memandang seseorang itu selalu salah dan tidak ada benernya. Sekalipun itu sudah berlalu, maka kita yang mau berpikir akal sehat pun sulit. Mengapa ? Karena gengsi. "Masak kemarin saya merasa bener dan kemarin yang salah itu dia, lalu saya mengakui saya salah hari ini. gengsi dong dalam hati kita". Akhirnya seseorang yang sudah terlanjur dominan emosional maka terus emosional. Rugi nggak ? Pasti rugi dan dijauhkan dari temen. Intropseksi diri, jika kejadian itu terjadi pada diri kita ? Maka kita tidak ingin terjadi dan mau memperbaiki diri.

kadangkala emosional itu didukung oleh pikiran kita yang cenderung berpikir maunya untung. Lengkap sudah emosional kita. Satu-satu caranya untuk memperbaiki itu semua adalah dengan hati. Dalam firmanNya,"kita menjadi sabar dan berbuat baik itu karena rahmat Allah". Jadi berusahalah untuk menjadi orang sabar dan berbuat baik dengan menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Insya Allah kita diberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kita bisa bersabar dan berbuat baik.




Katanya mau menulis

Katanya mau menulis, tapi memang ngga bakat menulis. Disisi lain, kita banyak menulis di media sosial dan menulisnya lancar. Banyak orang menjadi pintar menulis karena ada sosial media, seperti facebook, twitter dan sebagainya. Sebenarnya menulis itu menjadi dasar setiap orang dalam beraktivitas, termasuk dalam kerja. Membuat laporan ? Ya menulis. Mengumpulkan data ? Ya menulis. Rapat atau meeting ? Ya menulis.

Yang paling sering kita menulis adalah dalam menulis pesan chatting di WA atau curhatan di FB dan instagram. mengapa sih harus menulis ? Saat kita menuangkan ide dalam tulisan di media apapun dapat menunjukkan kepribadian kita, yang tidak terungkap dalam komunikasi atau pergaulan. Dan bahkan tulisan kita dapat menunjukkan kecerdasan kita yang sebenarnya. Dengan demikian orang lain dapat berkomunikasi dengan kita lebih baik lagi.

Tak hanya itu menulis merupakan amal untuk berbagi ilmu yang bermanfaat. Saya positif bagi yang menulis dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Disisi agama, menulis adalah amal jariah yang menjadi kebaikan kita setelah meninggal. Nggak pengen menulis ? Masih malas ? Apa merasa bisa ngomong tapi susah menulis ? Takut tulisannya tidak bagus ? dan banyak lagi pertanyaan yang membuat Anda tidak menulis dengan sungguh-sungguh. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda, pengalaman hidup kita bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang yang belum mengalaminya.

Pernahkah kita menulis atau membuat catatan atas iman dan amal saleh kita. karena memang kita tidak pernah menulisnya, maka kita pun lalai untuk mengevaluasinya. Bayangkan kita menulis, "sampai dimana iman saya hari ini ?" katanya saya beriman, tapi mengapa saya saya belum shalat dengan kesungguhan ? Catatan tentang iman ini bisa membuka hati kita dan mendorong untuk berbuat lebih baik. Tidakkah kita mau menulis tentang diri kita sendiri ? Tidak ada yang salah dan teruslah menulis agar kita menjadi lebih baik.

Ada yang bilang,"setelah menulis rasanya perasaan saya plong". Menulis tentang keluhan kita bisa jadi seperti curhat kepada diri kita sendiri atau curhat kepada Allah. Sering orang bilang sebagai self talk. Self talk negatif memberi keburukan kepada kita, tapi sebaliknya saat self talk kita positif, maka banyak manfaat yang kita dapatkan. Yuk menulis apa saja yang baik .... Insya Allah kita diberi petunjuk/hidayah lewat hati dan hati mendorong kita menulis. 

katanya mau menulis, ya tulis aja setiap hari di mana saja. Insya Allah tulisan kita membantu orang lain atau paling tidak menambah wawasan.



Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...