Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Besok ... apakah ada ?

 Dalam keseharian saya, penggunaan kalimat dalam berbahasa menjadi rutin diucapkan tanpa saya sadari berdampak kurang positif. Misalkan kata "besok", seperti "Besok saya kerja agak tidak tepat waktu" atau saya janji dengan temen,"Besok saya ke rumah kamu" atau ada lagi komitmen saya dalam kerja,"Besok saya tuntaskan pekerjaan hari ini". Apakah ada yang tidak benar dari kalimat saya buat dengan kata "besok" ? Sekilas kalimat itu bener.

Saya membahas kata "besok", apa yang terjadi ?

- Hari ini, misalkan Senin ... kata "besok" itu hari setelah hari ini (setelah hari Senin yaitu hari Selasa). Dalam pergaulan kata "besok" itu sering ditafsirkan bisa hari Selasa atau memang besok-besok dimana waktu tidak detail).

Dalam pikiran atau memori saya tersimpan kata "besok" saja.

- Pada hari berikutnya, hari Selasa ... pikiran yang tersimpan adalah kata "besok". Maka yang terjadi adalah pikiran memerintahkan saya untuk mengerjakan besok hari lagi yaitu hari Rabu. Tapi karena selalu tersimpan kata "besok", maka perintah pikiran saya tidak pernah bisa dilakukan, kecuali ada keterdesakan atas pekerjaan itu.

Bayangkan saat saya mengganti kata "besok" dengan kata hari yang saya maksud, misalkan kalau besok itu Selasa, maka saya berkata

"Hari Selasa saya ke rumah kamu", maka pikiran menyimpan dan pada waktunya memerintahkan apa yang saya harus kerjakan. Kalimat itu semakin detail semakin baik, misalkan "Hari Selasa, tgl 20 Agustus 2023 saya ke rumah kamu" dan semakin detail saat saya menambahkan pula waktunya, "Hari Selasa, tgl 20 Agustus 2023, Pukul 10:00 saya ke rumah kamu. Apa yang terjadi pikiran menyimpan jadwal yang detail yang pada saatnya saya diperintahkan memori untuk mengerjakannya.

Begitulah proses kerja pikiran berfungsi, otak (pikiran) memerintahkan apa yang ada di dalamnya dan tubuh melaksanakan perintah pikiran. Apa yang terjadi kalau tubuh tidak bisa menterjemahkan perintah ? Tidak ada tindakan apapun, dan selanjutnya saya melaksanakan yang telah rutin dilakukan tubuh pada waktu itu.



Saya menerapkan penggunaan kalimat positif di atas dalam buku saya "Semangat kerja yang konsisten" menggunakan kalimat positif, memang tidak 100% dapat saya lakukan. Ada beberapa kata yang belum dapat saya temukan padanan positifnya. Seperti untuk mengganti kata "masalah" atau "persoalan". Misalkan kata "masalah" saya ganti dengan "lancar", saya paham detailnya tapi belum tentu dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca. "Tidak ada masalah" diganti dengan "Berjalan lancar", bisa jadi oke saja. Tapi saya ingin menekankan proses dalam kalimat "tidak ada masalah" adalah sebenarnya masalah dapat diselesaikan. Tetapi dalam kalimat "berjalan lancar" terasa tidak ada ungkapan tentang adanya masalah yang diselesaikan. Mengapa sih kalimat positif itu penting ? Kalimat yang ditulis dan dibaca secara langsung tersimpan dalam memori saya tanpa filter (tidak bisa ditolak). Dalam contoh di atas, yang tersimpan adalah kata "masalah" dan "lancar". Apa yang terjadi kalau kata "masalah" yang mendominasi dalam pikiran alam bawah sadar saya ? Saya cenderung berpikir tentang "masalah" dan setiap ada sesuatu menjadi beban karena kata "masalah" itu saya persepsi saya tidak sukai. Sebaliknya kata "lancar" menjadi baik buat saya. Segala sesuatu membuat saya berkata "lancar". Penerapan kalimat positif dalam buku, membuat pembaca tanpa disadari sudah memprogram pikiran bawah sadarnya. Dan ini menjadi dorongan untuk diamalkan. 

Insya Allah penjelasan dari tulisan membantu untuk memahami makna dari kalimat yang saya tulis dalam buku "semangat kerja yang konsisten". Miliki buku "Semangat kerja yang konsisten" di shopee, tokopedia, digital gramedia, goole book, atau bisa menghubungi WA 087823659247


Program pikiran dengan buku Semangat kerja yang konsisten

 Buku "Semangat kerja yang konsisten" mengupas banyak hal lain dari semangat kerja. Umumnya semangat membahas yang terpacu oleh eksternal dan internal yang kekuatannya relatif sehingga tidak bertahan lama. Semangat yang diciptakan karena satu hal, misalkan bersemangat karena uang. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah iya uang bisa menyemangati saya. Bukankah saya sendiri yang menyemangati saya sendiri, dimana uang ? Benda mati dan nilainya relatif yang tergantung persepsi saya saat ini. Saat ini saya butuh uang, maka saya mempersepsi uang itu sangat penting dan nilainya tinggi. Seolah dengan uang itu urusan saya selesai.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana saya bisa berkomunikasi dengan uang tentang persoalan yang saya hadapi ? Uang itu materi yang tidak bicara, tidak mikir dan sebagainya, kok bisa saya jadikan pendorong semangat saya ? 

Dan berikutnya adalah saat saya tidak mendapatkan uang sesuai harapan. Apakah uang juga dapat menambah semangat saya ? Seringnya saya kecewa dan bisa juga menurunkan semangat saya. Semua tentang uang adalah bukanlah penyemangat, karena uang itu hasil yang saya harapkan dan tidak bisa memberi apa-apa kepada semangat saya. Pemantik bisa saja dan tidak memberi energi apa-apa. Semangat itu tergantung diri saya sendiri.

Buku Semangat kerja yang konsisten BUKAN saja untuk karyawan atau pelaku usaha. Tetapi Semangat kerja ditujukan kepada siapa saya yang segera beraktivitas. Bisa pelajar/mahasiswa, guru, dokter, atau ibu rumah tangga. Maka semangat kerja berganti semangat beraktivitas yang konsisten. Ingin merubah perilaku menjadi baik ? Perlu semangat beraktivitas yang konsisten agar perilaku baik itu menjadi kebiasaan dan karakter.

Penyajian buku semangat kerja yang konsisten berbeda dalam bahasanya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa positif, dan sangat minimal menggunakan kata tidak positif. Misalkan sakit menggantikan tidak sehat. Dampak dari penggunaan bahasa positif ini ikut memberi kontribusi kepada pikiran (alam bawah sadar) positif sehingga dapat mendorong saya untuk melakukannya.

Untuk lebih jelas uraian di atas ada di dalam buku "Semangat Kerja yang konsisten" berikut ini

Praktekkan kalimat positif dan rasakan hal berikut ini :
Saya yang biasa mengucapkan "akan", saya ganti "Insya Allah". Awalnya saya hilangkan kata "akan" sudah membuat kalimat menjadi lebih optimis, sebagai muslim saya menggunakan kata "Insya Allah" membuat saya semakin meningkat imannya dan optimisme dengan selalu bergantung kepada Allah.
- Saya akan berangkat ke Bandung besok pagi (hari selasa)
saya bisa juga menghilangkan sama sekali kata akan menjadi kalimat berikut :
- Saya berangkat ke Bandung hari Selasa.
kalimatnya saya ganti dengan kalimat berikut 
- Insya Allah saya berangkat ke Bandung hari Selasa

Lakukan kalimat positif ini sesering mungkin dan koreksilah saat berucap kata "akan". 

Inilah yang membedakan buku "Semangat kerja yang konsisten" yang membawa pembaca melakukan pemrograman alam bawah sadar tanpa disadari.

Insya Allah buku "Semangat Kerja yang konsisten" memberi inspirasi dan dorongan menjadi semakin baik dalam beraktivitas/kerja.




Emang ada buku untuk semangat ?

 Buku tentang semangat kerja banyak beredar di marker place dan beberapa toko. Sebagian membahas bagaimana cara menemukan semangat dari memperkuat dari tujuan.

Buku berikut ini mengulas yang sedikit berbeda dari yang ada, membahas semangat yang tidak perlu dicari, tapi semangat yang dapat bangkit dengan cara meningkatkan keyakinan kepada yang memiliki semangat itu.

Tidak hanya itu aja, buku ini memaparkan pilihan untuk bersemangat. Ada satu semangat kerja yang bisa konsisten dibahas dalam buku ini. Buku "semangat kerja yang konsisten" diawali dengan ebook dan sekarang sudah terbit dan berISBN sehingga memudahkan untuk membacanya. Dipasarkan lewat digital gramedia, google book, tokopedia, shopee dan lainnya

http://wa.me/c/6287823659247






Investasi yang murah hanya Rp 76.000


Tidak mudahnya berpikir positif

Saya sudah membaca tentang berpikir positif dari berbagai buku, dan ada pula nasehat dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan adalah "bagaimana caranya ?" Kok saya merasa belum mampu berpikir positif untuk terus-menerus. Kalau hanya sekali dan dua kali, saya merasa bisa. Bahkan dalam proses berpikir positif itu selalu ada respond dari luar yang tidak menghambatnya yang tertuju kepada emosional saya. Ada kalanya saya bilang begini,"harusnya dia yang berpikir positif dulu".

Sampai kapan hal seperti di atas terjadi terus ? Artinya saya tidak bisa berpikir positif dan efeknya saya tidak semakin baik hari ini. Lalu ? Bagaimana kalau saya berpikir tidak positif ? Mestinya boleh saja. Tapi akibatnya itu yang bikin saya tidak tahan dan membuat saya semakin tidak nyaman. Respon orang lain menjadi semakin membuat hubungan semakin jauh. Misalkan hal kecil di rumah saja, rumah yang tidak bersih. Pastilah ada yang tidak senang, lalu dengan perkataan yang ringan hanya,"tolong dibantu bersihin ya". Apa yang ada dibenak saya ? lalu muncul pertanyaan bukan mengerjakannya, Kok saya ? dan dilanjutkan "dilanjutkan aja sekalian". Antara ya dan tidak. Mau, tapi malas atau nggak mau tapi tidak bersih dan tidak nyaman. Dalam wawasan ilmu agama, saya paham kebersihan itu bagian dari iman. Apakah hanya sebatas ilmu saja ? harusnya saya mengamalkan ilmu itu dengan beramal yaitu membersihkan dan sekaligus merapikannya. Apa yang terjadi ? Belum tentu terjadi apa-apa. Begitulah perjalanan tidak mudah berpikir positif yang dilanjutkan dengan amal positif/baik (amal saleh).

Perhatikan selanjutnya, kalau saya tidak kerjakan maka reaksi lanjutan semakin tidak positif dengan sikap yang lebih tidak baik. Ada konflik dan terjadi hubungan yang kurang harmonis dengan persepsi tidak baik terhadap saya. Lalu ? lihatlah apa sih yang saya inginkan sebenarnya ?

Saya pasti ingin bersih, saya ingin banget mendapatkan kebaikan dari perbuatan saya, saya ingin pula menjadi teladan bagi semua. Semua keinginan itu hanya bisa terwujud jika saya yang melakukannya sendiri. Kok gitu ya ? Emangnya bersihin itu menghabiskan waktu tidak sedikit ? Pastinya waktu membersihkan itu tidak banyak dan sama waktunya saat saya mengerjakannya dengan terpaksa, tapi hasilnya berbeda. Saya yang membersihkan, Allah melihatnya langsung, dan saya pula yang mendapatkan kebaikannya. Jadi saya mesti bersemangat diberi kesempatan Allah oleh orang di rumah untuk beramal saleh. Amal saleh lebih mudah ditindaklanjuti setelah saya memiliki ilmu dan bisa berpikir positif. 

Sudah berilmu positif, sudah bisa berpikir positif dan kesempurnaan itu hanya untuk Actionnya (amal salehnya aja). Waktu tidak pernah kembali, jadi saya mesti senang untuk mengambil kesempatan dari Allah itu dalam hal apa saja. Bukankah Allah memberi kesempatan sesuai kemampuan saya dan Insya Allah saya bisa. Untuk meluruskan jalan berpikir positif itu mesti tenang agar reaksi positif saya tidak dikuasai oleh perasaan atau emosional saya, yang cenderung mengalihkan semua hal positif menjadi tidak positif.

Saya menghindari dari reaksi cepat atas segala hal, karena disinilah akal sehat saya  belum berfungsi. Saya tenangkan diri dan selanjutnya segera mengambil kesempatan untuk meneruskan sikap dan berpikir positif. Dalam contoh ini, Bismillah dengan amalan membersihkan dan merapikan. Insya Allah kebaikan itu hadir berupa semangat, energi dan respond positif dari orang lain.

Saya berhati-hati dengan apa yang saya sudah bisa saya lakukan. mengapa begitu ? Saya khawatir,"tersanjung" sehingga nilai kebaikannya tidak saya dapatkan lagi. Saya terus memelihara pikiran positif itu dengan beramal positif lagi sehingga saya tidak hanya berpikir positif saja, tapi berpikir positif yang diikuti tindakan positif.

Bayangkan satu hal saja dapat memberi banyak kebaikan, bagaimana dengan dua, tiga dan empat dan seterusnya. Tak terbayangkan oleh saya, saat saya berpikir positif terus ... Insya Allah menjadi berkah.



Buku Semangat kerja yang konsisten

 Miliki buku "Semangat kerja yang konsisten" agar Anda dapat menikmati kerja yang berujung kepada akhir dari keinginan Anda.



Manajemen syukur 4

 Saya melanjutkan penjelasan manajemen syukur 4, yaitu melanjutkan apa yang sudah kita kerjakan secara optimal dengan ikhlas, dengan menjadikan aktivitas itu berjalan konsisten. Tidak sekedar satu kali saja, atau dua kali atau hanya seminggu atau satu bulan. Tapi dikerjakan terus-menerus.

Manajemen syukur 4 ini mengandung beberapa hal :

1. Aktivitas kita hari ini tidak cukup untuk kebaikan hidup kita hari berikutnya. Dengan dasar itulah kita terus beraktivitas yang lebih baik, baik kualitatif maupun kuantitatif. Terus ada pertanyaan, kapan kita menikmati hasil aktivitas kita (hasil) ? Ada yang bilang beraktivitas lalu menikmati dan dilanjutkan lagi dengan aktivitas dan menikmati lagi. Kata menikmati bukan berarti kita tidak beraktivitas, cenderung santai dan relax menikmati hasil. Tapi boleh dong kata menikmati itu adalah menikmati aktivitas yang sedang kita lakukan. Aktivitas kita hari ini dapat berdampak kepada aktivitas kita hari berikutnya berupa kemudahan dan kelancaran atau kebaikan dalam aktivitas tersebut.  Bahkan ada yang merasakan bahwa kebahagiaan itu saat kita bisa melakukan aktivitas yang sedang kita kerjakan.

Yang terpenting dalam point manajemen syukur ini adalah terus-menerus beraktivitas. Karena Allah melihat aktivitas kita, sekecil apapun, dan Allah membalasnya dengan pahala kebaikan. Jika kita terus-menerus shalat, puasa, sedekah, membantu orang lain, berbuat baik, berkata yang baik, maka kita adalah apa yang kita lakukan tersebut. 

2. Kontinuitas atau terus-menerus beraktivitas secara kualitatif atau kuantitatif dapat "menurunkan" semangat beraktivitasnya atau bosen. Mestinya kita selalu referensikan aktivitas kita dengan niat kepada Allah, maka aktivitas itu semakin membuat kita senang dan ingin mengerjakannya lagi. Ini adalah yang utama mesti kita lakukan, yang kedua kita mesti selalu mengevaluasi secara ilmu. Apakah ada cara yang lebih mudah ? Apakah ada cara yang lebih cepat ? Apakah ada cara yang hasilnya lebih tinggi ? Pertanyaan ini selain membuat kita kepo ingin mengerjakannya lagi dan juga menghilangkan rasa bosen yang membuat kita mendapatkan nikmat yang lebih besar dan setiap hari. Pertanyaan tadi adalah evaluasi syukur diri BUKAN untuk bersaing dengan orang lain (melihat keberhasilan orang lain), tapi terus berlomba banyak bersyukur karena Allah telah lebih banyak (tak terhitung) memberi kebaikan kepada kita. Apa nggak capek ? Perhatikan point pertama, aktivitas itu adalah menikmati hasil. Akhirnya apa yang kita lakukan semakin baik itu untuk berbagi kepada banyak orang dan membantu orang lain.

Dengan kata lain, manajemen syukur 4 ini mengajak kita semakin banyak beraktivitas sebagai bentuk syukur setiap hari. Tiada hari kecuali bersyukur.


Demikianlah manajemen syukur yang saya susun dari apa yang saya pahami tentang agama Allah. Manajemen syukur ini tidak hanya berlaku pada pekerjaan saja, tapi juga mendasari kita dalam segala aktivitas. Manajemen syukur sebagai anak, sebagai murid/mahasiswa, sebagai ibu rumah tangga, sebagai orang tua, dan sebagai apa saja yang baik.



Produktivitas dan manajemen syukur

 Beberapa orang berpersepsi bahwa manajemen syukur yang berasal atau didasarkan agama tidak mensupport dalam produktivitas kerja. Agama hanya mengurus kehidupan akhirat (iman, ibadah dan amal saleh), sedangkan kerja dan produktivitas yang mengatur teknis kerja untuk hasil yang baik. Tetapi apakah begitu ? Agama itu memberikan petunjuk hidup termasuk kerja dan bahkan Allah menyatakan bahwa Dia yang mengurus segala hal di dunia  ini, mengizinkan semua terjadi termasuk kerja, ilmu Allah terdapat di semua hal dan apa yang kita peroleh (ilmu) saat ini adalah apa yang Dia kehendaki. Dengan demikian bahwa Allah dengan manajemen syukurnya adalah petunjuk untuk bersikap dan berperilaku yang benar sebagai manusia.

Di zaman dahulu, ilmuwan Islam merupakan orang yang mendasari Al Qur'an sebagai petunjuk untuk menggali dan menemukan ilmu (Ilmu kedokteran, ilmu arsitek, ilmu bisnis, ilmu matematika dan sebagainya). Ilmuwan seperti Ibnu Sina sebagai ilmuwan kedokteran Islam sangat menguasai Al Qur'an. Sebenarnya Iman - manajemen syukur - produktivitas itu sejalan.

Kalimat bersyukur yang menghasilkan nikmat bermakna, bersyukurnya itu bekerja/beraktivitas dengan ilmu dan petunjuk Allah (proses yang benar), dimana hasilnya (tambah nikmat) itu benar-benar menghasilkan hal baru. Bersyukur ini tidak berhenti di saat itu saja, tapi menjadikan bersyukur yang lebih baik lagi agar nikmat (hasilnya) bertambah besar lagi. Keadaan ini menjadikan proses (bersyukur)nya menjadi produktivif karena setiap periode bersyukur berubah menjadi lebih baik. Apakah ada orang yang hanya bersyukur hari ini saja ? Pasti tidak, karena orang ingin hidupnya lebih baik lagi setiap hari. Maka bersyukur itu pasti terus-menerus.

Belum beriman kita bila tidak didukung ilmu dan petunjuk Allah. Menjadi sempurna itu iman kita jika diamalkan (amal saleh) yang terus-menerus. Artinya iman, ilmu dan petunjuk Allah, amal saleh terus berkualitas dan berkuantitas secara periodik.

Bayangkan seorang atasan atau pemilik perusahaan pasti suka dengan karyawan yang produktif,

a. Yang percaya kepada Tuhannya sehingga terhindar dari perbuatan buruk. Bertanggung jawab, disiplin, jujur dan suka beramal saleh (bekerja yang baik).

b. karena memiliki sikap dan perilaku positif dengan prasangka baik dengan siapapun (terutama kepada Allah). selalu bersyukur dengan nikmat yang ada dan memaksimalkan pemanfaatannya.

c. Yang mampu mengendalikan emosional sehingga dapat bekerja dengan cerdas (pikiran sehat). Buah dari iman yang mampu mengaktifkan hati dalam setiap perbuatan.

Produktif dulu dengan ilmu atau bersyukur dulu ? Yang terbaik adalah bersyukur dengan manajemen syukur dan Insya Allah menjadi produktif.


Insya Allah kultum motivasi kali ini untuk selalu memberdayakan diri menjadi semakin berkualitas hidup kita. Dengan memahami agama sebagai petunjuk hidup di dunia dan di akhirat, maka kita menjadi terbimbing oleh Allah dalam hidup ini.


Manajemen syukur 3

 Alhamdulillah sebelumnya saya sudah memahami manajemen syukur 1 dan 2, Merasakan nikmat yang ada pada diri kita. Dilanjutkan dengan menyadari nikmat itu datang dari Allah, lalu berterima kasih dan memujinya. Manajemen syukur 3 ini merupakan upaya memanfaatkan nikmat dengan ilmu dan petunjuk Allah dengan optimal dengan ikhlas, merupakan perbuatan dari manajemen syukur.

Tulisan sebelumnya, menyadari nikmat otak/pikiran dari Allah. Terima kasih kita diberikan otak/pikiran untuk mengorganisasikan tubuh kita, karena ada beberapa orang tidak diberikan otak yang sempurna (ada yang sakit kepala, sakit stroke, kelainan otak sejak lahir dan sebagainya). Oleh karena rasa terima kasih kita diungkapkan dengan memuji Allah. Setelah itu ? Kita mesti mewujudkan terima kasih dan pujian itu dalam tindakan, yaitu memanfaatkan otak/pikiran sesuai ilmu dan petunjuk Allah untuk kehidupan kita dan orang lain. Dalam memanfaatkan otak/pikiran, maka kita mesti ikhlas. Kita belajar dan berbagi ilmu (dan penerapannya). Bukan sekedarnya saja dalam memanfaatkan otak/pikiran, tapi terus mengembangkan diri untuk menjadi otak/pikiran kita menjadi semakin baik. 

Apakah tidak cukup kita hanya menerima dalam bersyukur ? Misalkan kita diberikan uang, maka bersyukurnya tidak berakhir dengan menghabiskan uang untuk kebutuhan kita saja, tapi kita mesti lebih optimal dengan ilmu dan petunjuk Allah. Bagaimana menginvestasikan uang yang kita terima ? Ada yang digunakan untuk kebutuhan kita, ada hak orang lain dengan bersedekah, dan kalau memungkinkan kita investasikan uang itu menjadi nilai tambah. Begitu juga dengan otak, bukan sekedar untuk berpikir dalam kehidupan kita. Tapi dapat dimaksimalkan dengan otak yang bisa bermanfaat bagi kehidupan yang jauh lebih baik (diri dan ummat).

Insya Allah dengan terus menafsirkan syukur sebagai manajemen yang bener, kita dapat terus menggali dan menyempurnakan syukur kita kepada Allah.

1. Dalam hidup ini, rahmat Allah begitu banyak dan tak terhitung. Rahmat dan karunia Allah itu jauh melebihi dari kemurkaanNya. Jika rahmat dan karunia Allah itu didasarkan ibadah dan amal kita, maka saat ini kita banyak menerima balasan Allah. Karena ibadah dan amal kita pasti lebih kecil dari dosa dan kesalahan kita. Faktanya kita masih hidup dengan keadaan yang baik, ada musibah dan sejenisnya. Tapi itu semua tidak seberapa kenyamanan hidup kita. Oleh sebab itu sudah menjadi kepantasan kita selalu menyadari rahmat dan karunia Allah sepanjang hari dan sepanjang usia kita begitu besar sehingga kita dapat beraktivitas dengan baik tanpa ada halangan yang berarti, dan bersyukur. "bersyukurlah, maka Allah menambah nikmat kepada kita, dan sebaliknya jika tidak bersyukur Allah memberikan azabNya" (Surah Ibrahim, 14 : 7)


2. Azab Allah bisa berupa kesulitan kecil, sakit, musibah dan sejenisnya. Jika kita tidak bisa lebih baik, maka dapat diartikan bahwa kita belum bersyukur. Belum bersyukurnya kita karena kita tidak mengikuti ilmu dan petunjuk Allah. Dalam surah An Nisa, 4 : 111, Allah berfirman kesulitan hidup kita karena disebabkan kesalahan/dosa kita. kesalahan/dosa kita adalah karena tidak sesuai dengan ilmu dan petunjuk Allah. Masih di An Nisa, 4 : 147, Allah berfirman Allah tidak menghukum hambanya yang beriman dan bersyukur. Ada ayat lain yang difirmankan,"Allah telah memberikan kita pendengaran, penglihatan dan hati, tapi hanya sedikit yang bersyukur".

3. Penjelasan point 1 dan 2 adalah dasar kita bersyukur. Manajemen syukur menjadi langkah sederhana untuk menjalani syukur yang lebih mudah.

a. Menyadari nikmat, rahmat dan karunia Allah. Merasakan kebaikan dan sadar bahwa itu pemberian (titipan Allah).

b. Berterima kasih dan memuji atas segala nikmat tersebut

c. Memanfaatkan (bersyukur) dengan kerja/aktivitas sesuai ilmu dan petunjuk Allah agar menjadi ibadah/amal saleh yang berkah untuk semua orang.

Insya Allah dengan tulisan ini yaitu bersyukur kepada Allah itu semakin mendorong kita dekat kepada Allah (iman bertambah). Tulisan kultum motivasi ini dapat memberdayakan kita semakin baik.


Manajemen syukur 2

 Semangat pagi semua, Insya Allah diberikan kebaikan hari ini. Tulisan kali ini adalah melanjutkan Manajamen syukur 1, yaitu langkah melihat, merasakan potensi (nikmat) Allah pada diri kita sendiri. Dimana merasakannya itu dalam keadaan sadar kepada Allah. Apa yang kita lakukan setelah itu ? Bersaksi kepada Allah dengan memujiNya.

Dalam manajemen syukur 1 ini kita berupaya mengungkapkan apa yang kita rasakan atas nikmat Allah itu. Jika merasakan tangan itu bermanfaat bagi kita, maka kita berterima kasih dan memuji yang memberikan tangan kita. Sebaliknya jika kita menerima dari seseorang yang kita tidak butuh, maka rasa terima kasih dan pujiannya ala kadarnya. Dengan Allah tidak seperti itu, kita bukan tidak menerima nikmat Allah tapi bisa mampu melihat dan merasakan kebaikannya ... Maka kita tidak mampu berterima kasih dan memujinya. Misalkan kita memuji Allah yang Maha Pemberi Rezeki tanpa mampu melihat rezeki itu, maka pujian itu hanya di bibir saja. Kalau rezeki itu berupa kesehatan, maka kita mampu melihat bahwa sampai hari ini keadaan kita sehat dan ada kala sakit (merasakan rezeki sehat itu luar biasa), maka kita memuji Allah itu dengan Ya Razzaq menjadi bermakna (tulus datang dari dalam diri).

Pernahkah kita mampu merasakan otak kita, fisik dan lainnya ? Renungkan sesaat, saat pusing berkelanjutan membuat kita baru merasakan bahwa kita memiliki otak/pikiran. Kita bisa bertanya, siapa sih yang memberi otak/pikiran kita ? Dengan otak itu bisa berpikir dan beraktivitas. Allah menitipkan semua nikmat itu dan kita sering menafsirkan yang berbeda dengan "ini otak saya". Bagaimana kalau sakit ? Maka kita merasa sedih tidak berpikir (merasa kehilangan). Sebenarnya kita merasa kehilangan karena kita merasa "mengakui" milik kita, padahal itu hanya titipan Allah. Kapan pun Allah berhak mengambilnya jika kita tidak amanah dengan titipannya. Sebaliknya jika kita memanfaatkan otak yang dititipkan itu untuk kebaikan banyak orang (amal saleh), maka Allah ridho dan merahmatinya. Allah bisa saja menambah nilai otak yang dititipkannya menjadi lebih tinggi atas apa yang sudah kita manfaatkan. Sudahkah kita memanfaatkan otak/pikiran menjadi memberikan nilai tambah ? 

Bulan puasa ini mengajari kita untuk membuka hati melihat nikmat Allah. Tidak makan dan tidak minum menunjukkan kita mesti berterima kasih karena dalam keadaan itu kita bisa lebih cerdas (bayangkan kalau kenyang kita jadi malas). Menahan nafsu menunjukkan kita berterima kasih bahwa kita bisa tidak emosional dalam berpikir dan bertindak (bayangkan di luar puasa kita mudah emosi untuk perkara yang kecil). Berinteraksi dengan Al Qur'an dan banyak amal saleh mesti kita syukuri karena amal itu jarang kita lakukan, bahkan di bulan ini kita terdorong banyak beristighfar karena bulan dimana Allah siap mengampuni dosa kita (bayangkan diluar puasa jarang kita melakukannya)

Manajemen syukur 2 ini mengajak kita berterima kasih dan memuji Allah dengan sepenuh hati. Paling mudah adalah merasakan nikmat Allah pada kondisi tidak menyenangkan, lagi sakit dan tidak memiliki atau kehilangan, maka kita dapat merasakan bahwa nikmat dapat diambil Allah (sebagai titipan).  Perbanyak pujian kepada Allah dan hanya kepada Allahlah pujian kita hadirkan.


Insya Allah kultum motivasi ini dapat memberdayakan kita untuk bergerak dan beraktivitas yang optimal di jalan Allah. langkah bersyukur menjadi semakin baik

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...