Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Katanya mau berhemat

Katanya mau berhemat, kok nggak memperhatikan yang mau dihemat. Mau hemat listrik ? tapi listriknya (lampu) belum pakai lampu LED yang benar-benar hemat listrik. Lampu biasa yang 40 Watt setara dengan 7 watt LED. Terus saat pakai lampu LED, sikap kita belum berhemat karena kita tidak peduli dengan pemakaiannya. Terkadang ruangan tertentu tidak ada orangnya lampu LED nya menyala. Berhemat tidak hanya pada peralatannya tapi lalu cara bersikap dengan pemakaiannya. Teknologi sudah banyak membantu orang untuk berhemat, diantara dengan lampu LED sensor cahaya, yang menyala sesuai keadaannya (gelap atau terang). Berhemat tidak selalu dengan teknologi tapi cara kita bersikap hemat jauh lebih penting.

Bagaimana dengan hemat tenaga ? Pengennya kerja sedikit hasil besar. Apakah bisa ? Mungkin iya, tapi sebenarnya hemat tenaga itu bukan kerja sedikit tapi kerja yang efektif, kerja yang benar dengan ilmu yang benar. kerja yang benar itu pasti mudah, yang pertama karena ilmu yang tepat. kedua karena kita berpikir positif terhadap pekerjaannya, dan ketiga pekerjaan kita dirahmati Allah. Misalkan kita kerja menulis saja, kalau ilmunya belum cukup pastilah menulisnya agak sulit. Bisa tergantung mood dan sebagainya. Jika ilmu menulisnya saja sudah cukup masih ada hambatan karena sibuk dan belum tercipta pikiran positif dari menulisnya. Akhirnya jika memang Allah telah merahmati dengan memberi kebaikan, maka tidak ada yang mampu menghalanginya. Sama halnya dengan menulis, kerja kita sehari-hari mesti dievaluasi agar dapat diketahui apa yang kurang dari kerja kita. Berhemat dalam kerja menunjukkan kerja yang efektif dengan ilmu yang benar, pikiran positif dan mengikuti petunjuk Allah.

Apakah cara berhemat itu benar ? Misalkan berhemat dengan uang, kita cenderung tidak mengeluarkan uang banyak atau langkah utamanya menabung (menyimpan uang). Padahal tujuan kita berhemat uang adalah untuk mengumpulkan uang yang banyak. Salah satunya mengurangi pengeluaran untuk ditabung. Zaman sekarang menabung di Bank tidak semakin bertambah malah terpotong dengan biaya administrasi dan biaya atm dan lain-lain. Kita berharap dengan menabung uang bertambah. Bagaimana cara berhematnya dengan bersyukur ? Yaitu dengan mengoptimalkan uang yang kita miliki untuk investasi yang benar, misalkan dengan berdagang, keuntungannya melebihi bunga bank. berdagang juga mampu mengembangkan uang dengan cepat. keuntungan dari berdagang dapat disyukuri dengan bersedekah, uang yang kita keluarkan dibalas minimal 10 kali lipat. Mana yang kita pilih berhemat dengan menabung atau bersyukur dengan mengoptimalkan uang dengan berinvetasi lewat dagang dan sedekah ?

Pola pikir berhemat mesti kita luruskan agar kita menjadi semakin cerdas dalam mengambil langkah-langkah yang bener dalam hidup ini. Bisa jadi kata hemat juga mengambil porsi dalam kehidupan kita. Misalkan kita ingin membeli motor, kata hemat bisa dengan cara membeli motor sesuai kebutuhan (bukan yang mahal karena kecanggihannya). Atau berhematnya dengan cara tidak membeli motor tapi kendaraan yang lebih murah dari motor. 

Jangan sampai kita menggunakan kata hemat dalam ibadah dan amal saleh. Ibadah yang banyak dan berkualitas mesti kita bangun agar semakin bermakna. Sama halnya dengan amal saleh. Semakin banyak shalat dan semakin khusyuk shalat adalah yang terbaik, shalat yang  khsuyuk dibangun dengan kuantitas shalat yang semakin baik. Semakin banyak bersedekah dan dilakukan setiap hari (kuantitas) dapat mengantarkan kita kepada keikhlasan (kualitas). 

Katanya mau berhemat ... yuk kita persepsikan hemat itu bukan untuk mengumpulkan sesuatu lebih banyak. Tapi berhemat itu adalah sikap memanfaatkan secara optimal apa yang kita miliki, inilah bersyukur. Bersyukur dengan cara Allah yaitu berinvestasi untuk kehidupan setelah kematian.






Katanya mau dunia

Katanya mau dunia ... tapi apa iya ? Tak mudah untuk mengambil bagian untuk berkompetisi meraih dunia. Tak pernah habis dan mesti saling mengalahkan. Mau gaji gede, mesti pintar dan memiliki keyakinan tinggi, dan ada yang mesti dikalahkan. Begitu kehidupan ini berpotensi untuk menghancurkan diri kita sendiri karena meraih dunia. Bahkan ada orang yang ingin terus berjaya, maka sampai usia tua pun masih ingin berkuasa mempertahankan kehebatannya. Faktanya kehebatan itu sudah turun ... tapi tetap merasa dirinya lebih hebat dari orang yang hebat sekalipun.Sampai kapan pencapaian dunia ini berakhir ? Saat kita mati.

Katanya mau dunia ... mau menjadi kaya, mau menjadi hebat, mau menjadi terkenal dan sebagainya. Jika belum tercapai, banyak orang mencari terus jalannya bahkan ada yang menghalalkan segala cara. Jika pikiran dan perasaan sudah dikuasai dunia, maka tidak ada yang namanya hati yang bisa memberi pencerahan. Bayangkan saat kita gagal, maka pikiran memberi bahasa positif yaitu saya belum berhasil maka kejar terus. Dikejar-kejar tidak mendapatkannya, kegagalan atau musibah yang dialami bukan sebagai peringatan tapi dijadikan motivasi untuk terus meraih dunia. Orang-orang yang disekitarnya selalu memuji perjuangannya untuk meraih dunia, dan disanjung dan diapresiasi.

Hampir semua orang tahu bahwa dunia ini milik Allah, dan ada dorongan yang luar biasa bahwa rezeki itu mesti dicari dengan usaha. Banyak orang hanya mengandalkan kerja keras dan kerja cerdas. Bayangkan jika si A memiliki barang B, maka kita yang menginginkan barang B, apakah harus mengambil dari A dengan cara apapun ? Si A dapat memberikan barangnya kepada orang yang disenanginya. Agar menjadi orang yang disenangi, maka mesti mengikuti apa yang SI A inginkan. Bagitu juga tentang dunia dengan seisinya, pemiliknya Allah. Maka kita mesti sampaikan apa yang kita inginkan dan bertanya juga apakah keinginan kita itu baik buat kita. Bukankah Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat kita (Allah Yang Menciptakan kita). Agar Allah meridhai apa yang kita inginkan, maka alangkah indahnya kita mau mengerjakan apa yang Allah perintahkan. 

Katanya mau dunia, kok cara-caranya hanya mengandalkan ilmu dunia tanpa melibatkan Allah yang memiliki dunia ini. Bisa jadi Allah memberikan dunia ini kepada kita karena kita sangat menginginkannya dan dijadikan ujian apakah kita bersyukur kepada Allah atau tidak ? sebaliknya juga demikian, jika Allah belum memberikannya, maka kita pun diuji apakah ingat kepada Allah atau tidak ?

Mau dunia ini, maka ikuti sang Pemilik dunia agar apa yang kita kerjakan diridhaiNya. Jika kita mengerjakan apa yang Allah ridhai berarti kita pun diberi kehidupan setelah kematian. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, adalah orang-orang yang beruntung. masak sih kita tidak mau ? 




Katanya mau taat

Katanya mau taat, tapi susah jalaninnya. Kalau begitu memang sedikit orang yang taat. Kata taat itu bisa dikerjakan jika kita awali dengan percaya tanpa ragu. Kadang yang kita bilang percaya, ternyata masih ada keraguan. Maka dalam pelaksanaanya kita kadang mengerjakannya dan kadang tidak mengerjakannya. Agar kita dapat terus melakukan kebaikan (taat), maka kita mesti meningkatkan kepercayaan kita semakin baik.

Taat kepada atasan, maka kita sangat percaya kepada kemampuan dan integritas atasan kita. Akibatnya kita menjadi patuh dan menjalankan secara konsisten apa yang diperintahkan atau kita merasa ingin memberi yang terbaik atas kepercayaan itu. Kita melakukan apa ? Melakukan apa yang disenangi oleh atasan kita. Bahkan kita bisa mengganti apa yang kita senangi dengan perbuatan yang senangi atasan kita. Salah nggak ? Itulah cerita tentang ketaatan. Mengapa kita taat ? Kita tahu kekuasan dan wewenang atasan kita sehingga kita tidak ingin mengalami hal buruk yang terjadi saat kita tidak taat.

Bagaimana dalam agama ? Ketaatan diawali dengan percaya kepada Allah tanpa ragu. "Saya dengar dan saya taat". Ketaatan kita yang tidak istiqamah, pasti disebabkan iman kita yang belum kuat. Ketaatan bisa dibangun dengan kekuasaan Allah yang bisa melakukan apapun terhadap kita, kita membayangkan rasa takut terhadap balasan Allah sekalipun kita belum melihatnya. Hal lain yang bisa membangun ketaatan adalah mempelajari ilmu Allah sehingga benar-benar paham dalam menjalani ketaatan itu. 

Jika dalam ketaatan kita belum sempurna atau naik-turun, maka segera ingat kepada Allah meminta maaf dan ampun. Lalu belajar tentang amalan yang masih lemah itu dan menyempurnakannya. Hasil hanya menjadi ukuran untuk kita selalu menyempurnakan amalannya. 

Taat kepada atasan dalam kerja, mesti percaya tentang kemampuan pekerjaan dan wewenang kepada atasan. Salah satunya kita bisa disiplin, karena pekerjaan kita mengharuskannya dan menjadi penilaian kinerja. Jika kita tidak disiplin, maka seharusnya penilaian kerja kita menurun. Saat kita merasa tidak ada yang berubah dalam pendapatan kita, maka disiplin itu membuat kita tidak taat lagi untuk disiplin. Hilang kepercayaan kita.



Taat kepada Allah dalam shalat. Allah pasti memberikan kebaikan dalam shalat dan jika shalat kita belum baik maka kita selalu ingin menyempurnakannya. Bagaimana jika kita tidak shalat ? Ada rasa gelisah dan khawatir tentang kehidupan kita di dunia dan di akhirat nanti. Kepercayaan kepada Allahnya tidak turun, tapi kita lah yang tidak mempercayainya karena kualitas shalat kita yang memang diakui belum sempurna atau kita larut kepada godaan syetan. 



Katanya mau nggak emosi

Katanya mau nggak emosi lagi, tapi kok nggak tenang bicaranya. Apa-apa menyalahkan dan sepertinya merasa diri paling bener. walaupun suara tanpa nada tinggi, tapi masih terlihat kata-katanya menyalahkan. Ternyata sekalipun waktu sudah berlalu beberapa hari emosi itu masih bisa muncul saat ada triggernya yang terjadi di awal yang tersimpan dalam pikiran kita. Misalkan saat kita terinjak kakinya oleh pasangan saat jalan bersama, maka merasakan sakitnya (emosi) dan marah (emosi). Yang tersimpan adalah memori kejadian itu sangat kuat karena emosional kita lagi tinggi, sakit dan marah. Memori ini bisa keluar lagi saat kita jalan bersama lagi, ada perasaan takut terinjak lagi. Apa yang dilakukan ? menjaga jarak. Apakah ada sikap positif ? Sangat jarang.

Yang sangat merugikan tapi tidak bagi yang sedang emosi adalah terjadinya lagi tentang apa yang pernah kita rasakan sebelumnya (bersifat emosional). Orang yang pernah menggoreng dan terkena minyaknya, maka saat itu merasakan sakit banget. Akibatnya orang itu tidak mau menggoreng lagi. Banyak kejadian sehari-hari terjadi yang memacu emosional kita menjadi tinggi dan kita tidak berpikir logis tentang hal tersebut untuk menjadi lebih baik.

Banyak orang berpikir bahwa untuk tidak emosi mesti harus belajar mengendalikan emosi, "jangan emosi". Cara ini mungkin bisa untuk orang tertentu, tapi kebanyakan orang gagal. kata "jangan emosi" malah kita jadi emosi. Memang secara manusiawi kita cenderung emosi terus, didalam ilmu pikiran informasi yang masuk selalu masuk ke otak tengah. Otak tengah ini merupakan pintu masuk informasi untuk diteruskan ke perasaan atau akal sehat (logika). Kondisi kita yang tenang dapat membuka jalan kita melewati otak tengah menuju logika berpikir yang benar, sebaliknya jika kondisi kita yang tegang atau stress maka informasi yang melewati otak tengah malah masuk ke perasaan (kondisi ini disebut pembajakan amygdala).

Apa yang terjadi jika kita memiliki ilmu yang tersimpan dalam pikiran akal sehat ? Misalkan kita tidak tahu tentang berdagang, maka ketika diajak berdagang dalam keadaan relax. Belum tentu kita bisa berpikir logika, karena logikanya tidak ada. Maka saat ingin berpikir dagang dan pengetahuan (ilmu) tidak ada, maka proses yang terjadi adalah kita berpikir dengan emosi. Maka kita bilang,"nggak usah, saya nggak bisa dagang". Dari pemahaman ini BUKANnya kita susah untuk tidak emosi, tapi kita kekurangan ilmu dalam pikiran akal sehat. dengan demikian kita dapat merubah perilaku suka emosi menjadi sikap yang lebih baik adalah dengan belajar banyak hal tentang kehidupan ini agar saat kita menerima informasi tentang sesuatu itu dapat meresponnya dengan akal sehat. 

bagi kita yang dominan emosional, maka sikap memandang seseorang itu selalu salah dan tidak ada benernya. Sekalipun itu sudah berlalu, maka kita yang mau berpikir akal sehat pun sulit. Mengapa ? Karena gengsi. "Masak kemarin saya merasa bener dan kemarin yang salah itu dia, lalu saya mengakui saya salah hari ini. gengsi dong dalam hati kita". Akhirnya seseorang yang sudah terlanjur dominan emosional maka terus emosional. Rugi nggak ? Pasti rugi dan dijauhkan dari temen. Intropseksi diri, jika kejadian itu terjadi pada diri kita ? Maka kita tidak ingin terjadi dan mau memperbaiki diri.

kadangkala emosional itu didukung oleh pikiran kita yang cenderung berpikir maunya untung. Lengkap sudah emosional kita. Satu-satu caranya untuk memperbaiki itu semua adalah dengan hati. Dalam firmanNya,"kita menjadi sabar dan berbuat baik itu karena rahmat Allah". Jadi berusahalah untuk menjadi orang sabar dan berbuat baik dengan menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Insya Allah kita diberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kita bisa bersabar dan berbuat baik.




Katanya mau menulis

Katanya mau menulis, tapi memang ngga bakat menulis. Disisi lain, kita banyak menulis di media sosial dan menulisnya lancar. Banyak orang menjadi pintar menulis karena ada sosial media, seperti facebook, twitter dan sebagainya. Sebenarnya menulis itu menjadi dasar setiap orang dalam beraktivitas, termasuk dalam kerja. Membuat laporan ? Ya menulis. Mengumpulkan data ? Ya menulis. Rapat atau meeting ? Ya menulis.

Yang paling sering kita menulis adalah dalam menulis pesan chatting di WA atau curhatan di FB dan instagram. mengapa sih harus menulis ? Saat kita menuangkan ide dalam tulisan di media apapun dapat menunjukkan kepribadian kita, yang tidak terungkap dalam komunikasi atau pergaulan. Dan bahkan tulisan kita dapat menunjukkan kecerdasan kita yang sebenarnya. Dengan demikian orang lain dapat berkomunikasi dengan kita lebih baik lagi.

Tak hanya itu menulis merupakan amal untuk berbagi ilmu yang bermanfaat. Saya positif bagi yang menulis dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Disisi agama, menulis adalah amal jariah yang menjadi kebaikan kita setelah meninggal. Nggak pengen menulis ? Masih malas ? Apa merasa bisa ngomong tapi susah menulis ? Takut tulisannya tidak bagus ? dan banyak lagi pertanyaan yang membuat Anda tidak menulis dengan sungguh-sungguh. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda, pengalaman hidup kita bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang yang belum mengalaminya.

Pernahkah kita menulis atau membuat catatan atas iman dan amal saleh kita. karena memang kita tidak pernah menulisnya, maka kita pun lalai untuk mengevaluasinya. Bayangkan kita menulis, "sampai dimana iman saya hari ini ?" katanya saya beriman, tapi mengapa saya saya belum shalat dengan kesungguhan ? Catatan tentang iman ini bisa membuka hati kita dan mendorong untuk berbuat lebih baik. Tidakkah kita mau menulis tentang diri kita sendiri ? Tidak ada yang salah dan teruslah menulis agar kita menjadi lebih baik.

Ada yang bilang,"setelah menulis rasanya perasaan saya plong". Menulis tentang keluhan kita bisa jadi seperti curhat kepada diri kita sendiri atau curhat kepada Allah. Sering orang bilang sebagai self talk. Self talk negatif memberi keburukan kepada kita, tapi sebaliknya saat self talk kita positif, maka banyak manfaat yang kita dapatkan. Yuk menulis apa saja yang baik .... Insya Allah kita diberi petunjuk/hidayah lewat hati dan hati mendorong kita menulis. 

katanya mau menulis, ya tulis aja setiap hari di mana saja. Insya Allah tulisan kita membantu orang lain atau paling tidak menambah wawasan.



Katanya mau bermanfaat

Katanya mau bermanfaat, tapi masih mikir untung rugi. Manfaat berarti memberi tanpa perlu memperhitungkan banyak hal. Mau membantu orang lain, yang pasti bantu aja. Mau memberi kebaikan, ya just do it. Jika kita ingin memberi manfaat kepada orang lain tapi masih mikir, artinya kita belum tahu apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak memiliki kecukupan. Misalkan mau memberi tapi kita tidak memiliki lebih, maka memberinya masih mikir.

Memiliki kecukupan merupakan hal yang mesti kita miliki agar mampu memberi manfaat kepada orang lain. Keadaan ini menjadi latihan untuk menjadi bermanfaat buat orang. Tetapi tidak selau demikian, misalkan orang kaya belum tentu bisa memberi manfaat kepada orang lain. Bisa jadi dia kaya tapi merasa kecukupan maka tidak mudah untuk memberi. Dia sendiri merasa kurang dan ingin mendapatkan lebih lagi. 

Ada keadaan yang lebih tinggi nilainya, memberi manfaat itu bukan lagi perkara kecukupan tapi tidak kecukupan pun orang tertentu suka memberi manfaat. Tidak ada rasa takut dan khawatir tentang apa yang ingin diberikan (manfaat). Misalkan ada orang memiliki uang Rp. 25.000 dan bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan memberikan sebagian yang dimilikinya. Mengapa ? Karena dia merasa ada orang yang membutuhkan uang daripada dirinya. Ini terjadi karena dorongan hati yang yakin tanpa ragu untuk memberi manfaat. Orang ini tidak berharap apapun dan yakin kepada Allah yang Maha bersyukur. Disisi lain juga ada orang yang berilmu yang suka mengajarkan orang lain agar menjadi lebih pintar.

Apakah kita bisa memberi manfaat jika kita sendiri masih banyak hal tidak manfaat ? Kita pun mesti belajar memperbaiki diri terutama aktivitas kita yang kadang "tidak manfaat". Seperti kebanyakan istirahat, malas, suka ngomongin orang, main hp dan sebagainya. Jika kita sendiri sudah mendapatkan manfaat yang banyak dari aktivitas sehari-hari, maka kita mudah pula memberi manfaat kepada orang lain. Contoh jika kita mendapatkan ilmu dengan membeli, maka rasanya kita sulit untuk berbagi ilmu. "Mau ngasih ilmu kan saya dapatkan dengan uang". Sebaliknya ada orang yang bertambah ilmunya dengan membayar juga tapi senang berbagi ilmu gratis. Sadari bahwa peran hati sangat mendorong seseorang berbuat sesuatu yang bermanfaat.

Yuk kita menjadi orang yang memberi manfaat kepada sekitar kita. Insya Allah kita sangat dirindukan kehadirannya. Teruslah melatih diri untuk meraih kecukupan apapun agar mudah memberi manfaat, tinggalkan kebiasaan yang tidak bermanfaat dan aktifkan hati untuk menemani aktivitas kita agar yakin untuk menjadi orang yang bermanfaat.




Katanya tidak bisa

Katanya tidak bisa, tapi masih ada waktu yang digunakan untuk hal lain. Seringkali kita tidak mengerjakan yang bisa kita kerjakan untuk kebaikan kita, tapi sepertinya waktunya tidak ada. Faktanya waktu itu selalu ada dan tidak mau dipaksakan untuk kebaikan kita dan kita terperangkap dengan rutinitas dan kerja yang enak-enak aja. Hasilnya memang penyesalan, kenapa dulu nggak dikerjakan ? 

Waktu bangun pagi adalah waktu yang baik bahkan ada yang mengatakan "waktu emas" dimana pikiran dan situasi siap untuk melakukan hal yang baik. Ada beberapa orang memanfaatkan waktu pagi dengan duduk sambil ngopi atau baca berita, "Santai dulu". Bagaimana waktu pagi itu kita gunakan untuk "belajar", mengisi pikiran dan hati dengan ilmu baru dan penerapannya. Jika memang kita bisa memahami ilmu itu di pagi hari, maka kita bisa merencanakan penerapannya langsung atau disiapkan untuk hari itu. Belajar ilmu manajemen waktu, maka sesampai kita di kantor lebih awal dari jam kerja. kita bisa melakukan persiapan atau mengerjakan hal penting terlebih dahulu. Pekerjaan yang kita kerjakan di waktu yang baik dapat memudahkan kita mengerjakannya.

Bagaimana jika ilmu yang kita pelajari adalah ilmu sedekah ? Ilmu yang kita peroleh umumnya menguatkan ilmu yang sebelumnya. Lalu apakah ilmu itu dibiarkan tanpa mengamalkannya ? Jangan sampai karena ilmu makin melemah karena memang tidak dipraktekkan. Ilmu yang dipraktekkan membuahkan hasil, hasilnya dapat menambah keyakinan kita tentang ilmu itu. Keyakinan ini mendorong kita untuk melakukan lagi (bisa) dengan mengambil waktu kita. Saat kita memberi sedekah, maka beberapa pasti kita alami ... terasa berat, ada yang ringan, ada yang menyenangkan dan ada pula balasan yang kita rasakan.  Kita menjadi bisa (waktu dan tindakan) karena kita mulai dengan belajar dan mempraktekkan.

Bersyukurlah saat kita ada kesempatan dan dapat beraktivitas yang baru atau memperkaya aktivitas yang sebelumnya. Terkadang ada kesempatan tapi tidak terjadi apa-apa, atau sebaliknya kesempatan sempit tapi bisa mengerjakan sesuatu. Semua itu atas izin Allah, maka kita mesti pula memohon izin Allah dengan doa dan amal saleh kita (pengaruh dari keyakinan kita kepada Allah)

serta mengerjakan apa yang kita inginkan.


Katanya mau bahagia

 Katanya mau bahagia, tapi belum juga. Kalau ditanya mau bahagia ? Pasti mau. Kata mau belum cukup mengantarkan kita untuk bahagia. Bahagia terjadi jika kita melakukan tindakan-tindakan yang membahagiakan kita. Kita bahagia dan kebahagiaan itu menyebar ke orang-orang di sekitar kita. Mau didefinikan bahagia itu apa ? Sangat relatif dan berbeda bagi setiap orang. Ada yang bahagia setelah lulus kuliah, ada yang bahagia waktu menikah, ada juga yang bahagia saat berbagi dan banyak lagi. Dan memang sebuah kebahagiaan itu tidak dapat dilogikan, tapi kita menafsirkannya dengan logika dan perasaan.

Orang yang bahagia itu pasti perasaannya senang, tapi orang yang senang belum tentu bahagia. Banyak orang yang sudah sukses merasakan bahwa kebahagiaan itu bukan sekedar materi atau uang. Jika kebahagiaan itu diukur dari materi, maka hanya orang yang berlebih materi yang berhak untuk bahagia. Tapi kenyataannya tidak demikian. Ada yang tak memiliki materi berlebih dan bahkan pas-pasan, hidup merasakan bahagia. Bahagia itu ada di hati, kok gitu mas ? Bayangkan jika bahagia itu ada di perasaan, maka kita hanya merasakan kesenangan saja dan itu sangat terkait dengan sikon dan materi. Atau kita mau bilang bahagia itu ada dipikiran kita, masak sih yang bahagia itu miliki orang pintar ? Perhatikan diri kita sendiri, saat bahagia ... kita merasa senang, kita merasa cerdas dalam mengambil keputusan. Jadi beruntunglah orang yang bisa bahagia.

Kalau bahagia itu ada di hati, maka seharusnya kita banyak melakukan tindakan yang menggunakan hati. Hal yang utama adalah hati itu urusan keyakinan, kalau kita yakin tanpa ragu kepada yang menghadirkan kebahagiaan itu maka itu sudah menjadi modal utama. Kalau sudah yakin tanpa ragu, maka berikutnya kita mewujudkan keyakinan itu dengan bertindak yang baik (amal saleh). Perhatikan saat kita zikir, maka terasa lebih tenang, saat kita sedekah sekaipun materi dikeluarkan tapi hati bahagia, dan amal lainnya. 

Ingin bahagia ? Percaya dan yakin, bekali dengan ilmu agar amalan kita jadi bener dan wujudkan setiap langkah dengan amalan nyata. Apa yang kita perbuat menjadi hak Allah untuk memberikan/mengizinkan kebahagiaan itu terjadi.



katanya belajar

Katanya mau belajar, kok belum baca buku atau ngikutin majlis atau seminar ? Tapi saya baca sosmed dan you tube, kan banyak hikmahnya. Memang betul kita sudah belajar dari berbagai sumber. Tapi apakah kita sudah produktif dalam bekerja ? Apakah kita sudah lebih berkualitas ?
Belajar dengan membaca dan melihat pemahaman tentang sesuatu belum cukup sebagai proaes belajqr. Belajar itu ujung kita mampu mengatasi berbagai masalah, kerja nyaman dan mudah. Ini adalah indikatornya. Audah belajar tapi masih banyak masalah atau tidak nyaman dalam bekerja mununjukkan belajar perlu disempurnakan.
Ada yang menarik semua bisa belajar dan fokus menambah ilmu, tapi ada hal yang dilupakan yaitu emosi. Ada apa dengan emosi ? Swmua ilmu ngga tidak memberi kebaikan jika kita tidak mampu mengendalikan emosi. Emosi negatif menghilangkan kemampuan atau kecerdasan kita. Mana yang Anda sulai orang pinter suka marah atau orang biasa tapi tenang atau sabar ? Semua orang gidak mau dimarahi dan sangat tidak suka dengan perilaku orang suka marah. Belajar untu mampu mengendalikan emosi menjadi penting dan pengendalian emosi mampu menghadirkan kecerdasan logika.
Jangan lupakan belajar tentang emosi dengan cari tahu dari berbagai sumber. Terakhir adalah belajar untuk mengaktifkan hati Karena hati bisa menuntun kita mengatasi masalah dengan baik bagi siapa saja. Urusan hati terkait dengan Allah dengan percaya dan banyak beramal saleh. Abis ini baca yuk kita belajar setiap hari.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...