Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Tuliskan keinginan ... teruskan atau tidak

 Setiap orang memiliki keinginan, ya sebuah harapan untuk membawa kita kepada kehidupan yang semakin baik. Apakah setiap orang memiliki keinginan ? Pasti ada lah, tapi beberapa orang hidupnya bersyukur aja dan keinginan itu tidak penting. Kalau ada keinginan (atau mimpi lah pengen sesuatu), rasa saya bersemangat untuk mewujudkannya. Tapi belum selesai keinginan dicapai, sudah ada keinginan yang mau dicapai. Begitulah seterusnya saya selalu berada dalam keinginan (mimpi). Masihkah begitu ?

Seorang trainer bilang,"stop dreaming dan just action now". Rasanya tidak mudah menghentikan mimpi (keinginan). Karena hal itu selalu hadir dalam pikiran saya. Saya menafsirkan stop dreaming itu BUKAN menghentikan mimpi, tapi memfokuskan satu keinginan diwujudkan jadi nyata (tercapai). Bisa jadi keinginan saya saat ini mendukung keinginan saya sebelumnya. Satu keinginan dari keinginan yang lain hampir mirip hanya bahasa yang sedikit berbeda. Misalkan ingin kaya, belum kaya tapi ada keinginan lain berupa ingin kerja bener. Maka kedua keinginan ini saling mendukung. Pesan yang disampaikan trainer itu bisa disikapi dengan selalu mencatat keinginan (mimpi) dan memahami dengan bener dan melaksanakannya step by step. Mengapa mesti mencatat ? Bukti keseriusan dan kesungguhan untuk mengupayakannya. Jika ada keinginan lain, catat kembali dan bisa jadi saya dapat melihat skala prioritasnya.

Ingin kaya, menjadi keinginan semua orang. Dengan kaya, semua dapat melakukan apa yang dia inginkan. Kondisi ini merasuki perasaan seseorang untuk memotivasinya. Bayangan kondisi menjadi orang kaya tidak perlu diajarin, semua orang siap membayangkannya. Tapi saat kita memikirkan dengan serius, kok tidak mudah untuk meraihnya dan butuh waktu lama ? Memikirkan untuk serius aja seperti sudah tidak mudah dan membuat perasaan kita tidak nyaman untuk melakukannya. Bagaimana kalau nanti kerja keras bikin sakit ? Bagaimana kalau nggak berhasil dan bisa menghabiskan waktu percuma ? dan banyak lagi hal yang dipikirkan tentang yang tidak positif. Kalau begini buat apa kita memiliki keinginan ? Yuk tenangkan diri dan beri ruang untuk berpikir positif dan baik agar yang tidak mudah itu menjadi mungkin dilakukan.

Yang pertama adalah pasti kita menggantungkan harapan (keinginan) itu kepada Allah yang Maha Berkuasa dan mengizinkannya terjadi. Dalam pemahaman ini, kita menjadi mungkin meraih keinginan kita. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, tinggal kita yakin nggak. Salah satunya adalah mengerjakan apa yang Allah ridhai. Misalkan shalat yang tepat waktu, bukankah persyaratan ini tidak butuh modal. Tinggal mau nggak ? Membaca dan memahami Al Qur'an agar mendapatkan petunjuk menjadi kayanya. Diantara petunjuk itu adalah memberi (sedekah). Semakin banyak sedekah semakin bikin kita kaya (pahala). Dengan pahala itu kita diizinkan dan dimampukan Allah dalam mengerjakan keinginan.

Tak hanya itu, belajar ilmu apa saja agar bisa mengerjakan langkah-langkah untuk kaya. Dengan ilmu kita bisa melayani banyak orang. Pelayanan yang baik mesti mendapatkan balasan. Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita bisa belajar (menguasai ilmu) untuk meraih keinginan. Ilmu yang kita miliki yang mungkin kita tidak pede, karena ilmunya tidak berhubungan langsung tentang kekayaan. Tapi yakinlah memberdayakan diri agar selalu belajar dan mengambil kebaikan dari setiap kejadian adalah dilihat Allah. Mengajarkan ilmu, Allah balas pahala jariyah. Amal jariyah itu bisa mendampingi kita dalam bekerja. Dengan ilmu itu kita membantu orang lain menjadi lebih baik. Bis jadi juga ilmu yang sudah kita miliki bisa mendorong kita memiliki ilmu lain yang sangat bermanfaat bagi kerja kita menuju keinginan.


Insya Allah kultum hari ini bisa jadi motivasi dan ingin selalu memberdayakan diri. Setiap keinginan bisa menjadi keburukan, tapi bisa juga menjadi kebaikan. Untuk itu kita selalu mendasarinya dengan iman. Siapkan keinginan dengan menyiapkan langkah-langkahnya.


Mbah Google

 Mbah Google sudah menjadi ikon bagi semua orang untuk tahu apa yang ingin diketahui. "Mas mau tanya tentang ini bolh nggak ?" Jawabannya adalah pengen tahu, bilang aja sama mbah Google. ternyata mbah Google yang menampung banyak hal dari berbagai sumber dapat memberi solusi bagi mereka yang tanya. Mau tanya agama aja bisa dijawab dan lebih cepat. Siapa sih mbah Google ? Tak lebih dari sebuah mesin yang direkayasa oleh orang (team). Mbah Google selalu dibilang pinter, padahal kan nggak pinter. Orang yang mengatur mbah Google lah yang pintar.

Apa yang terjadi dengan kita yang selalu bisa mendapatkan apapun dari mbah Google. Kita membutuhkan "petunjuk" sebagai langkah awal untuk menyelesaikan persoalan kita atau keperluan lainnya. Biasa informasi dari mbah Google menjadi modal kita untuk mengembangkannya menjadi lebih bermakna. Yang hebat lagi kita selalu menjadi "percaya", kalau pun kurang tepat kita tidak benci tapi tetep berlangganan dengan mbah Google. Karena merasa tidak ada yang bisa membantu kita selengkap mbah Google. Begitulah mbah Google dipercaya sekalipun tidak menjanjikan 100% yang kita butuhkan. Kepercayaan itu sudah cukup kuat untuk mengikutinya. Padahal kita tidak tahu apakah mbah Google itu bener atau tidak. Dasarnya percaya dan kita tidak tahu, maka kita ikuti.

Google Map salah satu layanan Google, kita perlu maka kita merasa salah satu yang dipercaya daripada yang lain. Agar kepercayaan kita menjadi kuat, maka kita mesti memahami tentang cara penggunaan Google Map. lalu kita sampai tujuan kita mau kemana dan dimana kita berada. Terus apa yang terjadi ? Google Map memberi petunjuk jalan yang mesti dilalui, jalan motor atau mobil, dan selalu memberi jalan yang tercepat (terdekat). Tidak hanya itu, Google Map bisa memprediksi perjalanan kita, dan tinggal berapa dekat kepada tujuan. Dengan petunjuk itu, kita pun sudah percaya. Lalu ? kita mengikuti dan taat pada perintah Google Map. Bagaimana jika kita tidak taat kepada Google Map ? Kita semakin jauh dari tujuan, dan Google Map menuntun kembali dari lokasi kita dengan petunjuk baru. Kata mas Tukul,"Amazing". 

Dalam hidup ini sama seperti mbah Google tadi. Kita selalu mencari petunjuk lebih dari itu. Mbah Google itu mesin, kok kita percaya ? Bagaimana dengan Allah yang menciptakan kita dan yang menciptakan mbah Google juga lewat hambaNya ?  Adakah kita percaya tanpa ragu kepada Allah seperti halnya dengan mbah Google ? Bukankah Allah itu Jauh lebih Maha dari mbah Google. Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, sedangkan mbah Google tidak. Allah membalas apa yang kita kerjakan, sedangkan mbah Google hanya sekedar memberi petunjuk (yang tidak bener 100%). Dengan menganalogi mbah Google itu, kita hendaklah memikirkan ulang tentang iman kita. Iman kepada Allah, yang telah menurunkan petunjukNya yaitu Al Qur'an, yang bisa menjawab semua keperluan kita, yang bisa membimbing kita dan yang mengizinkan semuanya terjadi.

Iman kita kepada Allah, mesti dimulai dari percaya (iman) itu sendiri yang Allah telah berikan kepada kita yang muslim. lalu ? Iya kita mesti memahami iman itu sendiri dengan mensyukuri dengan mengenal dan memahami Allah. Abis itu ? Kita mengikuti petunjukNya yang dengan bener dan semakin disempurnakan. Mengikuti petunjuk Allah itu mesti menjalani yang diperintahkan dan tidak mengerjakan yang dilarang, semua itu dikerjakan karena Allah. Mengikuti itu berarti mengerjakannya terus-menerus, maka taatlah kepada Allah, taat kepada Rasul yang diutus Allah, taat pula kepada pemimpin yang Allah rahmati, dan taat pula kepada petunuk yang Allah telah turunkan.

Alhamdulillah dengan kultum singkat ini, kita dapat memberdayakan diri untuk menjadi semakin baik. Dapat menjadi inspirasi dan motivasi untuk terus belajar dan meningkatkan iman kita kepada Allah.

Taqwa itu bagi akal sehat

 Malam ini saya belajar lagi dari petunjuk Allah. Dalam khutbah shalat Jum'at selalu disebutkan oleh penceramah untuk mengingatkan dirinya untuk menjaga ketaqwaan dan juga dinasehatkan kepada jamaahnya. Taqwa dimaknai untuk selalu taat kepada perintah Allah dan taat pula untuk tidak menjalani larangannya. Sabar dalam ketaatan menjadi penting.

Allah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 197 ,"(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!"

Allah menyampaikan bahwa bekal yang baik itu adalah taqwa, dan taqwa itu bisa terjadi bagi mereka yang menggunakan akal sehatnya. Akal sehat mesti dipergunakan untuk berpikir dan memahami tentang petunjuk Allah. Jika malas, maka tidak mudah untuk menjadi taqwa, jika tidak mau mikir lebih lanjut, maka kita tidak menemukan maknanya, atau apa pun yang kita rasakan cenderung tidak menemukan taqwa itu. Akal sehat itu sejalan dengan taqwa, Akal sehat pasti ingin balasan Allah, maka menjalani perintah Allah itu lebih mudah. Akal sehat itu sangat ingin mengajak perasaan kita menjadi nyaman dan enak, maka akal sehat mengajak tubuh untuk mengerjakan perintah dan meninggalkan larangannya. 

Pergunakanlah akal sehat kita dengan terus memahami ilmu Allah baik dalam keadaan berbaring, duduk dan berdiri. Dengan demikian kita siap memelihara taqwa dalam setiap langkah kehidupan kita.

Pemberdayaan diri untuk meningatkan taqwa menjadi motivasi kita untuk hidup yang rahmati Allah. Insya Allah kultum singkat ini dapat memacu kita menjadi lebih baik lagi. Bersyukur dengan adanya akal sehat kita dengan terus mempergunakan akal sehat dengan petunjuk/ilmu Allah. 

Enak nggak sih berlibur ?

 Setiap Minggu banyak orang menghabiskan waktunya di tempat wisata atau tempat yang dirasa memberi kenyamanan. Puncak, Bogor menjadi tempat favorit untuk melepaskan lelah. Udara Puncak yang sejuk mendukung untuk beraktivitas santai yang bisa menurunkan otot-otot tubuh yang selama seminggu telah bekerja. Mungkin yang punya uang cukup bisa menghabiskan liburannya seminggu sekali. Tapi yang nggak cukup uangnya bisa jadi 1 bulan sekali atau bahkan lebih. Yang jadi pertanyaan saya adalah, apakah mesti berlibur setelah merasa lelah dari bekerja ? Yang lelah itu yang bekerja, tapi yang lain jadi ikut. Bagi yang lain, apakah juga melepaskan lelah "kerja" ?

Yang pertama adalah setiap hari kita bekerja sampai malam, tentu perlu waktu untuk memulihkan keadaan kita untuk bekerja hari berikutnya. Kita sudah disiapkan waktu malam untuk istirahat, tapi beberapa orang malah bekerja sampai larut malam sehingga tidur di waktu malamnya merasa tidak cukup. Dilematis aja, kurang tidur atau kurang cerdas kerjanya atau hanya ingin menghabiskan waktunya saja (di malam hari biar disebut gaul). Yang menjadi anehnya adalah waktu kerja yang tidak cukup itu diterusin setiap hari dan tidak ada kemauan yang tinggi untuk mencerdaskan diri (intelektual dan spiritual) agar mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan berkualitas. Keadaan ini semakin terpuruk karena semakin hari keinginan (target kerja) semakin tinggi sedangkan ilmu tak sebanding, yang menyebabkan kita bekerja lebih lama (semakin malam).  Akibatnya tidur tidak cukup, dan butuhlah yang namanya liburan. Apakah kita menyadari ini ? kondisi yang tidak memperbaiki keadaan. Sudahkah kita selalu belajar setiap hari ? Mungkin beberapa orang merasa tidak ada waktu lagi untuk belajar karena disibukkan dengan pekerjaan.

Yang kedua, sepertinya kita merasa kerja sendirian. Maksudnya kita bekerja yang staf atau temanlah yang levelnya sama. pernahkah kita berpikir bahwa keadaan inipun tidak memberi kebaikan. Ada sedikit, tapi tak banyak. Kalau kita atasan, malah kita menghabiskan memberikan waktu dan ilmu, sedangkan untuk diri kita sendiri sudah tidak ada. Meminta bantuan ke siapa ? Mungkin teman yang baik. Bisa saja sesekali, tapi tidak bisa terus-menerus. kembali lagi kepada kita sendiri. Kalau kita tidak sanggup menerima keadaan ini, yang muncul adalah "emosional". Lagi-lagi "emosional" ini tidak ada baiknya buat kita. Belajar lagi sangat mungkin jika ada kemauan yan besar, hal ini bersaing dengan waktu kerja. Bisa diraih ilmu baru tapi tak prosorsional dengan apa yang kita emban. Saat kita merenung di malam hari dan pagi, sering hadir yang namanya Allah. Adakah kita merasa penting menggunakan Allah dalam kerja kita ? Merasa kurang percaya, apakah shalat bisa membuat kerja kita semakin baik ? Apakah sedekah kita bisa meringankan kerja kita ? Apakah niat yang ikhlas itu dapat menyakinkan kita Allah membalasnya dengan kecukupan ? Padahal pertanyaan ini sudah dijelaskan Allah dengan terang. Allah membalas apa yang kita kerjakan dengan ikhlas dengan balasan yang berlipat dan bahkan mendudukkan kita sebagai pemimpin. Semakin banyak sedekah semakin mudah bagi Allah mencukupkan dan menolong kita dalam pekerjaan kita. Jika kita ingat Allah, maka apakah tak cukup Allah membantu kita dalam kerja ? dan Allah pun menidurkan kita dan membangunkan kita kembali dengan keadaan fresh di pagi hari. Setiap malam Allah sudah menyiapkan kita untuk istirahat dan bekerja di siang hari. Setiap hari kita diberi kesempatan untuk mau menyerahkan jiwa kita pada setiap malam atau kita terpaksa tidur karena kelelahan. Apakah masih perlu berlibur ? Ya pasti masih perlu, kita bisa berlibur karena ingin bersama dengan keluarga.

Yang ketiga, apakah nggak bisa kita bekerja setiap hari seperti berlibur ? Kita menjawab,"mana mungkin". Mari kita pakai kata berlibur itu kan melepaskan lelah setelah seharian kerja. Pertanyaannya adalah bagaimana jika kita bekerja tanpa kelelahan yang berarti ? Apa bisa ? Perhatikan pelukis dapat menjadikan melukis itu sebagai yang menarik (hobby) sehingga sewaktu mengerjakan lukisan tidak terasa lelah. Artinya kerja melukis itu tidak menjadi beban tapi malah menyenangkan. Kita lelah bekerja karena cenderung menganggap kerja itu sebagi beban, berat dan melelahkan. Sedangkan berlibur itu enak dan menyenangkan. Konsep ini bisa kita diterapkan (mungkin tidak 100%), tapi dapat mengurangi kelelahan kita. Apa itu ? Bagaimana kalau kita kerja itu sebagai amanah Allah yang mesti kita pertanggungjawabkan dengan baik ? Semua itu bisa kita lakukan hanya dengan kerja yang ikhlas. Kerja ikhlas itu adalah menaruhkan kecintaan yang banyak pada kerjanya bukan berapa lama kita kerjanya. Insya Allah kerja yang ikhlas selalu diiringi dengan semangat (energi) sehingga kerja kita sangat kondusif. Senang mengerjakannya dan bahkan kita senang menghadapi masalah yang terjadi. Toh Allah selalu membimbing kita selama bekerja (selama kita ingat). Akhir waktu tetap ada kelelahan yang kita alami, tapi kelelahan ini sangat menyenangkan. Agar kerja kita ikhlas, maka dekatkan diri kita kepada Allah dengan memahami petunjukNya. Ikuti dengan belajar pengetahuan tentang pekerjaan kita agar mulai menyenanginya. Dan ciptakan setiap hari kita memiliki hal baru dalam bekerja. Masih ingin berlibur ? Beberapa orang menjadi "sakit" kalau nggak kerja. Berliburpun dijadikan waktu kerja dengan makna lain.

Terakhir yang dapat kita maknai dengan libur adalah libur itu sendiri bisa menjadi bagian dari kerja kita. Kita bukan lagi butuh libur untuk melepaskan kelelahan, tapi kita memerlukan libur untuk kerja yang lebih baik lagi. Insya Allah berlibur bukan saja melepaskan lelah, tapi menjadikan kita lebih baik. Habis libur tambah lelah dan sakit, itu artinya berliburnya tidak tepat. jangan sampai ya. Habis berlibur semakin bersemangat melanjutkan aktivitas lainnya.

Insya Allah kultum singkat membuka pikiran kita semakin bijak dalam hidup. Setelah itu mesti kita berdayakan diri untuk mengamalkannya. Inilah motivasi yang penting dalam hidup kita. Semua ini menjadi rasa syukur atas pemberian Allah dengan akal pikiran, hati, pendengaran, penglihatan dan tubuh ini. Maha suci Engkau, ya Allah. ajari kami, bimbing kami untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur dengan mengoptimalkan apa yang telah Engkau berikan.

Mengikuti petunjuk agar tidak tersesat

 Malam ini mengisi hati kita dengan petunjuk Allah, yaitu Surah Al Baqarah 2 : 38. Allah berfirman "Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati".


Saya membayangkan saat melangkah menuju ke suatu tempat tanpa petunjuk dari yang memahami tempat tersebut, maka saya tidak mudah untuk tiba di tempat tersebut. Dunia yang saya tidak tahu dan saya pun tidak paham tentang alam ini, maka saya membutuhkan petunjuk dari Sang penciptanya alam semesta ini. Untuk apa ? Agar saya tidak khawatir dan takut, dan saya tidak bersedih untuk hidup di dunia ini dan hidup di akhirat nanti.
Sudahkah saya menyakini petunjuk itu ? Saat ini saya memiliki pintu masuknya yaitu iman yang Allah izinkan ada dalam diri saya. Dengan iman ini saya mesti mempercayaiNya tanpa ragu. Untuk itu saya mesti memahami dan mengamalkannya serta taat terus. Masak sih saya tidak mau petunjuk dari Allah itu ? Pasti mau, yang jadi persoalannya adalah saya mesti melawan musuh yang menjauhkan saya dengan hal tersebut, yaitu setan. Tidak mudah, tapi bisa jika saya terus ingat kepada Allah dan bersyukur dengan apa yang Allah telah berikan.



Mengembangkan ide

 Seseorang yang memiliki kemampuan bicara yang banyak karena memang ada banyak hal di dalam pikirannya. Terlepas itu hanya bicara saja atau tidak. Tapi kemampuan bicarnya  sangat bagus. Kata demi kata dapat dirangkai menjadi sebuah kalimat. Kalimat demi kalimat pun jadi hingga paragraf. Pertanyaanya, kok bisa ya ?

Tentu orang tersebut memiliki jam terbang yang cukup. Tapi tidak hanya jam terbang . Orang tersebut memiliki penguasaan atas apa yang dibicarakannya. Kebebasan berpikir memberikan kita peluang untuk memahami banyak hal, tapi terkadang kita suka menutupi atau membatasinya. Misalkan ada ungkapan, "saya tidak bisa" atau "kayaknya sulit deh". atau kita pernah,"saya tidak mau, saya tidak tahu". Kalimat ini sudah menutup pikiran untuk berpikir dan belajar, dan kita jadi tidak bisa lebih baik.

Berlatihlah untuk membuat kalimat dari 3 kata atau 4 kata dengan makna yang luar biasa. Misalkan Kabar-Nikah-Pekerjaan-Sehat, kalimatnya boleh mengandung ke-4 kata, atau menulisnya dalam beberapa kalimat. "Saya mendengar kabarnya kamu mau menikah, kapan menikahnya ? Syukurlah dan sekarang sudah mendapatkan pekerjaan. Penting banget pekerjaan sebagai modal mengarungi pernikahan, paling tidak fisik sehat, keuangan sehat dan tentu ruhaninya juga sehat". Bagaimana ? Bisa nggak membuat seperti contoh di atas ? Ide itu kadang muncul saat kita membuat kalimat atau ngomong sendiri,"aha ternyata mau nikah itu mudah". Ide ini bisa menjadi perbincangan menarik karena beberapa orang bilang tidak begitu.

Perbedaan ini jika dilanjutkan dengan benar, maka semakiin luas pandangan kita untuk mengetahui banyak syarat nikah. Sebagai muslim bisa jadi memang nikah bukan sekedar mesti ada uang yang memadai. Tapi menikah urusan dengan Allah, dan mengikuti sunah Nabi Muhammad. Allah pun berjanji mencukupkan kehidupan mereka yang tidak berkecukupan yang mau menikah. Perdebatan dimulai disini, berbeda dan bertanya berapa uang yang mesti disiapkan untuk menikah ? Bukankah hanya dengan menulis kalimat dari 4 kata dapat menghadirkan ide untuk menulis atau membicarakannya.

Ide tidak datang dengan kita diam, tapi ide itu didapat dari kita berupaya mendatangkannya. Dimana situasi tenang, relax BUKAN santai tapi dalam keadaan kerja. Atau suasana relax dalam upaya berpikir.

Untuk apa sih ide ? Ide sebagai langkah awal untuk kita melakukan banyak hal. Tidak boleh menyepelekan ide, mendiamkan atau menolaknya. Ide mesti ditindaklanjuti dengan pemikiran yang positif. kebiasaan kita yang mendiamkan ide,"ada ide nih". Idenya nggak dicatat atau diingat ... seiring kita kerja ide tersebut hilang. Ide kerja, atau ide bisnis atau ide solusi dan lainnya. Ilmuwan masa lalu selalu meneruskan ide dengan mempraktekkannya. Praktek yang belum bener diteruskan sampai menemukan idenya bener.

Nggak punya ide ? Kita hanya sebagai follower saja. Atau agak sulit menemukan solusi yang luar biasa yang dapat menyelesaikan persoalan yang kita hadapi. Yuk berlatih menjadi orang yang selalu punya ide.


Katanya mau berubah sekarang

 Ada dorongan saya untuk berubah, apa yang mesti saya ubah duluan ? Pertanyaan ini baru muncul, karena banyak hal yang mau diubah. Tapi kenyataannya perubahan hanya sementara. Katanya mau berubah, tapi pakai syarat. Kalau nanti saya udah ada ilmunya, kalau nanti saya sudah siap dan kalau .... yang lainnya.

Yang menjadi pertanyaan saya di atas, yang mana duluan yang mesti diubah ? Harus punya ilmu dulu baru berubah, atau setelah punya uang duluan baru bisa berubah, atau harus kerja keras dulu dan mendapatkan uang baru mau berubah. Begitulah kenyataan yang sebenarnya tanpa disadari saya mau berubah tapi tidak ada yang fokus sampai tuntas. Maka pikiran tidak segera memerintahkan perubahan itu kepada tubuh (dalam tindakan nyata yang terus-menerus). Memang sih saya bisa semangat karena suasana yang saya rasakan bisa membangkit saya untuk berubah. Misalkan suasana bertemu dengan temen yang sukses, semangat berubahnya tinggi. Tapi semua hanya sekedar semangat saja, karena saya tidak mempunyai modal untuk memulai seperti temen saya. Begitu juga saat mencari ilmu baru dalam training, saya bersemangat sekali karena dengan ilmu itu hanya bisa melakukan hal baru. Tapi hasilnya ternyata tidak langsung diperoleh (butuh proses dan waktu). Alhasil perubahan dengan ilmu baru itupun reda. Semua perubahan yang dimulai berlangsung tidak lama dan kembali kepada rutinitas yang sudah biasa.

Secara logis sudah terjadi seperti di atas, dan secara emosional juga tidak terlalu berhasil juga. Dari pengalaman di atas, saya merasakan perlu yang namanya kontinuitas (memelihara dan selalu ingin meneruskan apa yang sudah diubah menjadi semakin baik). Semangat ada, ilmu ada, motivasi ada .... rasanya semua sudah dimiliki. Mengapa saya belum juga berubah ? Boleh nggak saya bertanya dalam diri saya sendiri, "Apa iya semua itu saya yang menentukan ?" Jika memang yang menentukan, maka saya bisa dong berubah. "Apa iya ya ?" Kan masih ada Allah, dimana saya bergantung segala hal, saya hidup karena Allah berkehendak, saya bisa berjalan/belajar/berkembang karena Allahh yang memberi fasilitasnya dan mengizinkannya, saya mati karena takdir Allah .... Mengapa saya tidak berserah kepada Allah yang menguasai semua pada diri saya ?

Allah memiliki segalanya, mau ilmu Allah punya, mau bimbingan Allah yang Maha sempurna dalam membimbing saya, mau pengingat Allah yang Maha mengingat 24 jam dan kalau salah Allah yang maafin. Katanya mau berubah sekarang, maka saya mesti kembali dulu ke awal, menggantungkan harapan kepada Allah, memohon harapan yang baik, memohon izin harapan yang saya inginkan dirahmati. Insya Allah dengan mengawali perubahan yang saya inginkan dirahmati Allah, lalu saya meneruskannya dengan mencari ilmu Allah yang telah janjikan bisa mengantarkan saya berubah (dan sukses). Saya melakukan perubahan itu karena Allah, maka perubahan dapat mempertahankan kontinuitasnya. 

katanya mau berubah sekarang, sekaranglah untuk meminta ampun atas kesalahan saya sebelumnya. Insya Allah saya mendapatkan semangat untuk membersihkan hati agar saya mudah dan siap menerima petuntuk Allah. Petunjuk di hati inilah yang dapat memberi saya ilmu dan kemampuan dalam mengamalkan (mengerjakannya).

Sudahkah menyadari potensi kita ?

 Sebagai karyawan atau pekerja apapun, yang sering bicarakan adalah kesulitan dan tidak mudahnya mendapatkan rezeki Allah. Seolah kuluhan kita ini didengar orang lain dan mendapatkan solusi atau bantuan. Ternyata keluhan dijawab dengan hal sama, yaitu kesulitan yang sama. Beberapa orang mendengar dengan baik, tapi tetep saja mereka mengeluarkan masalah mereka juga. Keadaan ini tidak bisa membuka hati untuk dapat memahami banyak hal. Fokusnya hanya masalah dan kesulitan. Padahal disisi lain kita memiliki potensi untuk bisa menjalani kesulitan tersebut dengan aktivitas positif.

Banyak dari kita tidak ingin memahami potensi yang sudah kita miliki. Misalkan kemampuan berpikir (otak) kita. Apakah kita tidak mau berpikir lebih baik lagi ? Memanfaatkan potensi otak saja sudah cukup untuk menekan keluhan seperti di atas. Kok bisa ? Pemanfaatan otak untuk berpikir banyak hal dapat mendorong kita untuk beraktivitas dan tidak ada waktu lagi untuk bercerita kesulitan. Yang ada dalam pikiran kita adalah sangat menarik untuk terus berpikir yang positif. 

Setelah kita menyadari potensi berpikir kita, maka selanjutnya bukankah kita memiliki tubuh yang sehat untuk menjalani apa yang kita pikirkan. Apakah kita nggak mau bertindak atas pikiran yang positif ? Apakah pernah menyadari semua itu sebagai pemberian Allah, yang Maha rahman dan rahiim ? Lihat itu semua dengan hati, bersihkan hati agar dapat melihat itu semua dengan banyak istighfar. Iman yang sudah ada adalah modal untuk melihat pemberian nikmat Allah tersebut, ada niat dan semangat dari sikap untuk memaksimal potensi (nikmat) yang ada pada diri kita. Allah sudah menjanjikan balasan kebaikan dari apa yang sudah kita pikirkan yang positif dengan satu kebaikan, dan saat kita melaksanakannya mendapatkan balasan 10 asmpai 700 kali lipat. Bayangkan apa sih yang kita dapakan dari selain Allah ?

Menyadari potensi kita itu seperti kita merasa ada potensi uang yang kita miliki, maka uang yang miliki itu pasti dimaksimalkan penggunaannya. Sama halnya kita memiliki orang tua, maka potensi orang tua itu dapat kita mintakan restu dan doanya. Jadi kuncinya tanpa menyadari potensi yang sudah kita miliki, kita tidak mampu memaksimalkannya dengan baik. Agar proses menyadari potensi ini semakin sempurna adalah kita menemukan cara memanfaatkan (belajar ilmu) agar tidak berat untuk memaksimalkannya. 

Insya Allah tulisan mengingat kita semua agar selalu bersyukur atas apa yang kita sudah miliki, dan bukan ingin memenuhi apa yang tidak kita miliki tanpa menyadari potensi kita. Siapkan diri untuk belajar dan bertindak sesuai dengan petunjuk Allah dalam menyadari potensi kita dan siap pula dengan keyakinan mampu beramal (bertindak yang baik).

Sabar dan cerewet

 Menjadi orang sabar adalah impian semua orang, perilaku yang cerewet itu sangat tidak sukai banyak orang. Lalu membayangkan tidak ada yang cerewet didunia ini, kayaknya sepi. Dan memang keadaan ini tidak terjadi. Sabar dan cerewet adalah 2 sisi dari mata uang, yang satu cerewet dan yang sisi lain sabar. Bisakah saya sabar dengan lawan hidup yang cerewet ?

Orang berpandangan bahwa orang sabar terjadi jika orang lain sabar. Orang yang ingin sabar selalu berharap tidak bertemu orang cerewet. Logika kita membenarkan ada laki-laki dan perempuan, ada positif dan negatif, dan seterusnya. Semua berlawanan, tapi sebenarnya Orang sabar bikin orang lain tidak sabar (cerewet), sebaliknya orang cerewet bikin orang sabar. Jangan langsung komentar, tapi renungkan lebih dalam. 

Kita dilatih menjadi sabar karena keseringan bertemu orang cerewet, terkadang kita bilang,"kok ada ya orang cerewet begitu". Orang cerewet itu tidak ada yang ingin terjadi, cerewet itu terjadi karena sudah membiasa tanpa disadari. Cerewet adalah ungkapan rasa kecewa yang membangkitkan emosional. Lihat keadaan yang tidak bersih setiap hari, bisa membuat orang kecewa dan cerewet untuk menyelesaikannya. Apa yang terjadi saat kita menghadapi orang cerewet setiap hari ? Apa yang menjadi isi dari cerewet segera kita selesaikan agar kita tidak mendengarkan cerewetan lagi. Atau dengan tenang kita menjawab cerewet itu dengan sikap yang berbeda yang menenangkan yaitu sabar. Sabar bukan sekedar tenang mendengarkan cerewetannya, tapi mulai menjalani isi ceretannya. 

Ingin jadi sabar ? hadapi mereka yang cerewet. Bagi yang cerewet mungkin rugi, dan kitalah yang beruntung jika merespon positif (sabar). Langkah menjadi sabar itu adalah tidak panik atau responsif sehingga membangkitkan keadaan kita untuk mau jadi pendengar yang baik. Dengan menjadi pendengar yang baik, dapat membuka hati untuk mau berempati dan mau membantu orang yang cerewet itu menjadi lebih baik. Kita dapat memahami cerewetannya karena kita mampu mendengar dengan baik dan berempati, lalu kita memberikan melaksanakannya. 

Dalam sudut pandang lain, orang cerewet menjadi sebuah kebutuhan untuk mengingatkan orang menjadi baik. Penyeimbang agar balance. bayangkan tidak ada orang cerewet, maka kita bisa berjalan tanpa kontrol atau pengingat. Kalau sudah begini, cerewet menjadi profesi yang jauh lebih bijak. Cerewet bukan lagi "marah-marah", tapi memberi masukan. Kita sering bilang,"yang begini aja diingatkan, saya sudah tahu". Jika yang kecil saja sering dibicarakan semakin membuat kita tidak sabar. Disinilah kita diuji bisa sabar atau tidak ? Bersabar itu bukan urusan logika, tapi urusan hati. Bahkan saya membayangkan ketika saya bicara sendiri, "ayo bersihkan aja dulu, nanti dicerewetin loh tentang kebersihan", dimana saya menciptakan saya sendiri cerewet dan menuntaskannya sendiri cerewetnya. langkah yang antisipatif yang baik, karena awalnya ada yang cerewet dan membangkitkan saya dengan kesadaran sendiri.

Saya membuat level sabar dan cerewet itu sebagai berikut :

1. Level dasar adalah sabar terpaksa, dengan cerewet yang cenderung emosional

2. Level menengah adalah sabar karena tidak ingin berhadapan orang cerewet sehingga melakukan langkah antisipatif

3. Level tinggi adalah menciptakan sabar dan cerewet itu dalam diri sendiri. Kita mengempati orang yang cerewet dalam diri kita, lalu kita melakukan langkah perbaikan agar orang tidak cerewet (tidak terjadi). Saat kita menghadapi orang cerewet yang terjadi adalah komunikasi yang baik, sama-sama menjadi sabar.

Dimanakah tingkat sabar dan cerewet kita ? Insya Allah kita bisa belajar untuk semakin tinggi level. Tidak "membenci orang yang cerewet", tapi ingin memberi kebaikan agar orang cerewet menyadari keadaannya. Cerewet sebagai media mengungkapkan peringatan kepada orang lain bisa digantikan dengan lebih bijak.  Dengan hati semua orang bia mendapatkan kebaikan.


Bisa juga sabar itu sebagai langkah bersyukur kita, karena kita memiliki hati  untuk merespon dengan lebih baik. Sudahkah kita memanfaatkan hati dalam merespon perilaku orang lain terhadap kita ? Lihatlah dalam ketenangan, Allah telah memberitahu kita bahwa hati itu lebih baik dari logika dan emosional. Petunjuk sudah Allah sampaikan kepada kita, "Allah bersama orang yang memilih sabar". Apakah kita masih tidak bersyukur dengan hati dan petunjuk bener ? Kalau kita menggunakan emosional kita, atau logika karena ada kepentingan, maka kita termasuk orang yang kufur. Insya Allah bukan sekedar menjadi sabar pada level tinggi, tapi jauh lebih tinggi lagi dengan bersyukur untuk memilih sabar.










Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...