Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Harga sebuah kesalahan

Banyak orang masih melihat kesalahan itu dari sisi negatifnya. Orang yang salah mesti dimarahin dan dihukum. Berharap yang salah dapat memperbaiki kesalahannya. Kondisi ini membuat orang takut salah, maksudnya bukan takut salah tapi takut melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Untuk mengantisipasi hal itu yang salah tidak mau disalahkan dan berusaha membela diri serta menutupi kesalahannya. Apakah hal ini menjadi baik ? Ternyata tidak membuat orang menjadi lebih baik. 

Jika ada salah, maka yang merasa bener (tapi tidak juga karena orang ini tidak melakukan apapun) segera bereaksi dengan marah. Yang salah karena dimarahi sering baper dan membuat situasi saling menyalahkan. Semestinya harus ada lingkungan yang saling dukung, maka yang salah diempati dan dikuatkan dengan mengoreksi kesalahan dengan cara yang santun. Tidak perlu menghukum kesalahan yang diperbuat. Sebaliknya yang salah bener-bener mengakui ada yang salah dan ingin memperbaikinya. Jika ini terjadi maka lingkungan seperti ini menjadi kondusif untuk semakin baik, berani bertindak dan berani juga mengakui, serta berani memperbaiki. Inovasi, kreativitas dan perubahan tidak luput dari salah, dan yang hebat semua itu tercipta dari kesalahan.

Berapa nilai kesalahan itu ? Sebesar dampak dari kesalahannya. Misalkan karena lalai menyebabkan kehilangan materi sebesar Rp 1 juta. Maka kesalahan itu bernilai 1 juta, semakin besar membuat orang semakin marah. Kemarahannya itu merasa kehilangan nilai materi. Kemarahan dan hukuman yang diberikan tidak seimbang dengan apa yang diperoleh dari kesalahan tersebut. Kok bisa ? Orang yang salah dimarahin dan dihukum, padahal yang marahin mendapatkan ilmu atau pelajaran dengan membayar uang Rp 1 juta. Apakah ada sekolah yang memberikan ilmu dengan 1 juta ? Bukan soal 1 jutanya, tapi sekolah tidak memberikan pelajaran tentang kesalahan tersebut. Nilai inilah yang tidak pernah dilihat sebagai hal yang menguntungkan. Apalagi pelajaran itu yang hanya 1 juta dapat diajarkan kepada semua orang. Yang pasti tidak ada lagi kesalahan berikutnya yang bisa mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Apa pantas yang salah itu dimarahin dan dihukum, padahal disisi lain banyak yang menguntungkan juga ?


Yang salah selalu dimarahin dan dihukum, tapi pernahkah Anda berpikir sebaliknya jika Anda yang salah, mau nggak sih dimarahin dan dihukum ? Yang pasti Anda tidak mau. Lalu mengapa orang lain dimarahin dan dihukum ? Bukankah semua orang tidak luput dari salah. Yuk memahami dengan hati bukan lagi pikiran dan emosi saja. Berempati kepada yang salah adalah yang terbaik. 

Bayangkan semua orang bisa berempati dengan kesalahan, sepertinya banyak hal yang luar biasa yang bisa dilakukan sehingga banyak hal yang luar yang dihasilkan. Semua orang berani melakukan sesuatu yang baru dan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

 

Buatlah cita-cita setinggi langit

Kalau ingat masih kecil dulu, guru bertanya, "Apa cita-citamu kalau udah besar ?" Yang saya ingat adalah ingin jadi dokter atau ir atau mau jadi pilot. Semua cita-cita itu terkesan adalah menjadi orang yang hebat dan banyak uangnya. Beberapa orang masih sama cita-cita sampai besar, tapi ada juga berubah. Apa yang ada dibenak orang yang waktu kecilnya tidak punya banyak uang untuk sekolah ? Cita-citanya tidak tinggi, mungkin tamat SMA pun sudah lumayan dan bisa kerja.

Apa kabarnya cita-cita itu ? Ada yang tercapai ... tapi kayaknya tidak seperti yang dibayangkan masih kecil. Ternyata berat banget cita-cita itu, uang yang diperoleh dari kerja tidak sesuai harapan. Mesti kerja keras dan banyak persaingan. Mungkin beberapa orang berandai,"Kalau saya dulu sekolah tinggi lagi, pekerjaan saya lebih baik" dan sebagainya. Lalu ? Jalani aja.

Cita-cita atau tujuan bukan sekedar untuk masa depan, tapi sudah menjadi motivator dalam kerja dan kehidupan. Yang masih sama adalah persepsi kita bahwa buatlah cita-cita itu setinggi-tinggi. Apa yang terjadi ? Kita merasa terbebani dengan cita-cita atau tujuan yang tinggi. Berapa lama bisa dicapai ? Bagaimana caranya ? Butuh pikiran, dan energi yang besar. Banyak orang hanya meninggalkan cita-cita itu dalam pikiran dan tidak pernah diwujudkan.

Tujuan akhir itu memang perlu yang tinggi, tapi agar bisa diwujudkan, maka kita perlu berkompromi dengan kemampuan dan fisik kita. Mengapa kita tidak memilah tujuan yang tinggi itu dalam beberapa tujuan antara dengan target waktu tertentu ? Bukankah pemilhan tujuan yang tinggi dalam beberapa tujuan antara sangat memungkin pikiran dan tindakan dapat diwujudkan. Ada perasaan senang dengan merasa tidak berat menjalani dari waktu ke waktu untuk meraih tujuan antara. 

Misalkan Tujuan A dibagi dalam 10 tujuan antara. A1 - A10. Fokus kita menjadi lebih detail kepada A1 dan setelah tercapai barulah berpikir menuju A2 dan seterusnya. Dalam hidup kita memiliki tujuan dari kerja dan tujuan untuk keluarga. Keduanya seperti bercabang dan membuat tidak ada waktu untuk meraih keduanya. Bagaimana caranya ? Buatlah tujuan kerja adalah bagian dari tujuan keluarga. Tujuan keluarga lebih besar/tinggi dari tujuan kerja. Dampaknya adalah kita kerja bukan untuk perusahaan, tapi untuk keluarga karena tujuan kerja itu hanya perantara menuju tujuan keluarga yang lebih besar.



Bisa dibayangkan ... bagaimana kita mau shalat khusyuk ? Menjadi berat untuk langsung mengamalkan shalat khusyuk. Bisakan kita memulai tujuan akhir (shalat khusyuk) dengan mengamalkan memahami syarat dan rukun shalat, kemudian memahami dan mengamalkan wudhu yang bener, mempelajari dan mengamalkan makna bacaan shalat dan seterusnya. Cara ini membuat kita merasa nyaman untuk khsuyuk dalam shalat.





Semoga kita mulai menyadari bahwa memang baik untuk memiliki tujuan/cita-cita yang tinggi. Tapi jauh lebih penting adalah mewujudkan tujuan itu secara bertahap. 

Just do it now

Just do it now, kalimat yang mengajak saya melakukannya sekarang. Tapi banyak hal yang mesti dilakukan sekarang menjadi tertunda karena memang saya yang menunda. Tidak ada alasan yang mesti membuat saya menunda semua itu. Banyak dari waktu lebih dihabiskan untuk hal yang pasif, hanya menonton yang menarik sehingga waktu habis, atau hanya membaca karena sesuai keadaan saya yang bikin saya larut, atau ngobrol yang tak ada ujungnya dan sebagainya (konsumtif). Semua itu bisa penting, tapi tidak ada yang bisa saya lakukan untuk berbuat sesuatu. Misalkan menulis, membuat sesuatu, melakukan pekerjaan, dan yang sifatnya beraktivitas kerja (produktif).

Just do it now, ingin apa yang sudah saya miliki (menerima sesuatu) dapat langsung dipraktekkan. Tidak perlu mengumpulkan banyak hal untuk semakin tahu. Karena semakin tahu membuat saya semakin ingin tahu lagi, dan akhirnya saya tidak berbuat apa-apa. Saat ditanya, seberapa banyak yang sudah saya ketahui ? Banyak, dan ditanyakan lebih detail lagi. Seberapa banyak yang saya pahami ? Tidak banyak dan sedikit. Lalu pertanyaan berikutnya, Seberapa banyak yang saya kerjakan (praktekkan) ? Sedikit sekali. Apa yang bisa saya praktekkan adalah diri saya, nilai dari diri saya. Agar nilai diri untuk meningkat, Just do it now.

Just do it now, mengajak saya untuk tidak menjadi sempurna atau memerlukan bantuan orang lain untuk mengerjakannya. Kata orang,"tidak ada yang sempurna di dunia ini, jadi lakukan sekarang". Kalau berpikir harus cukup ilmu untuk bisa berhasil, maka tidak ada yang bisa berhasil. Waktu mengantarkan saya untuk terus mengerjakan dan memperbaikinya sehingga ilmu yang saya peroleh semakin bener (tetep belum sempurna). Jangan pernah meminta bantuan orang lain agar saya bisa mengerjakannya. Bersyukur jika ada, tapi saya lah yang semestinya melakukannya sendiri, dengan begitu saya paham bahwa saya bisa melakukannya sendiri atau perlu bantuan orang lain. 

Just do it now or never, sudah banyak ide atau pikiran atau keinginan untuk melakukan banyak hal. Tapi kenyataannya tidak pernah terjadi (tidak dilaksanakan). Apakah nanti dikerjakannya ? Saya tidak pernah bisa menjawabnya, karena hari-hari saya sudah "penuh" dengan rutinitas dan memikirkan banyak hal yang tidak dikerjakan. Besok ? Sudah ada situasi yang membuat saya melakukannya lagi. bertaruhlah bahwa sekarang adalah waktu terbaik untuk melakukan apa yang ada dalam pikiran saya. Apakah saya mau menghabiskan waktu untuk hal yang tidak pernah terjadi ? Pasti tidak, just do it now or never

Just do it now, mengandung makna mengerjakan saja apa yang bisa saya kerjakan dan makna waktu sekarang. kadangkala ada waktu, tapi saya bingung apa yang mesti saya kerjakan. Sebaliknya saya bisa mengerjakannya karena memiliki kemampuan, tapi waktunya tidak ada. Saya disibukkan oleh aktivitas rutin atau lainnya. Just do it now, sudah menjadwalkan waktu (menyisihkan waktu) saya untuk mengerjakan apa yang mesti saya lakukan. Apa yang dikerjakan ? Apa yang bisa saya kerjakan sendiri (yang ada dalam pikiran saya). Semakin sering saya "Just do it now" semakin membuat saya berani beraktivitas.


Orang hebat dan lemah

 




Magic Word Menulislah

Menulis itu sama halnya sengan berbicara atau curhat dan sebagainya. Ada yang bilang,"Menulis itu bisa bikin plong dan lega perasaan" dan ada yang membuat therapy menulis untuk kesehatan. Menulis apa ? Tulislah apa yang kita rasakan atau kita pikirkan.




 

Action dan salah, dosa gitu ?

Dalam keseharian kita, beberapa ada yang takut berbuat (action) karena berbagai alasan. Padahal mereka tahu tanpa berbuat (action) tidak pernah terjadi apapun. Beberapa berikut bisa membangkitkan kita untuk berbuat banyak sesuai judul di atas, bahwa "Berbuat itu nggak salah dan ya bisa jadi dosa, tapi kita tahu dosa dan bisa memperbaikinya. Bukankah Allah itu Maha Pengampun". Bagaimana jika orang yang tidak berbuat sama sekali ? Bisa dimaknai sebagai orang yang tidak menjalani "perintah" untuk beramal saleh sekalipun tidak berdosa karena tidak berbuat (action). Perhatikan ... Allah menyukai orang mensucikan diri (orang yang bertaubat), saya memaknainya orang banyak berbuat sesuatu, kalau salah Allah penerima taubat dan kita bisa memperbaiki. Jadi adakah alasan kita untuk tidak berbuat banyak (action) dari apa yang sudah kita yakini ?

Saya mengambil catatan dari KH. Ahmad Dahlan, menjelaskan bahwa "Mengerti itu saat mengamalkannya dan keyakinan yang sempurna itu saat kita berbuat". Pemahaman sebelum berbuat menjadi penting, dan beberapa pemahaman diperoleh dari perbuatan yang sudah dilakukan. Penjelasan ini membuat setiap orang pasti berbeda, karena pemahaman dan perbuatannya yang berbeda sesuai latar belakangnya. Tidak perlu orang lain itu untuk dibandingkan dengan pencapaian kita.  Pencapaian kita adalah apa yang sudah kita perbuat. Adapun orang lain bisa menjadi referensi, dimana kita tetep berbuat sesuai pemahaman kita.

Renungkan kalimat berikut ini, "Bangunlah, Engkau dapat mengerti segarnya udara pagi. Bangunlah itu berbuat untuk bisa merasakan segarnya udara pagi, Orang lain hanya bisa memberikan nasehat itu. Maka pengalaman segarnya udara pagi pasti berbeda dengan orang lain. berbuatlah maka kita mengetahui banyak hal yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Mau sukses ? Jalani cara sukses itu (bila perlu melihat apa yang pernah diperbuat orang sukses), maka apa yang kita perbuat menjadi berbeda dengan pemahaman kita tentang sukses. Tidak perlu membandingkan dan teruslah jalani cara sukses itu. Dengan demikian kita banyak tahu cara tidak sukses, dan memperbaikinya sesuai kepribadian kita sendiri.



Bagaimana dengan ibadah kita ? Apakah tanpa ingin berbuat amal saleh itu kita menjadi mendapat kebaikan ? Tentu tidak, maka berbuat amal saleh tidak langsung bener, pasti ada yang kurang atau salah. Bukankah yang kurang atau salah itu "dosa" ? Agar kita selalu dibimbing dan bersama Allah yang Maha bener, teruslah untuk memahami iman dengan sebenarnya dan dimampukan untuk berbuat amal saleh. Apakah shalat kita pasti bener sekarang ? Belum tentu, ada yang kurang atau bahkan ada yang tidak kita jalani rukunnya. Yang tidak dibenarkan itu adalah merasa shalat sudah baik, dan tidak meningkatkan nilai shalatnya. Lalu apakah kita berharap itu tidak salah ? Teruslah mengevaluasi diri untuk bisa memperbaiki semuanya, Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Pengampun. 

Yuk kita belajar memahami kehidupan ini dengan petunjuk yang bener, yaitu Al Qur'an dan kitapun belajar berani berbuat (beramal saleh) sesuai tuntunan dari Al Qur'an. Sudahkah kita memberanikan diri untuk membuka, melihat, membaca, memahami artinya dan berani untuk mengamalkan, dan berbagilah kebaikan.

Semangat BUKAN karena uang

Apa sih semangat itu ? Semangat ya semangat, yang menjadi mesin bagi aktivitas kita. Saat bersemangat menghadirkan energi yang luar biasa. Energi dari semangat yang mendorong langkah awal dari aktivitas kita bisa berlangsung dan terus menjadi energi yang kuat untuk aktivitas sampai tuntas. Energi semangat itu membuat kita senang mengerjakan aktivitas, karena ada tujuan yang ingin dicapai. Apa itu ? Bisa jadi uang yang ingin kita raih atau lainnya. Keadaan orang yang bersemangat memiliki hal positif diantaranya memiliki energi untuk menyelesaikan aktivitas, perasaan senang yang mendorong aktivitas semakin bermakna, bersikap positif terhadap masalah dan menyenangkan untuk menemukan solusinya, energi positif yang dimiliki membuat aura positif bagi orang disekitarnya. Yang luar biasanya lagi, kita mengerjakan aktivitas itu melebihi apa yang seharusnya kita lakukan. Inilah produktivitas, rasio aktivitas terhadap potensi yang dimiliki sangat besar.

Apakah ada orang yang semangat tapi hasilnya tidak positif ? Bisa jadi terjadi. Semangatnya tidak memiliki tujuan yang jelas atau semangat yang dipaksakan untuk memenuhi keinginan orang lain. Semangat seperti ini hanya menimbulkan kesenangan sesaat karena memang diciptakan suasana agar aktivitas itu menarik untuk dikerjakan. Sebenarnya aktivitasnya bukan didasarkan semangat, tapi aktivitas yang menyenangkan. Biasanya akhir dari aktivitas ini menimbulkan kelelahan yang sangat. Misalkan saat seseorang yang bergabung dalam acara pesta, maka suasana yang bikin senang. Tidak ada semangat yang berarti untuk mengikuti pesta itu. Suasana senang itu memberi semangat yang tidak kuat, sangat bergantung kepada energi yang ada.



Bagaimana orang yang beriman dalam hidupnya ? Apakah mereka bersemangat untuk beribadah dan beramal saleh karena uang ? Ternyata tidak seperti kebanyakan orang, Ibadah dan amal saleh yang mereka lakukan memiliki  tujuan mengharap ridho Allah. Saat mereka yang beriman itu yakin kepada Allah dan membuat mereka sadar terhubung dengan Allah, saat itulah semangat hadir dalam hati. Semangat yang kuat karena yang memberi harapan (tujuan beriman dan beramal saleh) itu adalah Allah. Semangat seperti ini menjadi semakin kuat dan memberi energi yang besar yang datang dari Allah, maka diantara mereka berani berjihad atau bersungguh-sungguh dalam beribadah dan beramal saleh. Semangat yang selalu terhubung dengan Allah, semakin membuat dirinya ditemani Allah dalam setiap langkahnya. Penting nggak tujuan akhir atau hasil yang kita inginkan tercapai ? Kita sih pengennya hasilnya sesuai, tapi dalam hal ini karena tujuan kita bersemangat karena ingin diridhai, maka yang terpenting adalah aktivitasnya. Hanya aktivitaslah yang bisa kita kontrol. Alangkah indahnya jika kita bisa shalatnya bener, merasakan khusyuk atau kita bisa membantu orang lain, merasakan memberi bantuan yang terbaik dan sebagainya ... balasannya milik Allah. Kita juga ikhlas menerima hasilnya.



Dalam kehidupan sehari-hari semangat di atas menjadi dasar kita melakukan aktivitas seperti kerja. Artinya saat kita sadar bahwa kita kerja itu atas dasar iman, sebagai rasa syukur kita kepada Allah. Maka semangat dan keterhubungan dengan Allah memberi rasa percaya diri bahwa kita bisa kerja dengan lebih baik, kita sangat ingin menunjukkan kerja kita kepada Allah. BUkan lagi untuk mencari uang atau meminta perhatian perusahaan. Bukankah ini adalah produktivitas yang luar biasa, kerja kehidupan dunianya bisa dilewati dengan pencapaian kerja menuju Allah.


Duniamu ya akhiratmu

Akhirat atau dunia ? 99.9% menjawab akhirat, dan dengan lancar mengatakan,"Memilih akhirat itu mendapatkan dunia, tapi sebaliknya memilih dunia hanya mendapatkan dunia saja". Pilihan kita itu banyak tidak sesuai dengan apa yang kita kerjakan. Ada sih ibadah yang kita lakukan untuk berharap kepada balasan di akhirat. Tapi apa iya ?  Sudahkah kita ikhlas dalam ibadah ? Apa karena sesuatu yang kita minta tolong kepada Allah kita beribadah ? Maknanya ibadah kita untuk dunia. lalu kapan kita melakukan amalan akhirat ?



Apakah bisa kita berada di akhirat tanpa melewati dunia ? Yang pasti kita hidup di dunia ini untuk berbuat banyak amal dengan niat ikhlas kepada Allah. Nilai akhirat itu bisa dari ibadah yang ikhlas atau tindakan/kerja yang ikhlas membantu diri sendiri dan orang lain. Misalkan apakah dengan sedekah kita mendapatkan kebaikan di dunia ? Saat kita ikhlas memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, maka Allah bantu menolong kita dengan caranya untuk urusan dunia kita dan kita mendapatkan balasan pahala di akhirat. Artinya sedekah itu memiliki dimensi akhirat dan dunia. Jika kita bersedekah karena ingin dibantu (balas budi) orang lain, maka sedekah paling maksimal dibalas dengan dibantu orang lain sebagai balas budi. 

Bagaimana yang selain ibadah, seperti kerja atau berdagang ? Sama halnya, Allah menerima amal saleh asal ikhlas. Kerja yang ikhlas pun menjadi nilai ibadah, urusan akhirat. Dalam hal ini saat kita kerja ikhlas, maka apa yang kita berikan adalah kerja yang terbaik. Bukankah ikhlas itu lebih tinggi dari apa yang diamanahkan atasan kita dalam kerja ? Maka kerja yang ikhlas itu pasti kerja yang sangat produktif dan memberikan hasil yang lebih baik, disinilah kita mendapatkan balasan dari perusahaan dengan pendapatan yang lebih baik (urusan dunia), dan kerja yang ikhlas tadi menjadi penilaian Allah untuk urusan akhirat. Hal ini sangat didukung oleh doa kita habis shalat, "Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar, “Ya Tuhan kami, anugerahi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkanlah kami dari api neraka."




Yuk kita menjadikan dimensi dunia itu menuju akhirat dengan ikhlas kepada Allah. Doa kita memohon diberikan kemampuan berbuat baik di dunia agar memperoleh kebaikan di akhirat dan dijauhkan dari berbuat yang tidak baik.


Magic Word Change or die

Change or die ? Sebuah pilihan untuk berubah menjadi semakin baik. Tidak ingin berubah bisa "die", tertinggal dari sekitar kita dan yang pasti kita sendiri menjadi tidak mudah menjalani hidup. Banyak masalah yang tidak terselesaikan dan mengakibatkan semakin terpuruk. Sebenarnya tidak ada pilihan, pilihannya adalah change, berubah sekarang. Berubah pun belum bisa menjamin keadaan kita semakin baik.

Di kantor dalam kerja, tidak berubah membuat kita menjadi tidak dipercaya dan bekerja ala kadarnya. Target perusahaan selalu berubah dari tahun ke tahun, tapi bagaimana dengan Anda ? Jika Anda masih merasa berat menjalani target yang berubah setiap tahunnya, maka Anda bisa dipastikan tidak banyak berubah mengikuti target yang diberikan. Lalu ? Ya berubah atau digantikan orang baru yang lebih baik. Tidak berubah juga, maka Anda tidak menjadi team yang diandalkan oleh perusahaan. Masihkah Anda merasa malas untuk berubah, belajar dan berlatih untuk lebih cepat ? Orang-orang disekitar Anda memaksakan diri berubah karena ingin bertahan di perusahaan. Yang berubah pun belum menjamin mereka bisa bertahan didalam perusahaan.



Diluar kantor, tidak diperoleh lingkungan yang kondusif untuk berubah. Tapi tanda disadari perubahan lingkungan begitu cepat. Ada kisah tetangga, "dulu dia masih belum hebat, kok sekarang sudah luar biasa bisnisnya" dan kisah sejenisnya. Cerita ini hanya sebagai obrolan dan kekaguman saja. Anda masih seperti dulu.  Rumah dan lingkungan sekitar kita tidak banyak mendorong kita untuk berubah. Jadi kita mesti proaktif untuk memilih berubah. 

Perubahan itu sering dipersepsikan ingin berubah yang besar. Apa bisa ? Hanya beberapa orang yang mampu karena kemampuan dan dorongan untuk berubahnya besar. Kebanyakan orang hanya mampu berubah yang kecil, jadi sering menjadi tidak berubah karena merasa tidak mudah berubahnya (berubah yang besar). Cara berpikir ini menyesatkan, yang terbaik adalah perubahan itu dimulai dari hal kecil dan konsisten. Ketidaksabaran untuk mendapatkan hasil itu yang melemahkan perubahan yang kita lakukan. Padahal perubahan yang kecil mudah diraih dan membawa kita semakin bersemangat untuk berubah lagi. Kejadian ini berproses dan semakin perubahan besar bisa dilakukan.



Yuk kita bangun diri kita untuk mengerjakan hal kecil dan dilakukan terus-menerus yang membentuk kebiasaan dan karakter. Karakater inilah yang membawa kita kepada leader perubahan.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...