Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Suka responsif dam emosional itu BUkan masalah

Dalam sehari-hari masalah itu identik dengan hambatan yang terjadi saat saya ingin menjadi lebih baik. Misalkan ada staf yang susah di atur dan dianggap stanya yang bermasalah. Waktu staf salah, seorang atasan dengan responsif tanpa mikir banyak memarahi staf yang salah. Marahnya atasan itu dianggap bener, karena memberitahu staf yang salah. Atau anak yang salah dianggap masalah bagi orang tuanya, Tapi perilaku orang tua yang "memarahi" dianggap bener.

Ada yang menarik lagi, saat saya tidak berbuat baik. Apa yang terjadi ? yang disalahkan itu adalah lingkungan atau "setan" yang menggoda. Memang bener sih ada orang yang salah, dan dengan sikap dan perilaku yang "emosi" itu bagian dari memperbaiki kesalahan tersebut. Apakah begitu ? Pastikan sikap dan perilaku saya pun ikut salah. Perhatikan dengan baik, staf salah, atasan marah, ... Selanjutnya pasti tidak baik. Yang negatif diteruskan negatif maka selanjutnya cenderung negatif. Sikap dan perilaku negatif itu bisa berhenti jika mau dihentikan. Staf yang hadir utuh, maka menerima marahan atasan untuk tidak mengulangi kesalahan agar tidak dimarahi lagi. Atau Atasan tidak perlu marah untuk menyelesaikan masalah stafnya, cukup memberitahu dan mengarahkan cara yang bener. 

Jadi judul diatas itu sering dialami semua orang, karena beberapa orang tetep aja emosional lagi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap emosional itu masalah. Yang ada dipersepsinya itu adalah orang salah kalau nggak dimarahi, malah salah terus. Dari sikap seperti inilah banyak orang terus bersikap dan perilaku emosional terus-menerus. 

Yuk mulai berpikir saat tidak emosional untuk mengubah sikap dan perilaku emosional itu menjadi lebih baik. Logika bilang, nggak baik marah itu, nggak baik responsif (tanpa mikir), nggak baik buru-buru itu, nggak baik ikuti banyak orang, nggak baik menunda itu, nggak baik hanya pilih yang disukai saja, nggak baik hanya ingin yang nyaman (tidak susah) saja. Maka saya kerja itu buat kemanfaatan bagi saya, saya jadi dipercaya, saya jadi disukai dan saya jadi problem solver, dan sebagainya. Kan akhirnya kemampuan itu menambah nilai diri saya di mata perusahaan.

Bagaimana kalau sikap dan perilaku itu dilanjutkan menjadi memahaminya dengan hati ? Saya melihat staf yang salah, maka saya mesti memberitahu dan mengajarkan ilmunya. Tak hanya itu saya memberi ilmu itu sebagai kesempatan saya melakukan amal soleh. Bahkan saya ingin mengabdi kepada Allah karena Allah telah berikan segala untuk saya bekerja. Allah berikan keluarga yang selalu berdoa untuk saya sukses, Allah siapkan staf yang membantu pekerjaan saya, Allah telah berikan pula konsumen yang "cerewet" agar saya menjadi sabar dan lainnya.

Insya Allah kultum motivasi ini bisa memberdayakan diri kita semua untuk menjadi hidup yang lebih bermakna. Bukan sekedar memuaskan nafsu saja, tapi berpikir untuk menjadi manfaat bagi orang lain, dan akhirnya membuat diri kita bersyukur atas kebaikan Allah. 


Nggak masalah ? Masak sih ?

 Setiap karyawan yang bekerja pastilah menemui masalah, ada yang bisa menyelesaikan masalah dengan ilmu yang benar dan ada pula yang tidak mudah menyelesaikan. Beberapa karyawan sekalipun bisa menyelesaikan masalah, tapi memerlukan waktu yang lama. Apa ada karyawan yang masalahnya tidak besar dan minim ?

Dalam beberapa kali saya bertemu dengan karyawan, mereka bilang bahwa mereka tidak ada masalah. Lalu langsung tanya, apa iya nggak masalah dalam kerjanya ? Mungkin mereka menganggap bahwa apa yang mereka kerjakan selama ini tidak ada hambatan yang berarti, semua pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik. Awalnya mereka bekerja adalah memiliki masalah, misalnya belum memiliki penghasilan (uang). Ada masalah ada dorongan untuk menyelesaikannya, masalah uang maka orang kerja. Apakah sudah dapat uang masalahnya selesai ? Belum tentu, selalu "masalah baru", mungkin bagi orang tersebut sudah cukup (nggak ngotot cari uangnya). Ada masalah dalam kerja karena ada tuntutan (target) dimana karyawan tersebut tidak cukup ilmunya dalam memenuhi target kerja. Tapi dengan berjalannya waktu, masalah kerja dan target itu dapat dikerjakan. Apakah selesai masalahnya ? Tentu ada lagi, apa itu ? Ternyata kerja karyawan tersebut sudah penuh sehingga terlihat sibuk, dan biasanya menolak kerja tambahan. Karyawan tidak ingin meneruskan masalah itu dituntaskan dan tak ingin juga menelusuri masalah selanjutnya, dan butuh solusi. Begitulah karyawan yang bekerja yang sudah banyak yang dikerjakannya dan menghabiskan waktu kerja mereka. 

Membayangkan mereka bilang tidak ada masalah dengan pekerjaannya, kehidupan mereka stabil dan tidak ada perubahan yang berarti. Selamanya kerja seperti itu dan tidak ada waktu, pertanyaan adalah apakah mau kerja seperti itu terus yang bisa membuat karyawan mulai bosen dan mau juga pendapatannya ya segitu-segitu aja ? Jawaban ini "pasti" karyawan mau. Hal ini adalah masalah karena karyawan mau lebih baik. Masalah bukan sekedar apa yang dihadapinya saja, dan mencari masalah dengan menciptakan "keinginan".

Perhatikan orang di atas Anda, Manager, direkur dan pemilik perusahaan. Mereka memiliki kerjaan yang lebih banyak dan lebih hebat dari Anda sebagai karyawan, mereka memulainya seperti Anda sekarang. Mereka memiliki waktu yang sama dengan Anda. Ubah sikap dan perilaku menjadi lebih baik, masalah bukan sekedar masalah, tapi tentang memberdayakan diri untuk menjadi lebih baik. Maka senanglah terus kerja agar masalah demi masalah dapat diselesaikan dan menjadikan Anda naik level. 

Ada karyawan yang bilang,"cukup aja dengan bersyukur dan tak perlu ngoyo". Renungkan jika Anda bersyukur dengan benar, maka hidup Anda semakin bermakna dan mendapatkan nikmat lebih banyak. Bayangkan jika Anda tetap stabil dalam hidupnya, bukankah nikmat Anda tidak bertambah yang menunjukkan Anda belum bersyukur. Syukur Anda selama ini mesti ditingkatkan dan diperbaiki. 

Insya Allah kultum kali ini dapat memberdayakan diri untuk siap naik level kehidupan baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kerja. Inilah motivasi yang bisa membangkitkan kita menyenangi masalah dan berani pula untuk menemukan solusinya.


Saat kerja sering bilang tidak bisa

 Saat pelatihan berlangsung, ada karyawan yang bilang,"rumit banget sih mengerjakannya dan menghabiskan waktunya". Ucapan ini sering dilakukan karyawan yang sedang mengikuti pelatihan. padahal pelatihan itu diikuti agar ingin bertambah ilmunya. Tanpa disadari karyawan ini sudah menolak ilmunya, BUKAN berarti karyawan tidak dapat ilmunya. Tapi karyawan tersebut tidak mau tahu lebih lanjut tentang ilmu tersebut dan bilang,"maaf saya tidak bisa mengerjakannya"

Ucapan karyawan ini bukan sekedar terucap begitu saja, tapi sudah menjadi kebiasaan dengan ilmu atau hal-hal baru. Dengan kata lain, karyawan tersebut sudah merasa cukup dengan keadaannya sekarang. Nyaman dengan kerjanya dan ilmunya, menjadi tidak nyaman dengan ilmu baru yang berdampak dia harus kerja lebih. Secara lisan karyawan pandai bicara, tapi kerjanya yang susah. Sama dengan keadaan pelatihan di atas, setiap menerima tugas baru dapat ditolah dengan halus,"saya sudah banyak kerjanya dan sangat sibuk". Semakin lama keadaan ini berlangsung, maka karyawan semakin kuat untuk tidak mau diganggu kenyamanannya. keadaan ini bisa berubah saat mengalami suatu kejadian yang tidak dialaminya. Bisa jadi sebuah musibah sakit, dipecat, terpuruk dan sebagainya

Bilang,"saya tidak bisa", menunjukkan cara menutup diri untuk menerima hal baru. Pikiran diajak menolak karena tidak menguntungkan. lalu apa yang terjadi ? Emosional lah yang dominan sehingga semakin memperburuk keadaan saat menerima hal baru. Secara ilmu bisa dipahami tapi untuk dikerjakan "ntar dulu". Jadi hati-hati berucap agar kita tidak terbawa tanpa sadar dengan ucapan kita. Berlatihlah mengucapkan hal-hal baik dan selalu berada dalam lingkungan yang bener.


Yang jauh lebih penting adalah menyadarkan diri sendiri untuk memahami keadaan itu dengan apa yang diinginkan. Ada ilmu dan cara yang bener agar perubahan ini dapat dilakukan dengan mudah. Kalau tetep merasa berat, maka perubahan itu tidak mudah terjadi. Atau lakukan perubahan itu dengan menyadari bahwa langkah kecil yang terus-menerus itu dapat merubah segalanya.

Kultum motivasi kali ini untuk memberdayakan diri atas ucapan yang bener itu sangat mempengaruhi tindakan kita. Sesering kita berucap yang tidak bener, maka tindakan kita mengikutinya. bersyukurlah masih ada hati yang masih bisa memahami yang tersirat dari apa yang kita kerjakan itu masih ada kebaikan. Bersyukurlah masih diberi kesempatan sehat dan hadir setiap hari untuk memperbaiki keadaan sebelumnya. Masih bersyukur juga Allah masih menunggu dengan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. 




Apakah saya percaya dengan petunjuk Allah ?

 Saya percaya kepada Allah Swt, tapi mengapa saya belum yakin tanpa ragu dengan petunjukNya ? Dalam kehidupan sehari-hari, saya pun belum sepenuhnya menjalankan ibadah dengan sebenarnya dan kontinu. Hal ini menunjukkan bahwa saya belum sepenuh hati percaya (yakin tanpa ragu). Jika saya benar yakin, maka petunjuk Allah itu saya jalani dengan ikhlas. Diutak-atik tentang ibadah dengan memperbaikinya menjadi semakin bener, sudah merupakan yang bener. tapi rasanya masih aja berat menjalani petunjuk Allah. 

Saya pengen banget menjalani ibadah itu dengan ikhlas. Misalkan shalat saja, kok masih belum sempurna. Selalu ada kelalaian dalam shalat, entah itu wudhu, niatnya, gerakan dan bacaannya dan sebagainya. Soal sedekah saja, masih belum rutin (setiap hari), masih ada rasa khawatir dalam bersedekah karena apa yang saya miliki bisa berkurang sedangkan kebutuhan harus selalu tercukupi. Belum lagi soal rezeki, rasa semua aktivitas tersebut memang belum didasari iman yang benar kepada Allah. Saya merasa sudah mengenal Allah, tapi kok tidak takut dengan peringatannya, saya sudah merasa beribadah yang bener, tapi kok ibadah saya tidak bertambah banyak. Saya merasa sudah bertaubat, tapi kok masih banyak hal baik tidak saya kerjakan. Semua menjadi renungan bagi saya untuk mengoreksi yang pertama dan utama yaitu iman saya kepada Allah.

Salah satu cara adalah mengurangi logika berpikir sebagai manusia dan menggantikannya dengan berpikir dengan hati. Bagaimana caranya ? Berpikir dengan logika cenderung berpikir untungnya buat saya atau ruginya buat saya, akibatnya tindakan saya tidak mau yang rugi, padahal bisa jadi secara nilai rugi tapi memberikan hikmah kebaikan. Berpikir memahami selain logika, yaitu hati. Memandang tidak kepada keuntungan dan kerugian saja, tapi makna dari tindakan saya. Bersedekah secara logika berkurang materi (rugi), tapi memberikan nilai kebaikan. Bisa jadi shalat saya masih berat karena berpikir capeknya shalat dan sebagainya, tapi jika berpikir dengan hati, maka shalat itu mendekatkan diri dan komunikasi saya dengan Allah. Apalagi Allah telah berikan rahmat dan karunianya kepada saya, maka saya mesti bersyukur lewat ibadah shalat. Saya berusaha setiap hari menguatkan dan mengafirmasi diri dengan memahami (berpikir) dengan hati. menggali maknanya dengan membaca Al Qur'an.

Langkah lain yang bisa saya lakukan adalah menerapkan ihsan dalam setiap tindakan saya. Jika bener-bener saya bisa "mengimajinasikan" seolah saya melihat Allah dan pasti Allah melihat saya. Maka setiap awal tindakan dengan niat dan menyebut Bismillahirrahmnirrahiim, di saat itulah saya sudah membayangkan Allah hadir dan melihat saya. Apakah saya berani tidak melakukan petunjuk Allah ? Apakah siap dengan balasanNya ? Sepertinya saya merasa takut dan dapat menjaga tindakan saya selalu dalam petunjukNya.

Apakah berani ikhlas ? terkadang masih berpikir kalau saya ikhlas, saya dapat apa ? Allah menjanjikan keikhlasan dengan pahala yang sempurna. teruslah berlatih ikhlas tanpa berharap kepada manusia, hanya berharap kepada Allah. Tunjukkan saya bertindak yang terbaik di hadapan Allah (ihsan) agar diridhai Allah. Dengan doa, saya berharap Allah memenuhi kebutuhan hidup saya.

Insya Allah kultum motivasi kali ini dapat memberdayakan diri saya untuk selalu menemukan cara untuk meningkatkan iman saya kepadaNya. Insya Allah saya dimampukan shalat yang semakin meningkat dan dimampukan memahami petunjukNya serta dimampukan menjalani kehidupan ini dengan iman yang bener.

Apa setelah doa dikabulkan ?

 Hampir setiap saat kita berdoa, bahkan ada yang mengatakan "ucapan itu doa". Hampir semua manusia di muka bumi ini selalu berdoa untuk keselamatan, kesehatan, dan kebahagiannya. Ada doa yang dikabulkan Tuhan (Allah) dan ada yang belum dikabulkan. Tetep saja kita berdoa terus. Abis berdoa kita mesti apa sih ?

Berdoa itu mengandung 2 hal yaitu yang pertama, permohonan (harapan) yang kita sampaikan yang biasanya menjadi keinginan kita. Yang kedua adalah memohon izin atas keinginan kita. Misalkan doa untuk rezeki adalah kita memohon rezeki kepada Allah diberikan yang berkah. Tentunya doa minta rezeki adalah kebaikan di mata Allah dan bermanfaat bagi kita. Maka dalam doa itu kita ikuti dengan aktivitas mencari rezeki dengan cara yang bisa kita lakukan. Doa memohon izin diberikan rezeki berupa keinginan kita dan diizinkan dengan cara yang kita lakukan. Begitulah hendaknya doa menjadi kebaikan.

Saat doa kita dikabulkan oleh Allah, pastilah kita berterima kasih. Apakah hanya berterima kasih saja ? Kalau doa sudah dikabulkan, maka kita menerima pemberian Allah. Yang pertama ya pasti bersyukur dan yang kedua adalah bertanggung jawab atas pemberian Allah dengan mengoptimalkan pemberian menjadi bernilai tambah. Biasanya yang pertama kita lakukan, tapi yang kedua apakah sudah ?

Hendaknya kita mulai berpikir efek dari doa adalah bertanggung jawab atas pemberian Allah, berupa nikmat. Nikmat jika disyukuri dengan cara Allah, maka ditambah lagi nikmatnya. Bayangkan sudah berapa banyak doa kita dikabulkan, apakah kita masih meminta tanpa mempertanggungjawabkannya ? Sepantasnyalah kita sudah mesti banyak bersyukur dengan memanfaatkan apa yang Allah telah berikan (kabulkan keinginan kita).

Kultum motivasi hari ini ingin memberdayakan diri untuk semakin baik. Doa menjadi ibadah buat kita, dan menjadi sarana untuk memohon kepada Allah. Insya Allah selain berterima kasih, kita pun mesti bersyukur dengan mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah.


Sehat di rumah

 Hari ini udaranya dingin sekali, bikin "males' beraktivitas. Melawan dingin ya mesti bergerak atau beraktivitas. Bukan saja beraktivitas itu untuk mencapai apa yang saya inginkan, tapi beraktivitas membuat saya untuk sehat. Sehat fisik, pikiran dan emosional. Beraktivitas itu tidak mesti bergerak banyak, yang penting ada olah pikir dan gerak fisik, yang bisa mengubah perasaan yang tadi tidak nyaman menjadi semakin baik.

Udara dingin banyak menghambat fisik untuk bergerak, ada rasa "dingin" dan cenderung diam atau istirahat. Apalagi di rumah dengan nonton TV atau main HP, maka gerakan fisik tidak ada dan pikiran pun tidak banyak mikir. Usahakan pikiran banyak berpikir karena banyak berpikir juga dapat mengeluarkan energi yang banyak, sekalipun gerakan fisiknya minimal.

Bayangkan saat di kantor suasana di atas membuat saya males bekerja. Bisa bikin ngantuk atau beraktivitas yang tidak produktif. Seharusnya saya melakukan aktivitas yang produktif. Begitulah suasana yang memang enak buat saya, tapi tidak mendorong untuk produktif. Hati-hati suasana seperti ini dapat mendorong seseorang  untuk "makan" atau tiduran yang membuat fisik jadi nggak nyaman. Minum air hangat dari teh atau wedang sangat mendukung saya untuk beraktivitas.

Tidak beraktivitas memang ada waktunya, yaitu pada saat tubuh membutuhkan istirahat. Begitulah seharusnya saya menempatkan waktu yang produktif dan waktu istirahat. Waktu yang produktif itu tidak hanya di pekerjaan, tapi bisa juga di rumah. Untuk di rumah, saya mesti beraktivitas dengan keadaan di rumah. Jangan sampai waktu produktif di rumah dengan membersihkan rumah diganti atau ditunda dengan istirahat. Tubuh membutuhkan aktivitas dan istirahat yang seimbang. Akibat dari aktivitas yang tidak produktif bikin fisik melemah (sakit).


Kultum motivasi ini untuk saling mengingatkan sesama, bahwa tubuh yang sehat butuh aktivitas. Memberdayakan diri dengan aktivitas yang dibarengi banyak mikir cukup baik agar tubuh terjaga sehat. 

Sudahkah siap ?

 Dalam keseharian saya, banyak yang hebat sebetulnya yang terjadi. Apa buktinya ? Saat seseorang ditanya," sudah siap untuk sukses ?" Jawabannya pasti sudah siap. Atau info dari beberapa orang yang menerima hadiah besar (atau uang besar) selalu bilang siap menerimanya. Mereka pernah bilang,"mereka selalu siap dan tidak ada itu kesempatan". Pertanyaannya,"emang sudah siap ?" Siap memegang jabatan, siap menerima gaji tinggi, siap dengan pekerjaan baru, siap menikah, siap apa saja.

Ada seseorang siap memiliki mobil baru dengan mencicil atau beli cash. Siap itu bukan berarti tetap memiliki sikap dan perilaku sebelum memiliki mobil, dan "bisa menerima mobil". Jika ini yang terjadi maka siapnya itu bisa menimbulkan masalah. Misalkan sebelum punya mobil memiliki sikap dan perilaku hemat, berhematnya itu juga dalam rangka menabung untuk membeli mobil. Bagaimana setelah memiliki mobil ? Masih memiliki sikap dan perilaku yang sama yaitu hemat. Yang terjadi adalah mobil jarang digunakan karena "takut habis uangnya" (berhemat). Mobil hanya digunakan untuk keperluan yang penting atau ingin menunjukkan kepemilikan mobilnya. Sikap hemat itu terlihat pula saat ada yang meminta sumbangan, maka mereka hanya menyumbang sedikit dengan alasan uangnya sudah habis untuk membeli mobil. Akhirnya mobil dimiliki hanya untuk "pamer" saja. Keadaan seperti ini disebut belum siap memiliki mobil. Atau sebaliknya siap memiliki mobil dengan selalu menggunakannya dan "berlagak" punya banyak uang. Malah jadi boros (berubah sikap dan perilaku). Keadaan inipun membuat masalah bagi mereka. Apakah Anda sudah siap betul memiliki sikap dan perilaku dengan adanya mobil ? yaitu merubah sikap dan perilaku tanpa mobil menjadi sikap dan perilaku memiliki mobil dengan benar.

Bagaimana dengan jabata di kantor ? Banyak orang merasa bisa (siap) untuk menjadi jabatan yang lebih tinggi, walaupun kemampuan dan ketrampilan belum siap. Bahkan sikap dan perilakunya belum mendukung. Misalkan seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi memiliki sikap dan perilaku tidak emosional dan memiliki visi yang jauh ke depan, atau sikap dan perilaku bijaksana. apakah juga memiliki sikap dan perilaku mengayomi bawahan ? Yang bilang siap hanya berani mengambil amanah dan resikonya. Dalam perjalanannya seseorang yang memiliki jabatan tinggi "mengalami tekanan" antar kebutuhan untuk berubah menjadi sesuai jabatan dan mengelola teamnya serta permintaan untuk lebih hebat dari pemiliki. Beberapa juga ada seorang pemilik perusahaan belum siap menjadi pemiliki perusahaan karena memang belum ada pengalaman dan kemampuan yang cukup sebagai pemilik. Hanya karena ada uang atau penerus orang tua, mereka menjadi pemilik perusahaan.

Siap dan belum siap, selalu memberdayakan diri untuk menaikkan level sikap dan perilaku yang bener. Di saat saya belum memiliki mobil misalnya, saya mesti mulai belajar dan menjadi mahir menyetir mobil, merawat mobil, bekerja optimal dengan mobil, tidak pelit, suka membantu dan sebagainya. Saatnya memiliki mobil, maka saya sudah siap. Kapan saya merubah sikap dan perilaku itu ? Sekarang. Dengan apa ? Jika memiliki motor, anggap saja motor itu sebagai mobil. Siap nggak dengan motor memiliki sikap dan perilaku bisa merawat motor, tidak pelit, beraktivitas produktif dengan motor ? Jadi keadaan ini bisa dikatakan bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang dan siap menerima nikmat yang lebih besar lagi.

Sama halnya dengan jabatan yang lebih tinggi, sudah siapkah menjadi orang dengan sikap dan perilaku mengayomi anak buah ? Sudah siapkah berdisiplin dalam kerja ? Sudahkah memiliki sifat ramah dan suka membantu ? Sudahkah kita bisa tidak sombong dan tidak pelit ? Sudah siapkah kita dapat memberi solusi kepada bawahan ? Dan banyak lagi. Jika sikap dan perilaku yang tidak sesuao dengan jabatan tersebut, maka kita bermasalah. Ada upaya yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan jabatan, ada tekanan dari pimpinan di atas kita yang menuntut hasil kerja yang bagus dimana sikap dan perilaku kita belum siap, ditambah lagi mengontrol bawahan dengan segala kebutuhannya.

Siap berarti kita merubah diri tanpa disuruh orang lain untuk menjadi apa yang kita inginkan. Ingin sukses ? Ciptakan dalam diri untuk bersikap dan berperilaku sukses dari sekarang. Jangan pernah merasa untuk keadaan kita yang sekarang aja sudah bilang berat, apalagi menjalani keadaan di atasnya.

Yang perlu dilakukan adalah menyisihkan waktu untuk belajar dan mengamalkan sikap dan perilaku baru (pada level yang lebih tinggi). Kedua benar-benar melatih sampai bisa (mahir) dengan sikap dan perilaku baru itu. Kata orang bijak, kita tidak perlu meminta yang lebih, tapi semua itu sudah dibuktikan oleh sikap dan perilaku kita sekarang yang berubah (bertambah).

Kultum hari ini mengingatkan kita untuk selalu termotivasi menjadi semakin baik dengan mendahulukan sikap dan perilaku yang sesuai. Insya Allah . Tak perlu disuruh atau diperintah atau didorong oleh lingkungan, tapi merubah sikap dan perilaku itu adalah upaya rasa syukur kita kepada Allah. Hal ini karena Allah telah memberikan begitu banyak nikmat. 

Kerja keras ya

 Ada perintah atasan atau nasehat orang kepada kita yang umum,"kerja keras ya agar sukses". Saya selalu mengiyakan dan berusaha menjalaninya. Tapi dalam perjalanannya seperti saya paham nasehat atau perintah itu. Otak saya bertanya apa sih kerja keras itu ? Karena otak tidak memahami dengan detail yang membuat saya "tidak mengerjakan kerja keras yang dimaksud". Apakah kerja keras itu kerja sampai malam ? Apakah kerja keras itu betul kerja yang sungguh-sungguh mengerahkan segala tenaga ? Apakah kerja keras itu kerja tanpa mengenal waktu ? karena "otak saya" tidak bisa memahami kerja keras yang sebenarnya sehingga saya kerja keras sesuai apa yang bisa saya lakukan. kalau ditanya sudah kerja keras ? Saya sudah, tapi sambil bertanya kok belum sukses ya ?

Kejadian di atas sering dialami banyak orang, baik sebagai karyawan kantor, sebagai pribadi di rumah atau masyarakat. Bisa nggak sih menjawab pertanyaan berikut ini, apa sih yang dimaksud dengan sukses ? Yang bertanya memiliki pemahaman sendiri tentang sukses dan yang menjawab juga punya juga (bisa jadi berbeda). Pada saat seseorang menyuruh kita untuk sukses, bisa terjadi bingung "sukses kayak apa yang diinginkan kepada saya". Disinilah terjadi gagal paham dalam komunikasi. Sama halnya dengan kata kerja keras di atas. Pemakaian kata-kata tersebut sebaiknya dihindari agar tidak salah paham (gagal paham), atau  bisa kita gunakan dengan penjelasan detail tentang kata-kata tersebut.

Seperti ingin mengajak orang kerja keras, sebaiknya diikuti penjelasan kerja kerasnya. "kerja keras ya, kalau kerja keras itu tanpa menolak dan selalu pantang mundur untuk diselesaikan sampai tuntas hari itu juga". Dalam hal ini otak rada ngerti nih tentang kerja kerasnya. Yang menerima pesan pun dapat menjalaninya. Jadi perlu komunikasi yang berinteraksi agar bisa saling memahami dengan benar, hindari komunikasi 1 arah seperti diperintah jangan sekedar oke aja tapi perlu bertanya tentang apa perintah detailnya.

Sebenarnya kita sering menerima pesan langsung atau pun tidak langsung untuk menjadi semakin meningkat kemampuannya. "Kalau mau sukses mesti jadi orang yang rendah hati" ... kita sebagai penerima mesti mencari tahu tentang rendah hati yang bisa kita lakukan. Bayangkan satu pesan saja sudah cukup untuk membuat kita menjadi lebih baik, dan biasanya bisa merembet kepada hal lain. Tapi sekali lagi pesan yang baik itu sering direspon dengan sikap yang kurang baik (berpikir secara emosional) sehingga kita tidak dapat menerima dan tidak juga menjalaninya. Misalkan kita bilang,"pesan rendah hati itu sudah nggak zaman lagi ntar bikin sakit hati. yang penting duit " atau "pesan rendah hati itu buat orang yang beragama bukan untuk urusan dunia".


Dalam menemukan petunjuk untuk jadi semakin benar atau meningkat itu tidak susah dan tidak berbayar mahal, siap diri untuk menjadi orang yang terbuka pikiran dan hatinya (tidak responsif dan emosional). Tinggal jalaninya saja, just do it now. Tanpa perlu menanggapi apa reaksi orang lain. Inilah kultum motivasi hari ini agar kita bisa memberdayakan diri untuk jadi lebih baik. Semangat terus mengisi pikiran dengan hal yang positif dan bener.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...