Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Apa sih makna belajar ?

Setiap orang sudah berasa banyak belajar, terutama dari pendidikan formal. Terkadang hal itu membuatkan  mereka untuk balajr lagi. Tapi dalam kesehariannya banyak orang sudah belajar "tanpa disadarinya". kalau ditanya,"mas kamu belajar nggak sih ?" Semua orang menjawab,"secara formal sih nggak tapi saya belajar terus kok ". Lalu apa hasilnya ? Belum aja nanti juga saya mendapatkan hasil yang luar biasa.

beberapa orang mengatakan bahwa belajar ya belajar ... ya membaca buku, ikut seminar/training dan sebagainya. lalu,"saya jadi paham". Apakah cukup segitu disebut belajar ? masih ingat waktu kecil,"apa sih yang dimaksud belajar sepeda ?" Sedikit tahu tentang sepedanya dan langsung naik sepeda (praktekin). jadi sebenarnya belajar tidak sekedar paham tentang sesuatu, tapi mesti melakukannya sehingga mendapatkan hasil.

Belajar ya mesti menghasilkan atau merubah perilaku sehingga hasilnya membuat kita senang. Belajar kerja yang lebih baik, artinya kita mesti memahami kerja kita sekarang dan mengapa tidak memberikan perubahan ? Disini kita mengevaluasi dan memperbaiki yang salah atau mencari cara lain untuk menghasilkan yang lebih baik. 

Belajar

Antara perilaku yang berubah dengan hikmah belajar menjadi hubungan yang erat. Semakin paham belajarnya semakin mendorong untuk merubah dalam cara kerja (perilaku). Akibatnya hasilnya pun proporsional dengan kualitas pemahaman.

Yuk terus belajar, terus memahami dengan lebih baik, terus mmperkaya ilmu, terus memperkaya prakteknya dan berterima kasihlah atas hasil yang diperoleh.

Curhat kepada Allah

 Dalam keseharian, anak perempuan jika ada masalah mengadu (curhat) maknya, masih bagus sih. Ada juga curhat sama temen cewek atau bahkan curhat ke temen cowok yang dipercaya. Curhat awalnya hanya sekedar ngobrol, lama-lama jika sudah asyik dan merasa nyaman ... keluar deh isi hati yang terdalam.

Sebenarnya curhatan itu sumbernya adalah masalah, sesuatu yang membuat dir tidak nyaman. Bisa karena orang lain tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak mampu melakukan sesuatu sesuai keinginan, dan banyak lagi. Tidak selalu curhatan kita dapat direspon baik oleh orang yang mendengarkan, padahal harapan kita ada solusinya

Dilain waktu kita berdoa kepada Allah, ada yang berdoanya dengan panjang lebar tapi ada juga yang isi doanya standard-standard aja. In mau dibilang curhat juga iya, tapi memang tidak detail. Yang menjadi pertanyaan saat kita curhat, ada dalam pikiran kita tentang kepada siapa yang kita percaya untuk mendengarkan curhatan kita. Harapannya tidak terbongkar aib kita. Siapa dia ? Orang tua, temen (pacar), sahabat sejati ... atau Allah.

Dari orang tua, temen, sahabat sejati dan Allah ... mana yang kita percaya ? Ya pastinya Allah. Tapi dalam hidup tidak kita terapkan. Allah itu tempat kita bergantung apapun dalam hidup ini, Allah Asshamad. Allah yang mengabulkan doa kita (yang mengabulkan curahatan kita), Allah yang Maha Mendengar apa yang kita sampaikan ... masihkah kita curhat kepada manusia ? 


Yang perlu kita luruskan adalah setiap kita curhat, seringnya kita menunggu hasilnya. Padahal hasilnya ditentukan dari apa yang kita kerjakan. Semestinya setelah kita curhat, ikuti dengan belajar untuk mendapatkan ilmu/petunjuk agar curhatan kita ada solusi. Yang utama adalah belajar dari Al Qur'an, dan bisa juga bertanya ilmu kepada yang memahaminya (ulama, orang pintar dan pengalaman).  Kuncinya jika kita curhat, maka hal itu menandakan bahwa kita masih belum cukup ilmu untuk menghadapinya. Oleh sebab itu setelah curhat kita harus merubah perilaku agar hasil pun berbeda. 

Agar kita mampu meminimalkan curhat, belajarlah setiap hari, membacalah setiap, memahamilah setiap hari dan mengamalkan setiap hari Al Qur'an dan berada dalam majlis ilmu. Hindari belajar setelah adanya curhat. Insya Allah tulisan ini menjadi motivasi diri yang islami agar kita dapat menjalani hidup dengan lancar dan mudah. Inilah pemberdayaan diri menjadi semakin baik setiap hari. Kesibukkan kita mencari ilmu sudah mengantarkan kita kepada jalan menuju Syurga. Aamiin

Sehat dan Semangat

Suasana siang itu begitu panas di jalan tol, mobil yang saya kendarai berjalan kencang. Melihat jalan di depan kosong dan hawa panasnya terasa di kaca mobil. Tiba-tiba ada klakson mobil container yang bunyinya membangunkan saya. Ternyata saya sedang mengantuk.

Begitulah kejadian yang beberapa kali saya alami, kecelakaan terjadi karena banyak supir mengantuk. Ciri-ciri jika saya mengantuk dalam berkendara adalah kecepatan mobil pelan dan berada di kiri jalan. Keadaan fisik saya melemah (kurang sehat), maka semangat dalam perjalananpun tidak bergairah. 

Dalam kondisi yang lain, saat saya malas, maka saya pun tidak bersemangat untuk beraktivitas. kalaupun beraktivitas, aktivitasnya tidak menyenangkan. Malas menunjukkan fisik saya juga kurang oke atau memang saya sendiri yang menciptakan suasana malas itu dengan keadaan fisik yang "malas" (seperti tiduran, ngobrol atau santai).

Bagaimana dengan tubuh yang tidak sehat, apakah bersemangat ? Ada yang memang tidak beraktivitas, tapi saya bisa bersemangat karena ada aktivitas yang mesti saya selesaikan. Tapi semangat itu tidak seperti saya sehat. Sehat yang seperti apa sih yang membuat saya bersemangat ?

Sehat itu definisi tidak sakit, tapi ternyata orang sehat belum tentu bersemangat. Tubuh yang sehat menjadi wadah untuk bersemangat, saat ada semangat dan saya sehat maka semangat saya menjadi semakin baik. Bahkan ada orang yang bersemangat dalam kondisi kurang sehat. Jadi penting untuk bersemangat ... karena semangat itu menyehatkan. Beberapa orang yang divonis sakit bisa sembuh karena ada semangat.

Sekarang bayangkan jika sehat itu dimaknai sehat pikiran yang membawa pikiran yang positif atau berprasangka baik, maka tubuh dapat merasakan sehatnya. Sama halnya emosional saya dalam keadaan senang, maka tubuh merasakan sehat. Penting nggak sih tubuh yang sehat itu ? Penting, tapi alangkah baik sehat itu berasal dari pikiran dan emosional. Dan menjadi sehat lagi saat saya bersemangat.



Saya memperhatikan sehari-hari, ada kalanya tubuh sehat tapi tidak semangat (semangat yang tidak memberikan kebaikan bagi diri saya). di waktu semangat itu hadir, tubuh lagi malas atau kurang sehat. Muali saat ini mesti saya bangun adalah semangatnya, semangat karena percaya dan yakin kepada Allah. 

Semangat yang melemah

Keseringan saya "malas" alias semangat melemah, padahal sebelum betul-betul semangat. Apa sih yang terjadi ? Memng kebiasaan saya cenderung malas, maunya hasil cepat dan sedikit perbuatan .. dan milih-milih lagi yang mudah dan cepat. Misalkan saya ingin menulis motivasi, apa iya saya sendiri kurang termotivasi ? Menulis sih, tapi apa ya ? apa yang ingin ditulis tidak muncul ...lama di komputer mengundang saya untuk melihat yang lain browsing. Akhirnya tulisan yang hanya beberapa kalimat pun terhenti.

Ada lagi, karena hobi saya memasak. Pengen banget masak yang sehat. Motivasi yang bagus saya bersemangat ke pasar membeli bahan-bahannya. Seampai di rumah terasa capek ... mau cuci-cuci bahannya diundur dan beberapa lama kemudian belum juga di cuci. Masak pun jadi malas.

Soal ibadah juga sering begitu, sudah waktunya shalat Zuhur. Sudah tahu mesti segera shalat tapi karena sambil kerja yang lain shalatpun ditunda. Atau terkadang kondisi fisik yang kurang oke ... shalat pun ditunda. Ada kala saya segera shalat tapi shalatnya "pengen buru-buru selesai" dan ada shalat itu rada oke tapi waktunya sudah lewat waktu. Seperti tidak ada semangat untuk shalat.

Apa yang saya perbuat ? Saya merasakan semangat awal yang besar TIDAK diikuti dengan ilmu yang benar. Maksudnya ilmu adalah tidak ada prasangka yang baik terhadap semangat itu. Adakah ilmu tentang apa yang saya semangati ? Jika ada maka semangat saya diperkuat dengan ilmu berupa prasangka baiknya. Misalkan semangat menulis itu ada, maka ikuti semangat itu dengan prasangka baik tentang kebaikan dari menulis itu seperti berbagi ajakan kebaikan, amal saleh yang bisa jadi dibutuhkan orang yang belum mengetahuinya. baiknya menulis sebagai cara belajar/memahami ilmu Allah, dan banyak lagi. Semua itu tidak datang begitu saja sebagai prasangka baik kepada Allah, maka saya mesti belajar tiap hari setiap saat. Tanpa belajar petunjuk Allah, maka prasangka saya tidak tumbuh dengan baik untuk mendukung semangat saya. Bayangkan saat saya bersemangat menulis diikuti dengan prasangka baik kepada Allah maka semangat itu semakin bertumbuh sebagai upaya saya untuk beramal saleh. Prasangka baik itu ada dalam imajinasi saya. Imajinasi yang semakin kuat membuat emosional saya merasa senang (terlihat jelas) apa yang ingin saya tulis MESTI segera menulis (kalau tidak, banyak godaan yang menghalangi menulis itu terjadi). 

Contoh dalam semangat memasak agar terjadi dan tidak ditunda-tunda. Maka saya mesti memiliki prasangka baik dari petunjuk/ilmu yang benar. Petunjuk/ilmu berprasangka baik itu tidak terjadi jika saya tidak belajar. Belajar hikmah masak, bukankah masak itu bukan perkara wanita yang memasak. Tidak ada yang melarang laki-laki memasak dan jika saya lakukan dengan ikhlas maka memasak saya menjadi bagian yang menyenangkan. Saat masak saya mengolah makanan sambil berzikir, maka masakan terasa dimasak dengan hati ... rasanya nikmat. Prasangka baik berupa imajinasi memasak itu menjadi sangat menguatkan semangat. Bersegeralah memasak untuk mewujudkan prasangka baik itu (imajinasi kebaikan). Prasangka baik itupun bisa berupa hasil masak sebagai amal saleh yang sya persembahkan kepada keluarga.

Semangat dan Prasangka  baik

Begitu saya menyemangati diri saya untuk menguatkan semangat karena saya percaya dan yakin kepada Allah. Saya beriman dan saya beramal saleh. Iman yang ada di hati ini sebagai hidayah dari Allah mesti diikuti dengan ilmu dari Al Qur'an. Belajar ilmu dan petunjuk Allah dari Al Qur'an wajib juga saya pahami dan amalkan untuk menyakinkan (menguatkan) semangat yang tumbuh untuk beriman yang sebenarnya. Proses belajar itu membentuk prasangka baik yang terjadi dalam imajinasi yang baik. Insya Allah iman yang dihati ini bisa semakin kaya dengan semangat karena Allah dan menjadi nyata dalam amal saleh. Belajar itu wajib setiap hari agar saya mampu meneruskan semangat yang Allah hadirkan di hati ini. 

Hikmah

Saya kutip makna hikmah dari Pengertian dan Macam Makna Hikmah Menurut Islam (dutadakwah.co.id)Hikmah menurut bahasa Arab asal kata hikmah mempunyai beberapa arti (lafazh musytarak). Dalam Lisan al-Arab, Ibnu Manzhur menyebut hikmah itu al-qadha, artinya memutuskan. Sedang di al-Mu’jam al-Wasith, hikmah berasal dari kata hakama, bermakna melarang atau menghalangi (mana’a). Hukum itu dikatakan tegak jika menghalangi seseorang berbuat kezhaliman.

Selanjutnya, hikmah juga bermaksud adil dalam memutuskan sesuatu. Hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya (Mu’jam Taj al-Arus).

Dalam Mafhum al-Hikmah fi al-Da’wah, Dr. Shaleh ibn Abdullah ibnu Humaid menjelaskan, kata al-hikmah berasal dari kata al-hakamah. Yaitu tali kekang binatang yang dengannya orang bisa mengendalikan hewannya sesuai dengan keinginannya. Diharapkan dengan hikmah, orang itu bisa terkendali dari akhlak-akhlak yang tidak terpuji.

Hikmah


Bagi saya sendiri memaknai hikmah adalah mengambil kebaikan dari sesuatu yang saya alami atau saya hadapi dan mendorong diri saya untuk mengamalkannya. Seringkali hikmah itu terjadi saat saya mengalami hal tidak baik yang membuat saya sadar ternyata saya seharusnya mengambil sisi baiknya. Sisi baik itu bisa saja terjadi pada diri saya, bukannya saya tahu pengetahuannya tapi diberikan petunjuk oleh Allah. Bisa juga saya jarang mendapatkan hikmah karena memang saya tidak pernah tahu ilmunya. 

Dari hal tersebut, agar saya mendapatkan hikmah dari apa yang saya lakukan ... 

1. Saya mesti rutin menjalani ibadah hati sehingga hati ini terasah untuk memahami banyak hal atau Allah memberikannya lewat perbuatan yang tidak baik.

2. Saya mesti merutinkan ilmu dan petunjuk dari Allah di dalam Al Qur'an. Dengan membaca dan memahami Al Qur'an , maka referensi kebaikan saya peroleh sehingga mampu memlihat hikmah tentang hal yang terkait aktivitas saya.

3. Saya mesti mengamalkan segera hikmah yang saya diperoleh agar saya benar-benar mendapatkan hikmahnya. Semakin sering mengamalkan hikmah, Insya Allah saya pun semakin mudah memahami banyak hal dalam sisi baiknya.

4. Tidak lupa saya pun berdoa agar diberikan hikmah dan ilmu serta kemampuan mengamalkan sisi baik setiap hari.

Mudah-mudahan saya pun semakin memahami sisi baik dari apa yang saya lakukan. Terusalah bersemangat menemukan hikmah kehidupan tanpa perlu khawatir/takut tidak benar. Jadikan setiap hari menjadi semakin baik. Aamiin

Semangat dan harapan

Selamat pagi semua, Insya Allah hari ini diberikan kemampuan untuk terus bekerja dan berkarya bagi banyak orang. Rasa syukur itu karena kita dapat merasakan kebaikan (potensi atau nikmat) yang Allah berikan kepada kita. Semakin besar wawasan dan hati dapat melihat nikmat Allah, maka hanya pujian untukMu ya Allah. 

e-Book "Semangat Kerja yang Konsisten", kami tulis dari pengalaman menemukan semangat yang sebenarnya. Awal sebagai karyawan, kerja selalu ada semangat. Semangat karena ingin mendapatkan sesuatu (keinginan). Maka sikap ingin tahu dan belajar terus menjadi bagian dalam kerja. Terkadang untuk proses meningkatkan kemampuan ini mesti mengeluarkan biaya sendiri. Tak mengapa. yang penting terus melakukan sehingga kemampuan saya siap untuk menerima amanah yang lebih besar/hebat.

Keadaan di atas menumbuhkan harapan agar bisa terwujud. Kemampuan atau keinginan kita adalah tujuan yang ingin dicapai. Harapan atau berharap adalah bagaimana saya memohon kepada Allah tujuan yang ingin dicapai dapat terjadi. kemampuan atau keinginan itu adalah rezeki yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Jadi mengapa saya mesti berharap kepada Allah karena Allah yang mengizinkan dan meridhainya. 

Apa yang terjadi dengan harapan saya ? Saya menciptakan tujuan yang saya inginkan. Bisa saja Allah mengabulkan harapan saya. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah 

1. Apakah tujuan yang saya inginkan itu sesuai dengan keinginan Allah ?

2. Saat saat memiliki tujuan, maka saya merencanakan kerja tertentu. Nah kerja yang sudah saya rencanakan itu juga, apakah sesuai dengan aturan Allah ?

kedua hal inilah yang bisa membuat kita sering bertanya, kok doa dengan berharap kepada Allah belum dikabulkan ? Bisa karena alasan apapun, tapi jika mau introspeksi diri ... maka periksa tujuan dan kerja kita, apakah sesuai dengan kehendak Allah atau apakah Allah meridhaiNya ? Bayangkan jika tujuan dan kerja yang ingin saya lakukan itu diridhai Allah, maka harapan itu lebih dekat menjadi nyata.

Hati-hati sebuah keinginan (nafsu) cenderung kepada kejahatan (keburukan) kecuali keinginan yang dirahmati Allah (QS Yusuf, 12 : 53). Ada hikmah yang dapat saya ambil :

1. Keinginan yang tidak diridhai Allah (karena nafsu ... pengen karena melihat orang lain punya dan sebagainya). 

2. Akibat dari point 1, membawa dampak kepada kerja (tindakan) yang buruk.

3. Sebaliknya jika Allah meridhai keinginan saya, Insya Allah saya dibimbing untuk meraihnya dengan kerja yang baik.



Tulisan ingin mengingatkan saya sendiri untuk selalu memahami petunjuk Allah dan menerapkannya dalam kehidupan nyata. Semangat adalah motivasi yang mendorong saya untuk bergerak meraih apa yang saya inginkan.

Saat saya memiliki keinginan, maka sepantasnya saya mesti melihat referensi Al Qur'an untuk menguji apakah keinginan saya sesuai petunjuk Allah. Atau keinginan saya itu saya sampaikan kepada Allah dalam doa saya. 

"Ya Allah, sesuai ilmu dan pemahaman saya sampai saat ini. Saya memiliki keinginan A. Saya mohon kepadaMu jika keinginan A saya ini Engkau rahmati berilah kepada saya petunjuk berupa kemudahan dan jika Engkau tidak merahmati keinginan A saya maka berilah petunjuk kepada saya agar dilupakan atau disusahkan. Jika Engkau berkenan berilah saya petunjuk menuju keinginan terbaik dari sisiMu untuk saya dan lancarkan saya untuk menjalaninya"

Insya Allah kita selalu diberi hati yang mampu memahami petunjuk Allah dan mampu menjalaniNya. Aamiin

Semangat dan logika ilmu pasti

Saat ini kita masih dominan berpikir logis untuk pekerjaan apapun, apalagi untuk urusan kerja. Misalkan untuk meningkatkan pendapatan, apa yang dibenak pikiran kita ? Yang pasti kerja keras, kerja cerdas ... kalau kita karyawan, maka kita kerja yang mencapai target dan disenangi atasan (mengerjakan apa yang diperintahkan). Tanpa itu semua secara logika tidak mudah meningkatkan pendapatan. Gaji (pendapatan) = kualitas dan kuantitas kerja.

Apakah sudah kita lakukan ? Kita bilang,”saya sudah kerja luar biasa, tapi hasilnya tidak menggembirakan”. Apakah benar sudah kerja luar biasa ? Banyak orang masih menunjukkan dia terlihat kerja luar biasa ... tapi kenyataannya belum. Ingat lagi saat kita berpikir logis mengatakan,”kerja keras pasti ada hasilnya”. Artinya pendapatan kita yang belum meningkat menunjukkan kita belum kerja yang benar, bisa jadi kerjanya belum banyak (konsisten) atau kerja kita yang belum berkualitas atau kerja kita yang tidak dengan dasar ilmu yang benar. Sudahkah kita melakukan perubahan dalam kerja ? Untuk tahu itu semua, mari kita tanya diri kita sendiri tentang “Sudah belajar ilmu baru ? atau sudah pernah mengukur dan mengevaluasi ?”

Sudah berapa lama kita mengerjakan hal di atas ? Anda bisa jadi sudah bekerja sampai 5 bahkan 10 tahun lebih ... apa hasilnya ? Ungkapan menyenangkan hati adalah bersyukur aja. Bagaimana jika ternyata Anda berhasil meningkatkan pendapatan ? Bisa jadi Anda mau bilang begini,”semua itu terjadi karena saya kerja keras dan sebagainya”. Begitulah perilaku kita sebagai manusia.

Apakah kita tetap berrpikir secara logis untuk urusan pendapatan ini ? Semua orang melakukan hal yang sama. Berapa banyak orang yang berhasil ? Faktanya hanya sedikit, dalam satu perusahaan hanya ada 1 –  5 orang yang berhasil. Lalu ? Mari pertanyakan beberapa hal ini :

1.       Berpikir logis, kerja A dapat maksimal A. Tanpa kerja A maka hasilnya tidak mendapatkan A.

2.       Saat kita berpikir logis,”kerja A hasil A”. Siapa yang menjamin hasil A itu didapat dengan kerja A ? Bukankah kita berpikir seperti itu berarti kitalah yang menentukannya. Tapi mengapa kita belum juga mendapatkan hasil A, padahal sudah kerja A ?

3.       Kerja A itu kita ciptakan sendiri. Kok kita begitu yakin dengan kerja A itu ?

4.       Pola berpikir logis ...

a.       ternyata tidak selalu benar kerja A menghasilkan A.

b.       Bisa jadi mereka yang tidak kerja A mendapatkan A.

c.       Bisa jadi mereka yang kerja A mendapatkan hasil bukan A

d.       Dan banyak kemungkinan yang bisa terjadi

5.       Masihkah kita berpegang 100% dan yakin dengan pola berpikir logis ?

Apakah ada yang bisa memberikan cara berpikir yang lebih baik ? Bukankah kita ini makhluk yang diciptakan Allah ? Artinya Allah pasti TAHU tentang kita dan Allah juga memberikan petunjuk (kerja) yang benar agar kita mendapatkan hasil yang baik buat diri kita sendiri. Berpikir memahami dengan iman, percaya dan yakin kepada Allah yang meridhai hasil dari apa yang kita kerjakan. Apa yang kita kerjakan adalah amal saleh yang Allah beri petunjuk sebagai cara kita kerja. Allah menjanjikan dengan pasti, bahwa jika kita kerja A maka Allah balas lebih baik dari hasil A. Rumus “berpikir” Allah itu mutlak kebenarannya. Mengapa kita masih mencari jalan lain ?

Semua kembali kepada Allah, saat kita meninggal dunia ... kita kembali kepada Allah. Sehari-hari kita kerja dan mengalami lelah. Malam hari kita tidur ... kita dipaksa untuk kembali kepada Allah (suka atau tidak suka). Saat kita mengalami kesulitan/musibah/keadaan terpuruk dan sejenisnya ... kita kembali juga kepada Allah dengan memohon doa (pertolongan). Apakah kita bisa hidup tanpa daya dan kekuatan dari Allah ?

Insya Allah kita selalu diberi hidayah agar ingat kepada Allah, Alangkah indahnya kita memulai dari Allah, kerja bersama Allah dan menghadirkan Allah dalam setiap langkah, akhirnya kita pun selalu bertawakkal kepada Allah.



Semangat dan nafsu ?

Dalam e-Book yang saya tulis tentang "Semangat Kerja yang Konsisten" membahas tentang Semangat dan nafsu. Nafsu yang saya maksud adalah keinginan manusia tentang sesuatu, misalkan keinginan menjadi orang kaya. Darimana keinginan itu muncul ? Biasanya kita melihat orang kaya, maka kita pengen kaya. Atau kita pengen jadi kaya karena kita miskin (tidak berkecukupan) dalam hidup. Atau bukan karena lain (agar dihormati orang dan sebagainya), memang kita pengen menjadi orang kaya.   
Apa hubungannya dengan semangat ? Perhatikan saat kita memiliki keinginan di atas, maka ada dorongan untuk memenuhinya ... dorongan ini kita sebut juga semangat. Dari uraian di atas ada 2 semangat
1. Semangat karena adanya keinginan (bukan dari dalam, cenderung dari luar)
2. Semangat karena saya beriman yang hadir dari dalam.
Mari kita bahas sesuai sepengetahuan saya ...
Jika kita telusuri keinginan kita, keinginan yang muncul karena faktor luar. Saya ingin menyatakan bahwa keinginan itu bukan dari dalam kita sendiri. Tapi ada yang bilang,"contoh di atas, saya ingin jadi orang kaya karena pengen saya sendiri". Cek lagi ... bener begitu ? Pengen kaya agar apa yo ?  Bukankah selalu ada faktor penyebabnya. Oke kan ?
Keinginan karena faktor luar menunjukkan kita ingin (hasil) seperti diluar. Artinya apa yang didapat orang luar itu memiliki kemampuan tertentu. Keinginan kaya memiliki kemampuan yang menghasilkan kaya. Bagaimana dengan kita yang pengen juga kaya ? Kita belum memiliki kemampuan seperti orang kaya yang kita lihat dan mungkin kita tidak tahu detail kemampuan agar menjadi kaya. lalu keinginan itu kita terapkan pada diri kita. Apa yang terjadi ? keinginan dan kemampuan kita terjadi gap, artinya kita mesti menggerakkan kemampuan itu dalam kerja nyata. Disinilah kita menafsirkan keinginan itu mesti diraih yang memunculkan semangat. Semangat yang besar itu seringkali diarahkan kepada kerja yang instan atau mudah ... tanpa melalui proses yang benar. Disinilah nafsu (keinginan) itu mengarahkan kita kepada kerja yang tidak baik. Saya ingin mengatakan "keinginan itu cenderung kepada kerja/aktivitas yang tidak baik/benar". Perhatikan apa yang terjadi dengan kita saat memiliki keinginan.
Berarti kita tidak boleh memiliki keinginan ? Boleh, tapi mesti didasari oleh iman. Percaya dan yakin kepada Allah yang mengizinkan dan meridhainya. Misalkan tetap kita ingin menjadi kaya, maka dasarnya kita percaya dan yakin bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki. Saat saya yakin, maka hadir semangat untuk mengikuti apa yang Allah janjikan dengan rezeki kepada kita. Apa yang kita kerjakan ? Insya Allah kita terbimbing kepada kerja yang baik. Tapi dalam perjalanannya pasti ada bisikan setan, maka dalam kerja yang baik itu kita tetap selalu berkomunikasi dengan Allah untuk selalu diberikan bimbingan dan terus mencari ilmu yang bisa menyempurnakan kerja yang baik yang sudah kita lakukan. Apakah ada gap antara keinginan dan kemampuan kita dalam hal ini ? Karena kita percaya kepada Allah, maka kita kerja sesuai kemampuan kita (bersyukur), memanfaatkan potensi yang ada dan terus belajar sehingga kemampuan meningkat. Keadaan ini tidak bikin kita stress, berbeda dengan nafsu. pada kejadian nafsu, kemampuan kita dipacu untuk meraih keinginan. Disini tidak ada pegangan sehingga pencapaiannya tergantung kepada kemampuan kita sehingga mengundangkan dorongan yang memaksa (tertekan)
Semangat karena adanya keinginan (nafsu) tidak sama dengan semangat dengan dasar keimanan. jadi dengan pilihan itu, kita bisa memilih. Pilihan yang terbaik adalah semangat karena saya beriman. Insya Allah motivasi ini menjadi inspirasi Anda untuk mengevaluasi apa yang sedang kita kerjakan sehingga dapat menentukan langkah berikutnya. 






Berharap banyak ternyata tidak semangat

Dalam hidup selalu ada harapan, harapan itu merupakan keinginan kita. Harapan dari kerja untuk dapat banyak uang, tidak lain untuk mencukupkan kehidupan berkeluarga. Harapan itu kadang menyemangati dan kadang pula tidak menyemangati kita kerja. kalau dipikir-pikir, kita kerja (suami) dipaksa cari uang untuk keluarga. Apa iya ? Tapi memang itulah harapan menjalani hidup dalam berkeluarga.

Karena memang pendapatan yang stabil dari tahun ke tahun, sedangkan kebutuhan keluarga terus meningkat menjadi keadaannya tidak tercukupi. Saat seperti inilah, kita yang bekerja merasa agak turun semangatnya. karena yang didapat sudah pasti segitu, sedangkan kebutuhannya lebih tinggi. Begitulah harapan kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga menjadi naik-turun.

Ternyata untuk membangkitkan semangat kerja lagi tidak mudah dilakukan. Dicari-cari semangat itu tidak ketemu dan hanya ada sedikit saja. Dipikir-pikir harapan hidup itu untuk keluarga ... tidak menguatkan semangat. Harapan satu-satunya adalah harapan kepada Allah. Kita mesti gantungkan harapan itu kepada Allah yang pasti janjiNya. 
Dengan dasar iman kepada Allah, kita percaya dan yakin bahwa Allah "membalas" kerja kita dengan keberkahan. Kalau hitungan logika pastilah uang hasil kerja itu tidak cukup, tapi berharap Allah mencukupkan kebutuhan kita.
Kita cenderung memikirkan segala hal secara logika, padahal kita masih punya hati yang jarang untuk ditanyakan (untuk memahami apa yang kita pikirkan). Rasanya hati yang memahami sesuatu dengan keyakinan dapat menumbuhkan semangat dan hati pun bisa membimbing pikiran (logika) untuk mengerjakannya. 
Motivasi kali ini mengajak kita untuk tidak bersandar 100% kepada logika, tapi mulai mengaktifkan hati yang juga bisa menjadi sandaran kita dalam menyelesaikan pekerjaan.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...