Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Katanya mau mengerjakan ini dan itu

Dalam keseharian kita, banyak hal yang ingin dikerjakan ... kerja ini dan kerja yang itu, semua kerja itu tidak lain untuk membuat kita lebih nyaman. Mau kerja ini agar kita mendapatkan uang lebih, Mau kerja yang itu agar nanti bisa menikmati hasilnya. Tapi memang sebatas mau doang, belum mengerjakannya.

Untuk menyenangkan hati sebagai pembelaan diri, kita bilang,"saya sudah mengerjakannya, tapi hasilnya tidak sesuai keinginan". Karena memang mau memuaskan hati, maka kita pun menjawab seperti hal tadi. Hasil dari kerja ini dan itu mulai nampak jika kita konsisten melakukannya. Kata "sudah mengerjakan" menunjukkan hari ini tidak mengerjakannya lagi. Apa yang sudah kita kerjakan membuahkan hasil hari ini. Lalu karena "sudah mengerjakan" maka besok hari tidak memberikan hasil kepada kita. Jadi jika kita mau mengerjakan ini dan itu, maka hal itu mesti dikerjakan terus-menerus.

Mengapa kita terhenti (sudah mengerjakan) dari mengerjakan ini dan itu ? Pertama hasilnya tidak menggembirakan atau malah mengecewakan yang membuat kita tidak yakin untuk meneruskannya.Hal ini terjadi tanpa disadari karena kita sudah merasa cukup ilmu untuk mengerjakan ini dan itu. Dalam situasi kita "mau" menunjukkan perilaku (ilmu kita) belum sama dengan apa yang ingin kita mau. Untuk itu konsistensi itu mengajak kita untuk terus belajar dan menerapkannya dalam kerja agar hasilnya diperoleh. Dari waktu ke waktu dengan kemauan yang kita miliki kerja kita semakin kaya dan semakin sempurna.

kedua bisa juga karena kita merasakan berat untuk mengerjakannya, berat atau malas ? Ya. Semua ini memang motivasi yang kurang dan ilmu yang tidak cukup. memang semua yang kita mau itu pasti berada di atas kemampuan kita sekarang. Sudahkah kita bersedia menyisihkan waktu untuk meningkatkan kemampuan kita ? Tanpa belajar dan menambah ketrampilan, apa yang mau kita kerjakan ini dan itu ... terlihat berat dan menjadi mimpi.

Ketiga memang kita tidak memiliki gambaran (visualisasi) tentang apa yang kita mau kerjakan. Hal ini membuat kita mengerjakan yang tidak semestinya dan mudah untuk beralih kepada pekerjaan lain.

Katanya mau mengerjakan ini dan itu ... untuk tambahan pendapatan. Awalnya kita bingung mau mengerjakan apa. Seharusnya kita menentukan arah apa yang mau dikerjakan. Misalkan mau bisnis online ... kita memulai. Dalam perjalanan hasilnya tidak menggembirakan dan berhenti. Kita mau berbisnis online ... kita mesti sadar keadaan kita sekarang (ilmu dan ketrampilan), maka kita mesti membangun sikap dan kemampuan menjadi pebisnis online. Kita tergoda untuk membeli paket bisnis online yang instan, tapi semua paket bisnis itu tetap membutuhkan sikap dan kemampuan yang mumpuni.

katanya mau mengerjakan ini dan itu

Insya Allah kita selalu diberi petunjuk menjadi hamba yang pandai bersyukur, yang menyadari keadaan kita sekarang (nikmat). Kita mesti siap dengan sikap dan kemampuan untuk mengolah keadaan kita sekarang menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah. Bayangkan kita ubah "katanya mau mengerjakan ini dan itu" kepada rasa syukur. Insya Allah selalu ada hasil dari rasa syukur itu



Katanya mau hebat

Judul sebagai lanjutan tentang "katanya mau ...". Begitulah saya ambil tema "katanya mau hebat". Kata hebat menjadi sesuatu yang luar biasa, melebihi dari orang dan diakui. Tentu tidak ada orang hebat untuk semua bidang. Misalkan hebat bisnisnya, belum tentu semua bisnis ... kehebatan bisnisnya dibidang jualan ayam misalnya. Bahkan ada orang hebat di bidang pengolahan sampah menjadi produk miniatur. Jadi kata hebat itu mendorong kita untuk belajar dan menguasai (memahami) dengan mahir. Apakah ada keinginan Anda untuk menjadi orang hebat ? pasti ada dong.

Kalau begitu semua orang mau jadi hebat, "iya". lalu munculnya judul tersebut "katanya mau hebat". Apakah Anda memahami bidang Anda dengan benar ? Apakah Anda sudah belajar dan mempraktekkannya banyak hal ?

Katanya mau hebat ...

Kok masih banyak malasnya ?

Kok masih terus mikir tapi tidak sungguh-sungguh jalani yang sudah tahu ?

Kok melemah saat menghadapi masalah ?

Kok belum yakin dengan apa yang dipikirkan ?

Kok belum mulai-mulai ?

dan banyak lagi pertanyaan yang mengusik keinginan kita mau hebat tapi tidak diamalkan apa yang sudah kita bisa.

Masak sih nggak bisa hebat ? Kan tidak ada orang yang hebat tanpa belajar, tanpa amal dan evaluasi, tanpa ada masalah, tanpa proses dan memerlukan waktu yang panjang (sesuai amal kita), dan banyak lagi.

Lalu mari kita singkirkan pikiran negatif dan membangun kalimat positif  dalam pikiran. Keadaan ini tidak mudah tapi bisa.

1. Tentukan mau hebatnya, apa yang menjadi pekerjaan kita saat ini adalah bidang yang sudah kita pahami dan kuasai dengan baik, dan tinggal memperdalam aja

2. Buatlah pertanyaan bagian mana yang bisa kita percepat atau yang bisa kita tingkatkan kualitasnya. Buatlah list apa yang mesti kita lakukan

3. Praktekkan dan evaluasi dengan benar, lakukan perbaikan

4. Pasang target yang lebih tinggi lagi atas apa yang hebat yang ingin kita perbuat

5. Yakinlah bahwa semua atas izin Allah, maka percay dan yakinlah bahwa Allah bisa mengizinkan asal kita banyak berbuat dengan kesungguhan.

6. Seiring apa yang kita kerjakan di atas, Insya Allah ada petunjuk mengiringi masalah dan cara yang lebih mudah.

Katanya mau hebat 

Bayangkan dari hari ke hari kita mengerjakannya ... langkah satu, kemudian dua dan seterusnya. Semua langkah itu semakin hari mengantarkan kita mendekat kepada kehebatan yang kita ingin ciptakan. Teruslah memotivasi diri menuju keadaaan yang semakin baik. 

                                        

Katanya mau belajar

Kata belajar itu sering ditafsirkan berkaitan dengan sekolah formal, belajar di sekolah SD, SMP, SMA sampai Universitas. Lanjutannya belajar di sekolah formal tadi menjadi UKURAN kemampuan seseorang untuk bisa melanjutkan kerja di perusahaan. Jika seseorang tidak lulus atau tidak lengkap pendidikan belajarnya, maka nilainya dianggap dibawah yang belajar sampai tinggi.

Sebagai contoh, seseorang lulusan SMA tidak sama kedudukannya dalam kerja di perusahaan karena belajarnya. Sama halnya dengan seseorang yang lulus S2 lebih tinggi kedudukannya terhadap lulusan S1. Belum lagi melihat dimana mereka sekolah (belajar). 

Ok lah, belajar itu adalah menambah pengetahuan dan ketrampilan, Orang yangi elajar di sekolah lebih dominan memahaminya dengan sedikit praktek sehingga banyak lulusan itu mesti banyak beradaptasi dengan lagi. Bahkan saking saat menerima tugas-tugas dalam kerja yang diberikan dan menjadi sibuk denga kerjanya. Dan lupa belajar lagi

Belajar membuat kita berada di posisi lebih baik. Demikian juga saat kita belajar di tempat kerjaan. Bukankah hasil belajar dalam kerja itu memberi dampak proses kerjanya lebih mudah dan cepat serta mampu mengerjakan banyak hal. Ujung-ujungnya duit alias pendapatan meningkat. Belajar berarti menaikkan nilai duit. Penjelasan ini bisa menjadi motivasi dan keinginan semua orang, Tapi faktanya banyak orang mengeluh pendapatannya kurang. Pendapatan kurang berarti kemampuannya kurang, kemampuan kurang karena tidak belajar lagi. Anda mau bantah, "saya belajar kok". Bener sih kita belajar tapi outputnya (hasilnya) tidak ada, alias hanya tahu dan paham saja. Buktinya ? Kita semua masih mengerjakan kerjaan dengan cara yang sama setiap hari dan setiap bulan ... belajar kita tidak kontinu seperti halnya kita belajar dari kelas 1 naik kelas 2 dan seterusnya.

Dalam kerja bisa jadi kita telah belajar, tapi belajar hanya sekali dan setelah tidak lagi. Padahal kerja kita semakin hari semakin tinggi dan banyak. Apakah cukup hanya belajar hari ini saja ? Tidak cukup, setiap hari mesti belajar. Buktinya kita tidak belajar kontinu adalah kita mengalami stress, tidak terkendali emosi dan suka mengeluh. Ditambah lagi kita tidak suka belajar. Semua dikerjakan sebagai rutinitas saja, lalu bosen.

katanya mau belajar

Apa yang mesti kita lakukan dan dari mana memulainya ? Mulailah dengan niat belajar untuk Allah, maksudnya belajar itu karena banyak melakukan amal saleh dengan kerja yang kita lakukan. Yakinlah bahwa Allah memudahkan kita belajar. Setelah itu melihat satu kerjaan yang kita jalani, apakah ada masalah ? pasti ada mau bilang tidak ada masalah. Bukan itu maksud saya, jawablah pertanyaan berikut, Apakah ada cara yang lebih mudah dan cepat serta memiliki nilai yang tinggi dalam mengerjakan kerjaan tadi ? Pertanyaan ini dapat mengantarkan kita kepada aktivitas belajar. Jawaban kita,"saya mesti belajar lagi". Dari sinilah kita didorong untuk membuka buku lagi, bertanya kepada orang, melihat referensi apa saja dan bahkan kita dituntut mencarinya. Dan jangan lupa belajar itu bukan sekedar pengetahuan teknis saja, tapi bisa jadi belajar non teknis yaitu mengendalikan diri terutama emosional kita (perasaan kita). Dalam banyak kondisi, kita pintar tapi tidak mau mengamalkannya karena gengsi, emosi negatif dan sejenisnya.

Katanya mau belajar, nanti hasilnya kebaikan buat kita. Semoga jalan menuju kehidupan lebih baik di dunia dan di akhirat kita dapatkan bersama Allah dengan niat yang ikhlas.

KATANYA MAU DUIT

Seorang staf saya selalu mengeluh,"pak, kok gaji saya nggak naik-naik". Mendengar keluhan itu saya hanya mendengar panjangnya keluhan itu. Katanya,"kebutuhan saya tidak tercukupi dan kurang. Nggak cukup pak". Saya belajar dari staf saya ini untuk menjadi semakin baik, ada beberapa kata yang saya jadikan kata kuncinya.

1. Gaji nggak naik-naik

2. Kebutuhan tidak cukup

Saya mulai berbicara kepada staf saya," gaji kamu tidak naik. kalau mau naik salah satunya kerjaan meningkat atau capai target atau tambah kerjaan. bagaimana ?" dan staf saya bilang,"nggak begitu pak. sekarang aja udah banyak dan stress". Lalu menuliskan berikut ini

Gaji naik = kerjaan tambah = capai target (atau melebihi), pertanyaannya adalah apakah kamu melakukan semua itu ? Bukankah pekerjaan kamu setiap bulan sama, apa mungkin naik gaji ? Lalu staf saya bilang,"iya sih".

"mau tambah pendapatannya ?" tanya saya dan langsung saja staf saya jawab,"mau dong". Saya langsung bertanya, "apakah kamu beriman kepada Allah ?" Dia langsung jawab,"iya". "oke kalau begitu" kata saya.

Saya menjelaskan 

     Uang atau gaji itu adalah hasil dari kerja

     Jika ingin menambah uang berarti menambah kerja baik jumlah atau kualitasnya

     Jika kerja yang sama setiap bulan berarti uang pun sama

Tapi saya lanjutkan dengan Uang bisa bertambah dengan sedekah (mengeluarkan) untuk orang lain dengan ikhlas. Tapi staf saya bilang,"bagaimana mau sedekah, uang aja kurang". Disinilah saya dan staf saya diuji, apakah saya dan staf saya beriman ? Percaya dan yakin dengan petunjuk Allah. Allah membalas hingga 700 kali. Jadi intinya didalam kesulitan itu ada jalan keluar, sedekah dengan uang yang kurang BISA menambah uang lebih banyak.

Yang terpikirkan oleh saya dan banyak orang termasuk staf saya adalah uang cukup dengan menekan atau mengurangi kebutuhan. Tapi kita tidak mudah melakukannya, alias agak "menderita". lalu kita berpikir juga bahwa uang bisa cukup (bertambah) dengan menabung. Apakah berani kita menabung. Kedua hal ini dibutuhkan keberanian mengambil keputusan dan sama-sama mengalami keadaan yang tidak nyaman. Bagaimana dengan sedekah ? Sama halnya soal keberanian (percaya dan yakin). Tetapi sedekah pasti balasannya tapi mengurangi kebutuhan dan menabung menjadi kurang pasti.

Dari hikmah tulisan di atas, Petunjuk Allah itu adalah solusi bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Persoalannya adalah apakah kita percaya dan yakin ? Kita tidak pernah sedekah kalau tidak pernah memulai sekalipun pemahaman kita sangat baik. Untuk bersedekah pertama kali butuh keberanian, dan keberanian itu bisa dimulai dari yang kecil. Bersedekah dari yang ringan dan mudah ... pastikan dilakukan setiap hari.

Insya Allah tulisan motivasi ini bisa memberi kebaikan buat kita semua

Apa sih makna belajar ?

Setiap orang sudah berasa banyak belajar, terutama dari pendidikan formal. Terkadang hal itu membuatkan  mereka untuk balajr lagi. Tapi dalam kesehariannya banyak orang sudah belajar "tanpa disadarinya". kalau ditanya,"mas kamu belajar nggak sih ?" Semua orang menjawab,"secara formal sih nggak tapi saya belajar terus kok ". Lalu apa hasilnya ? Belum aja nanti juga saya mendapatkan hasil yang luar biasa.

beberapa orang mengatakan bahwa belajar ya belajar ... ya membaca buku, ikut seminar/training dan sebagainya. lalu,"saya jadi paham". Apakah cukup segitu disebut belajar ? masih ingat waktu kecil,"apa sih yang dimaksud belajar sepeda ?" Sedikit tahu tentang sepedanya dan langsung naik sepeda (praktekin). jadi sebenarnya belajar tidak sekedar paham tentang sesuatu, tapi mesti melakukannya sehingga mendapatkan hasil.

Belajar ya mesti menghasilkan atau merubah perilaku sehingga hasilnya membuat kita senang. Belajar kerja yang lebih baik, artinya kita mesti memahami kerja kita sekarang dan mengapa tidak memberikan perubahan ? Disini kita mengevaluasi dan memperbaiki yang salah atau mencari cara lain untuk menghasilkan yang lebih baik. 

Belajar

Antara perilaku yang berubah dengan hikmah belajar menjadi hubungan yang erat. Semakin paham belajarnya semakin mendorong untuk merubah dalam cara kerja (perilaku). Akibatnya hasilnya pun proporsional dengan kualitas pemahaman.

Yuk terus belajar, terus memahami dengan lebih baik, terus mmperkaya ilmu, terus memperkaya prakteknya dan berterima kasihlah atas hasil yang diperoleh.

Curhat kepada Allah

 Dalam keseharian, anak perempuan jika ada masalah mengadu (curhat) maknya, masih bagus sih. Ada juga curhat sama temen cewek atau bahkan curhat ke temen cowok yang dipercaya. Curhat awalnya hanya sekedar ngobrol, lama-lama jika sudah asyik dan merasa nyaman ... keluar deh isi hati yang terdalam.

Sebenarnya curhatan itu sumbernya adalah masalah, sesuatu yang membuat dir tidak nyaman. Bisa karena orang lain tidak sesuai dengan keinginan kita, tidak mampu melakukan sesuatu sesuai keinginan, dan banyak lagi. Tidak selalu curhatan kita dapat direspon baik oleh orang yang mendengarkan, padahal harapan kita ada solusinya

Dilain waktu kita berdoa kepada Allah, ada yang berdoanya dengan panjang lebar tapi ada juga yang isi doanya standard-standard aja. In mau dibilang curhat juga iya, tapi memang tidak detail. Yang menjadi pertanyaan saat kita curhat, ada dalam pikiran kita tentang kepada siapa yang kita percaya untuk mendengarkan curhatan kita. Harapannya tidak terbongkar aib kita. Siapa dia ? Orang tua, temen (pacar), sahabat sejati ... atau Allah.

Dari orang tua, temen, sahabat sejati dan Allah ... mana yang kita percaya ? Ya pastinya Allah. Tapi dalam hidup tidak kita terapkan. Allah itu tempat kita bergantung apapun dalam hidup ini, Allah Asshamad. Allah yang mengabulkan doa kita (yang mengabulkan curahatan kita), Allah yang Maha Mendengar apa yang kita sampaikan ... masihkah kita curhat kepada manusia ? 


Yang perlu kita luruskan adalah setiap kita curhat, seringnya kita menunggu hasilnya. Padahal hasilnya ditentukan dari apa yang kita kerjakan. Semestinya setelah kita curhat, ikuti dengan belajar untuk mendapatkan ilmu/petunjuk agar curhatan kita ada solusi. Yang utama adalah belajar dari Al Qur'an, dan bisa juga bertanya ilmu kepada yang memahaminya (ulama, orang pintar dan pengalaman).  Kuncinya jika kita curhat, maka hal itu menandakan bahwa kita masih belum cukup ilmu untuk menghadapinya. Oleh sebab itu setelah curhat kita harus merubah perilaku agar hasil pun berbeda. 

Agar kita mampu meminimalkan curhat, belajarlah setiap hari, membacalah setiap, memahamilah setiap hari dan mengamalkan setiap hari Al Qur'an dan berada dalam majlis ilmu. Hindari belajar setelah adanya curhat. Insya Allah tulisan ini menjadi motivasi diri yang islami agar kita dapat menjalani hidup dengan lancar dan mudah. Inilah pemberdayaan diri menjadi semakin baik setiap hari. Kesibukkan kita mencari ilmu sudah mengantarkan kita kepada jalan menuju Syurga. Aamiin

Sehat dan Semangat

Suasana siang itu begitu panas di jalan tol, mobil yang saya kendarai berjalan kencang. Melihat jalan di depan kosong dan hawa panasnya terasa di kaca mobil. Tiba-tiba ada klakson mobil container yang bunyinya membangunkan saya. Ternyata saya sedang mengantuk.

Begitulah kejadian yang beberapa kali saya alami, kecelakaan terjadi karena banyak supir mengantuk. Ciri-ciri jika saya mengantuk dalam berkendara adalah kecepatan mobil pelan dan berada di kiri jalan. Keadaan fisik saya melemah (kurang sehat), maka semangat dalam perjalananpun tidak bergairah. 

Dalam kondisi yang lain, saat saya malas, maka saya pun tidak bersemangat untuk beraktivitas. kalaupun beraktivitas, aktivitasnya tidak menyenangkan. Malas menunjukkan fisik saya juga kurang oke atau memang saya sendiri yang menciptakan suasana malas itu dengan keadaan fisik yang "malas" (seperti tiduran, ngobrol atau santai).

Bagaimana dengan tubuh yang tidak sehat, apakah bersemangat ? Ada yang memang tidak beraktivitas, tapi saya bisa bersemangat karena ada aktivitas yang mesti saya selesaikan. Tapi semangat itu tidak seperti saya sehat. Sehat yang seperti apa sih yang membuat saya bersemangat ?

Sehat itu definisi tidak sakit, tapi ternyata orang sehat belum tentu bersemangat. Tubuh yang sehat menjadi wadah untuk bersemangat, saat ada semangat dan saya sehat maka semangat saya menjadi semakin baik. Bahkan ada orang yang bersemangat dalam kondisi kurang sehat. Jadi penting untuk bersemangat ... karena semangat itu menyehatkan. Beberapa orang yang divonis sakit bisa sembuh karena ada semangat.

Sekarang bayangkan jika sehat itu dimaknai sehat pikiran yang membawa pikiran yang positif atau berprasangka baik, maka tubuh dapat merasakan sehatnya. Sama halnya emosional saya dalam keadaan senang, maka tubuh merasakan sehat. Penting nggak sih tubuh yang sehat itu ? Penting, tapi alangkah baik sehat itu berasal dari pikiran dan emosional. Dan menjadi sehat lagi saat saya bersemangat.



Saya memperhatikan sehari-hari, ada kalanya tubuh sehat tapi tidak semangat (semangat yang tidak memberikan kebaikan bagi diri saya). di waktu semangat itu hadir, tubuh lagi malas atau kurang sehat. Muali saat ini mesti saya bangun adalah semangatnya, semangat karena percaya dan yakin kepada Allah. 

Semangat yang melemah

Keseringan saya "malas" alias semangat melemah, padahal sebelum betul-betul semangat. Apa sih yang terjadi ? Memng kebiasaan saya cenderung malas, maunya hasil cepat dan sedikit perbuatan .. dan milih-milih lagi yang mudah dan cepat. Misalkan saya ingin menulis motivasi, apa iya saya sendiri kurang termotivasi ? Menulis sih, tapi apa ya ? apa yang ingin ditulis tidak muncul ...lama di komputer mengundang saya untuk melihat yang lain browsing. Akhirnya tulisan yang hanya beberapa kalimat pun terhenti.

Ada lagi, karena hobi saya memasak. Pengen banget masak yang sehat. Motivasi yang bagus saya bersemangat ke pasar membeli bahan-bahannya. Seampai di rumah terasa capek ... mau cuci-cuci bahannya diundur dan beberapa lama kemudian belum juga di cuci. Masak pun jadi malas.

Soal ibadah juga sering begitu, sudah waktunya shalat Zuhur. Sudah tahu mesti segera shalat tapi karena sambil kerja yang lain shalatpun ditunda. Atau terkadang kondisi fisik yang kurang oke ... shalat pun ditunda. Ada kala saya segera shalat tapi shalatnya "pengen buru-buru selesai" dan ada shalat itu rada oke tapi waktunya sudah lewat waktu. Seperti tidak ada semangat untuk shalat.

Apa yang saya perbuat ? Saya merasakan semangat awal yang besar TIDAK diikuti dengan ilmu yang benar. Maksudnya ilmu adalah tidak ada prasangka yang baik terhadap semangat itu. Adakah ilmu tentang apa yang saya semangati ? Jika ada maka semangat saya diperkuat dengan ilmu berupa prasangka baiknya. Misalkan semangat menulis itu ada, maka ikuti semangat itu dengan prasangka baik tentang kebaikan dari menulis itu seperti berbagi ajakan kebaikan, amal saleh yang bisa jadi dibutuhkan orang yang belum mengetahuinya. baiknya menulis sebagai cara belajar/memahami ilmu Allah, dan banyak lagi. Semua itu tidak datang begitu saja sebagai prasangka baik kepada Allah, maka saya mesti belajar tiap hari setiap saat. Tanpa belajar petunjuk Allah, maka prasangka saya tidak tumbuh dengan baik untuk mendukung semangat saya. Bayangkan saat saya bersemangat menulis diikuti dengan prasangka baik kepada Allah maka semangat itu semakin bertumbuh sebagai upaya saya untuk beramal saleh. Prasangka baik itu ada dalam imajinasi saya. Imajinasi yang semakin kuat membuat emosional saya merasa senang (terlihat jelas) apa yang ingin saya tulis MESTI segera menulis (kalau tidak, banyak godaan yang menghalangi menulis itu terjadi). 

Contoh dalam semangat memasak agar terjadi dan tidak ditunda-tunda. Maka saya mesti memiliki prasangka baik dari petunjuk/ilmu yang benar. Petunjuk/ilmu berprasangka baik itu tidak terjadi jika saya tidak belajar. Belajar hikmah masak, bukankah masak itu bukan perkara wanita yang memasak. Tidak ada yang melarang laki-laki memasak dan jika saya lakukan dengan ikhlas maka memasak saya menjadi bagian yang menyenangkan. Saat masak saya mengolah makanan sambil berzikir, maka masakan terasa dimasak dengan hati ... rasanya nikmat. Prasangka baik berupa imajinasi memasak itu menjadi sangat menguatkan semangat. Bersegeralah memasak untuk mewujudkan prasangka baik itu (imajinasi kebaikan). Prasangka baik itupun bisa berupa hasil masak sebagai amal saleh yang sya persembahkan kepada keluarga.

Semangat dan Prasangka  baik

Begitu saya menyemangati diri saya untuk menguatkan semangat karena saya percaya dan yakin kepada Allah. Saya beriman dan saya beramal saleh. Iman yang ada di hati ini sebagai hidayah dari Allah mesti diikuti dengan ilmu dari Al Qur'an. Belajar ilmu dan petunjuk Allah dari Al Qur'an wajib juga saya pahami dan amalkan untuk menyakinkan (menguatkan) semangat yang tumbuh untuk beriman yang sebenarnya. Proses belajar itu membentuk prasangka baik yang terjadi dalam imajinasi yang baik. Insya Allah iman yang dihati ini bisa semakin kaya dengan semangat karena Allah dan menjadi nyata dalam amal saleh. Belajar itu wajib setiap hari agar saya mampu meneruskan semangat yang Allah hadirkan di hati ini. 

Hikmah

Saya kutip makna hikmah dari Pengertian dan Macam Makna Hikmah Menurut Islam (dutadakwah.co.id)Hikmah menurut bahasa Arab asal kata hikmah mempunyai beberapa arti (lafazh musytarak). Dalam Lisan al-Arab, Ibnu Manzhur menyebut hikmah itu al-qadha, artinya memutuskan. Sedang di al-Mu’jam al-Wasith, hikmah berasal dari kata hakama, bermakna melarang atau menghalangi (mana’a). Hukum itu dikatakan tegak jika menghalangi seseorang berbuat kezhaliman.

Selanjutnya, hikmah juga bermaksud adil dalam memutuskan sesuatu. Hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya (Mu’jam Taj al-Arus).

Dalam Mafhum al-Hikmah fi al-Da’wah, Dr. Shaleh ibn Abdullah ibnu Humaid menjelaskan, kata al-hikmah berasal dari kata al-hakamah. Yaitu tali kekang binatang yang dengannya orang bisa mengendalikan hewannya sesuai dengan keinginannya. Diharapkan dengan hikmah, orang itu bisa terkendali dari akhlak-akhlak yang tidak terpuji.

Hikmah


Bagi saya sendiri memaknai hikmah adalah mengambil kebaikan dari sesuatu yang saya alami atau saya hadapi dan mendorong diri saya untuk mengamalkannya. Seringkali hikmah itu terjadi saat saya mengalami hal tidak baik yang membuat saya sadar ternyata saya seharusnya mengambil sisi baiknya. Sisi baik itu bisa saja terjadi pada diri saya, bukannya saya tahu pengetahuannya tapi diberikan petunjuk oleh Allah. Bisa juga saya jarang mendapatkan hikmah karena memang saya tidak pernah tahu ilmunya. 

Dari hal tersebut, agar saya mendapatkan hikmah dari apa yang saya lakukan ... 

1. Saya mesti rutin menjalani ibadah hati sehingga hati ini terasah untuk memahami banyak hal atau Allah memberikannya lewat perbuatan yang tidak baik.

2. Saya mesti merutinkan ilmu dan petunjuk dari Allah di dalam Al Qur'an. Dengan membaca dan memahami Al Qur'an , maka referensi kebaikan saya peroleh sehingga mampu memlihat hikmah tentang hal yang terkait aktivitas saya.

3. Saya mesti mengamalkan segera hikmah yang saya diperoleh agar saya benar-benar mendapatkan hikmahnya. Semakin sering mengamalkan hikmah, Insya Allah saya pun semakin mudah memahami banyak hal dalam sisi baiknya.

4. Tidak lupa saya pun berdoa agar diberikan hikmah dan ilmu serta kemampuan mengamalkan sisi baik setiap hari.

Mudah-mudahan saya pun semakin memahami sisi baik dari apa yang saya lakukan. Terusalah bersemangat menemukan hikmah kehidupan tanpa perlu khawatir/takut tidak benar. Jadikan setiap hari menjadi semakin baik. Aamiin

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...