Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Manajemen syukur, melihat nikmat

Manajemen syukur, saya menyenangi manajemen ini karena berbasis kepada kemampuan dan potensi yang ada. Memaksimalkan potensi yang ada untuk ditingkatkan menjadi bernilai lebih, dan tentu hasilnya ada sesuai apa yang dikerjakan. Manajemen syukur ini tidak memberi tekanan yang berarti sehingga saat mengerjakan (memaksimalkan) potensi yang ada dengan perasaan senang. Saya menekuni manajemen syukur ini sebagai langkah solusi buat kinerja yang lebih tinggi.

Manajemen syukur adalah manajemen yang didasari iman kepada Allah. Allah sendiri yang mengajarkan manajemen syukur ini lewat ayat 7 dari surah Ibrahim. 

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. [14] Ibrahim : 7)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Shaidalani, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pengemis datang meminta-minta kepada Nabi Saw. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si pengemis itu tidak mau menerimanya. Kemudian datanglah seorang pengemis lainnya, dan Nabi Saw. memerintahkan agar pengemis itu diberi sebiji buah kurma pula. Maka pengemis itu berkata, "Mahasuci Allah, sebiji buah kurma dari Rasulullah." Maka Nabi Saw. bersabda kepada pelayan perempuannya, "Pergilah kamu ke rumah Ummu Salamah dan berikanlah kepada pengemis ini empat puluh dirham yang ada padanya."

Manajemen syukur mengajari saya untuk beberapa hal :

Bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan. Pada point ini banyak orang tidak melihat apa yang telah Allah berikan, yang dapat dimanfaatkan menjadi bernilai lebih. Mereka condong melihat apa yang belum dimilikinya, yang membuat mereka lalai dengan apa yang sudah diberikan Allah.

a. Allah telah  memberi saya dan manusia dengan nikmat yang tidak terhitung banyaknya. Di awal kelahiran saya, Allah telah memberi pendengaran, penglihatan dan hati. Ada saya bersyukur dengan hal itu. Sudahkah sampai hari ini, saya bersyukur atas pendengaran, penglihatan dan hati ? Sudahkah saya memanfaatkan pendengaran untuk mendengarkan ayat-ayat Allah ? Demikian juga dengan penglihatan saya. Apakah yang saya dengar dan saya lihat ... mampu saya pahami dengan hati ? Dalam kenyataannya, saya jarang memanfaatkan hati untuk memahami. Saya lebih memahami dengan pikiran dan emosional saja.

b. Allah juga telah memberikan nikmat, apa saja ? Nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat sehat. Nikmat iman atas izin Allah, dan tidak semua orang mendapatkannya. Sepantasnya saya mensyukurinya dengan menguatkan iman itu dengan berbagai ibadah dan amal saleh. Tapi saya dan beberapa orang hanya menjalankan sebagai ibadah yang rutin tanpa makna. 

c. Allah pun telah menundukkan alam semesta ini untuk keperluan manusia. Sudahkah saya merasakannya ? Salah satu alam semesta itu adalah keluarga. Sudahkah saya bersyukur dengan orang tua yang selalu mengingatkan, mendoakan dan memberi nasehat kebaikan untuk hidup ini ?  kehadiran orang tua tidak menjadi bermakna untuk kehidupan saya, sehingga rasa syukur itu tidak ada. Jika memang orang tua itu ada, bukankah saya ingin membahagiakan mereka. Bagaimana dengan isteri, anak dan saudara ?

d. Allah telah memberi izin atas kerja saya hari ini. Amanah ini Allah berikan agar saya bisa bertanggung jawab. Tapi mengapa sampai hari ini, saya tidak kerja dengan kinerja yang luar bisa sebagai rasa syukur . Yang ada saya lebih sering mengeluh dan meminta "uang" yang lebih dengan apa yang saya kerjakan. Bukankah saya mesti kerja dulu dan mempertanggungjawabkan dengan luar biasa.

e. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna, Tak hanya itu saya pun telah diberikan potensi berupa pikiran, tubuh, pendengaran, penglihatan dan hati. sudahkah saya merasakan potensi tersebut ? Sudahkah saya merasakan hati, dimana hati itu media saya untuk menerima petunjuk Allah. 

Saya mengajak diri saya sendiri untuk melihat dengan mata dan hati agar saya sadar dengan nikmat Allah itu. Hati yang bersih mengajak saya untuk mengakui Allah itu Maha Esa dan Maha Besar, Allah juga Maha berkuasa. Pengakuan ini dapat mengantarkan saya memuji Allah. Langkah awal ini menjadi penting untuk melanjutkan proses bersyukur selanjutnya. Tanpa ini kemungkinan besar saya bersyukurnya tidak kuat atau tanpa dasar yang kuat.

Sampai sini, saya menyadari bersyukur itu adalah langkah yang diminta Allah kepada saya. Karena Allah telah memberi nikmat yang banyak kepada saya. 


Saya meneruskan tulisan manajemen syukur ini pada tulisan selanjutnya.


Taat sebagai rasa syukur

 Kata taat sudah dipahami semua orang. Taat kepada orang tua, dalam kenyataannya ketaatan kepada orang tua tidak berjalan mulus. Ada yang taat dengan mengerjakan apa yang orang tua perintahkan, tapi ketaatan itu tidak sempurna karena berbagai alasan. Mengapa kita taat kepada orang tua ? Salah satu sebabnya orang tua telah melahirkan kita dan merawat kita dari kondisi tidak tahu menjadi orang yang lebih berada, baik ilmu dan apa yang kita miliki sampai saat ini. Saat kita merasakan kesulitan hidup, kita kembali kepada orang tua untuk memohon bantuan. Tanpa kita ketahui pun orang tua itu selalu mendoakan kebaikan bagi anaknya. Taat ? Ya, mesti. kalau tidak taat berarti durhaka, dimana anak tidak mendapatkan keberkahan dari orang tua.

Dalam kerja pun, setiap perusahaan dan atasan mengharapkan karyawannya taat. Taat berarti mengerjakan apa yang telah menjadi tugas karyawan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. ketergantungan karyawan kepada perusahaan menjadi dasar karyawan mau taat, takut kehilangan pekerjaan. Rasa terima kasih karyawan berawal dari diterimanya bekerja di perusahaan dan diwujudkan terima kasih itu dalam ketaatan kepada perusahaan. Jika karyawan yang tidak tunduk (taat), maka pasti tidak diperhatikan dan sampai bisa dipecat.

Dalam beragama kita pun mesti taat kepada Allah. Karena dasarnya rasa bersyukur atas kuasa Allah menghadirkan kita di dunia ini. Taat dimulai dari memahami keberadaan kita dan memuji Allah, memahami perintah Allah dalam Al Qur'an. Agar ketaatan itu bisa dibangun dengan menjalankan petunjuk (perintah dan larangan) Allah. Apakah iya sekarang kita sudah memahami petunjuk Allah ? Tanpa memahami petunjuk Allah, maka kita tidak tahu apa yang mesti ditaati. Beberapa orang tahu Al Qur'an itu petunjuk Allah dan kita pun beriman, tapi secara jujur kita tidak tertarik memahaminya. Akibatnya kita menjadi tidak taat, karena tidak tahu apa yang mesti ditaati.

Ketaatan itu jika dikerjakan maka memberi kebaikan yang banyak kepada kita dan Allah menyukai hal itu, tapi sebaliknya jika tidak taat (apalagi tidak mau membaca Al Qur'an, tidak tahu apa yang mau ditaati), maka kita termasuk orang yang mengingkari Allah. Bahkan taat itu tidak dipertanyakan lagi dengan petunjuk Allah, "kami dengar dan kami taat". Artinya ketaatan itu mesti memiliki iman yang kuat. Tanpa dasar iman ini, maka ketaatan itu mudah digerogoti menjadi tidak taat.


Saat ini kita sudah diizinkan memiliki iman, maka tingkatkan iman itu dengan ibadah dan amal saleh. Untuk tahu itu semua kita yang juga beriman kepada Al Qur'an, mendorong kita untuk memahaminya dengan benar. Dengan izin Allah dalam memahami Al Qur'an dapat mendorong kita untuk melaksanakan perintah dan larangannya (taat). Taat untuk berserah diri menjalankan apa yang Allah perintahkan. Insya Allah dengan memahami Al Qur'an dapat membersihka hati, dengan hati itu kita diberi petunjuk, dan dengan petunjuk itu kita diberi pemahaman dan dimampukan untuk taat (menjalankan apa yang Allah perintahkan). 

Ngopi

Ngopi bersama membuka ruang untuk saling berbagi cerita dan menyambung silaturahmi. Mungkin kopinya enak, tapi jauh lebih penting adalah suasananya yang bikin hati terbuka untuk memahami banyak hal dalam hidup ini. Emosional menurun dan pikiran menjadi reda dari kerja rutin.

Tapi hati-hati saking nyaman dan enaknya ngopi bisa melalaikan kita dengan waktu. Lupa dengan aktivitas lainnya. Temukan ngopi di lokasi yang nyaman, waktu yang tepat. Insya Allah menjadi kebaikan buat semua.

berharap hanya kepada Allah

 


Belajarlah

 Sudah banyak nasehat agar saya belajar. Tapi tidak banyak yang saya pelajari. Apalagi disuruh membaca buku, kayaknya berat banget. Bukan waktunya lagi karena sudah selesai sekolah. Padahal belajar itu dapat memberi banyak kebaikan. Salah satunya adalah dengan belajar bisa memudahkan kita mengelola diri untuk mengerjakan beberapa hal dengan mudah dan nyaman. Kadang belajar itu mudah dilaksanakan saat saya merasa menarik untuk diikuti, dan ada kalanya sudah berusaha mencari ilmunya tapi nggak dapet-dapet.

Seorang karyawan yang tadinya kerja dengan ilmu yang ada sudah merasa cukup dan menganggap kerjanya sudah maksimal. Karyawan ini merasa sudah tidak bisa mengmbagkan diri menjadi lebih baik. 

1. Mau ditambah kerjaannya merasa semakin berat. 

2. Mau ditingkatkan dengan jabatan bisa menjadi masalah (walaupun mau menerima) karena ilmunya belum siap sehingga bisa bikin stress dan tak mampu mengelola dirinya untuk banyak hal yang dikerjakan.

3. Mau ditambah uangnya untuk memotivasi dirinya agar banyak belajar, faktanya banyak orang yang happy dengan uangnya tapi dampaknya kebutuhannya pun meningkat sehingga uang yang ditambah itu tidak cukup lagi. Lalu pengennya uangnya ditambah lagi dengan berbagai alasan, entah itu alasan kerjaan banyak maka minta disesuaikan lagi.

4. Mau didorong dengan pelatihan agar termotivasi. Saat training begitu semangat dan besar ingin berubah, dan merasa ada ilmu baru. Selanjutnya motivasi dan semangat itu menurun dan kembali seperti biasa lagi.

Sebenarnya apapun yang bisa mendorong seseorang bisa berubah berawal dari hal baru (bisa tambah uang, tambah ilmu, tambah motivasi, tambah jabatan). Perubahan pun terjadi, tapi tidak banyak orang yang berubah terus-menerus. Solusi sederhananya adalah kemampuan saya harus menyesuaikan perubahan saat itu, yaitu terus belajar. Ilmu yang didapat hari ini belum tentu dapat mengatasi persoalan hari ini, saya cenderung merasa tidak mudah untuk mengerjakannya karena tidak ada kemampuan. Yang dimaksud dengan kemampuan bukan sekedar ilmu pengetahuannya, tapi ilmu untuk memampukan kecerdasan spiritual dan kecerrdasan emosional. Ada orang yang secara IQ tinggi, tapi SQnya rendah bisa berlaku buruk pada perilakunya. Ada juga yang SQnya tinggi tapi tidak dibarengi IQ yang cukup, membuat orang ini tidak berkembang.

Belajar itu mesti dibangun dari dalam diri setiap hari. Saya sudah membayangkan saat bangun tidur saya berhadapan dengan dunia yang penuh dengan tantangan dan banyak hal yang mesti dihadapi dengan ilmu yang baru (IQ, EQ, SQ). Saat saya tidak memiliki ilmu tadi, maka saya mengalami "kesulitan". Bisa jadi saya tidak menganggapnya "kesulitan", tapi tanpa disadari saya tidak banyak berbuat banyak untuk hari ini. Saya cenderung dirangsang dengan impian (kosong), dihambat dengan rasa malas, iri dengan orang lain dan sebagainya. Hanya sedikit yang saya lakukan dan cenderung melakukan yang rutin saja.

Allah itu Maha Adil, membalas sesuai dengan apa yang saya kerjakan. Karena sedikit yang saya lakukan, apakah saya berharap banyak dengan yang sedikit itu ? Pasti berharap banyak, tapi kan Allah hanya memberi sesuai yang sedikit itu. Karena yang sedikit itu yang saya lakukan, sedangkan yang saya hadapi sangat besar. Akibatnya kesulitan yang terjadi. Allah selalu membalas kebaikan (belajar) dengan minimal 10 - 700 kali. Saat saya melakukan kebaikan demi kebaikan, maka upaya yang saya lakukan cenderung disempurnakan oleh Allah karena kebaikan Allah yang membalas kebaikan dengan yang banyak. Asal saya yakin kepada Allah.

Insya Allah saya dan Anda bisa mengambil hikmahnya bahwa belajar itu tidak boleh berhenti sampai kematian kita. Jangan sampai kita belajar lalu berhenti, saat kita berhenti belajar maka yang terjadi adalah kita hanya ingin menunjukkan ilmu kita ("sombong"). 

 

  























Ngga ada masalah

 Nggak ada masalah mas ? Begitu seseorang bilang kepada saya. Saya balik bertanya,"kok bisa nggak ada masalah ?" Sedangkan orang lain selalu curhat masalahnya yang banyak dan sampai saat itu solusinya tidak ada. Kalau seseorang menyatakan tidak ada masalah dengan keuangannya, berarti dia banyak uang. Apakah orang yang banyak uang itu pasti tidak ada masalah ? Seolah-olah kehidupan ini bisa dibeli mereka yang punya banyak uang.

Masalah ? Masalah itu terjadi saat kita tidak mendapatkan apa yang kita harapkan. Mereka yang banyak uang itu terlihat tidak masalah, tapi ternyata mereka menyembunyikan masalahnya dengan uang yang banyak. Hidupnya nyaman dan senang-senang. Mari kita perhatikan, masalah yang utamanya adalah mereka khawatir kalau uangnya berkurang. Mereka cenderung untuk "pelit". Keadaan ini masalah nggak ? Sebenarnya masalah tapi tanpa disadari terjadi. Kekhawatiran itu tidak mereka harapkan tapi terjadi, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, itulah masalah. Semua orang kalau bisa tak ada kekhawatiran. Ini saja sudah menghadirkan "prasangka tidak baik" kepada orang lain. Belum lagi mereka cenderung pelit, tidak disukai banyak orang. 

Mau tahu lagi masalahnya, saat mereka membelanjakan sesuatu, dan mereka tak ingin mengeluarkan uang yang banyak. Kalau bisa barang bagus harga murah. Apa yang terjadi ? Mereka suka kecewa atas apa yang mereka beli. Ini masalah bukan ? Ini juga masalah.

Masalah itu sebenarnya bukan tabu untuk diakui, tapi sudah ada dan terus ada selama hidup. Masalah membuat seseorang memikirkan solusinya, yang dapat meningkatkan kemampuan seseroang menjadi semakin baik. Bahkan seseorang mesti mencari masalah dirinya agar dirinya bisa lebih baik dengan masalahnya. Mencari masalah bukan tidak pede dengan kemampuan kita, tapi selalu ingin menyempurnakan kemampuan lebih tinggi. Allah selalu menguji hambanya dari sesuatu yang baik dan yang buruk. Kekayaan adalah ujian, apakah mereka dapat memanfaatkan kekayaannya untuk semakin bertambah imannya. Bukan kekayaan itu untuk diakui sebagai orang hebat, orang yang senang hidupnya dan sebagainya. Demikian juga tidak memiliki uang yang banyak juga ujian, apakah bisa bersyukur untuk mendapatkan rahmat (nikmat) Allah yang banyak ? 

Mari kita pahami semakin seseorang tidak ada masalah, berarti menunjukkan dia ada masalah (mungkin masalahnya besar) tanpa disadarinya. Memang masalahpun tidak perlu juga diungkapkan, tapi mesti berusaha untuk menyelesikannya. Kemampuan yang selalu meningkat untuk menyelesaikan masalah itu adalah yang mesti kita fokuskan. Nggak ada masalah, nggak ada kemampuan yang teruji dan meningkat. 


Pasrah atau "menunggu"

 Dalam keseharian kita, banyak orang mengatakan,"saya mah pasrah aja". Hal ini dimaknai menerima keadaan dan bagaimana nanti aja. Seolah menyerahkan persoalannya kepada Allah. Saya pasrah aja lah dengan pendapatan yang tidak cukup. Bisa jadi kita sendiri yang bilang begitu.

Lalu beneran begitu aja ? Seiring waktu tidak banyak yang berubah. Ingat bahwa kita mendapatkan apa yang kita kerjakan, bukan mendapatkan dari kepasrahan Pasrah itu tidak berkonotasi menjalankan apa yang sudah dikerjakan (diam, sepertinya stabil dan tidak ada perubahan), tapi pasrah itu menunjukkan yakin kepada Allah, dan menyerahkan diri untuk mengikuti apa yang Allah perintahkan. Orang yang pasrah yang bener, mesti terus bekerja menjadi lebih baik dan mengikuti aturan Allah. Barulah hasilnya kita pun pasrahkan kepada Allah. Allah tidak menzalimi hambaNya, pasti membalas sesuai apa yang dikerjakan hambaNya

Apa yang harus dilakukan ? Yang utama pasti istighfar dan berlindung kepada Allah dari yang merusah iman. Cari, pahami dan amalkan petunjuk Allah yang mendekati persoalan yang kita hadapi. Baca Al Qur'an dan terus meningkatkan nilai ibadah kita. Insya Allah kesungguhan ini membuat hati ini diberi petunjuk untuk bersikap dan berperilaku yang bener.

Berbarengan membaca petunjuk Allah dan terus menemukan ilmu yang cukup untuk mengerjakan banyak hal semakin baik. Dengan hati yang bersih dan selalu ingin dibersihkan, maka kita siap menerima petunjuk Allah. Petunjuk itu biasanya mengantarkan kita mendapatkan ide (ilmu) yang bikin banyak hal yang bisa dikerjakan dengan mudah dan nyaman. Alhasil kita pun dimampukan pasrah dengan menjalankan perintah Allah.


Open Mind

 Open mind ditafsirkan pikiran yang terbuka, yang mau menerima pikiran dari luar dengan senang. Sebenarnya pikiran kita selalu terbuka untuk menerima pikiran dari luar, tapi yang membuat pikiran tidak mau menerima itu disebabkan pikiran kita dikuasai oleh Kecerdasan Emosional (nafsu/emosional). Maka saat kita mau menerima pikiran dari luar itu sebenarnya ditutup oleh respon emosional, untuk mempertahankan diri (gengsi, harga diri dan sejenisnya). Ada persepsi bahwa kalau kita menerima pikiran itu membuat diri kita rendah (tidak pintar, tidak hebat). Itulah yang terjadi.

Yuk menjadi tidak responsif dengan nafsu atau emosional atau pembajakan amygdala yang membuat kita tidak berpikir akal sehat, tidak open mind. Tidak perlu terburu-buru merespon apa yang datang dari luar dalam rangka menekan tidak emosional. Siapkan diri untuk memapu mendengar dengan baik tanpa berkomentar atau banyak tanya. Keadaan ini mengantarkan kita kepada open mind. Bila perlu mengatur napas untuk teratur.

Open Mind memberi kesempatan kita untuk belajar hal baru atau memperbarui pikiran yang sudah ada. Tentu dengan open mind ini kita dapat berubah menjadi lebih baik. Mau kan ?


Kerjanya sudah banyak

 Dalam dunia kerja, ada beberapa hal yang menyebabkan orang tidak termotivasi. Diantaranya merasa sudah banyak kerja sehingga membuat karyawan tersebut terlihat sibuk kerjanya. Sikap karyawan ini mudah tersinggung, atau bersikap bertahan/menolak saat ada kerja tambahan (ditingkatkan produktivitasnya). Lalu bagaimana solusi untuk karyawan seperti ini ? 

Di sisi karyawan, kalau bisa tidak ada tambahan kerja. Tambahan kerja berarti tambahan uang. Selalu ada cara untuk memperlihatkan bahwa karyawan tersebut sibuk dan waktunya sudah tidak cukup untuk ditambah kerjaan lagi. Ada kebutuhan perusahaan untuk berkembang menjadi lebih besar dengan pendapatan yang lebih tinggi dan biaya yang minimal. Usulan karyawan adalah tambah karyawan dan kerjaan juga bisa fokus. Tapi bagi karyawan kerjaannya bisa beres, tapi biaya naik. Langkah yang masih mungkin adalah menganalisa pekerjaan dari karyawan yang ada, apakah memang pekerjaannya tidak bisa ditambah lagi atau karyawannya tidak mampu mengerjakannya (tidak didukung ilmu yang cukup) ? 

Banyak dari karyawan diterima tidak siap dengan perkembangan perusahaan, karyawan hanya disesuaikan dengan kebutuhan saat terima. Akibatnya perusahaan menjadi lambat untuk bertumbuh. Disini perlu ada team training untuk menangani karyawan seperti itu. Team training yang memiliki kualitas as profesional trainer, dapat mendisain/membuat materi training sesuai kebutuhan perusahaan dan perkembangan ke depannya, mampu mengarahkan hasil training kepada aktivitas kerja nyata, bersama manager memonotir dan mengevaluasi hasil training, mampu memotivasi luar dalam karyawan berbagai level. Pengalaman dalam training yang mampu melihat kerjaan karyawan, karyawan yang merasa berat ditambahkan kerjaan lagi lebih disebabkan oleh ketidakmampuan (tidak cukup ilmu) untuk mengerjakan pekerjaannya, dan tidak memiliki kemampuan bersikap yang bener menghadapi berbagai masalah dalam kerja sehingga kerjaan yang ada sudah membuat karyawan berat/sibuk.

Solusi awal adalah memberi ilmu dan ketrampilan karyawan dalam mengerjakan kerjaannya. Ilmu dan ketrampilan ini mesti membuat karyawan merasa lebih nyaman dan lebih mudah dalam mengerjakannya. Lebih nyaman dan lebih mudah membuat karyawan cenderung menerima "pelatihan" ini. Dari langkah ini saja, karyawan menjadi lebih produktif dan waktu yang dihabiskan lebih singkat. 

Selanjutnya team training mengarahkan pemanfaatan waktu untuk menambah kemampuan yang lebih tinggi. kemampuan yang lebih tinggi membuat karyawan naik level dan siap dengan pekerjaan berikutnya. Disini team training mesti mampu membangkitkan motivasi untuk karyawan melakukannya ikhlas (tanpa disuruh). Produktivtas yang meningkat dapat mengangkat pendapatan perusahaan dan dapat pula meningkatkan pendapatan karyawan. Sama seperti training awal, semua ini mesti diwujudkan dalam kerja nyata, dimonitor dan dievaluasi agar sesuai harapan dan terkontrol untuk selalu ditingkatkan. Jika 2 langkah tersebut sudah tidak bisa memberikan hasil, maka pilihan yang masih mungkin adalah mencari karyawan yang mampu dan memiliki motivasi untuk menerima tanggung jawab (langkah pengembangan karyawan). Terakhir dipikirkan untuk menambah karyawan.

Dari kasus itu, banyak perusahaan tidak memiliki team training yang profesional. Biasanya team training hanya sekedar penyelenggara training (fasilitator) saja. Kondisi ini banyak karyawan training di luar perusahaan, hasilnya hanya bikin pinter aja dan jago ngomong/berdebat. Mengapa ? Karena banyak yang habis training tidak menerapkan langsung ilmu dalam kerja. Alasannya adalah tidak sanggup menjalankan tanpa orang yang sepaham. Hanya sebagian kecil yang diterapkan. Banyak karyawan seperti ini hebat dalam interview karena memang banyak mengikuti training saja. Ada 2 solusi yang bisa dijalankan perusahaan adalah solusi pertama memiliki manager yang kuat sebagai trainer atau coach dalam mengelola dan mengembangkan karyawannya. Solusi kedua adalah merekrut trainer yang berpengalaman yang mengerti aspek karyawan dan perusahaan.

Insya Allah karyawan berkembang dan perusahaan pun bertumbuh semakin besar. Perusahaan yang mampu menghargai karyawan, maka karyawan maksimal  melayani konsumen.


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...