Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Open Mind

 Apakah kita perlu belajar ilmu yang bukan bidang kita kuasai ? Seorang profesional bilang,"kuasailah ilmu kita yang tekuni sendiri dan jadi ahli". Pernyataan ini ada benernya, tapi dalam kondisi tertentu dimana ilmu kita bekerja sama dengan yang lain. Sering terjadi "konflik" karena sudut pandang yang berbeda, banyak kejadian saling mengatakan,"saya benar". Dalam hal ini seringkali ada pihak yang dikalahkan, tapi sebenarnya pandangan dari pihak lain itu bisa memperkaya keputusan bersama.

Ada gengsi untuk mengatakan kitalah yang bener, dan menganggapi pendapat orang lain itu tidak tepat. Inilah jadi awal perdebatan yang bisa panjang dan tidak berujung. Mesti ada cara yang relax dan mudah dipahami oleh orang lain, jika pemahamannya itu kurang tepat. Mengajak berpikir logika dengan agar bisa diterima atau bisa disinergikan menjadi lebih baik. Menjadi terbuka menerima pendapat orang lain itu adalah modal untuk bisa lebih maju lagi.

Open mind adalah peran hati bukan logika, logika dimainkan setelah kita menerima pendapat orang lain untuk dipahami, diolah dan diuji kebenarannya. Keadaan ini menyempurnakan open mind (pikiran yang terbuka). Open Mind membuka hati dengan menghargai pendapat atau sudut pandang orang lain terhadap apa yang kita hadapi bersama.


Misalkan kata berhemat menjadi pesan yang baik, tapi belum tentu menjadi optimal bagi sebagian orang. Dari sisi orang sales, berhemat membuat mereka kurang termotivasi untuk bekerja. Biaya telpon dihemat, biaya kunjungan dihemat juga dan seterusnya. Akibatnya ruang gerak sales kurang optimal. Disinilah orang yang berpikir hemat mau terbuka menerima kondisi sales dan sales mesti terbuka alasan dari yang bilang. Orang sales berpikir, oke apa yang dimaksud berhemat adalah rasio output/input mesti menurun (input dikecilin). Tidak mesti input dikecilin, tapi boleh dong output dibesarin dan input sangat meminimal. Orang berusaha mencapai target penjualan dan bahkan lebih dengan biaya minimal. Artinya boleh tidak ditakuti untuk berhemat, tapi penjualan meningkat jauh lebih penting dengan biaya yang proporsional.

Bagi seorang sales membuka pikiran dengan tetap membuat aktivitas yang berkualitas yaitu kerja yang optimal (efiesiensi) untuk menghasilkan sales yang tinggi. Maka kedua pihak mendapatkan hasil yang saling menguntungkan tanpa perlu ngotot dengan pendapatnya masing-masing.

Insya Allah berpikir open mind itu mengajak semua orang untuk menemukan cara yang produktif dalam bekerja. 

Rumah sudah jadi penginapan

 Banyak orang tua yang sibuk kerja dan anak yang capek belajar seharian, menumpahkan kelelahan itu di rumah. Apa yang terjadi semua ? Semua minta dilayani. Mau makan tinggal pergi ke meja makan dan makan, abis itu kembali ke kamar masing-masing. Mau istirahat santai, tinggal ke ruang tengah dan ambil remote untuk nonton TV. Mau tidur tinggal masuk kamar dan langsung tidur. Dan yang lain luar biasa, semua sibuk dengan pencetan HP untuk nonton tic toc, wa dan sebagainya. Semua aktivitas itu tidak menunjukkan rumah sebagai rumah yang semestinya.

Begitulah kehidupan di era milenial. Saya menyebutnya rumah itu sudah berubah fungsi menjadi layaknya penginapan yang lengkap. Tidak ada lagi ruangan tengah untuk berkumpul, bercengkrama bersama seluruh keluarga, belajar/beraktivitas bersama-sama, jarang ada yang mengaji dan lainnya. Atau jika hal tersebut terjadi, maka aktivitas di rumah itu HANYA sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak ada silaturahmi lagi diantara anggota keluarga.

Padahal, dulu membeli TV yang besar agar bisa nonton bareng, membeli peralatan dapur untuk memberi pelayanan makan yang sesuai selera keluarga, HP dibeli untuk berkomunikasi, membeli tempat tidur yang enak untuk membuat tidur malam/istirahat segera pulih/fresh, dan banyak lagi. Mengapa niat baik itu semua hanya sekedar "melayani" saja ? Apalagi pada hari libur, semua ingin dilayani dan ingin istirahat alias malas-malasan seperti menginap di penginapan. Bukan kedekatan di dalam keluarga untuk mengikatkan kita menjadi semakin merasakan empati dan simpati sesama anggota keluarga.


Janganlah pulang ke rumah untuk hanya untuk capek saja, semua minta dilayani. Dan kalaupun yang bisa melayani sepertinya terpaksa (karena kewajiban). Tidak ada hubungan yang erat secara batin. mestinya ciptakan rumah adalah tempat berkumpul dan beraktivitas bersama. Maka yang harus dilakukan, buatlah aktivitas di luar TIDAK TERLALU CAPEK/LELAH agar kesegaran semua anggota keluarga masih cukup untuk beraktivitas di rumah. Dengan kesegaran fisik sampai di rumah membuat semua orang ingin memberikan perhatian, waktu, bantuan dan sebagainya untuk anggota keluarga yang lain. Rumah menjadi ramai dengan aktivitas dan berkah bagi semua.

Bayangkan seorang ibu memasak dan mempersiapkan makan dengan dibantu anak dan suami. Saat selesai masak, maka semua keluarga merasakan kebahagiaannya. Tidak ada yang main HP, maka semua berinteraksi dengan baik, nonton Tv bareng, karaoke bareng dan beres-beres bareng dan sebagainya. Begitu indah dan memberi kesan yang dalam dan ingin dirasakan lagi pada hari berikutnya. kalaupun ada yang capek, sambil nonton TV sambil mijit oleh yang lain membuat kehidupan keluarga itu menjadi menyenangkan. Saya yakin banyak yang ingin dikerjakan di dalam rumah, kata nabi,"rumahku surgaku". Siapkan diri saat pulang beraktivitas/kerja tetap fresh dan tidak lelah. 

Yuk ciptakan rumah tidak sekedar tempat berteduh, tidak sekedar untuk beristirahat melepaskan lelah, bukan sekedar menunjukkan kemewahannya untuk dibanggakan, tapi jadikan "rumahku surgaku" dengan aktivitas yang menyenangkan dan membahagiakan bagi seluruh anggota keluarga.

Pengkayaan pelatihan

 Selamat malam, tak terasa semakin menarik memberikan pelatihan dan coaching. Sebagai trainer memang mesti memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, dan mesti memiliki perilaku "menarik". Pengalaman ini memberi keleluasan saya untuk memberikan solusi yang menarik yang bisa diterima oleh peserta (karyawan).

Awal pelatihan mesti cair antara saya dan karyawan yang ditraining. Disini saya merasa khawatir tidak "lucu" dan tidak menarik. Jika kondisi ini terjadi, suasana yang tegang dan serius membuat pesan yang ingin disampaikan tidak mudah diterima oleh peserta. Untuk itu saya mesti mengenal karyawan lewat perkenalan singkat. Agar perkenalan ini menjadi cair, hanya memberanikan komentar tertentu yang bisa bikin ketawa. Misalkan ada karyawan ibu-ibu, saat memperkenalkan diri ternyata 2 kali nikah. Agar jadi gerrr, saya komentari,"enak dong 2 kali ...". Dengan cairnya suasana training menjadi awal yang baik untuk diteruskan.

Kemudian saya meminta harapan mereka dalam training tersebut. Kesungguhan saya mesti saya tunjukkan dengan cara menulis apa yang menjadi harapan mereka. Sebagai trainer, saya BUKAN pengambil keputusan untuk curhat para peserta training. Maka sebagai trainer mesti menjadi jembatan antara pemilik perusahaan dan karyawan. Training yang sudah ditentukan kurang menarik bagi saya, saya lebih suka dengan menemukan persoalan dari peserta. Setelah itu saya mikir untuk mendorong menyelesaikan curhat mereka. Saya meluruskan curhat peserta dan membuka wawasan mereka tentang curhatan mereka. Setelah mereka menyadarinya, maka barulah dimasuki dengan pengetahuan yang mendukung.

Kebanyakan training memberikan ilmu atau pengetahuan, apa yang terjadi ? Peserta hanya bertambah ilmu dan mereka senang, tapi tujuan training tidak terjadi. Tujuan training adalah merubah peserta menjadi lebih baik lewat sikap, ilmu dan ketrampilan. Maka sebagai trainer tidak hanya menguasai ilmu teknis saja, tapi memiliki daya memotivasi peserta untuk sadar dan berubah dengan sendirinya. Menjadi semakin bermakna saat disentuh hati (spiritual)nya yang semakin perubahan itu menjadi langgeng.

Inilah pengalaman saya menjadi trainer yang Insya Allah diminati peserta. Bagi saya pelatihan itu sebagai ibadah, yaitu amal jariyah. Oleh karena itulah saya selalu  mempersiapkan diri dengan kesungguhan dan benar.


Emangnya naik gaji kalau saya kerjakan

 Saya bertemu seorang karyawan yang sudah senior dan terlihat kurang semangat kerjanya. Langsung saja dia bilang,"pak, naik ngga sih gaji tahun ini 2023 ?" Pertanyaan ini sudah umum ditanyakan semua orang yang bekerja. Saya jawab,"mas emangnya kalau nggak naik gajinya, kenapa ?" Karyawan ini sigap,"wah bisa berantakan hidup ini, udah ngga cukup untuk kebutuhan keluarga". Saya penasaran untuk apa tindakannya saat gaji naik tak lebih 10%, apakah dia cari pekerjaan lain ? atau bertahan ? Dengan sedikit berat hati, dia pun menjawab,"Ya tetap sih kerja, tapi kan ... susah jadinya dan bikin nggak semangat kerja".


Cerita karyawan ini sama dengan jutaan karyawan lainnya. Terus jangan merasa juga bahwa hanya kita sendiri yang mengalami. Dan di luar sana mereka yang mengalami yang sama tetep semangat bekerja dan terus mengejar mimpinya. Terus mengapa karyawan itu seperti itu ? Sepertinya tidak ada lagi pikiran sehat untuk melakukan yang baik, artinya pada diri karyawan itu didominasi oleh perasaan emosional. Sudah terbentuk dalam memorinya ... kalau kerja mesti gaji naik, membentuk persepsi tentang kerja. "kerja ya uang".

Karyawan tersebut saya ajak untuk berpikir akal sehat, apakah iya kerja itu identik dengan uang ? Kalau nggak uang maka kerjanya tidak bener. Saya mengajak karyawan itu membayangkan ... kalau gajinya tidak naik, maka dia bekerja seadanya. Saya memikirkan, apakah dengan kerja seadanya itu bisa membuat dia dinilai baik oleh atasannya. "Pasti tidak dan semakin tidak dipercaya". Kalau ada amanah kerja, apakah dia mendapatkannya ? Jawabannya juga "pasti tidak" dan selanjutnya apakah tahun depan direkomendasikan untuk naik gaji ? sekali lagi jawabannya pasti tidak. Pertanyaan selanjutnya saya ajukan, apakah mau kondisi seperti itu ? jawabannya tidak mau. Kalau begitu ... karyawan itu mau berubah dong. Yuk berubah dan mudah dan ringan kok.

Lalu tanya lebih dalam, bagaimana dengan kehidupan nanti (setelah kematian) ? Bukankah karyawan itu mesti mempersiapkan kematian dengan amal saleh. Sudahkah dia shalat ? Sudah katanya. Lalu apakah shalatnya bener ? Bukankah kita juga mesti banyak mengumpulkan amal saleh itu dari berbagai ibadah. Sedekah ? Tidak banyak. Bagaimana menafkahi keluarga ? Tidak cukup. Berapa banyak waktu yang telah dihabiskan ? Banyak. Jika karyawan itu kerja seadanya, akibatnya apakah bisa membantu amal salehnya ? Pasti tidak. Selain shalat, sedekah, kerja bisa sebagai ibadah (amal saleh) jika dikerjakan ikhlas. Bukankah Allah sudah memberi amanah kerja dan mesti dipertanggungjawabkan  ? Yuk semangat kerja untuk Allah, maka Allahlah yang membalasnya. Berharap kepada manusia pasti kecewa, berharaplah kepada Allah dengan kerja yang ikhlas, kerja yang produktif bagi perusahaan. Allahlah yang mencukupkan kebutuhan kita.

Insya Allah kita diberi kekuatan dengan kesadaran yang hadir kepada Allah. Allah yang Mah Kuasa, yang Maha Pemberi Rezeki dan Maha mengabulkan doa. 


Bersyukur itu dimudahkan kehidupannya

 Apa iya kalau bersyukur itu mudah kehidupannya ? Tetapi kan hidup itu selalu diuji. "iya betul". Kemudahan itu bisa berarti sikap dan perilaku kita dimudahkan menghadapinya. Jadi tetap ada masalah dalam hidup ini, tapi kita selalu dicurahkan rahmat untuk menemukan solusinya.

Kata temen bilang begini,"saya kan sudah bersyukur ?" Tidak untuk mengatakan syukurnya tidak tepat, Tapi cara bersyukur mesti ditambah caranya. Apa itu ? Tidak sekedar berterima kasih secara lisan dan menerima keadaan. Begitu yang sering diucapkan seorang karyawan,"saya sudah bersyukur dengan gaji dan tidak mengeluh kok". Yuk kita perbaiki syukur kita kepada Allah.


Bersyukur menuju keadaan yang lebih baik, lebih tinggi, lebih produktif, lebih berkualitas, dan seterusnya. 
1. Bersyukurlah dengan memaksimal kemanfaatan apa yang Allah telah berikan ... alam, pekerjaan, keluarga, tubuh kita ini (akal, perasaan dan hati).
2. Sujudkan tubuh hanya kepada Allah, memperbaiki kualitas sujud (ibadah) setiap saat. Terutama shalat kita.
3. Dengan ikhlas ingin menunjukkan kerja atau aktivitas kita dilihat Allah dan dirahmati Allah.
4. Memasrahkan diri dengan mengikuti petunjuk Allah agar tidur atau mati kita menjadi bermakna.
Insya Allah kita selalu dijaga iman dan diberi kemampuan meningkatkan diri menjadi orang yang bersyukur.


 

Katanya mau naik gajinya

 Akhir tahun ini dan hampir di penghujung tahun, semua orang yang bekerja mau gajinya naik. Perusahaan juga memang menaikkan gaji sesuai kondisi perusahaan dan kebutuhan hidup standard. Bagaimana sikap karyawan yang "menuntut" gaji naik besar ? Kata bos,"mikir dong mau gaji naik tapi dikasih target naik jadi masalah".

Memang sudah umum bagi semua karyawan bahwa kalau bisa gaji naik ya tidak ditambah kerjaannya. Apa iya ? Kalau semua seperti itu maka pendapatan perusahaan tentu tidak naik. "ya dong karena memang tidak ada kenaikan produktivitas dengan kerja yang tidak ditambahin". Sebagai karyawan harus sadar bahwa tidak ada gaji naik tanpa kerja lebih baik. Maka "katanya mau naik gaji, maka siapkan sikap dan perilaku dengan kerja baru yang lebih baik".


Hindari sikap dan perilaku yang sama dalam kerja dengan sebelumnya. Karena tanpa disadari karyawan tersebut dari hari ke hari pasti ada "paksaan" untuk mengejar produktivitas yang dibutuhkan oleh perusahaan. Karena tidak siap sikap dan perilakunya, maka mulailah karyawan itu "stress". Apa yang terjadi adalah karyawan bilang,"kalau mau tambah kerja hargai dong dengan gaji tinggi". Atau kalau menyikapi kondisi itu dengan biasa-biasa saja, "yang penting kerja". 

Tidak perlu menyalahkan perusahaan dengan tuntutan kerja produktif, karena yang mau menerima gaji tinggi itu kan karyawannya. Maka karyawan mesti kerja yang bener dan produktif untuk menumbuhkan perusahaan. Perusahaan lewat manajemen melihat apa yang karyawan lakukan, kerja yang luar biasa pasti diapresiasi dengan luar biasa. Katanya mau naik gajinya, proaktiflah untuk menjadi kinerja produktif. Ini membuat nyaman karyawan dan perusahaan. Atau tugas HRD lah untuk menfasilitasi karyawan produktif dengan pelatihan dan sebagainya.

Katanya mau naik gajinya tahun 2023, yuk siapin diri untuk berubah menjadi lebih baik. Ubah sikap kita menjadi positif, salah satunya adalah menerima dengan senang saat menerima kerja tambahan (lebih baik), bukan lagi kerja sebagai beban. Dengan merubah sikap ini saja menjadi pembuka untuk menjadi lebih baik. Ubah apa lagi ? Belajar ilmu baru agar pekerjaan menjaddi lebih mudah dan ringan, ubah juga untuk terus berlatih agar menjadi ahli (mahir). Insya Allah langkah berubah ini diizinkan Allah untuk mendapatkan nikmat lebih banyak, salah satunya gaji yang lebih baik (berkah).

Trik konsisten menuju tujuan

 Saya pernah mengalami semangat yang turun, padahal di awal semangat itu begitu besar untuk mencapai tujuan. Saya fokus dan mengerahkan energi yang besar untuk mewujudkan tujuan. Tapi ditengah jalan semangat itu menurun dan tak dorongan lagi untuk menuntaskan aktivitasnya.

Seperti halnya tanaman, waktu bertumbuhnya kita serius dengan menyiram dan memberi pupuk agar tanamannya menjadi besar. Harus ada upaya menyayangi tanaman agar kita dapat memeliharanya. Memelihara tanaman bukan sekedar menyiram tanaman, tapi memberi aktivitas yang lebih dengan memberi pupuk dan merawatnya mesti kita lakukan agar tanaman bertumbuh besar. Kalau tidak dirawat maka tanaman mati. Begitu juga dengan semangat. Semangat selalu besar di awal dan perlu dipelihara agar terus tumbuh menjadi semangat lebih besar sehingga dapat menopang aktivitas agar konsisten.

Langkah apa saja dalam memelihara semangat, perlu terus-menerus melakukan aktivitas. Agar aktivitas itu tidak membosankan, maka perlu ilmu baru agar aktivitas menjadi menarik dan menambah semangat. Sikap menyenangi aktivitas menjadi penting, untuk itu kerjakan hal kecil yang memberi hasil. Hasil inipun sebagai upaya menumbuhkan rasa senang.

Yuk memelihara semangat kerja atau beraktivitas agar semangat itu tidak menurun dan hilang ditelan kesibukan rutin.


Keluhan seorang karyawan

 Seorang karyawan bilang,"kok gaji saya nggak naik-naik beberapa tahun ini ?" Pertanyaan ini seharusnya tidak ditanyakan kepada diri sendiri atau teman, karena pasti nggak ada jawabannya. Pertanyaan ini mesti disampaikan kepada HRD atau pemilik perusahaan, kalau tidak bisa berdampak buruk kepada karyawan itu sendiri. Karyawan jadi rada malas kerjanya karena tidak ada jawaban atas pertanyaan tersebut. Dijawab sendiri jadi ngawur dan banyak prasangka buruk.

Sebenarnya karyawan tersebut sudah tahu berapa gajinya 5 tahun lagi secara normal. Bukankah gaji naik karena inflasi tahunan ? Anggap saja 10%, maka gaji 2023 sudah bisa diprediksi naik 10%. Kalau gaji sekarang Rp 5 juta, maka naik menjadi Rp 5,5 juta. Dan segitu sepanjang tahun 2023. Terus ngapain lagi ? Kerja bener sama nggak bener, gajinya tetep. Karena kewajiban maka kerja kita biasa saja. kecuali orang yang berakal dikit.

Bayangkan jika kita kerja biasa-biasa saja bisa berdampak buruk kepada kinerja dan mulai berkurang kepercayaan atasan atau perusahaan terhadap kita. Akibatnya kenaikan gaji tahun berikutnya di bawah kenaikan yang umum. Rugi kan ? Kita bilang masih untung kok, kerjanya nggak berat ? Itu namanya rugi, sudah tidak dipercaya lagi. 

Pilihan berikutnya adalah kerja luar biasa, tapi lama-lama bikin lemah juga semangat kita. Lalu, apakah ada cara lain ? Ada yaitu bekerja yang cerdas dan ikhlas. Artinya kita kerja kepada Allah dengan ilmu yang bener. Kita sudah dapat gaji Rp 5,5 juta, dengan bekerja ikhlas hanya mengharap kepada Allah, maka Allah bisa memberikan rezeki yang berkecukupan. Bukankah Allah Maha Pemberi Rezeki. Meminta tambahan gaji sama atasan dan perusahaan cenderung tidak bisa alias ditolak, tapi minta kepada Allah Insya Allah diberikan asal kita mau mengikuti jalannya. Kerja ikhlas. Pilihan ini adalah pilihan karyawan yang berakal sehat. Saat karyawan ini bekerja ikhlas dan diikuti yang lain, bisa jadi pendapatan perusahaan meningkat dan bisa berbagi bonus atau lainnya.


Apakah uang membahagiakan ?

 Sebuah pertanyaan yang menarik,"Apakah uang yang Anda cari bisa membahagiakan keluarga ?" Jawaban ya BISA, tapi bisa juga tidak. Tergantung dari sudut mana seseorang memandangnya. Okelah yang bilang "bisa", karena kehidupan mesti dibiayai dengan uang. Uang dicari dengan kerja. Sedangkan kerja adalah alasan kita untuk hidup. Artinya hidup cari kerja, kerja cari uang dan uang untuk kebahagiaan. Hidup untuk bahagia, dan jika tidak tepat kerjanya bikin tidak bahagia. Pilihan kerja atau menyikapi kerja yang kita lakukan adalah menentukan arah menuju kebahagiaan itu, BUKAN sekedar mencari uang

Untuk direnungkan, kalau hidup untuk sebatas cari uang atau tergoda untuk sukses. Maka tak  bedanya seorang singa hidup buat makan dan menjadi raja hutan. Masak sih kita manusia sama dengan hewan ? Yuk berpikir jernih, bahwa kita ingin bahagia. Kebahagiaan itu melewati kerja, uang, kesuksesan. Apakah harus berjenjang melewati semua itu ? Mungkin nggak sih kita bahagia duluan ? jawabannya sederhana, kalau kita mau ya bisa. Ada orang bahagia dalam kerja, maka dia bekerja sangat menyenangkan dan produktif. Ada orang bahagia dengan uangnya, maka dia senang berbagi kepada sesama. Ada juga orang bahagia dalam sukses, maka dia menjadi orang yang diteladani. Terus apa sih yang membuat kita bahagia ?

Kebahagiaan itu adalah bertemu dengan sang Pencipta. Untuk menemuinya kita mesti beribadah (menghamba) dan menjadikan Allah itu Esa. Hanya kepada Allah lah kita menggantungkan hidup kita. Jadi saat kita beribadah kita ketemu Allah, saat kerja dengan ikhlas kita bertemu Allah , saat kita menerima uang kita bertemu Allah dan sama halnya saat kita sukses kita mengakui Allah yang mengizinkannya. Dengan demikian kita ini hidup rindu dan kangen bertemu dengan yang menciptakan kita. 

Jangan sampai kita hanya terpesona dengan apa yang kita kumpulkan, seperti tercukupinya hidup dengan materi dan uang. Menikmati kesenangan dan kebanggaan yang membuat kita menjadi "budak" dunia. Kita terus menjaga materi dan terus mengumpukan materi sebanyak-banyaknya agar terlihat kaya dan diakui oleh orang banyak (pujian).

Mengapa kita tidak mampu "melihat" Allah ? Allah ada dibalik kerja kita, Allah ada dibalik uang kita dapatkan, Allah ada dibalik tercukupi kebutuhan kita, Allah ada dibalik kesuksesan kita, Allah ada dibalik kebahagiaan kita. Di saat bahagia itulah mata dan hati kita sudah bisa "melihat Allah". 


Yuk sekarang "lihatlah" Allah dengan hati yang bersih sehingga jelas Allah itu berkuasa atas diri kita dan Allah itu rahman dan rahiim. maka hidup ini hanya untuk bersyukur kepadaNya lewat ibadah dan amalan kita sepanjang usia. Bersyukur itu memberi kemanfaatan dari apa yang Allah telah berikan kepada kita untuk menjadi nilai tambah (amal yang diterima).

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...