Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Jujur pada diri sendiri ..

banyak pesan yang kita terima dan kita pahami belum tentu dapat kita laksanakan. Salah satunya adalah "belaku jujur aja". Memang kata jujur seperti ingin mengatakan sesuatu apa adanya yang secara logika tidak salah apalagi hati, tapi yang jujur itu menjadi sulit karena emosional kita dan kekhawatiran kita tentang setelah itu bisa berakibat buruk menurut kita. Secara umum jujur terlihat dari kejujuran kita kepada orang lain.
Seorang salesmen begitu sulit untuk berkata tentang produknya, kalau produknya bagus kejujurannya bisa banyak karena baik itu tidak merugikan salesmennya. Jika produknya tidak terkenal dan memang kurang berkualitas maka ada banyak cara untuk berjualan dengan selalu menutupi kelemahan produk itu sendiri. Yang ditakutkan seorang salesmen adalah tidak terjadi penjualan jika jujur dalam berjualan sehingga seorang salesmen yang tugasnya berjualan membuat dia untuk "berkata yang bukan semestinya untuk terjadi penjualan (rezeki Allah)". Apakah ini cara yang dibenarkan Allah dalam berjualan mencari rezeki ?
Demikian juga Seorang suami atau isteri tidak mau jujur kepada pasangannya karena takut hubngan suami-isteri jadi berantakan. Perasaan dan emosional kitalah yang menghambat kita untuk jujur dengan menunjukkan persoalan yang bisa muncul nantinya.
kejujuran itu urusan hati kita sendiri, tapi yang penting kita mau belajar untuk jujur. Bagaimana caranya ? Bisa jadi untuk jujur kepada sorang lain lebih susah
  1. Harus memulai intrspeksi diri tentang apa yang sudah kita lakukan sampai hari ini, khususnya 1 minggu lalu. Ingatlah apa saja yang kita perbuat. kalau agak sulit, kita bisa melakukannya saat sadar karena lihat kejadian atau sangaja merenungkannya
  2. Jika berani, memohonmaaflah kepada orang yang pernah kita perbuat                                                                      
Tetapi dua hal diatas pun masih sulit untuk kita lakukan, seolah kita ini salah dan jika kita minta maaf itu seakan-akan menurunkan harga diri kita. Yang lebih ditakutkan lagi adalah berbagai hal buruk bisa menimpa kita. Terus apa yang harus kita perbuat ? Diam saja atau cuek aja ... tapi kita masih bisa menasehati diri kita sendiri untuk berlaku jujur, yaitu jujur pada diri sendiri.

Jujur pada diri sendiri menjadi langkah awal untuk menjadikan semakin baik dalam hidup ini. Misalkan kita tidak jujur mengatakan pada orang lain tentang kehidupan kita. Apa yang kita alami tentang kehidupan kita itu umumnya "jelek" atau "rendah". Maka kita tutupi agar tidak membuat kita seperti itu. Maka jujur pada diri sendiri mendorong diri kita untuk mulai menyadari keadaan "jelek" tadi dan berani memperbaiki diri sendiri dari waktu ke waktu. Alhasil kehidupan yang jelek tadi berubah menjadi baik.
Contoh sederhana, setiap pagi kita terlambat datang ke kantor, maka dengan mudah kita digoda untuk tidak jujur dengan mengatakan,"saya terlambat karena jalanan macet". Alasan itu menjadi tameng kita agar tidak dibilang karyawan jelek dan sebagainya. Jika kita jujur semakin parah lagi persepsi teman dengan mengatakan "kita terlambat karena kita bangun kesiangan". Mulailah jujur pada diri sendiri, maka kita harus berani mengatakan pada diri sendiri,"bangun siang itu salah dan berdampak buruk, dan Allah pun tidak suka karena shalar subuh kita terlambat". Dari jujur terhadap diri sendiri ini membangkitkan semangat untuk bangun lebih pagi lagi agar Allah sayang sama kita. keadaan ini menyemangati kita mengoreksinya dan mau bangun lebih pagi lagi. Dengan usaha yang sungguh-sungguh (beramal saleh) yang didukung keyakinan kepada Allah agar kita benar-benar bisa melaksanakan perubahan dengan bangun pagi, Insya Allah usaha ini dirahmati Allah. Bangun deh kita lebih pagi. Dan persepsi di kantor pun menjadi berubah terhadap kita. 
Insya Allah jujur pada diri sendiri harus membangkitkan semangat untuk mengerjakan yang baik dan itu amal saleh. Dan amal saleh itu semakin membuat kita yakin kepada Allah, karena jujur bukan jujur saja tapi kita percaya bahwa kejujuran adalah perintah Allah.

Dimana Allah ?

Pertanyaan di atas dapat direnungkan untuk mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan selama ini. Karena dulunya diajarin di sekolah terutama sekolah umum dan berlanjut ke kuliah atau lebih tinggi lagi, maka terbentuklah bahwa ilmu itu dipelajari dan dapat diraih dengan ketekunan. Dengan ilmu itu dan pengalaman kita dapat menuntun kita untuk meraih keinigjnan. Dimana Allah pada proses ini ? Seperti Allah hanya menjadi alat untuk memudahkan kita mendapatkan ilmu, kita belajar dan berdoa agar memperoleh ilmu. Setelah itu ilmu yang kita peroleh pun menjadi dasar kita bertindak atau berusaha untuk meraih apa yang kita inginkan. Dimana Allah ? Sekali lagi Allah ada menjadi pendorong dikabulkannya keinginan kita dalam doa. Berusaha dan berdoa.
Pengalaman dari sejak kecil itu sampai sekarang terus mengkristal menjadi karakter kita, bagi kita yang muslim. Bukankah Allah tempat kita bergantung, sumber ilmu dari Allah dan izin kelancaran berusaha pun datang dari Allah,"tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah". Bagaimana dengan Al Qur'an sebagai referensi mutlak dan menjadi referensi ilmu yang benar dalam kehidupan kita ? Kita hanya membaca dan memahaminya sebagai petunjuk dalam beragama. Sedangkan di zaman dahulu ilmuwan muslim mendapatkan ilmu dari Al Qur'an dan banyak ilmuwan Barat sudah membuktikan kebenaran AL Qur'an. Begitu kehidupan kita yang dominan oleh kehidupan dunia tanpa menempatkan Allah sebagai sumber segala hal.
Kita kerja mencari rezeki, kita pun berdoa untuk dimudahkan dalam meraih rezeki. Tapi mengapa kita tidak berpedoman kepada Al Qur'an dalam meraih rezekiNya ? Kita mencari cara-cara dari pengalaman seseorang yang sudah sukses. Ada persepsi yang terbangun,"emangnya shalat bisa menghasilkan uang ?" Persepsi ini membentuk pola pikir lanjutan untuk tetap shalat tapi harus ada cara-caranya. Dengan bekal mencari ilmu sampai kerja di atas selalu menuntun kita untuk belajar yang seolah bukan dari Al Qur'an sehingga kita lalai dari Allahnya.
Bukankah salah satu faktor kesuksesan yang kita raih itu adalah disiplin, pengetahuan disiplin dapat dibentuk dari shalat kita. Disiplin dalam bekerja dengan sepenuh hati yang diajarkan pula dalam shalat yang ikhlas. Bahkan di dalam Al Qur'an itu sudah banyak hal yang tidak terduga oleh kita setelah membacanya, kita mendapatkan petunjuk dan kebaikan yang diberikan Allah. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan yang masuk Islam karena mempelajari Al Qur'an.
Insya Allah kita diberi hidayah dalam memahami Al Qur'an untuk menuntun kita menjadi muslim yang benar. Teruslah membaca, memahami dan mempraktekkan/mengamalkan apa yang sudah kita baca dan berharap Allah selalu bersama kita dalam setiap langkah kehidupan kita. Kita mencari rezeki Allah berarti kita pun mesti percaya Allah yang memberikanNya lewat alam semesta dan makhlukNya, untuk itu kita pun mesti mengikuti aturannya. Disinilah kita menempatkan Allah selalu yang pertama dan utama.

Yang kita lihat hanya depannya aja

Terkadang diantara kita sering mengalaminya, melihat seseorang punya mobil mewah. Saat itu kita bilang,"hebat ya". Hal inilah yang mendorong kita juga ingin seperti orang itu, "memiliki mobil mewah". Apa yang terjadi selanjutnya,"kita berusaha dengan cara kita untuk memiliki seperti yang dimiliki orang tersebut". Disinlah awalnya yang membuat kita bermasalah. Kok bermasalah ? Bukankah kita mulai berusaha maksimal dengan kerja keras untuk menjadi seperti teman kita, salahkah itu ? Tidak salah dan bahkan ada semboyan,"bercita-citalah setinggi langit" dan ada slogan "saya bisa". Semua ini mendorong kita untuk bisa menjadi seperti orang yang kita lihat. Saat kita berkeinginan memiliki mobil mewah seperti orang yang kita lihat membuat kita menjadi lebih maju dan kemajuan itu bagus
Tidak salah seharusnya benar, tapi bisa jadi tidak tepat. Apakah kita hatus memiliki mobil mewah seperti teman kita ? Tidak mesti kan. Mari kita membaca yang tidak terlihat agar kita bisa mengambil hikmahnya.
1. Tujuan membeli mobil mewah itu untuk apa ? Untuk menjadi sombong, untuk transportasi atau untuk aktivitas usaha atau yang lainnya.
2. Darimana teman kita membeli dan apakah mobil itu hadiah atau dibeli dengan hutang ? atau mobil tersebut mobil kantor
3. Apa jabatan atau status teman kita ? sebagai karyawan, pengusaha, atau lainnya
4. Bagaimana sifat teman kita ? Karena sifat atau karakter menjadi penentu bagaimana mobil mewah itu dimanfaatkan.
5. bisa juga yang Anda pikirkan lain dari 4 hal di atas
Dari pertanyaan di atas kita bisa mengambil hikmahnya ...
Kita membeli sesuatu ada tujuannya, jika tujuan kita untuk transportasi maka kita bisa membeli mobil yang sesuai kantong kita, hindari untuk berhutang, atau mencicil yang tidak memberatkan kita. Atau kita memang memegang amanah untuk tidak berhutang dengan menabung terlebih dahulu dengan memaksimal kerja kita. Cara inilah yang mengantarkan kita kepada rasa syukur kepada Allah, persoalan memiliki mobil hanyalah izin dan ridha Allah saja. Jika Allah berkenan maka semua bisa dipenuhiNya.
Agar kita pun bisa mensyukuri pembelian mobil, maka kita mesti belajar dan siap memiliki akhlak yang benar selama memiliki mobil. Sebelumnya kita pikirkan jika sudah memiliki mobil :
1. Mobil itu perlu BBM, sudah siapkah kita dengan uang untuk membeli BBM. Jangan-jangan uang kita pun sudah ngga cukup. Jika ini terjadi maka sering kali kita cenderung pelit untuk menggunakan mobil untuk keperluan yang baik atau lainnya dan menjadi perhitungan setiap menggunakan mobil. Apakah keadaan ini kita senangi sebagai hamba Allah ? Atau kita siap berubah dimana tadinya kita orang yang tidak begitu menjadi pelit dan perhitungan.
2. Mobil itu perlu perawatan seperrti oli, sekali lagi masalah uang. Apakah kita sudah siap ? Atau bahkan kita tidak ingin mobil itu digunakan yang akhirnya banyak diparkir di rumah karena takut rusak dan sebagainya.
3. Apakah aktivitas kita dan akhlak kita sudah siap untuk memiliki mobil, memiliki uang cukup untuk menggunakan mobil, mempunyai aktivitas yang memang memerlukan mobil dan kita pun memiliki sikap yang baik dengan mobil yang kita miliki untuk segala kemungkinan.
Sudahkah kita berpikir dan merenungkan sesuatu yang terlihat dengan membaca yang tidak terilhat, begitu lah Allah mengajari kita untuk bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Jika sudah bersyukur maka Allah tambah nikmatnya dan sebaliknya tidak bersyukur kata Allah tunggu azabNya. Memliki sesuatu atau mobil juga menjadi bagian ilmu dan petunjuk Allah.
Apakah kita memiliki uang lebih untuk memiliki mobil ? apa tujuan kita memiliki mobil ? apakah aktivitas kita memerlukan mobil itu dalam kehidupan sehari-hari ? Apakah mobil itu harga mati untuk dimiliki ? Apakah kita sudah memiliki akhlak yang baik setelah memiliki mobil itu ? Apakah hari ini memiliki mobil itu hanya sekedar emosi saja atau kebutuhan ? Apakah dalam setahun ini kita sudah bertambah rezekinya ? Apakah kita tidak ada kebutuhan utama yang lain yang harus diutamakan  ? Sudahkan kita sering beribadah dan beramal saleh setelah menerima nikmat Allah ? dan banyak lagi pertanyaan yang menjadi ukuran yang tidak terlihat (tersirat).
Insya Allah, saat kita sudah beribadah dan banyak beramal saleh dan bertambah secara kualitas dan kuantitas yang dilakukan terus-menerus, pastilah Allah memberikan yang terbaik karena Allah juga Maha Mendengar isi hati kita dan Allah juga tahu dalam memberi sesuatu (nikmat) agar kita tidak menjadi jauh dariNya maka dari itu kita pun mesti sabar dan menerima dengan ikhlas apapun kehdiupan ini. Aamiin



Masalah setelah membandingkan

Seorang karyawan yang abis gajian pada penasaran kok gajinya biasa-biasa aja. Rasa penasaran itu ditumpahkan ke temannya dan tanya sama temannya, "emangnya gaji kamu berapa ?" dan ternyata gaji temannya lebih besar. lalu muncul dipikirannya, kok bisa ya ? Menurut dia,"selama ini saya kok yang kerja lebih berat dan banyak, tapi kok gaji saya kecil ?" Apa yang terjadi selanjutnya, mulailah karyawan tadi berprasangka buruk ke temanna, ke atasannya dan dicurhatinlah ke semua orang yang ditemuinya. Disinilah mulai muncul masalah dan masalah itu bertambah karena dia mulai malas bekerja sehingga bulan-bulan berikutnya gajinya pun semakin kecil. Bisa jadi ada pikiran tentang "Allah itu tidak adil". 
Padahal jika diulang kembali, saat karyawan tadi merasa gajinya kecil tidak bertanya kepada temannya dan membandingkan. Maka yang ada di pikirannya adalah bagaimana cara supaya gajinya naik ? Apa saya belum produktif ? Apa saya tidak dekat dengan atasan saya ? atau Apa saya melupakan Allah yang Maha Pemberi Rezeki. Yang terjadi adalah karyawan tersebut semangat untuk merubah keadaan sehingga menjadi semakin baik.
Sekalipun karyawan itu bertanya dan melihat, sebenarnya tidak perlu juga kemudian untuk membandingkan. Saat membandingkan itulah ada syetan yang mulai membisikkan agar si karyawan untuk bersikap buruk dan tidak menerima keadaan (tidak bersyukur), tapi ada juga pikiran yang positif yang dikalahkan yaitu membandingkan dan hasilnya lebih rendah mestinya mampu membangkitkan semangatnya untuk merubah dirinya semakin baik.
Allah itu adil kepada hambanya, yaitu bukan menyamakan semua hal. Tapi membalas dan memberikan sesuai dengan apa yang dikerjakan dan jangan lupa ada hal pula yang mengurangi balasan Allah itu untuk setiap keburukan yang dikerjakan. Kita hanya melihat apa yang dikerjakan orang lain, tapi kita tidak pernah tahu amal lain yang dikerjakannya. Bisa jadi kita kerja keras luar biasa, tapi kita iri dan dengki sama orang lain. Apa kita tahu berapa yang Allah balas ? Yang pasti Allahlah yang Maha Tahu dan Maha Penghitung yang benar. Apa yang kita terima hari ini adalah yang terbaik dari Allah dan kewajiban kita adalah hanya bersyukur sesuai petunjukNya.
Insya Allah kita semakin mampu memahami kekuasaan Allah yang ada pada diri kita dan Allah pun membimbing kita untuk berbuat yang semakin baik.

Niat, semua sudah tahu.

Seorang teman yang jadi salesmen merasa kesulitan saat ini, karena untuk menjual banyak sekali hambatan. Harga menjadi mahal dan konsumen tidak memiliki daya beli tinggi, persaingan dengan kompetitor semakin berat, produk kompetitor semakin murah dan bagus, harga yang murah dari penjualan online menjadi trend saat ini. Ditambah lagi kebutuhan keluarga semakin besar seiring anak yang sudah mulai sekolah. Semua persoalan menjadi semakin terasa karena perasaan ini sangat merasakan yang tidak nyaman, merasa sendiri, sedih dan "malas" melakukan apa-apa.
Sama halnya dengan teman yang kerja di kantor, gaji ya segitu aja dan tidak bertambah secara drastis. Sedangkan kebutuhan di rumah dan lainnya semakin meningkat. pinjaman dan pinjaman hanya menjadi solusi sementara. Dan banyak lagi yang dirasakan dan dialami banyak orang. Seorang pedagang pun mengalami hal yang sama dan bisa juga terjadi pada orang yang terlihat kaya dan terkenal.
Jika kita pikirkan sepertinya semua itu karena persoalan duit dan mencari duit itu adalah solusinya. Dalam mencari duit sangat tergantung "nasib", bisa aja orang yang kerjanya ngga begitu sibuk dapat duit besar atau sebaliknya. soal mencari duit ini tidak ada rumus yang benar, bisa zigzag. Orang kaya bisa dapat uang banyak tapi uangnya pun bisa habis, di sisi lain orang yang biasa dapat uangnya sedikit tapi kok bisa pergi haji.
Ada hadist yang bilang begini,"semua amal itu bergantung niat". Oke kita pakai hadist itu sebagai dasar pemikiran kita dalam mencari duit. Jika mau dapat duit maka kita kerjapun diniatkan dapat duit, maka niat itu ngga salah. Tapi kita sering menjalankannya tapi kita tidak dapat duit. Bahkan orang yang berniat itu sudah banyak melakukan ibadah dan berdoa.
Bukan untuk mengatakan solusi benar dan yang itu salah, tapi mari kita merenungkan hadist di atas, memang dikatakan semua amal itu bergantung kepada niatnya, tapi boleh kita bertanya amal yang jelek karena niat jelek. Bener nggak ? iya sih. Perhatikan apakah orang yang jahat itu mempunyai niat jahat pula ? bener nggak ? Tapi kalau ditanya apakah bener mereka yang jahat mempunyai niat jelek ? Kalau ditangkap penjahat itu bilang mereka tidak niat, tapi ada godaan atau kesempatan. Atau boleh saja sih kita bilang penjahata itu merencanakan bukan meniatkan. Apa bedanya ? Rencana itu sebatas pikiran dan emosi kita, tapi niat itu masuk ke dalam hati. Masuk ke dalam hati, berarti niat itu berurusan dengan Allah. Dan niat itu tidak sekedar sebuah "niat" (kepada sesuatu), saya niat kerja buat keluarga bandingan saya niat kepada Allah dengan kerja saya.
Yang pasti niat itu pasti yang baik dan sekaligus niat itu pun tertuju hanya kepada Allah. Niat yang sesuai dengan petunjuk Allah. Mari kita evaluasi saat kita bilang saya kerja cari duit buat keluarga, siapakah yang memberi duit kepada kita dengan kerja ? apakah bos kita atau Allah ? Bisa jadi kita terjebak dalam menetapkan niat ini sehingga kita lalai menempatkan Allah jadi nomer satu dan satu-satunya. Baik nggakk niat itu ? baik dan karena niat cari duit kita pun mendapatkan duit, duit dari bos kita. Apakah duit itu berkah ? inilah yang bisa jadi persoalan kita. orang yang bekerja luar biasa mendapatkan duit terus kerja dan kerja sehingga mereka pun mendapatkan duitnya. Tapi dimasa tuanya duit itu menjadi "hilang" untuk membayar kelelahan kerja mereka alias sakit mereka di masa tua.
Jika begitu boleh dong kita ubah menjadi niat .... saya kerja untuk mendapatkan ridha Allah. Bukankah Allah yang mutlak yang bisa memberikan rezeki kepada kita dan juga yang memelihara kita. Jadi apa yang kita kerjakan tertuju kepada "bos" Allah, cara dan ilmu dalam kerja pastilah sesuai dengan keinginan Allah. Jika kita percaya betul pemahaman ini, Insya Allah kita dicukupkan Allah. Allah mengatur bos kita untuk membayar gaji, Allah mengatur kehidupan kita dimana kita menjalankan kehidupan sesuai petunjukNya. 
Sudah niat ? Insya Allah kita mulai hari ini, kerja kita atau belajar kita untuk mendapatkan ridha Allah. Agar diberi kemudahan dan kelancaran, maka kita mau tidak mau mesti membaca petunjukNya yaitu Al Qur'an. Dengan membaca Al Qur'an kita diberi hikmah oleh Allah tentang apa yang harus kita kerjakan. Ibadah (shalat, puasa, sedekah dan sebagainya) dan amal saleh menjadi dasar kita kerja. Misalkan dengan senyum kepada orang lain, bisa membuat kita kerja lebih baik karena senyum kita membuat orang di sekitar kita ikut memberi kontribusi kerja kepada kita. Shalat itu bisa menyakinkan orang dengan akhlak kita sehingga mereka itu percaya dan tidak takut untuk berbagi.
Demikian saja pemikiran kami tentang niat. Jadi kita mulai dari niat dan memang semua berawal dari niat. Insya Allah persoalan hidup kita yang semrawut dan tidak ada solusinya ini, dapat kita evaluasi dari niat dan menindaklanjuti niat itu dengan benar.

Tidak enak ...

Seorang sahabat "tidak enak" terhadap kita agar kita merasa nyaman, Ada kekhawatiran kita marah, emosi dan banyak hal bisa terjadi yang tidak diduga. Persahabatan menjadi point penting daripada membenarkan apa yang terjadi pada diri kita. Sebaliknya kita pun merasa "tidak enak" untuk menegur sahabat jika ada salah.
Seorang suami merasa "tidak enak"terhadap isteri dan anaknya yang ingin sesuatu, yang menurut suami bisa membuat mereka bahagia. Jika tidak dituruti, maka "kan itu juga tanggung jawab suami". Keadaan ini membuat suami berkorban untuk keluarganya. Dalam hatinya, dia ingin mengungkapkan ada yang mengganjal semua itu. Tak terungkap dan akhirnya suami pun merasakan penderitaannya.
Seorang bawahan di kantor merasa tidak enak menegur atasannya, karena dia (atasan) sudah berbuat baik kepada dirinya. "entar kalau ditegur malah saya disalahin dan dia marah besar". Padahal kita tahu apa yang dilakukan atasan bisa berdampak negatif.
Cerita lain, ada teman yang ingin pinjam uang, tapi kita sendiri tidak suka dengan kelakuan teman yang foya-foya. Mulut tidak mampu bicara untuk mengatakan tidak. Akhirnya kita pun meminjamkan uang juga, padahal kita hanya uang segitunya.
Semua keadaan tidak enak itu memang seperti menutupi "kebaikan" yang berakhir kita mengerjakan atau melakukannya dengan berat (terpaksa) atau tidak ikhlas. Begitulah perasaan yang sangat berperan untuk menciptakan keadaan tidak enak itu. Apakah dampaknya ? Menutupi kebaikan adalah godaan syetan dan kita lah yang terkena dampaknya. Maka orang lain pun mendapatkan balasan yang buruk yaitu "tidak berubahnya perilaku atau sifat mereka".
Allah mengajarkan kita untuk mengungkapkan kebaikan itu, untuk disampaikan agar kita mendapatkan balasan kebaikan dan kebaikan itu bisa memberi manfaat kebaikan bagi orang di sekitar kita. Balasnya keburukan dengan kebaikan melalui cara-cara yang santun. Maka merasa tidak enak mesti diambil hikmahnya adalah kita harus belajar banyak untuk memahami orang lain agar kita pun tahu cara yang pas untuk menegur orang lain. Dan yang pasti proses belajar itu juga harus berani mengungkapkan walaupun pahit.
Insya Allah kita diberi hidayah dan bimbingan untuk mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi diri kita sendiri dan orang lain dengan amal saleh yang kita lakukan.

Terpuruk ...

Beberapa orang pernah mengalami kondisi terpuruk, kondisi yang sangat menyedihkan dan membuat diri kita tak berdaya. Mau curhat ? hanya sedikit orang yang mau mendengar, dan memohon bantuan tidak ditanggapi karena mereka bilang saya juga begitu. keadaan ini membuat kita merasa sendiri sekalipun ada teman, saudara, orang tua dan sebagainya. lalu mau bagaimana ?
Diam dan hanya menyendiri atau terus menjalani saja kehidupan ini apa adanya atau mencari solusi yang tepat dengan pikiran yang tenang. Seringkali kita mengatakan,"kok dia aneh beberapa hari ini" atau bahkan ada yang bunuh diri,"kok bisa bunuh diri, rugi". Inilah tanda-tanda bahwa kita memiliki keadaan yang tidak baik. Ada jalan pintas dan ada jalan yang benar.
Keadaan yang makin terdesak dengan berbagai masalah dan kehidupan sudah menunggu untuk dijalani. Kita cenderung menuju jalan yang pintas, jalan yang mudah untuk menutupi kehidupan yang mesti dijalani. Berharap jalan ini adalah jalan terbaik dan setelah itu kita berharap pula ada jalan lain yang lebih baik. Tapi pengalaman kita sebelumnya jalan mudah itu meneruskan jalan yang sudah dijalani. Akhirnya kita pun terjerumus kembali. 
Jalan yang benar itu jalan yang menyelesaikan masalah (keterpurukan) kita. Berilah waktu untuk merenungkan segala hal yang terjadi  ..... kembalilah kepada Allah. Allah yang Menciptakan kita dan Dialah yang Maha mengatur, yang Maha menyempitkan dan Melapangkan kehidupan kita. Allah itu Maha Adil, Adil terhadap apa yang kita kerjakan. Artinya apa yang kita dapatkan hari ini adalah apa yang kita kerjakan selama ini. Allah tidak zalim kepada hambaNya dan HambaNya lah yang menzalimi dirinya sendiri. Sadarkah kita ? Kesadaran ini mesti mendorong motivasi kita untuk bangkit dan semakin percaya kepada Allah.
Atas dasar kesadaran di atas, maka hanya Allahlah yang mampu menyelesaikan masalah kita, keterpurukan kita hari ini. Selanjutnya mulailah dari kita untuk mendekat kepada Allah yang mendorong Allah meridhai dan merahmati kebaikan buat kita. Di waktu kita lapang, kita sudah tidak bersyukur dan saat sempit kita mesti 2 kali dan bahkan lebih untuk menyediakan waktu, tenaga dan fokus kepada Allah. Ibadah shalat lebih khusyuk dan shalatpun semakin banyak, zikir dan doa lebih merasuk agar kita benar-benar merasakan kedekatan kepada Allah, sedekah dan ibadah lainnya. Yang penting lagi adalah kesabaran dalam menjalani semua itu. Harus ada prasangka positif dengan selalu berharap Allah yang maha Rahman dan Rahiim agar Allah menyelesaikan keterpurukan hari ini. 

Tuhan tempat bersandar

bersandar atau bergantung adalah sesuatu yang seringkali dilakukan oleh manusia manapun. Ada yang pintar selalu menyandarkan dirinya kepada ilmu. Kurang ilmu dia belajar giat dan punya ilmu pun bisa bikin "sombong". Sejak lahir sampai sekarang siapa kita sering diidentikkan dengan sesuatu baik itu berupa materi atau non materi.
Dari nama sejak dilahirkan kita sudah mulai bersandar kepada nama yaitu nama orang tua, "oohh si Amir yang anaknya pak Abdullah". Karena memang kita belum punya apa-apa, mulai sekolah kita pun menempelkan nama kita dengan sekolah. Kita bangga dan bilang hebat karena kita memang sekolah di sekolah favorit. Jika kita menjadi juara kelas, sandaran kita semakin bertambah ....dan seterusnya. Sejak mulai bekerja kita pun mulai bersandar pada pekerjaan kita, pada jabatan, pada perusahaan, bersandar pada materi, uang, rumah, kendaraan
Bagaimana jika sandaran itu hilang ? Maka kita menjadi "hilang" juga. Mengapa itu terjadi ? Karena sandaran kita itu tidak mutlak alias bisa ada dan bisa hilang. Bukankah yang kita harapkan itu sandaran itu mesti kuat dan selamanya. Jadi yang pantas menjadi sandaran adalah Allah, Tuhan semesta alam
Makna yang bersandar itu berarti saat kita memiliki sesuatu berupa materi atau hal lainnya, maka sebaiknya kita berbagi sehingga tidak merasa memiliki. Tapi yang kita miliki adalah Allah yang Maha Memberi. Semua berasal dari Allah dan kembali kepada Allah.
Perhatikan saja, dulu kita dilahirkan dan dibesarkan tidak memiliki apa-apa dan kemudian diberikan Allah segala yang kita perlukan dan kita inginkan .. Mengapa kita mesti "kecewa" jika semua itu diambil lagi ? Insya Allah sikap ini kita bangun membuat iman kita semakin baik dan tinggi.

Kok dia hebat ya

Dalam hidup sehari-hari kita sering melihat orang lain dan sangat sedikit melihat diri kita sendiri. Mata melihat ke depan dan tidak bisa melihat ke dalam. Bahkan otak kita yang berpikir pun selalu memikirkan apa yang kita lihat sehingga jarang kita merenung untuk melihat keadaan kita sendiri dan berpikir tentang diri kita sendiri. Yang kita lihat kurang lebih ada 2 jenis yaitu yang lebih bagus dan yang buruk, ada yang sedang-sedang saja.
Apa yang terjadi ? Mata yang selalu terbuka dan melihat itu sangat mudah menerima informasi apa yang dilihat dan menyimpan dalam memori otak. Bangun tidur kita lihat kamar tidur, keadaan tidak rapi maka pikiran kita berkata,"biasa" karena hal itu terjadi setiap hari. Apa efeknya ? Karena kita terbiasa dengan yang tidak rapi, maka kita pun tidak melakukan apa-apa. Bagaimana saat kita melihat di luar rumah ada orang dan lingkungannya rapih ? Maka kita bilang,"hebat ya orang itu".
Hal lain adalah kita sering pula mendengar dari luar, yaitu omongan orang dan omongan orang tentang kita. Saat menyinggung tentang kita, kita mulai baper dan merasa "panas". Seakan-akan kita membantah apa yang diomongin orang tentang kita. Semua itu terjadi karena orang lain itu melihat kita dan berkomentar. Padahal kita pun melakukannya yang sama, kita melihat orang dan berkomentar tentang orang lain, dan kita merasa benar apa yang kita omongkan tentang orang lain.
Kok dia hebat ya ? maknanya kita mengakui orang itu hebat karena kita melihat orang itu dimana kemampuannya kita dibawahnya. Yang salah itu kita sendiri, karena kita tidak pernah memperhatikan diri kita sendiri, mata melihat sekitar kita dan pendengaran protes saat diomongin.
Kita juga hebat sekarang. Percayalah kita tidak lebih buruk dari yang lain. Mulai fokus melihat diri kita sendiri dan berterima kasihlah atas komentar buruk untuk kita dari orang lain. Kesadaran tentang keberadaan diri kita saat ini bisa mengantarkan diri kita kepada yang lebih baik
Jika kita bercermin,"ohh ternyata kita bangun siang dibandingkan orang lain", maka mengapa kita tidak mau bangun lebih pagi ?  Setelah bangun pagi terus-menerus, orang bilang,"hebat ya kamu sekarang"!
Ini baru satu hal kita fokus dan serius tentang diri kita, lalu jika setiap hari kita beri fokus dan waktu SATU PERBAIKAN MAKA DALAM SEBULAN KITA SUDAH MENJADI MANUSIA BARU. Banyak orang bilang "wow kamu luar biasa sekarang"
Insya Allah fokus kita ke dalam diri sendiri itu membuka pikiran untuk mengenal diri kita sendiri. Dengan mengenal diri sendiri dapat mengantarkan kita kepada siapa yang menciptakan kita.

Berjalan ke kiri dan ke kanan

Andaikan Anda berjalan dari rumah menuju tujuan dengan jalannya yang tidak lurus, kadang ke kiri dan kadang ke kanan. Yang pasti perjalanan kita itu terus bergerak mendekati tujuan. Seharusnya bisa nyampe lebih cepat, tapi apa mau dikata kita belum tahu jalan yang lurus itu. Jalan ke kiri atau ke kanan itu pun kita ikuti orang di dapan kita. Bisa karena macet kita yang tidak sabar menunggu jadi ikut jalan orang yang kelihatannya lancar dan cepat tapi ternyata jalan itu pun tidak lebih cepat. Menoleh ke jalan lurus .... bertemu lagi kita dengan kendaraan yang tadinya di belakang kita. Atau bisa juga kita tidak yakin dengan jalan lurus itu sehingga menggoda kita untuk belok kiri atau kanan.
Setelah tiba di tujuan, barulah kita tahu bahwa "mengapa saya tidak jalan yang lurus aja ?".
Bagaimana dengan perjalanan hidup kita ? Menuju jalan kebaikan yaitu jalannya Allah. Sudahkah kita mengenal jalan Allah itu ??? Apakah kita pernah merasakan nikmat dan susahnya jalan Allah itu ? Bisa jadi tidak banyak. Yang kita lakukan malah jalan yang menyimpang dari jalan Allah dan kita banyak merasakan suka dan dukanya. Imbanglah begitu atau bahkan yang menyimpangnya lebih banyak. Memori perasaaan kita tadi yang menyimpang jauh menggoda kita untuk susah menuju jalan Allah. Jika jalan ke kiri itu adalah jalan menyimpang yang buruk (rayuan syetan), maka seringkali kita mengikuti karena memang tidak sabar menunggu di jalan Allah. Sudah memohon kepada Allah untuk ditunjukki, dibuka, dimudahkan bagi kita ? Sepertinya tidak nampak, sedangkan kebutuhan dan keinginan sudah terdesak maka ajakan syetan lebih baik. Bahkan impian yang kosong diberikan syetan bahwa,"kalau salah kan Allah Maha Pemaaf". Jadilah kita menjadi di jalan kiri (jalan yang bukan jalan Allah).
Seandainya jalan kanan itu kita ibaratkan jalan yang juga kelihatannya jalan baik tapi tetap aja jalannya bukan jalan Allah. Kita merasa berjalan di jalan lurus tapi keikhlasannya membuat jalan itu miring ke kanan. Berilmu dengan benar, tapi masih ada di hati mau  disebut orang yang berilmu (pintar dan ingin dipuji), Memiliki harta dengan suka dermawan, tapi ada sedikit di hati ingin dibilang orang yang baik dan suka memberi, demikian juga dengan kita yang memiliki kekuasaan yang menjalankan perintah agama, tapi dalam hati masih ada ingin disebut sebagai orang yang berjasa bagi banyak orang karena kepemimpinan kita.
Jalan yang  lurus itu pasti lebih cepat, tapi bisa juga menanjak atau menurun. Maka kita sebagai hamba Allah mesti mengenal jalan itu .... Allah telah memberi petunjuk bagi manusia untuk menemukan jalan Allah. Dan ada tip-tip dari Allah saat mengikuti perjalanan jalan menurun atau jalan yang menanjak atau jalan berlubang dan jalan tidak mulus. Sudahkah kita mengenal dan memahami jalan Allah itu ? Ayo kita kuatkan niat di hati dan memohon Allah untuk membimbingnya agar kita mampu dan dimampukan menjalani jalan yang lurus.

Khawatir masa depan

Seorang temen curhat tentang kehidupannya yang semakin terpuruk, satu masalah belum selesai ada lagi masalah baru, tambah pikiran stress. Semua masalah itu diawali dengan uang yang tidak cukup ? cek lagi dan renungkan dengan seksama, apakah kita sendiri yang kerjanya belum maksimal sehingga uangnya juga tidak maksimal ?? Jika sudah maksimal, maka boleh dong periksa apakah yang kurang uang itu untuk kebutuhan dasar atau memenuhi keinginan kita ???
Ada temen yang lain yang secara ekonomi udah cukup, masih ada kekhawatiran tentang bulan depan ? dan masa depan keluarga ?
Mau menyelesaikan masalah kekhawatiran tentang masa depan ... terus melintas dalam pikiran. Selalu dipikirkan dan selalu dicariin solusinya dan berusaha untuk dijalani, tapi ternyata masih ada aja kekhawatiran itu. Apalagi di saat usia semakin lanjut.
Perhatikan aja, jika kita kurang uang, tanya pada diri kita .. apakah ini persoalan pikiran atau urusan hati atau perasaan ? Secara langsung sih urusan PIKIRAN, kurang uang ya cari uang, ngga ada ilmunya cari ilmunya dan seterusnya. Jika kurang itu ada urusan dengan pasangan karena marah-marah, maka urusan ini BUKAN hanya pikiran tapi campur dengan perasaan. Sekali pun dirayu pasangan kita belum tentu menyelesaikan masalah kurang uang. Menyuruh pasangan untuk sabar bisa saja urusan selesai tapi hanya sementara. Masalah pasangan hanya bisa diselesaikan dengan memberi uang.
Out of box adalah berpikir bahwa kekhawatiran itu adalah urusan hati. Bukankah hati kita yang khawatir ? Bagaimana urusan khawatir itu kita sambungkan dengan hati dan Allah ? Emang urusan selesai dengan hati dan Allah (urusan uang dicukupkan). Buat apa kita sambungkan ke hati dan Allah ? Agar saat terrkoneksi (sadar) membuat kita mendapat petunjuk yang benar, dan kita tetap terus menggali ilmu yang benar untuk sesempurna mungkin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan kita. Allah ada cara yang sederhana yaitu beriman sepenuhnya kepada Allah, lalu tidak pasrah tapi kita pasrah kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintah dan dilarang, dan banyaklah beramal saleh
Berzikir menenangkan jiwa (hati), banyak beramal membuat hati bahagia dan perasaaan senang, banyak ibadah bisa menentramkan pikiran dan hati, bahkan saat berpikir masa depan berarti berpikir tentang hari ini yaitu apa yang kita kerjakan hari ini buat hari esok.
Ayo kita banyak merenungkan dan beramal saleh agar mendapat petunjuk dan keberuntungan dari Allah. 

Ketakutan atau khawatir vs beriman

Judul di atas kami angkat sebagai materi motivasi yang mesti kita perhatikan. Bisa dibayangkan saat kita sedang khawatir atau takut dengan masa depan kita. Khawatir bulan depan masih kerja apa nggak, bulan depan masih hidup lebih layak atau memang hari ini tidak punya uang untuk makan sehingga membuat kita semakin khawatir dan takut ... "kelaparan", "kekurangan" atau "mati".
Fakta seperti itu dapat kita lihat disekitar kita, yaitu orang yang mengemis atau meminta-minta, pekerja lepas, mereka tidak memiliki pekerjaan atau orang yang banyak hutangnya (pendapatannya tidak cukup). Suasana di rumah menjadi masalah, mau ngapa-ngapain jadi malas.Mau kerja ? yah pasti kerja tapi tidak membuat kita mendapatkan hasilnya sekarang. Mau cari tambahan, gemana caranya ? kerjapun hanya ala kadarnya dan tidak tuntas. Wajah suram ... Menunggu petunjuk dengan Berdoa dan minta tolong teman.
perhatikan katanya kita beriman kepada Allah, salah satunya adalah percaya kepada Allah yang Maha Memberi rezeki. Berpikir sederhana dan mudah aja adalah kita percaya berarti kita pasti berserah diri kepada Allah dengan jalan mengikuti petunjukNya agar Allah berkenan memberi rezeki. Sebagai hamba pasti ada kekhawatiran tidak diberikan rezeki tapi kekhawatiran itu dioptimiskan dengan percaya kepada Allah. Dalam beberapa terjemahan Al Qur'an ada kalimat "saat kita percaya kepada Allah dan beramal saleh maka tidak ada kekhawatiran dan tidak merasa sedih". Hati-hati bahwa semakin besar kekhawatiran membuat rasa percaya (beriman) itu berkurang. Semakin maksimal khawatir semakin tidak beriman yang bisa membuat kita "bunuh diri", tidak ada pegangan lagi. Gemana kalau jika beriman yang kuat ? Dengan iman yang benar melalui amal saleh yang kita lakukan tidak membuat kita 100% optimis (sombong). Optimisme untuk sebuah harapan dari Allah menjadi bagian dari iman kita dan rasa pesimisme kita tetap ada dalam rangka merasa apa yang kita lakukan tidak sempurna dan ingin selalu disempurnakan sampai datangnya ridha Allah.
Kehidupan diatur Allah maka apapun yang terjadi yang kita alami adalah bagian pengaturan oleh Allah. Pengatiran Allah aturan dituangkan dalam petunjukNya dengan konsep beriman sepenuhnya dan beramal saleh. Solusi atas kekhawatiran atau ketakutan kita dapat menerapkan penjelasan di atas. Bagaimana khawatir itu tidak semakin kuat ? Mari tingkatkan keimanan kita kepada Allah dengan memahami Allah dengan benar lewat Al Qur'an dan selalu beramal yang saleh. Semakin kuat iman kita semakin kta percaya Allahlah yang Maha Memberi rezeki dan kekhawatiran itu semakin kecil. Kekhawatiran itu tetap ada agar mengajak kita untuk selalu banyak beramal saleh dan menyempurnakannya sampai Allah berkenan. Banyak beramal dan menyempurnakannya mesti menuju kerja yang ikhlas, belajar dengan ilmu yang bisa menyelesaikan tuntas pekerjaan (amal) kita dan dibarengi sikap sabar. Percaya dan yakinlah bahwa saat kita berbuat amal saleh dengan memberi tenaga, waktu, pikiran, materi MAKA ALLAH SIAP MENGGANTIKAN DENGAN KEBAIKAN YANG LEBIH BAIK. Just do it.

Bebek dan Ayam bermain

Jika ada bebek dan ayam bertemu, maka keduanya bingung mau ngomong apa. Hal ini disebabkan karena bahasanya tidak sama, bahasa bebek dan bahasa ayam. Tapi bebek dan ayam bisa bermain bersama dengan bahasa baru, bahasa isyarat. Sekalipun ada hambatan dalam berkomunikasi maka bebek dan ayam bisa bermain bersama atau berjalan bersama dan aktivitas lainnya
Seorang bule datang berbelanja di pasar, belanja ikan. Maka penjual ikan jadi bingung dan rada takut karena tidak tahu bahasa bule. Mari kita cari apa yang samanya ? Orang Bule ke pasar buat beli ikan. Maka penjual ikan tak perlu khawatir, ternyata bicara aja apa yang dijual atau menunjukkan ikannya. Bukankah ikan yang dimaksud orang bule sama dengan ikan yang dijual di pasar. Lalu berat tidak perlu takut timbangannya pun dapat ditunjukkan pada angka yang terbaca tanpa bahasa bule.
Itulah yang sering terjadi dalam banyak kehidupan kita. Jika kita yang punya kepentingan kepada seseorang, maka kita mesti menggunakan bahasa orang tersebut atau secara alamiah bisa bersama dalam berbagai aktivitas sekalipun kendala bahasa.
Dalam agamapun banyak orang berpikir tidak bisa bersatu antara paham satu dengan yang lain, BUKANKAH tuhanya satu yaitu Allah. Orang Arab dan orang indonesia bisa shalat bareng, bisa saling membantu dalam kesulitan dan banyak hal lagi yang baik yang bisa dilakukan. Mengapa kita berpikir yang tidak bisa dilakukan karena perbedaan ?
Dengan seorang wanita kita yang pria sudah berbeda, kita dengan asal daerahnya sudah beda, kita dengan pendidikannya sudah beda, kita dengan latar belakang keuarga juga beda, kita dengan sifat dan karakternya berbeda ... dan banyak lagi. Tapi jika kita mempunyai tujuan yang sama maka perbedaan itu tidak ada lagi.
Berbuat baik itu sulit, karena kita memikirkan di luar berbuat baik itu. Orang sabar itu susah karena orang berpikir mana tahan dengan sabar, jujur itu tidak dihargai karena kita jujur buat orang lain bukannya jujur itu ikhlas, mau tersenyum aja kita mikir karena dia sih cuek kalau disenyumin, maknanya bahwa Allah mengajak kita untuk tidak melampaui batas, jika makan itu baik tidak berlebih maka janganlah kita melampaui batas dengan makan berlebih. Bukankah kita bisa berpikir makan yang sedikit tapi mengenyangkan, makan yang bergizi dengan sayuran dan lauk tempe/tahu sudah lebih dari cukup dibandingkan dengan daging yang mahal. Tujuan kita ingin berbuat baik maka pikirkan apa yang bisa kita lakukan agar bisa berbuat baik BUKAN diluar itu (melampaui batas).
Inssya Allah kita diberi kemampuan untuk mendapatkan petunjuk dan tidak melakukan sesuatu di luar batas. Aamiin

Sudah tahu, dan bisa, kok tidak terjadi ?

Terkadang kita fokus pada urusan kepintaran dan usaha, belum tahu menjadi tahu dengan belajar. Belajar dengan berbagai cara, masuk dalam sekolah atau mencari guru atau belajr otodidak dengan buku dan kehidupan. Menjadi tahu itu memasukkan informasi ilmu dan pengetahuan ke dalam pikiran.
Sudah tahu terkadang belum tentu bisa melakukannya. Saya tahu cara menyupir mobil tapi pernah melakukannya.
Apa yang kita butuhkan ? Ilmu menjadi sempurna setelah dipraktekkan sehingga kita menjadi bisa. Saat dizaman sekolah dulu, kita selalu diberi tugas (PR) agar ilmu yang sudah diajarkan benar-benar bisa. Semakin banyak mempraktekkan ilmu (sudah tahu) semakin mahir kita. Cukupkah sampai disini ?
Tidak cukup dan seringkali orang bilang, "yang itu saya bisa". Terus apakah dengan bisa itu kita sudah mampu menghadapi hambatan dan persoalan dalam praktek di lokasi yang berbeda atau dipraktekkan bersama orang yang berbeda. Agar benar-benar kita bisa dan siap menghadapi apapun, kita mesti memiliki motivasi diri yang kuat. Buat apa ilmu yang sudah kita ketahui dan sudah bisa ? Motivasi yang kuat menjadi kita siap mempraktekkan ilmu yang kita miliki. Yang tadinya kita tidak mau bisa menjadi mau dengan menemukan motivasinya.
lalu dengan motivasi (mau) yang kita miliki seringkali bisa hilang sehingga kita tidak konsisten dalam menjalaninya. Agar konsisten, apa yang kita butuhkan ? Kita butuh keberanian yang melebihi dari sekedar mau. Keberanian mendorong kita melakukan apapun karena kita menganggap bahwa apa yang kita kerjakan itu adalah bagian dari hidup kita, mesti kita perjuangkan. Apakah kita berani dalam kerja ? Jika sudah berani, maka kita menjadi orang yang berjuang apa saja, berjuang kapan saja, berjuang dimana saja agar kerja itu dapat dilakukan dan menjadi bagian dari hidup ... 
Orang yang berani sangat merasa dirinya orang yang hebat dan mampu, cenderung optimis yang berlebih atau sombong. Dia lupa dalam hidupnya ada kejadian membuat dia tidak mampu apapun sekalipun memiliki semua. Ada peran Allah dalam setiap tindakan seseorang yaitu mengizinkan semua terjadi di dunia ini. Jika Allah berkenan maka apa yang sudah kita miliki yang bisa jadi belum sempurna DAPAT SAJA TERJADI. Dan sebaliknya. Apakah Allah mengizinkannya dengan memberi kebaikan atas apa yang kita kerjakan atau Allah membiarkan yaitu mengizinkan tanpa mendapingi apa yang kita kerjakan. Insya Allah kita sadar untuk selalu tahu dan paham Allah bersama kita, dan kita memang merasakan kehadiran Allah itu dalam setiap langkah kehidupan kita. Insya Allah kita dimampukan untuk selalu ingat dan Allah pun ingat dengan memberikan kebaikan dan selalu bersama kita dalam setiap langkah kehidupan kita. Aamiin

kekuatan Allah dalam diri

Apa yang ada di dalam diri kita ini terasa memang kita yang memilikinya dan berkuasa atas segala halnya. Pikiran (otak) adalah pengendali dari tubuh dan emosi. Jika pikiran (otak) bilang,"tidur !", maka kita pun tidur. Mau makan, mau berjalan dan berbagai aktivitas dikendalikan pikiran.
Itulah pikiran  yang memunculkan kemampuan atau kekuatan yang dapat dilanjutkan tindakan. Tapi bagaimana situasinya pikiran tidak menjadi kekuatan. Seperti apa itu ? Perhatikan saat kaki capek dan lelah, maka tubuh menjadi ikut lemah dan seolah pikiran memaklumi. Pikiran lalu mengajak tubuh untuk istirahat atau tidur. Tapi adakala pikiran menolak ajakan tubuh untuk istirahat, pikiran malah melawan tubuh dengan memerintahkan aktivitas yang mesti dilakukan. Begitulah pikiran yang menjadi pengendali dan pengatur tubuh bisa menang dan bisa kalah. Jika menang maka pikiran menjadi sebuah kekuatan, kekuatan yang mampu beraktivitas.
Saat kita lemah atau sakit ... pikiran dapat memakluminya, tapi pikiran bisa menjadi raja atau pengendali terhadap tubuh yang lemah atau sakit. Pikiran bisa memerintah beraktivitas dengan minum obat terlebih dahulu atau malah membangkitkan semangat dalam beraktivitas atau pikiran memerintahkan tangan untuk memijat bagian yang sakit dan sebagairnya.
Apa saja yang menggerakkan aktivitas kita ? Biasanya tujuan atau tanggung jawab. Karena ada tugas yang harus diselesaikan maka pikiran benar-benar menjadi kekuatan yang memudahkan kita beraktivitas. Atau karena sudah janji dimana kita tidak mau melanggar janji atau ada kepentingan yang kita ingin capai atau juga bisa dari ancaman/keburukan yang kita terima jika tidak dilaksanakan.
Ada cara lain untuk membangkitkan kekuatan pikiran itu, adalah Allah. Bagaimana caranya ? Aktifkan hati kita, hati yang aktif berarti kita connect (nyambung dengan Allah). Hati yang baik bisa membuat seluruh tubuh menjadi baik, termasuk pikiran. Maka apa yang kita kerjakan adalah otomatis dorongan dari Allah. Jika memang dorongan itu datang dari Allah, maka mau nggak mau kita pun harus bertanggung jawab kepada Allah. Dengan kata lain, "bos" dari aktivitas kita adalah Allah. 
Disisi lain saat kita mampu beraktivitas, maka ada kesadaran tentang peran Allah sehingga kita tidak riya dan sombong.
Dengan penjelasan ini kita mampu beraktivitas berkat dorongan Allah (karunia Allah). Jika kita lemah, maka kita wajib menyambung diri kita kepada Allah agar kita disupport Allah dalam beraktivitas. Kita beriman (yakin) kepada Allah Yang Maha Kuat dan Berkuasa, Insya Allah kekuatan itu jadi nyata dengan cara yang baik dan benar.



Malas dan Prasangka buruk

Pernahkah kita bertanya, mengapa kita malas ? Bangun aja malas, mau kerja malas, mau ngapain juga malas. Kayaknya memang sifat manusia jadi malas. Ada dua hal yang bisa bikin malas itu berkurang dan hilang, yaitu keberanian untuk hidup lebih baik dengan adanya impian atau kebutuhan untuk hidup yang bermakna. Solusi Allah sederhana, beriman dan beramal saleh. Iman itu percaya sama Allah dan percaya dengan apa yang disampaikanNya, maka saat beriman konsekuensinya beramal saleh. Beramal saleh itu beraktivitas yang baik, beraktivitas itu melawan malas. Allah mengajak kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan bukan untuk menang tapi menang terhadap diri kita sendiri. Pemenangnya adalah siapa yang banyak kebaikannya dan dirahmati Allah dan siapapun bisa jadi pemenang (BUKAN satu juaranya). 
Malas adalah akibat dari prasangka buruk. Mengapa kita tidak mau kerja ? Umumnya kita berkata,"kerja dan ngga kerja sama aja. Hasilnya sama". ungkapan itu merupakan prasangka buruk yang berakibat pada 'malas" kerja. Semakin malas menambah prasangka buruk itu jadi benar atau banyak prasangka buruk lainnya yang mendukung. Bagaimana jika berprasangka baik kepada Allah, "saya kerja untuk ibadah", maka untuk meraih amalan maka saya jadi beraktivitas (beramal saleh) yang bisa menghilangkan sifat malas. Prasangka yang baik itu adalah keyakinan kita kepada Allah, dan akvitiasnya adalah amal saleh. 
Jadi dengan percaya kepada Allah dan menyakini betul apa yang Allah sampaikan kepada kita sebagai petunjuk, maka muncullah prasangka baik. Prasangka baik bikin kita rajin (tidak malas) karena keyakinan kita itu menuntun kita untuk beramal saleh. Amal saleh itu adalah kerja.
Insya Allah dengan diberinya kita pikiran untuk mampu beriman dan diberikannya tubuh ini agar kita dimampukan untuk beraktiivitas. Aamiin

Pemasangan Solar Water Heater

Seperti apa solar water heater dipasang ? Gambar di bawah ini bisa memberikan gambaran pemasangan solar water heater. Pada dasarnya solar water heater dipasang dalam dua cara :

1. Pemasangan di permukaan rata (dak). Pemasangan dengan cara ini menguntungkan diantaranya mudah dijangkau jika ada kerusakan atau untuk pemeliharaan.
2. Pemasangan di genteng. Pemasangan ini lebih rapi dan memiliki estetika. Tapi mesti memperhitungkan arah sinar Matahari.

Pemasangan untuk lokasi di dak atau genteng harus mempertimbangkan masalah teknis yaitu arah sinar Matahari yang bisa menentukan penyerapan air panas yang sehingga pemasangan yang efisien.  Arah collector yang tidak tepat membuat air panas yang tidak panas dan tidak banyak.                         
Pertimbangan non teknis juga bisa dijadikan alasan untuk menempatkan solar water heater dipasang di lokasi. Untuk pemilihan lokasi Anda sebagai pembeli dapat meminta lokasi yang Anda inginkan dan teknisi memberikan pertimbangan teknis.

SANKEN memberikan bracket (dudukan) solar water heater secara gratis untuk pemasangan dak dan genteng. Untuk mengenal model dengan jenis pemasangannya, SANKEN memberikan kode di huruf terakhir.
Contoh :
SWH - PR 100 P - solar water heater Sanken dengan kapasitas tangki 100 liter, huruf terakhir P (pitch) untuk bracket di genteng
SWH - PR 100 L - solar water heater Sanken dengan kapasitas tangki 100 liter, huruf terakhir L  untuk bracket di dak
Bagaimana jika Anda membeli jenis P (type genteng) tapi dipasang di dak ? Solar water heater ini harus dimodif bracketnya dan memerlukan biaya yang tidak ditanggung oleh SANKEN dengan membuat bracket lokal, biaya berkisar Rp. 600.000 - Rp. 800.000

Dimana lokasi pemasangan yang terbaik ? Di dak lebih disarankan, tapi semua bergantung lokasi. Untuk itu Sanken memberikan pelayanan survey GRATIS bagi Anda yang serius ingin membeli solar water heater.

Kami siap memberikan konsultasi di whatapp : 081310737352     

Buat apa berbuat baik ?

Saat seorang teman ditanya, "kok baik banget sih sama dia ?" dan teman saya menjawab,"saya baik sama dia karena orang tuanya dulu baik sama keluarga kami". Begitulah sekilas pembicaraan tentang berbuat baik. Hampir semua orang ingin berbuat baik dan selalu dikaitkan dengan agama. Berbuat baik itu merupakan kewajiban sehingga ada beberapa orang merasa berat, kalau dibilang terpaksa ya tidak. Tapi untuk berbuat baik itu banyak yang berhitung untung ruginya. Apa yang saya dapatkan ? atau untuk mendapatkan apa ?
Mari kita pahami beberapa hal tentang berbuat baik,
1. Seseorang berbuat baik karena orang lain telah berbuat baik kepada kita
2. Bisa juga saya berbuat baik untuk mengharapkan orang lain berbuat baik kepada kita sesuai apa yang kita inginkan.
3. Ada juga yang berbuat baik ya berbuat baik aja. Tapi biasanya berbuat itu ada dasarnya juga seperti kasihan, mau bantu aja, atau ikhlas
Bagaimana dorongan berbuat baik yang kita lakukan ? Apakah seperti point 1 atau point 2 atau ada alasan lain. Kebanyakan dari kita memang berbuat baik karena point 1 dan 2. Semua itu berujung pada seberapa untungnya buat kita  ? Apa yang terjadi ? Berbuat baik itu menjadi berat ...
Berbuat baik itu tidak saja untuk orang lain tapi juga buat diri sendiri .... apakah ada makna lain. Ada pesan dari Al Qur'an yang berisi "berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita". Inilah solusi bagi keberatan kita berbuat baik atau berbuat baik dengan ikhlas.
Renungkan pesan tersebut ....
1. Perhatikan apa yang sudah diperbuat Allah kepada kita. Begitu banyak nikmat, petunjuk dan pertolongan yang membuat kita menjadi seperti ini ... banyak sekali dan kita pun tidak bisa menghitungnya (saking banyaknya).
2. Perbuatan baik Allah itu bukan sekedar kebaikan buat kita tapi membuat energi yang ada pada diri kita. Dan energi itu mesti dialirkan kepada pada diri kita sendiri dan orang lain. Energi yang tidak termanfaat membuat diri kita yang menerimanya menjadi buruk.
3. Berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain bisa menyehatkan diri kita secara fisik dan spiritual. Maknanya kita berbuat baik kepada orang lain TIDAK LAGI memiliki kepentingan (menjadi ikhlas). Dan sekaligus berbuat baik kepada orang lain itu telah menunjukan kita berbuat baik pula kepada Allah.
4. Saat kita menerima rezeki berupa pendapatan (gaji) yang Allah izinkan. Maka kebaikan Allah itu (berupa rezeki) mesti dikeluarkan sedekah atau zakat kepada orang yang berhak menerimanya. maka bersedekah bukan bersedekah tapi meneruskan kebaikan Allah itu kepada orang lain (alam semesta) agar kita tidak menjadi "buruk" (tidak bersedekah).
5. Bagaimana dengan pemberian Allah dengan kita menjadi pintar (ilmu dan petunjuk), maka kita sangat membutuhkan aktivitas mengajarkan kembali ilmu itu kepada orang lain. Jika kita tidak mengajarkan maka diri kita menjadi orang sombong (membuat diri kita menjadi buruk).
Saya yakin penjelasan di atas semakin membuka hati dan pikiran kita tentang ilmu Allah yang mutlak kebaikannya buat diri kita sendiri. Masihkah kita mencari ilmu selain Allah ??
Insya Allah kita selalu dituntun dan dbimbing untuk mendapatkan petunjuk Allah yang ada di alam semesta dan di dalam Al Qur'an. 

Semakin tahun semakin meriah

Tanggal 1 Januari pukul 24:00 selalu dirayakan hampir semua orang sebagai tahun baru. Kegemberiaan itu selalu menggoda untuk diikuti bersama teman, pacar, keluarga atau rekan bisnis. Dari tahun ke tahun semua lokasi atau semua orang ingin merayakannya semakin heboh dan semakin baik. Hasilnya adalah senang lalu capek.
Apakah hal itu mesti kita teruskan tradisinya ... "dari dulunya sudah begitu". "nggak ikut dibilang nggak gaul". Hasilnya juga sama SENANG dan CAPEK. Kok mau ya ? Bukankah kita sudah menghabiskan waktu dan tenaga untuk kesenangan dan capek, lalu kita ulangi lagi.
Kita menjadi semakin baik untuk hal-hal yang baik buat kita. Bagaimana jika tahun baru itu tidak sekedar dirayakan tapi jauh lebih penting apa yang mesti saya lakukan mulai tgl 1 Januari itu untuk kebaikan kita.
Jadi seharusnya kita mesti MERAYAKAN setiap kebaikan yang kita jalani dan berhasil. Perayaan ini jauh lebih penting dan bermanfaat daripada MERAYAKAN MALAM TAHUN BARU.
Agar kebaikan itu semakin nyata maka perayaan atas kebaikan setiap hari itu mesti terus-menerus. Boleh dong kita tanya kepada diri kita sendiri,"apa mau hidup seperti yang dulu yang tidak membuat kita semakin baik ?" Ajukan terus pertanyaan ini kepada diri kita sendiri setiap hari ... Insya Allah kita semakin terdorong untuk semakin baik dan merayakannya juga wajib agar menambah semangat untuk semakin baik
Begitulah Allah mengajarkan hidup hari ini lebih baik dari hari sebelumnya. kalau tidak lebih baik maka kita termasuk orang yang merugi. Merugi berarti sudah menghamburkan waktu dan tenaga sia-sia (tidak ada kebaikan). Islam juga mengajarkan jauhi perbuatan yang sia-sia yaitu perbuatan yang cenderung kepada keduniaan.
Soal tanggal 1 Januari tidak mesti juga kita ikuti, kalau sekedar momentum yang menyemangati nggak masalah. Sebenarnya waktu untuk semakin baik itu bisa dimulai kapan saja. Perhatikan saja, PERAYAAN TAHUN BARU yang dimeriahan dengan pesta, musik dan kembang api ... sebagai muslim tidak perlu menyainginya dengan mengisi juga acara di tahun baru itu dengan zikir, ceramah akbar dan sebagainya sampai jam 12:00. Bukankah sebagai muslim diajarkan di waktu malam untuk beristirahat lalu bangun di pagi hari untuk beribadah. Bayangkan seorang muslim yang merayakan tahun baru dengan zikir jadi ngantuk bahkan ketiduran di pagi harinya, bisa jadi ngga bisa bangun dan Subuh kesiangan.
bandingkan saat seorang muslim tidak merayakan tahun baru dan tidur seperti biasanya ... dan bisa bangun lebih pagi. Bukankah aktivitas ini jauh bermanfaat bagi kita untuk beribadah BUKAN ikut-ikutan untuk merayakan dengan cara islam. Nggak salah caranya, tapi waktunya yang ngga tepat bagi kebanyakan orang yang tidak biasa melek sampai dini hari dan bikin susah bangun di pagi hari.
Mari kita berpikir sederhana,"mau tahun baru atau hari baru ... beranikah kita bertanya sudahkah kita menjadi manusia baru yang semakin baik ? Apakah kita pernah merasa senang dengan keadaan kita yang semakin baik ? Rayakan secara personal dan berbagi.
Insya Allah kita selalu diberi petunjuk untuk terus-menerus memahami makna hidup dengan apa-apa yang sudah kita kerjakan agar perbuatan kita selalu mendatangkan kebaikan. Aamiin

Yakin atau Percaya

Yakin dan percaya sepertinya sama, bisa jadi hanya soal Bahasa dan persepsi saja. Jika kita percaya kepada Allah dengan segala kekuasaanNya, maka mengapa kita tidak mengikutiNya ? Kita percaya sesuai dengan pengetahuan yang kita dapatkan, tapi apakah kita yakin di hati ? Saat kita percaya banyak orang yang menjatuhkan diri dari ketinggian pada alas yang empuk TIDAK MEMBUAT ORANG SAKIT. Kita pun melihat sendiri mereka melakukan dan tidak ada masalah. Kita adalah orang yang takut berada di ketinggian, maka kita PERCAYA. Tapi mengapa kita tidak berani melakukannya sendiri ? Diisinilah kita tidak YAKIN.
Begitu pula halnya untuk menjawab bahwa kita sebagai muslim masih bisa benar-benar taat kepada Allah. Maksudnya adalah kita belum beriman … belum YAKIN tapi sudah percaya. Hati kita belum utuh kepada Allah, karena bisa jadi ada beberapa hal yang merusak hati itu diantara dosa kita, kelalaian kita dan tidak patuhnya kita untuk mengikuti petunjuk Allah (bahkan tidak pernah membaca petunjuk Allah). Perhatikan saat kita belum YAKIN dalam bersabar, maka kita berhenti untuk sabar karena berbagai alasan,”sampai kapan saya sabar dengan keadaan ini”. Saat kita PERCAYA maka kita tahu bahwa kesabaran itu tidak ada ujungnya dan buah kesabaran itu manis. Tapi saat kita menjalani yang sebenarnya, “kok sabar itu berat dan susah”, ada pikiran lain yang mengajak untuk tidak sabar lagi karena sepertinya ada angan-angan yang memberi solusi lain selain sabar. Bisa karena ilmu yang kurang atau salah yang bisa menyebabkan kita sulit sabar lalu menjadi tidak sabar. Inilah situasi yang menentukan apakah kita YAKIN atau tidak ? Kesabaran itu selalu mengajak hal lain dalam diri kita seperti mengajak kita selalu mengevaluasi dan memperbaikinya, mengajak kita menyempurnakan ilmu sabarnya, mengajak kita untuk terus konsisten dengan harapan Allah, mengajak pula semakin banyak ibadah (shalat) dan banyak lagi. “Mintalah pertolongan kepada Shalat dan Sabar”. Kunci keYAKINan kita adalah tuntasnya persoalan yang kita hadapi.

Terus gemana dong kalau kita yang hanya sebatas PERCAYA tapi belum YAKIN ? bersyukurlah bahwa modal PERCAYA yang kita miliki dengan semakin banyak melakukan ibadah hati agar semakin terbuka hati kita dan diizinkanNya memperoleh hidayah untuk YAKIN kepada Allah. Memohonlah dengan doa agar kita selalu dilindungi dan dibimbing untuk mendapatkan IMAN itu (keYAKINan).

Lapang dada

Orang yang bahagia itu orang yang memiliki hati yang lapang. Perhatikan saat kita memiliki hati yang lapang, keburukan yang kita alami menjadi baik dimata kita. Kita menerima dengan ikhlas apa yang kita alami dan berusahan untuk memperbaiki keadaan menjadi semakin baik sabar dalam ketaatan kepada Allah. Sebaliknya kita yang lapang dada mampu menerima keadaan yang baik untuk disyukuri, tidak sombong dan semakin taat dalam mensyukurinya dengan banyak berbagi.
Sudahkah kita lapang dada ? Lapang dada mesti kita usahakan dengan ketaatan kepada Allah dan berdoa agar diizinkanNya. Selama menjalani ketaatan itu sudah membuat Allah Bersama kita, semakin taat semakin yakin Allah Bersama kita dan lapang lah hati ini.
Jalani ketaatan itu dalam kerja … dimana saat kerja kita mengerjakan apa yang diperintahkan Allah, berbicara yang baik dan benar, memberi yang terbaik yang kita miliki baik itu ilmu, tenaga, materi untuk orang lain, bertanggung jawab atas apa yang kita kerjakan, mengerjakan dengan ilmu yang benar, selalu ingat waktu untuk beribadah, berlaku santun dan sebagainya.

Lapang dada membuat kita bahagia dan hidup dalam lindungan Allah. Berani nggak ? Just do it.

Kalau bukan karena karunia dan rahmatNya

Apa yang terjadi pada diri kita saat ini ... cenderung kita katakan karena kita sendiri yang melakukannya. Perhatikan saat kita makan, kan karena kita bisa makan dimana tangan dan mulut dikontrol dari kita sendiri. kita berjalan bukankah karena kita yang menggerakkan kaki kita sendiri. Apalagi ya ... kita berpikir seolah kita yang mengendalikan pikiran ini.
Jika direnungkan lebih dalam .... sepertinya tidak ada peran Allah. Apakah ini yang kita sebut "saya beriman kepada Allah" ? Mestinya tidak begitu, "saya beriman kepada Allah maka saya pun sadar kekuasaan Allah ada pada setiap langkah kehidupan saya dan setiap nafas saya". Bahkan kita pun sering mengucapkan "tanpa daya dan kekuatan hanya dari Allah", tapi faktanya tidak demikian


 Kita pun memulai kehidupan ini dengan lahir ke dunia ini seperti tidak merasa ada apa-apa. Iya lahir aja dari ibu kita. Kita bahkan tidak merasa apapun.
Allah memberitahu kita lewat Al Qur'an ... Kalau bukan karena karunia dan rahmatNya semua ini terjadi atas izinNya.
Di dalam surah An Nuur, surah ke-24 Allah mengulangi makna kalimat judul di atas sebanyak 3 kali pada ayat 10, 14 dan 20

 وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ ١٠
10. Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan)

وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ لَمَسَّكُمۡ فِي مَآ أَفَضۡتُمۡ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ١٤
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu

وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ٢٠
20. Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar)


Bukankah kita tidak dibiarkan begitu saja untuk hidup. Tapi diminta pertanggungjawabannya kepada Allah. Oleh karena itu karunia dan rahmat Allah itu mesti disyukuri dengan mengerjakan apa yang diperintahkan.
Bayangkan apa yang sudah kita kerjakan selama ini lebih banyak tidak taatnya, lalu apakah ketidaktaatan itu tidak ada balasannya ? Pasti ada.
Mulai lalai meninggalkan shalat tepat waktu, tidak ikhlas kerja, tidak ikhlas berbagi, tidak jujur, malas, marah, mau menang sendiri, ngikutin godaan syetan, cenderung pada dunia, melakukan banyak kesalahan dan dosa sepanjang hidup kita. Jika dihitung maka timbangannya berada di kiri kita alias banyak dosanya.
Lalu beranikah kita bertanya pada diri sendiri, kok saya masih ngga di apa-apain sama Allah ? Kok seolah kita ini sudah benar imannya ? 
jawabannya adalah Karena karunia dan rahmat Allah lah kita masih tidak dibalas di dunia setimpal dengan apa yang kita sudah perbuat. berprasangka baik dengan sadar atas apa yang kita alami adalah Allah memberi kesempatan untuk merubah segalanya dengan ketaatan kepadaNya.
Syukur-syukur dosa kita sudah diampuni karena ibadah dan amal kita yang sedikit.
Begitu juga dengan keinginan kita yang belum terkabul, bisa jadi doa kita yang dikabulkan Allah pun merupakan berkat karunia dan rahmatNya. Karena banyaknya doa yang kita inginakan belum sebanding dengan amalnya (ketaatannya).
menyadari keadaan ini sangat baik buat kita untuk selalu memperbaiki iman kita semakin baik. Insya Allah kita selalu diberi petunjuk dan bimbingan untuk selalu taat kepadaNya. Aamiin






































Balas kejahatan dengan kebaikan

Judul di atas tidak mudah dilaksanakan. Apakah kita siap membalas kejahatan atau keburukan yang menimpa kita dengan kebaikan ? Pesan ini baik dan secara manusia hampir membalas keburukan atau kejahatan dengan hal yang sama atau bahkan lebih buruk lagi. Terus mengapa pesan itu disampaikan Allah kepada kita lewat Al Qur'an ?
Hampir setiap hari kita menerima pesan yang baik baik dari ucapan kita sendiri atau dari orang lain. Tentunya pesan itu untuk diamalkan sehingga kita menjadi semakin baik. Atau pesan baik itu sudah menjadi pencitraan diri dalam pergaulan kita.
Duduklah dengan tenang dan sabarlah untuk memahami makna pesan di atas,"balas kejahatan dengan kebaikan". Boleh kita bertanya pada diri sendiri :
1. Mengapa kejahatan mesti dibalas dengan kebaikan BUKAN dengan kejahatan lagi. Tanpa melihat latar belakang yang berbuat jahat dan melihat hasilnya ke depan, maka jika kejahatan dibalas dengan kejahatan maka tidak pernah selesai urusannya. Bahkan semakin menambah masalah baru. Saat kita dimarahin orang, lalu kita balas dengan memarahinya lagi. Orang yang berbuat marah bisa semakin marah dan terus aja saling memarahi.
2. Tidak ada orang yang ingin bermasalah, maka jauh lebih baik untuk menyelesaikan masalah dan begitulah Allah mengajarkan. "boleh saja membalas keburukan orang lain dengan nilai keburukan yang sama, tapi jika kita bisa bersabar menjadi lebih baik di sisi Allah". Jadi balaslah kejahatan itu dengan kebaikan.
Bagaimana caranya ? Jika kejahatan atau keburukan itu berupa fisik (seperti memukul) berusahalah untuk menghindar dan jika kejahatan itu bukan fisik maka kita cukup diam dan berdoa untuk kebaikan orang yang melakukan kejahatan
3. Tidak ada orang yang suka dengan kejahatan, apalagi menimpa dirinya. Misalkan dirampok atau ditipu atau dipukul atau berupa keburukan seperti sakit, dihina dan sebagainya. Ingat pesan dari Allah juga mengatakan,"setiap manusia tidak dizalimin kecuali dia sendiri yang menzalimin dirinya sendiri dari perbuatan buruk (ketidaktaatan kepada Allah)" dan "setiap dosa dibalas Allah sekecil apapun. Dan keburukan yang kita lakukan pasti dibalas Allah dan kita sendiri yang bertanggung jawab". Atas dasar itulah bahwa kejahatan yang kita terima bisa jadi adalah balasan atas ketidaktaatan kita kepada Allah atau Allah menguji kita dengan kejahatan ...jika hal ini yang terjadi maka kita lakukan seperti point 2. Tapi kita bisa mencegah atau meminimalkan kejahatan yang terjadi pada diri kita dengan BANYAK BERBUAT KEBAIKAN YANG TERUS-MENERUS.
4. Lakukan kebaikan setiap hari agar kita memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.
Alhamdulillahi rabbil alamiin, atas petunjuk yang Engkau berikan kepada kami hari ini dan mampukan kami untuk mengamalkannya.
Insya Allah dengan pemahaman sedikit demi sedikit kita selalu diberi petunjuk dan kemampuan untuk menjadi manusia yang semakin baik hari ini.

Sampai jumpa lagi ...

Kesalahan dan banyak amal

Boleh dong kita fokus sebentar …. Ambil gelas dan isi gelas dengan air susu (putih). Lalu tumpahkan beberapa tetas betadin maka warna air di dalam gelas menjadi merah. Bagaimana caranya untuk membersihkan tetesan betadin di dalam air susu tadi ?
1.       Buang semua air di dalam gelas dan menggantinya dengan air susu yang baru
2.       Menambah air susu lagi sebanyak-banyaknya sampai air menjadi sedia kala (tetesan betadin hilang)
Gambaran gelas dan air susu itu seperti hati kita yang dulunya bersih menjadi kotor saat kita melakukan dosa atau kesalahan. Sedikit saja kesalahannya membuat sulit untuk menormalkannya lagi, butuh energi dan tindakan yang banyak dan terus-menerus. Bisa dibayangkan dengan banyaknya kesalahan yang kita buat membuat hati ini sulit untuk difungsikan .. dengan kata lain hati kita sulit untuk menerima petunjuk kecuali ada kekuasaan dan kehendak Allah.
Secara logika sulit membuat hati jadi bersih lagi, maka tidak ada lagi langkah lain dengan terus-menerus melakukan kebaikan yang sungguh-sungguh dan berdoa agar Allah memberi rahmatNya kepada hamba yang kehendakiNya. Bahkan disaat kita baru memulai dengan sungguh-sungguh dimana Allah yang Maha mengetahui isi hati kita bisa dengan kehendaknya untuk menyempurnakan hati kita yang kotor.
Selalu ada harapan, bayangkan kita berkata yang baik setiap saat, ibarat air susu yang dimasukkan lagi ke gelas …. Insya Allah hati kita menjadi semakin bersih.
Bagaimana dengan pikiran kita ? Insya Allah otak kita semakin dalam ilmunya dan memudahkan kita untuk beribadah dan beramal yang banyak.

Insya Allah ya Rahman ya rahiim selalu mengingatkan kita untuk selalu membersihkan diri, hati dan pikiran dan kita pun dimampukan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Aamiin

Wajib belajar

Ada pesan yang menarik dari Al Qur'an,"janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuannya. Karena pendengaran, penglihatan dan hati diminta pertanggungjawabannya". Suatu hari kita pernah mengalami kejadian seperti ini,"kenapa mas kok salah terus sih dengan pekerjaan yang sama ?" dan jawabannya "ngga ada yang ngajarinnya". Salah ngga ? Ngga salah sih .. karena memnag tidak tahu maka pekerjaannya jadi salah terus. Ditambah lagi," saya kan ngga sekolah tinggi dan yang pintar lah yang punya tanggung jawab ngajarin saya"
Pesan di atas mengingatkan kita untuk bisa melihat bahwa kesalahan itu menandakan kita belum memiliki ilmu yang cukup untuk mengerjakan sesuatu ... lalu bukan berarti membiarkan kita terus begitu. yang tersirat mengajak kita untuk menjawab pesan di atas agar setiap pekerjaan itu membutuhkan ilmu dan soal ilmu itu hanya bisa diperoleh dimulai dari diri kita sendiri.
Mulailah mencari tahu mengapa kita salah ? pertanyaan inilah yang mengajak kita ingin belajar dan bertanyalah kepada mereka yang tahu dan paham ilmunya.
Bisa jadi faktanya memang kita malas belajar dan membiarkan keadaan ini terus berlangsung. yang disalahkan adalah orang lain yang tidak mau membantu dan support. padahal kita lah biangnya. Kita lebih suka mencari alasan yang membenarkan keadaan yang membuat kita tidak ingin belajar.
Pertama yang mesti kita lakukan adalah mensyukuri pendengaran, penglihatan dan hati ... memelihara agar tetap berfungsi dengan baik, caranya ya harus sering dipergunakan setiap saat.  lalu yang kedua adalah memaksimalkan potensi ketiga indera itu agar mampu memahami pengetahuan dari apa yang kita kerjakan. Yang ketiga adalah tetap terus mengevaluasi dan memperbaiki pengetahuan semakin baik.
Begitulah pemahaman saya tentang pesan di atas. pastilah ada hal lain yang menyempurnakan hikmah dari pesan di atas. Insya Allah kita selalu dibukakan hati untuk bisa menerima kebenaran dan siap menjalaninya. Aamiin

Waktunya SAMA

Kesungguhan kita dalam beramal saleh terus diuji dengan berbagai godaan dari syetan. Terkadang godaan itu tidak terlihat dari syetan lagi karena sudah rutin sebagai sebuah kebutuhan. Awalnya kita ingin sedekah dengan nilai tertentu (yang lebih banyak), tapi karena godaan syetan jadilah sedekahnya hanya Rp 2.000 yang penting ikhlas. Apa yang terjadi selanjutnya, kita menjadi biasa bersedekah terus Rp 2.000 dan jika ditanya ikhlas nggak ? Yang penting ikhlas.
Perhatikan waktu yang kita habiskan untuk bersedekah Rp 2.000 dan bersedekah Rp 10.000 adalah sama dan sama-sama ikhlas. Jika pakai logika maka kita memilih Rp 1.000 dengan alasan ekonomis, dan jika pakai hati ... memilih Rp 10.000 karena belum tentu masih ada waktu lagi buat kita bersedekah.
Renungkan sesaat ... iya ya. Mengapa begitu ? Karena ibadah dan amal saleh itu mestinya menggunakan hati (atau menghidupkan hati). Banyak professor yang tahu Islam dan banyak pula yang hafal Al Qur'an serta banyak pula orang yang sudah shalat dan puasa... bisa jadi semua itu karena mereka hanya menggunakan logika saja dan tidak menghidupkan hatinya. Berita tentang orang Islam yang banyak korupsi, bunuh diri dan berbuat kejahatan bisa menunjukkan bahwa hatinya tidak hidup.
Bayangkan lagi waktunya sama, berbuat baik dan berbuat buruk. Berbuat baik dengan sedekah itu sama waktunya dengan berbuat buruk dengan merampok. Allah berfirman, tidak sama orang yang berbuat baik dengan orang yang berbuat buruk.
Demi masa semua orang merugi kecuali yang beriman dan beramal saleh. Mari kita bersyukur dengan mengisi waktu kita dengan banyak beriman dan beramal saleh.
Bagaimana dengan shalat kita yang mau cepat-cepat selesai karena ada tugas yang mau diselesaikan ? Benarkah kita shalat yang hanya 3 menit saja dan setelah shalat pun kita tidak langsung bekerja yang luar biasa. Apakah kita mau mengorbankan waktu yang 3 menit demi pekerjaan atau kita BERANI shalat lebih lama lagi 5 menit saja demi Allah ? 
jangan sampai kita menjadi biasa shalat "cepat selesai" dan BERANIkan diri untuk shalat yang tenang demi Allah.
Insya Allah kita selalu diberi kemampuan untuk berani beriman dan beramal saleh. Aamiin

Penampilan diri yang semu

Penampilan yang menjadi penting dalam organisasi, bisnis dan masyarakat. Apa yang kita tampilkan ? Tampilan yang biasa yang diperbarui sehingga terlihat menarik dan menjadi sorotan banyak orang. Banyak atribut yang kita pasangkan pada diri kita seperti jabatan, pekerjaan yang "terlihat sangat sibuk", pakaian yang bagus, pulpen yang bermerek, kendaraan yang bagus dan ternama serta banyak hal lain.
Benarkah ? 90% benar. Perhatikanlah diri kita, saat kembali ke rumah kita tidak menunjukkan perilaku yang sama saat berada di luar. Demi apa ? demi gengsi dan harga diri untuk dilihat dan dihargai orang lain. Padahal harga diri adalah nilai dari diri kita yang diukur dari seberapa banyak yang sudah kita lakukan untuk kebaikan orang banyak (bukan sebagai bentuk pencitraan).
Sebenarnya harga diri itu bukan diberikan orang lain terhadap kita, tapi penilaian diri kita sendiri. kitalah yang tahu apa yang sebenarnya sudah kita lakukan.
Apakah harga diri kita itu dinilai dari pulpen bermerek yang digunakan untuk menorehkan tanda tangan ? Apakah harga diri itu dinilai dari merek baju yang kita gunakan ? dan seterusnya Tentunya tidak jika kita berkata jujur. 
Harga diri kita sepadan dengan apa yang kita kerjakan atau sama dengan amal saleh kita. Renungkan apakah kita bekerja untuk menampilkan pencitraan diri ? atau apakah kita bekerja karena Allah ?
Bagaimana kerja karena Allah ?? yang pasti dimulai dari niat bahwa hidupku (matiku) untuk Allah, maka selanjutnya kita bekerja sesuai petunjuk Allah. Awali pekerjaan dengan Bismillahi rabbil alamin dan ada kesabaran dalam bekerja untuk mengikuti proses yang ada, istiqamah dalam bekerja untuk menemukan solusi, jujur dalam mengungkapkan fakta, bersyukur dengan memanfaatkan nikmat (potensi yang ada) untuk mendapatkan hasil yang bernilai tambah, berdoa agar diberi kemampuan dan petunjuk, berkata yang baik dan banyak amal saleh lainnya.
Harga diri kita ditinggikan Allah atas apa yang kita kerjakan menjadi dirahmatiNya. Insya Allah kita diberi petunjuk dengan sering membaca Al Qur'an dan dimampukan untuk mengamalkannya. Aamiin

Silaturahmi bukan ala kadarnya

Kata silaturahmi atau silaturahim sudah sering kita dengar. Saya pun yakin Anda sudah paham dengan maknanya. Dan sudah menjadi materi ceramah bagi banyak penceramah dengan berbagai versi. Apa yang menarik untuk dibahas dalam motivasi  ?
kebaikan silaturahmi sudah kita ketahui banyak manfaatnya. Semua manfaatnya berupa kebaikan dan pahala, bisa jadi Anda sangat ingat "silaturahmi itu membuka pintu rezeki". Ada orang yang sudah mendapatkan kebaikannya tapi ada juga sudah bersilaturahmi belum merasakan kebaikannya.
Saatnya kita menggugat diri kita sendiri mengapa silaturahmi belum dapat dirasakan kebaikannya ???
1. Periksa apakah silaturahmi yang kita lakukan yang dibalas oleh Allah dengan kebaikan, sudah dengan niat yang benar ???
Bukankah kita bersilaturahmi terkadang bukan niat kepada Allah, tapi niatnya untuk dibalas dengan kebaikan (misalkan membuka pintu rezeki). bener nggak ???
Buktinya saat silaturahmi yang kita bicarakan tentang bisnis, bukannya memulai silaturahmi dengan berbincang tentang satu sama lain (keadaannya dengan saling bertanya).
Bayangkan saat kita bersilaturahmi kita bertemu untuk saling mengetahui keadaan masing-masing dan bisa jadi ikut merasakan (berempati) dengan keadaan saudara kita. Dengan saling merasa berempati maka ada rasa untuk saling membantu, Rasa ingin membantu ini bisa membuat kita merasa tidak ada rahasia lagi atau tidak takut .... dan akhirnya jika ada bisnis pun menjadi perbincangan dalam silaturahmi ini.
2. Kebanyakan orang dalam silaturahmi menjadi ajang untuk menunjukkan kehebatan masing-masing.
Bukankah saat silaturahmi kita ingin menunjukkan apa yang kita miliki .... pake mobil bagus, pakaian yang terkenal dan bahkan dandanan yang wah. Kalau ini terjadi maka bisa jadi salah satu pihak merasa minder dan membuat suasana silaturahmi jadi hambar.
Buktinya perhatikan saja silaturahmi disekitar kita. Kumpul-kumpul atau arisan atau reuni atau berkunjung yang menjadi media silaturahmi selalu ada orang yang menunjukkan "kehebatannya dalam materi". Sekalipun suasana bisa diterima semua orang, dalam hati kecil merasa kecewa dan komunikasi jadi tidak menarik (berbangga-bangga dengan kepemilikannya).
Bayangkan silaturahmi itu didasari niat baik, maka semua orang tidak peduli dengan atribut materi tapi saling berkomunikasi dengan baik. "wah bajunya bagus, dimana belinya ?" maka jawabannya "lumayanlah kok dibilang bagus, murah loh harganya dan saya beli di pasar tradisional tebet kok".  Apa yang terjadi selanjut, bisa jadi komunikasi ini berlanjut,"nitip ya saya mau beli juga dong" atau "temenin dong belinya" semua ini kebaikan dari silaturahmi.
3. Silaturahmi tidak penting yang penting HP.
Saat silaturahmi sering semua anggota bukan banyak berbincang tapi sibuk main HP dengan media sosialnya.
Bukankah saat bertemu semua mulai sibuk dengan HPnya dan saat makan pun bukan makannya yang dimulai dengan doa tapi yang penting adalah foto makanannya untuk diupload.
Bayangkan begitu nikmatnya saat bersilaturahmi semua menikmati makan tanpa HP. Ada yang bilang "ini makanannya buat sendiri ya, boleh dong kasih resepnya" atau "tuan rumah bilang, kalau ada acara saya bisa bantu cateringnya". Ada cerita dan pengalaman yang menarik
4. Bisa jadi Anda punya hal lain untuk menggugat silaturahmi ??? Gemana jika silaturahmi sudah menjadi hal wajib untuk diikuti sehingga beberapa merasa keberatan karena ada keperluan keluarga yang lebih penting.
Apa motivasinya ??? Jika silaturahmi banyak kebaikannya, maka saya dan Anda menyempurnakan silaturahmi dengan benar. BUKAN berpikir hasilnya.
Sudahkah silaturahmi itu membuat kita memahami dan berempati ???
Sudahkah silaturahmi itu membuat kita saling mengenal dan membuat kita seperti saudara ?
Sudahkah silaturahmi itu membuat kita merasa penting untuk dijalani dan tidak terbatas oleh waktu dan tempat ???
Yang utama itu bersilaturahmi itu menjalankan perintah Allah karena kita beriman. Percaya kepada Allah dan terserah Allah saja untuk membalasnya
Mulailah dengan Bismillahi rabbil alamin
Berkomunikasilah dengan prasangka baik dan saling memahami
Bersyukurlah silaturahmi itu bisa terjadi
Berdoalah untuk kebaikan buat orang lain dengan silaturahmi itu
Mari kita belajar dan mengevaluasi apa yang sudah kita kerjakan. Menggugat bukan berarti ada yang salah, bisa jadi dengan menggugat kita mampu melihat ada sesuatu yang harus diperbaiki. Ya Allah yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu, tundukkan lah hati kami untuk rendah hati dan terus bisa memperbaiki diri untuk menjadi semakin percaya kepadaMU. Dan jadikan kami orang yang senang bersilaturahmi, Aamiin

Memulai

Kita hidup dimulai dari kelahiran dimana kita tidak bisa berbuat apapun dalam proses itu. Setelah itu pun kita tidak punya apa-apa dan hanya bisa menangis dan naluri kepada kehidupan untu bergerak dan sebagainya. Semua itu menjadi bagian dari kehendak Allah.
Ketika masuk sekolah, memulainya tanpa ilmu yang cukup dan hanya mengandalkan semangat. Yang ada adalah pakaian baru, tas baru dan support orang tua.
Pernahkah terpikir oleh kita bahwa semua langkah memulainya berasal dari Allah baik itu dorongan maupun izinNya.
Sekarang sudah dewasa dan proofesional merasa bisa memulai semua lewat kendali kita sendiri. Ilmu dan nafsu memegang kendali untuk mewujudkan keinginan kita. Tapi boleh untuk direnungkan saat kita ingin memulai sesuatu adakalanya hasilnya tidak terjadi. Pernahkah kita berpikir bahwa hal ini ada peran Allah swt yang tidak mengizinkan itu terjadi ?
Sebagai orang yang beriman kepada Allah diberi petunjuk untuk memulai sesuatu demgan menyebut namaNya. Sudahkah kita melakukannya ? Mari kita mulai segala sesuatu dengan menyebut nama Allah, Bismillahorrahmaanirrahiim dan bersyukur saat memgakhirinya dengan Alhamdulillahi rabbil alamin.
Saya yakin petunjuk ini sudah dipahami banyak orang dan pertanyaannya, seberapa sering kita mengamalkannya ? Apakah hanya lisan aja atau dengan khusyuk ? Atau apakah dengan mengikuti petunjuk itu kita sudah merasakan kebaikannya ? Jawablah semua itu yang.menandakan refleksi pengamalan dari petunjuk Allah. Allah tidak pernah ingkar janji dan bukan juga kita ingin menguji Allah, Tapi kita mengamalkannya karena kita beriman atau percaya kepada Allah.

Allah urus semua

Seringkali kita tahu tentang masuk WC itu ada doanya dan adab di dalam WC dimana tidak boleh berduaan (salah satunya). Saya dan Anda tahu .... hafal doanya dan pernah melakukannya. Tapi sekarang apakah kita melakukannya lagi sekarang ? Bisa ya dan tidak, tidak konsisten. Mengapa begitu ?
Bisa jadi semua itu karena kita merasa itu adalah pelajaran saat TK/PAUD. Oleh sebab itu kita sering meminta anak kita atau adik kita untuk menghafal doa dan adab masuk WC. Atau buat renungan kita lebih dalam,"saya sudah berdoa dan mengikuti adab masuk WC itu, tapi ngga ada pengaruhnya ?"
Pertanyaan terakhir itulah yang membuat kita semakin tidak membiasakanya. Mari kita belajar memahami dan memaknai adab masuk WC itu,
1. Allah itu Maha Mengatur segala sesuatu dan meliputi apa yang kita kerjakan. Maka masuk WC pun mesti didasari iman, percaya kepada Allah. Kita yang muslim dan percaya kepada Allah maka kita pun wajib percaya dengan petunjuk Allah dalam adab masuk WC. Akibatnya adalah mau melakukan petunjuk apa yang Allah perintahkan seperti halnya bersilaturahmi dan sebagainya.Apa yang kita dapatkan ? Saat masuk WC yang kita anggap "tidak bersih" bisa memelihara iman kita dengan cara mengamalkan petunjuk Allah (amal saleh). Bayangkan saat kita beriman lalu terputus imannya karena masuk WC, dan keadaan tidak beriman ini bisa membuat tidak beriman juga setelah keluar WC. Pantaslah Allah mengajari dan memberi petunjuk agar kita selalu memelihara iman dengan banyak beramal saleh.
2. Petunjuk Allah itu adalah agar kita sendiri menjadi manusia yang teratur, seperti halnya kita diperintahkan untuk berkata yang baik. Hasilnya ? Kita tidak merasa manfaat langsung, tapi yakinlah bahwa hasil amalan ini bisa berdampak banyak pada diri kita. Insya Allah kita dilindungi dari perbuatan yang tidak baik dan dilindungi dari syetan. Ngga itu aja, Ridha Allah atas ketaatan kita tersebut bisa mengantarkan kita kepada rahmat.
3. Selain itu adab masuk WC membuktikan kepada kita, Allah itu Maha Kuasa dan Maha Mengatur. Allah mengatur dan memelihara makhluk dan alamNya, sekalipun kita tidak mengikuti petunjukNya, Allah berkuasa untuk memberikan balasannya dengan kecelakaan di kamar mandi agar kita lebih berhati-hati (kembali kepada petunjukNya). Urusan adab masuk WC bisa jadi amal saleh kita sehingga menambah catatan kebaikan kita dan dibalas dengan kebaikan. Beriman kepada Allah bukan sekedar shalat dan sedekah, tapi masuk WC pun jadi catatan kebaikan kita.

Insya Allah pemahaman ini dan berdoa agar mampu mengamalkannya bisa mengantarkan kita menuju iman yang semakin kuat. Memelihara iman dapat dikerjakan dimana saja dan kapan saja dengan aktivitas sehari-hari kita.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...