Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Monyet dan perampok

Renungan hari ini sedikit lebih dalam dan Insya Allah tidak tersinggung. Minimal kita memahami apa yang terjadi pada diri kita sampai saat ini. Mari kita bangun motivasi diri dengan motivasi spiritual yang islami agar mampu membangkitkan semangat untuk semakin baik.
Apa hubungan monyet dan perampok dengan motivasi hari ini ? Monyet dan perampok itu bisa kita jadikan renungan tentang makna hidup kita, karena keduanya adalah makhluk hidup seperti kita. Apa perbedaannya ? Mari kita renungkan satu persatu
Perhatikan gambar berikut ini ... Apa yang bisa katakan

Monyet bisa merokok, monyet menikah dan punya keluarga, monyet bisa naik motor, monyet juga makan untuk hidup, monyet bisa berantem (emosi juga), dan monyet juga bisa sujud. Kok bisa ? Karena semua itu bisa dilatih (diajarkan). Sama halnya dengan kita sebagai manusia, bukankah mestinya kita malu jika tidak bisa dilatih menjadi semakin baik ?
Jika hidup kita sebagai manusia sama dengan aktivitas monyet di atas, lalu apa bedanya ? Kita jawab berbedalah, monyet binatang dan kita manusia. Terus ? kita adalah manusia yang kedudukannya lebih tinggi ? Apa ya ? Bukankah jika kita tidak mengikuti petunjuk Allah yang hanya mengandalkan nafsu bisa lebih rendah dari binatang ? 
Jika kerja kita hanya cari uang untuk makan lalu menghabiskan waktu istirahat, apa bedanya dengan monyet ? Perbedaan yang mendasar adalah kita punya hati sehingga bisa memahami lalu beriman kepada Allah. Maka sujud kita berbeda dengan monyet, makan kita berbeda dengan monyet dan seterusnya. Monyet mencari makan, manusia beriman menyakini beriman kepada Allah yang Maha Pemberi Rezeki dan kita pun dicukupkan Allah dengan rezekiNya (sehat, upah, dan kebaikan lainnya).
Terus jika udah dapat renungan di atas, semakin mempertegas lagi. Mari kita renungkan apa bedanya kita sebagai manusia beriman (benar-benar beriman) yang profesinya  pedagang, pekerja, ibadah dengan perampok. Perampok mencari makan dan aktualisasi diri dengan merampok, dimana pekerjaannya tidak terlihat sama orang lain. Yang terlihat adalah kekayaannya, kebaikan dan apa saja yang ditampilkannya. Bahkan dengan sempurna dia menunjukkan "orang baik".
Bagaimana dengan kita yang berprofesi sebagai pedagang, pekerja dan ibadah ... kok kita lebih suka menampilkan aktivitas kita, seolah-olah kita sebagai orang baik karena pekerjaan kita. Ria nggak ? Hanya kita yang tahu. Intinya kita mencari uang dengan pekerjaan itu 
Lalu apa bedanya ? Jawabannya adalah hatinya yang beda, perampok tidak menggunakan hatinya untuk beriman kepada Allah. Bagaimana dengan kita ? Ungkapan yang menyentuh yang mesti kita renungkan "orang jahat (perampok) dapaet rezeki, masak orang baik ngga dapat rezeki yang lebih baik"
Apa maknanya .... bisa jadi sampai hari ini kita memang melakukan pekerjaan yang baik tapi belum menggunakan hati. Tentunya kita masih berbeda dengan perampok, tapi jika kita renungkan lebih dalam kita beriman kepada Allah tapi kita masih menyimpan keraguan di pikiran,"kok rezeki ku hari ini seret atau kok hidup kita semakin berat" dan banyak lagi ungkapan yang muncul seolah tidak percaya bahwa itu MUTLAK BALASANNYA untuk mereka yang beriman dan beramal saleh.
Jika memang kita bekerja untuk cari uang, bukankah sama halnya dengan perampok ? Jika kita bilang tidak sama, maka sentuh hati kita untuk memahami bahwa Allah selalu ada dan siap memberikan petunjuk dan keyakinan pada hati yang kita buka.
Insya Allah kita diberi petunjuk di hati ini agar semakin percaya BUKAN hal yang harus dibuktikan terlebih dahulu, tapi dengan iman ini kita bekerja sebagai amal saleh yang Allah ridhai. Sempurnakan iman dan amal saleh kami. Aamiin

Referensi hidup masih dunia

Jika ditanya kepada banyak orang tentang apa yang menjadi cita-citanya, maka jawabannya adalah ingin sukses. Kesuksesan yang dimaksud adalah memiliki banyak materi seperti punya mobil, rumah, jabatan dan sebagainya. Dan bagi sebagian muslim jika ditanyakan lebih detail, bagaimana cara mereka meraih kesuksesan itu ? Tentunya dengan usaha (bekerja) dengan ibadah yang disempurnakan dengan doa. Adakah yang salah ? Tidak ada dan sesuatu yang luar biasa, tapi selanjutnya saya ingin berbagi tentang renungannya. Hal ini masih menunjukkan kepada kita bahwa tujuan dan referensi hidup kita masih tentang dunia alias materi
Secara umum kita memiliki formula seperti berikut :
Tindakan A untuk mendapatkan hasil A.
Contoh untuk lulus dengan dengan terbaik, maka kita mesti belajar tentang apa yang diuji. Ada yang berhasil dengan nilai baik karena memang belajar dengan benar, dan ada beberapa kejadian juga yang aneh yaitu yang tidak belajar bisa lulus juga atau ada yang udah belajar tidak lulus. Dengan fakta ini ada beberapa orang berpendapat sebenarnya ada faktor lain yang menjadi penentu kelulusan di atas selain belajar. Tapi sebenarnya ada yang sama yaitu mereka yang lulus itu memahami materi ujian.  Adapun mereka yang tidak belajar bisa jadi sudah memahami materi, sedangkan yang belajar bisa jadi terlihat belajar tapi tidak bisa memahaminya.
Cerita di atas bisa kita jadikan analogi dalam menjelaskan paragraf pertama. Keinginan untuk sukses itu bisa jadi harus tahu terlebih dahulu "kesuksesan seperti apa yang ingin diraih". Agar lebih jelasnya sebagai berikut :
Sukses menjadi manager atau orang kaya atau pengusaha memerlukan kerja keras. Maka tidak serta merta yang kerja keras itu sukses. Berarti kita yang ingin sukses harus tahu dengan detail kesuksesan seperti apa yang kita inginkan dan bekerja keras sesuai kesuksesan itu. Sampai sini nggak masalah
Berikutnya kita renungkan ...
Kesuksesan (dunia) karena jabatan, materi dan sebagainya tentulah harus menggunakan cara keduniaan. Bisa jadi mereka yang mengerjakan dengan dominan kerja keduniaan dapat meraihnya. Maka fakta dan apa yang kita lihat, tidak saja orang muslim yang sukses tapi ada juga orang non muslim yang sukses. Begitulah Allah membalas setiap kerja keras (amal baik) dari mereka yang ingin meraih kesuksesan dunia.
Tapi dapat kita renungkan lebih dalam .... banyak dari orang Islam menjadikan tujuan dunianya dengan bantuan Allah. Salahkah ? Sah-sah saja, tapi apakah pantas kita menjadi Allah sebagai "pembantu" kita dalam meraih kesuksesan dunia ?? Dan bisa jadi ada yang berpendapat bahwa bukankah Allah sendiri yang mau menolong hambaNya jika meminta bantuan. Nggak salah juga, bahkan Allah memberi pertolongan dengan sabar dan shalat. Tapi kita lupa bahwa bantuan itu diberikan Allah kepada mereka yang MEMILIKI TUJUANnya adalah Allah itu sendiri (kehidupan akhirat).
Disinilah kita mulai merasa ada yang tidak pantas. Tujuan dunia dengan cara akhirat.  Bukankah cara akhirat itu memberikan hasil kepada akhirat juga. Maka yang mesti kita renungkan agar menjadi kebaikan buat kita adalah .... kita sih ingin sukses, dan ingin juga meraih kehidupan akhirat yang baik pula, seperti halnya dalam doa sapujagat kita, ya Allah berilah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat.
Bagaimana jika merubah keinginan kita tadi dengan merubah saja, yaitu kesuksesan di akhirat berupa kesuksesan yang banyak amal salehnya. Amal saleh yang seperti apa ? Amal saleh yang sesuai dengan ilmu dan kemampuan kita. Jika kita adalah manajer, maka banyaklah beramal saleh untuk menuntun dan memelihara team dengan cara Allah agar bisa melayani konsumen dengan baik. Jika kita adalah pedagang, maka banyaklah beramal saleh dengan ilmu dagang lewat kejujuran, senyum dan silaturahmi. Insya Allah dagangan kita juga bisa sukses. Dan kesuksesan yang melekat dari apa yang kita kerjakan merupakan balasan dari Allah dan kita diberi waktu untuk menikmatinya.
Sukses akhirat dilakukan dengan cara Allah dan pasti pula kita memohon pertolongan denganNya. Insya Allah kita diberikan kesuksesan dunia yang menjadi amanah Allah kepada kita.
Insya Allah renungan ini menjadi motivasi yang kuat buat diri kita menjadi semakin baik. Motivasi diri yang tidak sekedar hanya sesaat tapi motivasi yang langgeng dan menguat, itulah dia motivasi yang dibangun dalam spiritual kita. Motivasi spiritual yang didasarkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam. Maka jadilah motivasi Islam yang selalu membangkitkan kita untuk semakin baik dan benar.
Alhamdulillahi rabbil alamin atas petunjukMu ini dan berikan kepada kami untuk selalu menyempurnakan amal saleh kami dan hanya kepadaMu lah kami menuju. Aamiin

Jika Allah itu Maha Adil, maka mengapa kita tidak percaya ?

Sifat dan perilaku kita seringkali tidak sejalan dengan apa yang kita percayai, misalkan kita ingin sehat. Benarkah kita ingin sehat ? Faktanya kita tidak selalu menjaga makan dan minum kita dengan makanan dan minuman yang sehat. Lalu kita ingin membantah atau membenarkannya,"iya makan yang enak (kurang sehat) sekali saja nggak apa-apa". Perhatikanlah ternyata tidak hanya sekali dan tidak pernah dibantah lagi, lihatlah kesehatan kita apakah semakin sehat ? apakah kita sering sakit ? apakah kita mudah capek ? apakah kita tidak mampu beraktivitas dengan benar ?
Ternyata semua pikiran dan apa yang kita percayai itu mesti didorong dengan tindakan nyata, lalu hanya karena emosional lah kita tidak menjalaninya.
Jika ditanya, apakah Allah itu Maha Adil ? Pasti jawabannya,"iyalah dan saya mempercayainya". Lalu apakah cukup sampai di situ ? Seperti halnya tentang sehat, Mengimani dan mempercayai Allah Maha Adil itu WAJIB. Apa buktinya dan tindakan kita yang sesuai dengan hati dan pikiran kita.
Pertama yang paling mudah, apakah kita merasa mendapatkan keadilan itu dari Allah ? "Apa ya". Pasti sulit kita menemukan keadilan itu. Bisa jadi Allah telah Adil memberi kita kehidupan ini. Apalagi ya. Kita merasa Allah itu adil karena kita tidak pernah mengalami suatu masalah. Tapi berbeda saat kita mengalami masalah, misalkan kita dizalimin orang lain. Maka kita dengan reaksi cepat meminta orang yang menzalimin kita dibalas oleh Allah lewat doa kita yang cenderung buruk. Disinilah Allah dimata kita tidak Adil. Atau kehidupan kita yang tidak menjadi semakin baik ... maka muncul doa untuk kebaikan kita. Semua itu tanpa kita sadari ternyata kita tidak percaya bahwa Allah itu Maha Adil.
Mari kita renungkan, di saat hati tenang. Kezaliman itu menunjukkan Allah itu Adil. Dimana adilnya ? Allah ingin memberi keadilan itu pada diri kita sendiri dengan mengajak kita untuk selalu berbuat baik dan berdoa yang baik BUAT DIRI KITA SENDIRI dan orang LAIN. Karena selama ini kita jarang melakukannya. Allah adil, Adil terhadap hak diri kita untuk menjadi seimbang dalam hidup ini. Hanya karena emosi saja kita mengatakan "Allah itu tidak adil". 
Kedua yang bisa saja terjadi pada diri kita sendiri adalah sifat iri. Apa hubungannya iri dengan tidak adil ? Sifat iri itu diantaranya membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih baik. Misalkan bisa saja muncul pertanyaan seperti ini,"kok dia yang tidak shalat dan kerja hanya begitu aja bisa sukses". Padahal saya sudah berbuat baik dan segala hal masih begini aja. Ungkapan ini memang tidak secara tersurat mengatakan Allah itu tidak Adil, tapi secara tersirat ya. Mengapa hal ini terjadi ? Sekali lagi karena emosi kita terpancing atau tergoda dengan keadaan yang tidak semakin baik. Bukankah jika kita mau semakin baik, hanya kita lah yang bisa merubahnya dengan melakukan yang baik dan diizinkan Allah. Kita balik pernyataan di atas dengan mengatakan "Jika saya percaya Allah itu adil maka saya tetap terus melakukan hal baik dan keadilan itu milik Allah. Saya hanya percaya akhirnya Allah itu pasti membalas dengan adil apa yang telah saya lakukan".
Mari kita renungkan dengan menyingkirkan emosi kita dan menyakini Allah itu adil dengan terus beramal saleh yang Allah rahmati. Inilah motivasi terbesar kita agar diri menjadi semakin baik

Allah selalu ingin menyempurnakan amal kita

Ingin beramal yang baik (saleh) terasa berat, sekalipun sudah ada niat. pengen sedekah saja, masih banyak pertimbangan (pikiran), padahal sedekah ya nggak pake pikiran tapi pake hati berupa keyakinan. Berat dalam beramal saleh itu menunjukkan kita belum baik imannya, alias belum yakin kepada Allah.
Semua kejadian dalam beramal saleh itu selalu diiringi niat baik tapi dihambat oleh pertimbangan pikiran. Bahkan saat kita beramal saleh itu pun masih muncul lingkungan yang tidak bersahabat sehingga membuat kita urung beramal saleh. Saat kita memberi sedekah, ternyata orang yang mau dikasih nggak ada alias tidak sesuai kriteria kita atau kesibukan yang membuat kita tidak beramal saleh. Banyak sekali penghambat jika kita ingin beramal saleh.
Jika kita telusuri keberatan (hambatan) kita dalam beramal saleh itu berasal dari kita sendiri. Niat yang sudah ada tidak dikuatkan dengan niat benar-benar kepada Allah. Niat ini memerlukan pemahaman yang benar tentang amal salehnya agar menjadi pendorongnya. Niat itu mesti membuat kita yakin dan yakin dengan apa yang ingin kita amalkan. Ucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim
Niat yang sudah benar itu sudah menjadi koneksi (kesadaran) kita kepada Allah. Allah "tahu dan melihat" kita. Insya Allah pada saat itu kita diberi kekuatan untuk menggerakkannya dalam beramal saleh.
Bisa jadi kesempurnaan amal saleh itu masih dihambat oleh emosional dan pikiran yang digoda oleh syetan. Pikiran kita selalu membuat kita berpikir,"jika sedekah, maka uang kita berkurang. dan berkurangnya uang itu bisa bikin kita miskin". Dan secara emosional, "ngapain juga sedekah yang nggak bikin kita seneng" atau "yang dikasih aja ngga berubah tetep aja minta-minta". Niat yang sudah ada tapi melawan pikiran dan emosional kita sendiri.
Lalu ilmu dan pengetahuan (pemahaman) kita tentang sedekah yang kuatlah yang membuat kita ingin melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. "saya pernah baca kok, orang banyak sedekah malah jadi berkah hidupnya". kesungguhan dalam beramal saleh pun wajib mengikuti petunjuk yang telah Allah sampaikan dalam Al Qur'an dan hadist. Dengan kesungguhan ini Allah pun menyempurnakan amal saleh kita dengan menyingkirkan segala hambatan tersebut. 
Sebaliknya ketidaksempurnaan kita dalam beramal saleh disebabkan dari dalam diri kita sendiri. Maka sepantasnyalah kita berlatih dan menambah pemahaman tentang Allah dan amal saleh itu sendiri. 
mau dekat atau bersama Allah, mari beramal saleh. Insya Allah kita diberi kemampuan untuk memahami Allah dan petunjukNya. Aamiin

Berdoa minta rezeki ..

Seringkali kita meminta pertolongan dengan seseorang, "mas bantu saya, saya tidak punya uang untuk makan". Atau "mas pinjam uang karena saya ada keperluan". Meminta pertolongan seperti itu tidqk salah, tapi banyak orang yang diminta pertolongan merasa nggak nyaman. Tapi ada beberapa orang yang tidak minta uang tapi meminta atau "mengemis" agar barang yang dimilikinya dibeli. Masih lebih baik caranya. Ada yang membeli dan barang yang dibeli tidak digunakan, atau ada yang membeli tapi barang yang dibeli diberikan kepada orang lain atau tidak membeli karena merasa tidak membutuhkan barangnya dan hanya memberi uang sekedar rasa kasihan.
Ada cara lain untuk mendapatkan uang yaitu dengan bekerja yang dihargai orang. Maka dengan cara ini, ada orang yang meminta pertolongan dengan cara meminta pekerjaan. Semua cara di atas jika dilaksanakan dengan ikhlas bagi orang yang membantu tidak jadi persoalan bahkan menjdi ladang amal. Yang menjadi bahasan adalah yang meminta, apakah dengan meminta dengan cara di atas bisa membuat kita semakin baik ? Semua tergantung kondisi dan kesadaran kita kepada Allah. Cara yang terakhir lebih mendidik kita semakin baik.
Sekarang kita bayangkan jika kita juga melakukan yang sama kepada Allah dengan meminta rezeki karena merasa kurang atau bahkan kita pun tetap meminta rezeki sekalipun ada uang. Pertanyaannya, apakah Allah memberi atau membalas doa kita dengan memberi rezeki (uang) ? Pastinya tidak langsung. Yang adalah memberi kesempatan amal atau kerja yang berujung kepada kita mendapatkan uang. Jika begitu boleh dong biar tepat kita pun memohon pertolongan agar diberi pekerjaan atau amal yang berbuah kepada rezeki yang kita minta. Sudahkah kita berdoa seperti ini, ya Allah yang Maha razzaq, bimbing kami untuk selalu taat kepadaMU dan izinkan kami untuk selalu mampu bekerja dalam meraih rezekiMU. Aamiin
Insya Allah uraian ini bisa kita renungkan agar semakin hari semakin baik keislaman kita.  

Beriman atau percaya kepada yang ghaib


Beriman atau percaya, dua kata berbeda dan kita sepakati sama beriman yang berasal dari bahasa Arab dan terjemahannya percaya. Jika kita percaya kepada sesuatu, misalkan percaya pada teman. Maka maknanya bahwa kepercayaan itu ada karena kita dapat menerima pembuktian atas janji orang tersebut dengan kita. Saya percaya sama dia karena kepintarannya, dan memang dia membuktikan dia lebih pintar. Sama halnya kita percaya omongannya, berarti kita percaya dia berkata jujur.
Efek dari kita percaya kepada seseorang hanya sekedar percaya saja, tapi tidak membuat kita melakukan yang sesuatu atas apa yang kita percayai. Atau kita pun belum tentu mau menuruti apa yang dikatakan teman kita tadi. menjadi berbeda jika kita percaya kepada Allah, maka kita pun mau melakukan apa yang diperintahkanNya.
Ada perbedaan lain agar kita semakin benar-benar percaya kepada Allah dengan mengamalkan perintahNya. Saat kita percaya kepada teman, sebenarnya kita tidak pernah tahu tentang teman kita itu 100%, sifatnya dan keperibadiannya dan banyak hal yang tertutupi. Yang kita tahu saat kita bertemu dengannya. Dan tidak ada juga informasi dan pengetahuan serta petunjuk tentang teman kita itu yang mutlak kebenarannya. Menjadi berbeda dengan percaya kepada Allah, sesuatu yang tidak nyata (ghaib) dimana kepercayaan kita itu tidak asal tapi percaya karena ada petunjuk, ilmu, hidayah, pengetahuan serta informasi tentang Allah yang mutlak kebenaranNya yang bersumber dari Al Qur'an dan hadist Rasulullah. Maka kita percaya kepada Allah itu wajib diikuti dengan membaca dan memahami Al Qur'an sehingga dengan percaya kepada Allah itu kita pun beribadah kepadaNya. bagaimana jika kita percaya kepada Allah tanpa diikuti ilmu yang benar, maka kepercayaan itu menjadi lemah, kondisi ini menyebabkan kita lemah pula dalam ibadah dan amal.
Dalam Al Qur'an, difirmankan bahwa "orang yang beriman dan beramal saleh". Dua kalimat yang menjadi satu dan tidak terpisahkan, menunjukkan iman seseorang itu sudah benar karena dibekali atau didasari petunjuk Allah dalam Al Qur'an.  Saya percaya kepada Allah yang Maha segalanya dan pemilik alam semesta ini, maka saya pun beribadah dan beramal kepadaNya.
Saat kita beramal menjadi tidak sempurna atau kehidupan kita yang tidak memberi ketentraman di hati, maka yang perlu kita renungkan adalah bisa jadi iman kita semakin lemah karena tergerus oleh kepercayaan kita kepada yang lain. Kita percaya sukses memgantarkan kita kepada kehidupan yang lebih baik, atau kita percaya uang yang banyak bisa membahagiakan diri kita, kerja keras menjadi kunci kesuksesan dan banyak lagi. Percaya kepada sesuatu selain Allah bisa menjadikan kita lalai percaya kepada Allah alias menomerduakannya. Mari kita koreksi iman kita dengan konsisten membaca Al Qur'an dan mengamalkannya. INsya Allah dengan terus membaca dan memahami Al Qur'an mampu menyempurnakan iman kita kepada Allah, lalu menjadikan kita yakin untuk melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Aamiin

Ada dan tidak ada

Judul di atas saya ambil menjadi bagian penting dalam semangat hidup kita. Mengapa ? Terkadang semangat itu ada karena sesuatu yang ada secara fisik yang bisa mendorong kita atau semangat itu menjadi luar biasa karena sesuatu yang tidak nyata (tidak ada).
Memang definisi ada itu sering ditafsirkan secara fisik terlihat atau tidak terlihat secara fisik tapi dapat dirasakan kehadirannya (ada). Begitulah yang terjadi, tapi nggak perlu pusing juga sih yang penting kita dapat memahami secara makna.
Semangat itu bisa mendorong kita termotivasi untuk melakukan apapun karena ada sesuatu yang mendorongnya. Misalkan karena keluarga berarti ada secara fisik yang membuat kita terdorong. Tapi benarkah demikian ? Perhatikan saat kita bekerja luar biasa di kantor, apakah dorongan itu masih ada (keluarga yang terlihat secara fisik) ? jawaban tidak ada, tapi keluarga itu ada karena kita merasakan kehadirannya dihati.
disisi lain ada sesuatu yang mendorong kita bersemangat seperti mimpi yang tidak ada atau tidak nyata yang hanya ada di imajinasi kita saja. Tapi mimpi itu benar-benar mendorong kita bekerja luar biasa.
Kedua hal di atas menjadi penting bagi kita untuk selalu bersemangat untuk bekerja luar biasa. Ada atau tidak ada tidak jadi penting tapi kita bisa merasakannya karena kita fokus. Jika hal ini bisa kita rasakan semangat luar biasa dalam bekerja, maka mesti kita pun bertanya mengapa kita belum beramal saleh yang luar biasa kepada Allah ?
Bekerja luar biasa secara makna sama dengan amal saleh, yaitu melakukan aktivitas karena ada dorongan. Mengapa sih kita shalat (amal saleh) ? Karena kita takut masuk neraka, neraka bisa kita jadikan dorongan yang sebenarnya masih belum nyata hanya berupa gambaran yang menakutkan kita. Tapi neraka itu tidak ada saat kita tidak fokus karena fokusnya kepada hal lain yang menyebabkan kita "kurang" shalatnya. Sama juga saat shalat itu karena syurga. Shalat kita menjadi luar biasa karena kita merasakan betul dorongan itu sangat hadir di hati ini, yang berarti kita lagi fokus atau kita sedang sadar kepada Allah. Neraka atau Syurga itu diciptakan Allah untuk membalas amalan manusia yang tidak mengikuti petunjukNya. Saya yakin semua orang tidak mau masuk neraka atau sangat ingin masuk syurga, tapi yang jadi persoalannya adalah kehadiran neraka atau syurga itu tidak kuat di hati ini. Jadilah kita "kurang" shalatnya atau bahkan kita melakukan dosa ...
Jika syurga atau neraka itu diibaratkan sesuatu yang kita imajinasikan dalam pikiran seperti halnya mimpi, maka setiap orang mempunyai bermacam-macam imajinasinya. Imajinasi itu tidak mutlak kebenarannya, tapi kita mesti membangun imajinasi itu dengan hati yaitu kehadiran Allah di hati yang mampu membuat menjadi sangat kuat untuk mendorong kita shalat luar biasa. Kehadiran Allah di hati bisa memberi imajinasi yang benar tentang syurga dan neraka. Boleh dong kita sekarang untuk bersemangat luar biasa dalam beramal saleh itu didasarkan pada kehadiran (fokus) Allah di hati ini.
Allah ada dan secara kasat mata kita tidak mampu melihatNya (tidak ada), tapi kita bisa merasakan atau mampu melihat kehadiran Allah itu dengan ciptaanNya (kekuasaan dan kebesaranNya). Maka fokus atau menggunakan hati menjadi sangat penting dalam membangun semangat kepada Allah yang membuat kita pun menjadi beramal saleh yang luar biasa. Mari kita bangun fokus kepada Allah dengan selalu melihat sesuatu itu secara fisik (ada) DAN melihat pula secara non fisik. Contoh saat melihat anak kita, yang terlihat adalah fisik anak bisa membangkitkan semangat tapi tidak jarang juga bikin bete. Tapi jika kita dalami lagi maka anak itu adalah titipan Allah, dimana titipan itu bisa baik bisa juga buruk. maka yang dititipkan siapa wajib menjaga tetap baik titipan itu (sekalipun bikin bete) atau mampu membuat titipan itu semakin baik. Inilah yang disebut tidak ada (tidak nyata) dibalik fisik dari anak. Kemampuan ini mesti dibangun dari ilmu Al Qur'an dan hati dengan emosional positif. Dengan demikian kita sebagai orang tua sangat bersemangat mendidik anak BUKAN lagi untuk berbangga dengan prestasi anak tersebut karena didikan kita, tapi sangat ingin mendidik anak itu sebagai uji kemampuan amal saleh yang dinilai oleh sang Pencipta. Mendidik anak sebagai amal saleh yang luar biasa dan sangat ikhlas untuk Allah.
Insya Allah kita diberi kemampuan untuk selalu melihat hal yang ada dan "tidak ada" agar hati ini mampu menghadirkan Allah dan Allah pun selalu ingin masuk ke dalam hati kita. Bimbing dan ajari kami selalu menuju kesadaran kepadaMu ya Allah. Aamiin

Kita lupa ada waktu yang membatasinya

Dunia ini seakan menjadi milik kita saat kita merasa senang karena apa yang kita inginkan terjadi. jadi kita bekerja luar biasa demi apa yang kita inginkan. Maka banyak orang bermimpi dan berusaha. Ada yang berhasil dan ada pula yang belum berhasil, Semua orang berusaha sesuai kadarnya
Yang berhasil menganggap dirinya lah yang menentukan keberhasilannya atas usaha yang dia anggap luar biasa. Dan yang belum berhasil selalu membandingkan bahwa dirinyapun sudah bekerja luar biasa tapi karena Allah yang belum memberikannya saja dia belum berhasil.
Usaha yang luar biasa itu menjadi motivasi bagi siapa saja untuk meraihnya. Hanya karena sebuah keinginan, harapan atau mimpi membuat kita merasa bahwa waktu itu masih panjang. Tapi seringkali kita melupakan faktor waktu. Perhatikan orang di sekitar kita yang meninggal di usia yang kita anggap "masih muda" yang menghentikan usahanya dalam meraih mimpi.
Itulah kita bekerja karena mimpi. Tapi bandingkan jika kita bekerja luar biasa karena batas waktu. Dan batas waktu itu tidak pernah kita tahu, seakan dan memang mengatakan bahwa hari esok itu milik sang Pencipta (maka kita wajib untuk berkata "Insya Allah"). Apa perbedaan kerja yang kita lakukan karena mimpi dengan bekerja demi waktu (usia) ?
Bekerja demi mimpi pastilah cenderung urusan dunia, sebaliknya bekerja pasti luar biasa demi waktu (usia)yang merupakan urusan ibadah. Bekerja demi mimpi melupakan waktu dan tidak saat kita bekerja demi waktu yang menyebabkan kita bekerja luar biasa secara maksimal dengan memberdayakan potensi yang kita miliki. Bekerjanya tidak menghalalkan segala cara tapi bekerja dengan batasan amal saleh.
Tidak salah juga jika kita punya mimpi. Mimpi yang memiliki nilai kebaikan di mata Allah. Maka kita pun bisa bekerja luar biasa demi mimpi itu dan yang pasti kita pun ingat bahwa semua apa yang kita lakukan tetap dibatasi waktu. Bekerja sebagai amal saleh menjadi diri kita selalu bersyukur dengan apa yang kita raih.
Insya Allah kita selalu diberi mimpi yang baik yang dirahmati Allah sehingga membuat kita semakin mencintai Allah dengan banyak berbuat amal saleh yang luar biasa. Aaminn

IYA Sukses

Kesuksesan bisa dibangun dengan menemukan cara-cara yang sudah pernah dilakukan orang lain. Maka kita pun belajar meniru atau menerapkan kesuksesan orang lain pada diri kita. Kita pun bertaruh untuk itu dengan biaya yang tidak sedikit lewat training dan seminar.
Ada banyak cara berupa tip sukses, cara singkat untuk sukses, cara mudah untuk sukses dan banyak lagi. Ingatlah bahwa kesuksesan itu tidak bisa diraih dengan cara singkat, sukses dapat diraih dengan proses yang benar DAN YANG DILUPAKAN banyak orang adalah kesuskesan itu tidak sama setiap orang. Dan YANG PASTI pula kesuksesan itu PEMBERIAN/IZIN ALLAH terhadap apa yang sudah kita lakukan.
Mari kita bangun dasar kesuksesan itu yang ada pada diri kita sendiri dengan cara mensyukurinya. Menyadari kita punya potensi dan memberdayakannya. Mulailah dengan iman kepada Allah, bahwa kesuksesan itu milik Allah dan saya wajib dekat denganNYA. Bekali ilmu yang cukup untuk melaksanakan keimanan yang sudah kita pahami dalam sukses sembari pula membaca dan memahami Suksesnya Nabi lalu terakhir amalkan .... 


Insya Allah bermanfaat dan kita diberi kemampuan untuk menjadi semakin sukses dari hari ke hari

IYA iman yakin dan amalkan


Untuk menjadi manusia yang beriman tidak bisa sekedar beriman saja, tapi mari kita temukan untuk menjadi benar-benar beriman.
IYA merupakan pesan bagi saya sendiri dan Anda semua untuk menjadikan amal itu mudah dan bisa dilaksanakan. I adalah iman yang didasari ilmu, ilmu yang kita peroleh mampu menjadi sebuah keYakinan bagi kita karena telah melihat petunjuk/referensi. Modal Yakin bisa mendorong kita untuk mengAmalkannya
Insya Allah video ini memberi kebaikan dan hikmah bagi kita semua. 

Terima kasih sudah menonton video.

percaya kok nggak nggak percaya

Jika ditanya apakah kita beriman ? Maka jawabannya pasti "saya beriman" dan ada beberapa orang menjawabnya dengan nada tinggi. Bisa jadi pertanyaan ini membuat kita negatif. Padahal pertanyaan adalah pertanyaan yang perlu dijawab. Gunakan logika kita dan hati agar pertanyaan itu bisa menjadi ukuran dari apa yang ditanyakan.
iman itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah percaya. Beriman kepada Allah berarti kita percaya kepada Allah. Ada yang salah ? tidak ada. Tapi jika kita teruskan dengan pertanyaan, "apakah kita beriman ?" Kita pun menjawab "saya beriman". Sampai disini pun sepertinya tidak ada yang salah.
lalu bidang apa saja yang kita beriman kepada Allah ? .. Mari kita perhatikan dan renungkan 
a. apakah kita shalat karena kita percaya kepada Allah ? adakah dalam shalat kita karena meminta Allah mengabulkan doa (keinginan) kita ? adakah shalat kita benar-benar menjadikan kita "bertemu" Allah ? adakah shalat kita hanya menggugurkan kewajiban saja sehingga shalat kita kurang khusyuk ? Jawaban pertanyaan ini bisa mengukur iman kita. Bisa jadi kita percaya tapi kita nggak percaya dengan apa yang Allah perintahkan untuk shalat.
b. apakah kerja kita hari ini merupakan pemberian (rahmat) Allah ? adakah di hati ini bahwa kerja kita saat ini adalah hasil usaha kita ? Mengapa juga jika kita percaya bahwa kerja kita hari ini adalah pemberian Allah, masih ada nggak terima atas hasil yang kita peroleh ??
c. apakah kita percaya bahwa jika kita beramal saleh pasti dibalas Allah dengan kebaikan ? masihkah ada keraguan dari kita dengan apa yang sudah kita lakukan tidak dibalas Allah sampai saat ini ? 
dan bahkan kita percaya kepada Allah tapi kita tidak mengikuti petunjuk Allah. Yang kita lakukan adalah mencari sendiri dengan cara sendiri atau cara dunia.
Untuk mendapatkan kebaikan tentu diukur dari amal saleh kita, dan amal saleh itu sangat bergantung pada iman kita. Yang utama dan pertama yang selalu kita sempurnakan adalah iman kita. Jangan sampai kita berkata "saya beriman (percaya) tapi nggak percaya dengan apa yang ktia kerjakan".
Soal iman itu soal hati, kita tak banyak berkuasa atas hati itu. Yang bisa kita lakukan hanya memelihara hati itu tetap baik dengan menjalani petunjuk yang Allah ridhai. Selebih itu kita berani berdoa agar hati ini disempurnakan dalam menyakini Allah. 

Semakin baik malah jadi buruk

Menjadi keinginan semua orang untuk menjadi semakin baik, semakin dalam kehidupannya. Semakin menunjukkan ada perubahan menjadi baik dari sebelumnya. Uang bisa bertambah, ilmu menjadi lebih baik, perasaan lebih baik atau senang, hubungan lebih erat. Dan banyak lagi yang kita inginkan. Kalau bisa sih semuanya, tapi tidak banyak yang kita dapatkan.
Apa hubungan judul di atas untuk motivasi kita ? Perhatikan saja orang disekitar kita, bisa jadi tetangga, teman kantor atau saudara atau di masyarakat. Dulu dia sih tidak kaya, tapi sekarang semakin baik dan sudah memiliki banyak hal ... Ada mobil dan uangnya banyak. Lalu apakah kehidupan yang semakin baik itu BAIK ? Secara kasat mata memang baik sih, tapi jika perhatikan lebih detail. Orang yang semakin kaya mulai sedikit lupa dengan orang sekitarnya dimana dia suka berkumpul dan sekarang sulit ditemui. Uang yang banyak agak sedikit ngerem untuk berbagi dimana berbeda banget dengan dulu saat uangnya sedikit (mudah berbagi). Baik kah kehidupan yang semakin baik itu ? Ternyata bukan persoalan semakin baiknya tapi kehidupan itu semakin baik karena perilaku dan kemampuannya yang baik. Terbukti dengan bersandar pada apa yang diperoleh dari semakin baik itu tidak menjadi seseorang jadi baik bahkan bisa menjadikan seseorang yang buruk. Materinya bertambah baik tapi ilmu dan kemampuan yang terwujud dalam perilaku/akhlak yang lemah membuat seseorang tidak menjadi baik. Alhasilnya kehidupan yang semakin baik itu pun menjadi berakhir seperti asal.n
Bagaimana dengan iman seseorang ? Tanpa iman yang kuat, akhlak kita menjadi buruk dengan kehidupan yang semakin baik. Perhatikan pula, seseorang yang menjadi alim bisa jadi berubah perilakunya dalam bermasyarakat. Bisa menjadi seseorang semakin alim untuk selalu taat kepada Allah, dan bisa membuat dia semakin berkurang waktunya untuk bermasyarakat. Baik kah ? baik sih buat yang alim, tapi alangkah indahnya kealiman itu diperoleh dari bergaul dengan masyarakat. Sseorang yang memutuskan atau mencuekkan silaturahmi bukankah dia tidak mendapatkan syurga (hadist). Dalam situasi yang lain seseorang bisa semakin alim bisa menjerumuskan kita pada sifat sombong. Orang alim bisa jadi sombong karena tidak mau bergaul dengan orang yang tidak alim. Lalu apakah sombong itu baik ? Bisa saja menjadi semakin baik itu baik tapi bukan berarti berdampak buruk bagi orang lain. Dengan kata lain judul di atas banyak terbukti dalam kehidupan kita hari ini, semakin baik menjadi buruk.
Mari kita mempersiapkan diri agar kondisi semakin baik itu tidak membuat kita jadi buruk tapi menjadikan kita orang baik. Artinya dasar untuk mampu menjadikan kehidupan kita semakin baik itu baik perlu memperkuat iman yang kokoh.  Sudahkah kita memiliki iman yang kokoh dan tidak tergoyahkan dengan apapun yang kita terima. Insya Allah kita diberikan cahaya iman yang selalu dijaga oleh Allah bukan sekedar hanya meminta kehidupan semakin baik. Aamiin

Berbuat salah malah sadar

Mari kita perhatikan banyak dalam hidup kita ini melakukan kesalahan. Kesalahan yang disengaja atau yang tanpa perencanaan. Biasanya kesalahan yang disengaja itu untuk membela diri kita agar tidak jatuh nilai diri kita atau minta diakui orang lain agar tetap eksis atau lainnya. Hanya karena kita tidak mau disalahkan, "kok kamu nggak kerja ?", maka kita jawab dengan tidak mau mengakui kebenarannya dengan ucapan,"emangnya nggak lihat saya udah kerja dari tadi". Atau kesalahan kecil adalah kita menutupi kelemahan kita dengan kepura-puraan, pura-pura kerja, pura-pura sakit dan sebagainya.
Kesalahan tanpa perencanaan seringkali terjadi saat kita terdesak sehingga jawaban-jawaban atau perilaku kita cenderung baik, tapi sebenarnya ada kepalsuan. Yang mudah adalah saat di dalam forum dimana kita tidak bisa menjawab pertanyaan orang lain, maka muncul dorongan untuk membalasnya dengan pertanyaan yang menjatuhkan bahkan kita mengkritik habis-habisan. Salah nggak ? Pertanyaan dan kritiknya tidak salah tapi niatnya yang salah.
Jika berani maka kesalahan itu banyak kita lakukan dan ada banyak lagi kesalahan. Terus apa yang menarik ? Yang menarik adalah .... Dibalik kesalahan itu ada kebaikan. Pasti Anda jawab kesalahan ya kesalahan dan itu adalah dosa. Perhatikan saja di setiap kesalahan itu selalu ada hal kecil berupa kebaikan, saat kita melakukan kesalahan itu sebenarnya kita paham sekali bahwa itu salah. Dengan kita tahu salah maka di saat yang bersamaan kita pun tahu yang benar. Pengetahuan yang benar itu memang kalah dengan emosional kita saat itu. Bisa jadi kesalahan yang kita buat adalah ujian bagi kita apakah kita mau melanjutkannya atau kembali ke jalan yang benar. Hanya Allah yang Tahu, tapi hikmahnya adalah bisa jadi itulah rahmat dari Allah yang peduli pada kita yang selalu memberi petunjuk agar kita selalu berada di jalanNya.
Apakah kita tidak berterima kasih kepada Allah yang selalu mengingatkan kita dari kesalahan ? Dan terkadang kita pernah merasa menjadi orang benar (kembali ke jalan Allah) karena peristiwa dimana kita melakukan kesalahan tertentu. Di saat itulah sebenarnya Allah menunjukkan kekuasaanNya dengan membuat kita sadar. Di saat kecelakaan karena kelalaian kita yang membuat kita hampir mati, maka di saat itu kita merasa ada Allah. Sebenarnya Allah selalu ada, tapi karena kita melakukan banyak kesalahan atau kesalahan yang besar maka Allah menunjukkan kekuasaanNya untuk membuat kita sadar.
 Atau Allah menunjukkan kepada kita dengan memberi kondisi kiat yang semakin terpuruk, bermakna Allah pun menunjukkan kekuasaanNya bahwa kita dibiarkan mengalaminya terus-menerus. Artinya Kita merasa Allah itu jauh dan kita butuh, kesadaran pun bisa muncul. Contoh ringan, kita selalu berbohong dan banyak sekali orang yang sudah dibohongin, suatu saat kita terpikir jika saya dibohongin orang pastilah saya susah. Ada satu kejadian saat berbohong membuat kita sadar.
BersyukurLah bahwa Allah selalu ada dan dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Maka Allah yang dekat itu pastilah tahu apa yang kita kerjakan dan Dia tidak membiarkan kita terjerumus ke dalam kesalahan. Dan Allah pun tahu bahwa apa yang kita lakukan itu hanya untuk dunia dan emosional kita saja. Petunjuk demi petunjuk sekalipun itu kecil merupakan rahmat Allah agar kita kembali kepadaNya. Allah berfirman, orang yang bertaqwa itu adalah orang yang selalu dalam jalan Allah atau orang yang berbuat kesalahan dan dia tahu kesalahannya dan segera memperbaiki kesalahannya. 
Mari kita menambah pengetahuan tentang hal yang benar dari petunjuk yang benar yaitu Al Qur'an agar mampu menguatkan kesadaran kita disaat bebrbuat salah. Dan itupun belum cukup, berusaha tidak salah dan berdoa, ya Allah ampuni kesalahan kami dan sadarkan diri kami untuk segera ingat kepadaMu jika berbuat salah. Aamiin

Belanja uang

Belanja adalah aktivitas yang disenangi banyak orang, tapi hanya untuk mereka yang punya uang. Yang sedikit uang atau malah nggak punya maka melihat orang belanja aja bikin susah. Muncul iri dan berkata, "dunia ini seperti roda yang berputar, sekarang sih mereka bisa belanja enak tapi besok bisa sebaliknya". Begitulah ucapan menyenangkan hati dan pembelaan diri.
Soal belanja atau tidak sebenarnya tidak bergantung uang, tapi bergantung pada kebutuhannya. pUnya uang bisa juga tidak belanja atau sebaliknya punya uang sedikit juga bisa belanja yang seharusnya dibutuhkan. Belanja secukupnya dan belanja sesuai uang.
Orang yang belanja punya perasaan senang dan ada juga rasa takut. Senang karena memiliki sesuatu dan rasa takut ya berupa uangnya bisa habis dan takut tidak bisa belanja lagi. Begitulah belanja cenderung menyenangkan sekaligus membahagiakan, "kata kita". Padahal hanya perasaan senang saja, karena hati belum tenang (tidak bahagia) karena ada ketakutan akan kehabisan uang dan tidak bisa belanja lagi.
Bagaimana belanja yang bahagia ? Belanja yang membahagiakan adalah belanja untuk berbagi kebaikan kepada semua orang. Kok belanja untuk berbagi ? Belanja itu merupakan membeli sesuatu untuk memenuhi kebutuhan, belanja amal adalah membeli atau melakukan banyak amal saleh untuk memenuhi kebutuhan hati agar bahagia. Orang yang belanja amal adalah orang yang sudah bahagia dan merasa yakin kepada Allah sehingga dia mampu berbuat amal saleh (membeli dari Allah yang dibalas dengan kebaikan) dan amal saleh itu diberikan (melalui) orang lain. Amal salehnya itu sendiri  sudah menenangkan hati dan balasan atas kebaikannya semakin menentramkan hati. Hati yang tenang membuat kita bahagia dan senang.
Mau belanja yang mana ? Bukankah belanja biasa bisa menghabiskan uang kita dan butuh uang yang banyak untuk terus belanja. Hasilnya bisa bikin senang sekaligus bisa bikin kita takut. Sedangkan belanja amal tidak perlu modal banyak, tapi hanya butuh iman dan beramal saleh saja. Kita jadi bahagia dan orang lain pun ikut bahagia.  Bisa juga belanja amal itu menghasilkan uang. Mau ? Insya Allah kita diberi petunjuk dan kemampuan untuk belanja amal. Aamiin

Apa yang ditinggalkan ...

Jika ditanya "apa yang ditinggalkan ..??, maka jawabannya adalah apa yang kita miliki. Seperti rumah, mobil dan materi lainnya. Ada juga kebanggan dari jabatan dan sebagainya. Yang jadi pertanyaan adalah buat apa kita meninggalkan sesuatu ? Sebenarnya kita tidak ingin meninggalkan sesuatu itu, tapi pengen memilikinya ..... Karena kematian maka tertinggallah semua yang kita miliki.
Tanyalah kepada seseorang, buat apa dia bekerja atau beraktivitas ? Yang utama adalah untuk bisa memiliki dan menikmatinya. Jika berkeluarga, maka pastilah untuk dimiliki dan dinikmati bersama keluarga. Ada sih yang sudah mempersiapkan materi yang diperoleh untuk keluarga agar mudah dalam hidupnya.
Jika kita merasa mempersiapkan apa yang kita miliki untuk keluarga, maka muncul pertanyaan apakah yakin benar-benar jadi kebaikan ? Seringkali apa yang ditinggalkan memunculkan perselisihan dan bahkan disalahgunakan sehingga mendatangkan keburukan.
Masa depan bukan milik kita tapi milik Allah, apa yang kita tinggalkan berupa materi tak luput dari kekuasaan Allah. Maka dari itu yang baik yang kita tinggalkan adalah ilmu dan amal yang bisa jadi teladan untuk diteruskan kepada keluarga. Dan hasilnya sangat membantu keluarga dalam menghadapi kehidupan di masa depannya.
Seperti halnya Nabi Muhammad saw, warisannya hanya Al Qur'an dan Hadist. Terpikir nggak sih oleh kita tentang hal itu ? Bisa jadi soal itu sudah kita miliki bahkan Al Qur'an dan Hadist yang edisi terbaik. Mari kita siapkan hal itu, tapi jauh lebih penting adalah ajari keluarga mencintai keduanya, bekali ilmu untuk memahaminya dan diberi ilmu untuk mengamalkannya. Dengan bekal itu, maka apa yang kita tinggalkan semakin kaya dan berkah.
Masih kepikir mengumpulkan harta yang banyak buat keluarga sampai-sampai kita stress dan sakit diujung usia ? 

Berdoa dan menangis

Dalam satu kasus, ada orang berdoa dengan menangis. Terlihat doanya khusyuk, berdoa dengan hati. Tapi jika kita mau mengakui dan mengevaluasi doa kita, maka bisa jadi doa kita itu tidak khusyuk ... Kok bisa ? Mari kita renungkan beberapa point penting
Bisa jadi kita menangis bukan karena apa-apa tapi saat berdoa kita merasakan penderitaan yang kita saat ini dan kita tidak kuat untuk menanggungnya. Misalkan saking susahnya sedih membuat kita sedih dan berdoa untuk diselesaikan oleh Allah dengan kondisi yang lebih baik. Maknanya bisa karena sedih dengan penderitaan dan bikin kita menangis BUKAN karena Allah berkuasa atas kita yang sepantasnya kita takut dan bersedih karena kita tidak mampu mengakui itu.
Bandingkan orang kaya berdoa, bisa jadi mereka tidak menangis karena kehidupan mereka baik-baik saja. Dan orang kaya juga bisa berdoa itu sebagai formalitas sebagai bagian dari shalat atau ibadah lainnya. Bisa jadi doa mereka yang kaya bukan ingin mengatakan bahwa Allah lah yang menjadikan mereka kaya dan bukan juga ingin mengatakan bahwa mereka memuji dan bersyukur atas kekayaannya.
Mari kita lihat ... Mereka yang jadi karyawan yang diberi sanksi atau ingin dipecat memohon kepada atasannya untuk tidak dipecat. Mereka mengakui mereka salah dan sangat mengakui atasannya adalah orang yang berkuasa. Untuk itu mereka meminta maaf atas kesalahan dan berjanji untuk memberikan kerja yang lebih baik lagi. Aktivitas ini bisa kita sebut sebagi doa (permohonan) kepada atasan.
Lalu introspeksi yang kita dalam berdoa .... Karena doa itu memohon maka kita harus betul-betul menyadari kita ini hamba Allah yang lemah sebagai ciptaanNya. Mengikuti petunjukNya adalah rasa syukur. Mulailah dengan berdzikir memanggil Allah lalu memujiNya .... Karena Allah yang Maha SegalaNya kita wajib mengakui apa yang kita terima saat ini dalam keadaan lapang atau sempit adalah dengan izin Allah. Maka kita berharap dengan kekuasaan Allah yang Maha itu hati kita tersentuh dan sangat takut yang membuat kita menangis. Menangis karena kekuasaanNya. Maka kita pun mau merubah keadaan kita menjadi semakin baik dengan mengikuti petunjuk Allah. Harapan kita bukan kepada hasilnya tapi berharap diizinkan diberi waktu, diberi petunjuk, diberi kesempatan, diberi hati yang lapang untuk mengikuti petunjuk Allah, diberi kemampuan untuk mengamalkannya. Maka berdoa bukan menunggu lagi tapi berdoa selalu memberi dorongan dan motivasi luar biasa bagi kita untuk mengamalkan petunjuk Allah semakin baik lagi. Dan Allah lah yang mengizinkannya terjadi dan membalas apa yang kita lakukan.
Insya Allah tulisan ini bisa memberi inspirasi bagi kita untuk menjadi semakin baik dalam berdoa. 

Logika banyak atau sedikit

Fbanyak atau sedikit bisa berarti baik buat seseorang. Jika uang yang banyak, maka diyakini semua orang ingin memilikinya. Tapi sebaliknya jika pekerjaan yang banyak, maka diyakini pula sedikit yang pengen. Artinya banyak atau sedikit itu menjadi baik buat seseorang sangat tergantung konteknya.
Demikian juga makna banyak ditafsirkan usia yang banyak (panjang) sampai tua menjadi doa setiap mereka yang berulang tahun sejak dulu. Tapi sekarang ada beberapa orang tidak mau umur panjang yang penting sehat dan bahagia di sisa umurnya. Jika kita tahu umur pendek itu ada baiknya, maka tidak banyak dosa yang kita lakukan. seperti anak kecil yang belum baligh meninggal, maka secara logis anak itu masuk syurga. Tapi persoalannya muncul, kita tidak bisa mengatur kematian itu. Jadi bukan soal banyak umurnya (usia panjang) atau pendek usianya tapi bagaimana kita mengabdi kepada yang menciptakan umur kita.
Terus ada ungkapan "banyak anak banyak rezeki", fakta yang ditunjukkan orang zaman dulu cenderung banyak anak yang berjumlah lebih dari 4 bahkan 10 anak. Prinsip ini tidak diyakini profesional muda dan menyakini bahwa banyak anak semakin susah. Banyak atau sedikit tidak menjadi masalah atau cenderung mengalami kesulitan dalam mendidik dan mencukupkan anak sangat tergantung keyakinan kita kepada Allah dan mengamalkannya dalam amal saleh. Orang tua zaman dulu masih kuat iman dan budi pekertinya dan banyak dari mereka menyakini pula rezeki datang dari Allah.  Tapi saat ini mungkin bisa jadi iman masih ada ... Dan mulai fokus bahwa rezeki bergantung usaha dan kerja keras. Allah ditempatkan diakhir jika diperlukan yaitu saat kita merasa rezeki kurang atau mengalami kesulitan. Jika kita bertanya kepada orang tua yang hidup di masa lalu, maka mereka sangat yakin kepada Allah dan siap untuk bekerja di jalan Allah. Dan hasilnya anak-anaknya sampai bisa berhasil. Bagaimana dengan profesional muda saat ini ? Bukankah mereka mengedankan hidup mewah dan bisa membahagiakan anaknya. Bisa jadi logika mereka beriman tapi hati mereka belum tunduk. Maka mereka tahu rezeki datang dari Allah, tapi mereka ragu apakah hasil dari pekerjaan mereka bukan datang dari Allah tapi dari penilaian manusia. Untuk itu mereka berlomba yang menjadi yang terbaik dimata dunia tapi tidak dimata Allah. Sejak mulai bekerja profesional tidak berpikir untuk menerima amanah Allah dengan anak atau mau menerima cukup maksimal 2 saja. Disinilah muncul godaan untuk semakin berkurang iman kita dan syetan merasuki dengan dukungan penuh.
Dari makna banyak atau sedikit BUkan perkara suka dan tidak suka, semua terjadi atas izin Allah. jika sungguh-sungguh beriman maka kita tidak perlu risau dengan banyak atau sedikit karena yang apa yang perlu kita lakukan adalah bagaimana amalan itu menjadi disukai (dirahmati) Allah dan diizinkan untuk menerima balasan Allah yang lebih baik.
Insya Allah kita selalu dipelihara imannya dengan dimampukan untuk selalu yakin kepada Allah lewat perbuatan yang dirahmatiNya. Aamiin

Kacamata Allah

Tentu judul di atas merupakan kiasan yang berarti cara pandang Allah. Apakah kita bisa melakukannya ? Buat apa memahami kacamata Allah ? dan pasti juga kita tidak sanggup.
Saat kita masih sekolah di SD, ditanya tentang pelajaran SMP maka jawabannya tidak tahu. Tapi saat ditanya pelajaran SD dimana kita tidak tahu jawabannya. Yang kita lakukan adalah bertanya kepada saudara yang sudah SMP dan dia menjawab dengan lancar. Atau kita bertanya kepada guru yang lebih tahu. Artinya semakin mudah jawaban atas persoalan yang kita hadapi jika kita memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teman juga ada yang bilang, "cari duit susah banget sekarang ". Dan temen melanjutkan," kerja ini susah dan kerja yang itu juga susah". Berbagai cara kita lakukan tapi hasilnya tidak memberikan hasil yang lebih baik. Kemudian kita bertemu teman yang sudah jadi pengusaha. Ternyata setelah ngobrol ternyata teman yang pengusaha tadi memberi jalan keluar atas persoalan kita. Begitulah kacamata kita sulit menemukan jawaban atas persoalan yang kita hadapi tapi saat orang lain dengan kacamatanya memberi kemudahan atas persoalan yang kita hadapi.
Dilain cerita kita merasa tidak mudah juga menjalani hidup, tapi saran teman memberi wawasan solusi sementara. Lalu kita pun masih bergelut dengan kesulitan. Bukankah kita menjadi hamba yang beriman dimana Allah itu Maha SegalaNya yaitu Maha Pemberi solusi. Mengapa kita tidak menggunakan kacamata Allah ? Kacamata Allah mampu melihat secara komprehensif persoalan kita dan solusinyapun luar biasa. Yang jadi persoalan adalah bagaimana kita tahu kacamata Allah ? Tidak mungkin kita "menjadi Allah" atau menguasai ilmu Allah. Allah yang rahman itu memberi kita petunjuk Sebagai pedoman hidup atau solusi  yang merupakan cara pandang Allah melihat makhlukNya. Yang menjadi persoalannya adalah kita tidak atau jarang atau sekedar membaca Al Qur'an (tidak tahu artinya) sehingga kita tidak pernah melihat dengan kacamata Allah. Pengen persoalan kita semakin mudah dan ada solusinya ? Mudah saja baca Al Qur'an dengan arti dan maknanya. Insya Allah kita adalah manusia tapi berpikir dan berpandangan dengan kacamata Allah sehingga mampu melihat banyak kebaikan. Ya Allah beri kami kemampuan untuk memahami Al Qur'an agar kebaikannya memberi petunjuk atau solusi bagi kehidupan  didunia yang Engkau rahmati. Aamiin

Ketakutan dan kekurangan

Kedua kata sebagai judul di atas membuat kita menghindar. Maka banyak lebih suka berani sebagai lawan kata dari takut. Tapi fakta menunjukkan hanya sedikit orang yang berani. Berani nggak bisa dan takut dihindari ... Apa yang kita inginkan ? Berdiri kedua sisi tersebut semakin membuat kita terpuruk.
Waktu dulu kita pernah test masuk organisasi sekolah, dimana salah satunya dibawa ke kuburan dengan mata ditutup di malam hari. Muncul perasaan takut luar biasa, mengapa itu terjadi ? Memang organisasi sekolah itu membuat skenario agar kita takut dan resiko dari ketakutan itu sudah diantisipasi lewat senior yang survey lokasi dan menyiapkan team dokter dan mereka berjaga-jaga di sekitar kuburan. Hikmahnya yang bisa kita ambil bahwa ketakutan itu diciptakan dan disiapkan untuk menguji apakah kita mampu melewatinya apa nggak ? Jika kita mampu melewati sesuai petunjuk senior maka kita bisa melewatinya atau jika kita pun takut maka ketakutan menjadi sirna dengan waktu. Ada ketakutan tapi ketakutan untuk dilewati dengan mengoptimalkan potensi kita menjadi sebuah keberanian.
Waktu kecil kita pun sering ditakut-takuti dengan malam atau sesuatu yang dibilang seram. Lalu  hal itu membuat kita penasaran lalu menghadapinya. Dengan percaya diri bahwa ketakutan itu hanya cerita dan belum terbukti membuat kita semakin berani. Perubahan menjadi berani memberi nilai kepuasaan.
Di dalam Al Qur'an Allah menguji manusia dengan ketakutan dan kekurangan bahkan kelaparan. Allah yang Maha Kuasa dan Maha Rahman dan Rahiim sudah menyiapkan resiko terburuk saat kita mengalami ketakutan tersebut. Untuk mampu melewati Allah sudah menyiapkan Al Qur'an sebagai pedoman untuk menghadapi ketakutan dan Allah pun siap mendampingi kita. Jadi ketakutan itu diharapkan semakin menyakinkan kita bahwakita mesti percaya dan beriman kepada Allah, ketakutan itu pelajarqn dari Allah untuk taat mengikuti petunjukNya dan ketakutan itu semakin membuat kita percaya pula bahwa Allah berada dibelakang smua itu untuk embantu kita.
Insya Allah kita diberi kekuatan  siqp menghadapi apa yang Allah berikan kepada kita dan kita punmau mengikuti petunjukNya. Aamiin

Koin 2 muka

koin selalu memiliki 2 muka, yang pertama ada gambar dan sisi yang lain angkanya. Jika dilempar ke atas maka keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk terlihat di atas setelah jatuh di lantai. Dengan keahlian seorang pesulap yang sudah terlatih, maka dia mampu memunculkan lebih sering bagian muka yang diinginkan. Tapi tidak bisa seratus persen. Hal ini dilakukan juga oleh wasit sepakbola sebelum pertandingan untuk mengundi team mana yang harus mendang bola duluan.
Kehidupan kita juga sama dengan hal diatas, yaitu selalu ada 2 hal seperti laki-laki dan perempuan, barat dan timur, makan dan minum, baik dan buruk dan sebagainya. Kedua hal itu mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi. Kadang kita baik dan terkadang kita buruk, atau kadang banyak laki-laki yang tampil tapi bisa juga perempuan yang tampil. Semua itu sangat tergantung keahlian seseorang yang mengelolanya dalam pikiran dan latihan. Seorang yang sering berbuat kebaikan, maka bisa jadi dia sudah terbiasa dengan kebaikan dan pikirannya dipenuhi hal positif.
Kali ini motivasi kan diri kita untuk selalu bisa mengambil hikmah lewat motivasi spiritual dan motivasi islam yang telah Allah berikan. Mau motivasi yang baik ? Terusin baca ya
Seseorang yang ingin beriman lalu menjadi kurang beriman mesti merenungkan hal di atas. Keinginan untuk beriman itu sudah bagus, lalu yang penting adalah mewujudkannya dalam amal saleh. Bisakah hal itu terjadi ? Bisa asal kita mau belajar ilmunya dan sering berlatih, maka beriman itu menjadi semakin baik. Sudahkah kita belajar petunjuk Allah untuk beriman ? Dan sudahkah kita melatihnya ? Jawaban ini adalah ukuran keberhasilan untuk beriman.
Jika keinginan beriman itu tidak didukung oleh usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan melatihnya, maka otomatis seperti halnya koin yaitu muncullah keinginan untuk tidak beriman alias melakukan perbuatan sia-sia dan buruk. Hal ini terjadi tanpa diminta dan yang lebih hebat lagi tidak perlu dilatih karena ilmunya muncul dengan sendirinya.
Kadang baik kadang buruk, segera untuk mengevaluasi diri ... Seberapa besar ilmu dan latihan kebaikannya atau dengan kata lain seberapa banyak di hati dan pikiran kita memuat yang baik ? Atau seberapa sering kebaikan yang sudah kita miliki selalu mengisi pikiran dari waktu ke waktu ?
Insya Allah kita diberi keinginan yang dirahmati Allah seperti keinginan untuk semakin beriman dan dibukakan hati dan pikiran untuk mampu memahami petunjukNya. Dan diberi waktu dan kesempatan untuk mengamalkannya. Aamiin

Petunjuk sebagai buku manual

Setiap kita membeli produk elektronik dan sejenisnya, selalu ada buku petunjuk yang berisi cara menggunakan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan produknya. Bahkan ada pula cara untuk memeliharanya. Buku petunjuk itu dibuat oleh yang menciptakan produknya yang betul-betul paham. Dan saat terjadi ketidaknormalan pada produk maka sang pencipta produk menyarankan beberapa sebagai langkah awal. Pokok buku petunjuk itu sangat bermanfaat bagi pemakainya.
Tapi kebanyakan dari kita yang membeli produk elektronik tidak ingin tahu banyak hal, yang penting hanya menghidupkan dan mematikannya. Apakah produk itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin ? tidak bisa. Dengan kata lain produk itu tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai apa yang diinginkan oleh penciptanya. Ditambah lagi bahwa produk itu ada usianya dan bisa digaransi untuk waktu tertentu.
Bagaimana dengan petunjuk Allah ? Sepertinya kita pun tidak banyak tahu tentang yang Menciptakan kita dan hanya menjalani apa yang terjadi. Bernapas, bekerja, makan, minum, isitirahat dan sebagainya. Bukankah petunjuk Allah sekalipun tidak sama dengan buku petunjuk di atas, tapi maknanya hampir sama. Garansi dari Allah berlaku jika kita mengikuti petunjukNya sehingga kita bisa menjadi manusia seutuhnya. Jika kita tidak mengikuti petunjuk Allah maka garansi tidak diberikan Allah lagi, artinya bisa jadi kita menjadi manusia yang "sesat" atau rusak.
Usia pemakaian atas diri kita oleh Allah dibatasi oleh kematian, artinya kita pun diberi kesempatan untuk memanfaatkannya. oleh karena itu apakah ada keinginan kita untuk menjadi manusia seutuhnya ? Dan sudahkah kita membaca petunjuk Allah untuk keinginan kita itu ? Semua jawaban itu pasti kita mau dan sudah membacanya. Tapi yang belum adalah kita tidak benar-benar menggunakan petunjuk itu dalam hidup kita.
Mari kita sadarkan diri kita untuk itu dan mampu menjalaninya. Insya Allah kita diberi cahaya dalam hati agar mampu mengikuti apa yang Allah perintahkan dalam petunjukNya. Aamiin

Hidup susah

Motivasi diri menjadi lebih penting dari motivasi yang diberikan orang lain. Salah satu kebaikannya adalah kita diajak untuk evaluasi diri dan berpikir untuk membangun diri serta motivasinya merupakan pemberdayaan diri yang luar biasa.
Motivasi diri berasal tentang diri dan diri merupakan aspek agama, maka motivasi diri berarti membangun motivasi agama atau motivasi spiritual. Persoalan diri dalam hidup merupakan persoalan  hidup dalam beragama.
Teman bilang,"hidup susah sekarang". Saya yakin ungkapan itu bisa mewakili banyak orang. Jawab pertanyaan" 1 + 1 =" dengan mudah Kita menjawab. Apa artinya ? Kita sudah tahu alias kita tahu ilmunya dan sudah pernah mengalaminya, kemampuan kita lebih tinggi dari persoalan atau pertanyaannya. Lalu saat ditanya dengan cepat tanpa kita mencatatnya,"berapa satu ditambah 8 ditambah 345 ditambah lagi 27468 ?" Kita bingung dan tidak bisa menjawab dengan benar. Apa artinya ? Kita belum pernah belajar berhitung cepat tanpa mencatat sehingga kita bilang bahwa soal itu SUSAH.  Tapi bagi mereka yang kursus hitung cepat persoalan itu MUDAH.
Bisa jadi kita pernah belajar trigonometri dan setelah lulus tidak pernah digunakan lagi. Saat kita menemui persoalan seperti itu maka kita pun bilang soalnya SUSAH. Mengapa ? Karena kita tidak pernah menggunakannya lagi. Sebaliknya seorang guru yang mengajarkan trigonometri yang setiap hari mengajar, maka persoalan trigonometri itu MUDAH.
Bagaimana dengan hidup yang susah ? Susah itu perkara yang berhubungan dengan kemampuan, dan kemampuan bisa meningkat karena belajar dan berlatih. Proses belajar dan berlatih itu mesti kontinu. Persoalan hidup yang susah merupakan ungkapan terhadap diri kita sendiri berupa nasehat bahwa kemampuan kita belum cukup. Kesusahan itu tidak selesai jika kita tidak belajar dan berlatih. Belajar apa ? Belajar ilmu yang menuntun kita bisa menyelesaikan persoalan hidup, tidak cukup uang berarti kita mesti cari kerja yang menghasilkan uang. Sudahkah kita berlatih ? Berlatih dan berlatih bekerja agar semua yang kita kerjakan semakin ringan.
Tapi pertanyaan berikutnya, masihkah kita susah ? Inilah persoalannya. Sedikit orang yang berhasil tapi banyak lainnya masih susah. Baca awal paragraf, bahwa hidup susah bukan sekedar kemampuan dan berlatih, tapi lulus atau berhasilnya kita setelah dinilai dari yang kasih persoalan hidup. Siapa ? Allah. Maka bisa jadi kita mesti membaca petunjuk yang diberikan Allah dalam menghadapi persoalan hidup yang susah. Lalu kita amalkan saja petunjukNya. Insya Allah kita selalu diberikan iman yang terjaga agar kita selalu mampu melibatkan Allah dalam setiap langkah kehidupan kita. Aamiin

Kami dengar dan kami taat

kalimat dari judul di atas bisa menunjukkan keseharian kita. Spontan Anda jawab belum tentu dan sepertinya banyak salahnya. Ngga apa-apa jika Anda bilang salah. Perhatikan fakta yang terjadi, saat anak Anda minta beliin mainan, maka seketika itu juga Anda membelinya. Apa maknanya bukankah hal itu Anda mendengar dan kami taat.  Apalagi disuruh oleh isteri, kita pun mengikuti rumus di atas,"saya dengar dan saya taat"
Dalam bisnis begitu juga apa yang konsumen ucapkan maka yang terjadi kita dengar dan kita taat atas. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bisnis kita menjadi semakin terpuruk.
Apa artinya "kami dengar dan kami taat", contoh nyata adalah sesaat Nabi Muhammad melakukan isra' mi'raj yang diceritakan kepada Abu Bakar, dimana Abu Bakar langsung percaya tanpa berpikir dan tanpa melibatkan perasaan. Kepercayaan itu soal hati bukan harus berpikir dulu dan berperasaan.
Saat kita diperintahkan shalat, maka adakah kita berpikir dulu untuk apa shalat dan apa manfaatnya ? Atau kita merasa (perasaan) shalat itu berat. Seharusnya tidak demikian. Shalatlah apa yang telah diperintahkan dan lengkapi ilmu perintahnya dari petunjuk yang benar dalam Al Qur'an. Lalu Allah membeti kebaikan dari shalat itu, hidup menjadi lebih mudah atau kita lebih sehat dan sebagainya. Bahkan banyak orang telah mendapatkan kebaikan berupa ilmu yang tahu menfaat shalat yang bisa menyembuhkan penyakit dan sebagainya.
Sebaiknya "kami dengar dan kami taat" benar-benar kita jadikan dasar dalam beriman kepada Allah dan diaplikasikan dalam kehidupan ini dengan beramal saleh ("kami taat") sesuai petunjuk Allah. Insya Allah kita memperoleh banyak kebaikan. Tetapi coba kita renungkan adalah ada hal yang bisa jadi kita lakukan saat ini bisa menjerumuskan kepada pola beriman yang tidak tepat, seperti ada orang shalat karena untuk atau dapat sembuh dengan shalat. Sebagai petunjuk awal untuk beriman bagus tapi jangan sampai hal ini dijadikan dasar untuk shalat. Karena ingat shalat itu perintah, kami dengar dan kami taat sedangkan kebaikan dari shalat berupa kita sembuh dari penyakit adalah kebaikan shalat. Artinya bukan karena kebaikan shalat kita melakukan shalat. Insya Allah pandangan ini membuka hati kita untuk selalu dibuka Allah menjadi beriman yang benar. Aamiin

Mendekat tapi sudah dekat

mendekat tapi sudah dekat, apa ya ? Judul di atas merupakan fakta tentang kita hamba dengan Allah. Kita ingin mendekat tapi betulkah kita jauh dari Allah. Mari kita perhatikan apakah kita itu memang jauh dari Allah sehingga ingin mendekat ? Kata mendekat berhubungan dengan tempat, yaitu dimana Allah dan dimana kita. Jika ada yang bilang Allah itu di atas langit ketujuh, maka memang kita yang berada di bumi ini mempunyai jarak yang sangat jauh. Apakah mungkin kita mendekat kepada Allah ? Kayaknya secara fisik tidak mungkin. Lalu mengapa kita mesti mendekat ?
Kata mendekat bukan berarti kita jauh secara fisik. Pahami bahwa Allah itu meliputi segala sesuatu dan Allah itu meliputi apa yang kita kerjakan. Ada yang bilang "Allah itu ada di hati dan bahkan lebih dekat dari urat nadi kita". Maka kata mendekat itupun tidak berlaku karena Allah sangat dekat dan bahkan ada didiri kita. Lalu mengapa juga kita mesti mendekat ....
Mendekat bukan dari fisik, tapi juga bukan diukur dari perasaan ... Atau parameter lainnya. Mendekat  kepada Allah berarti kita menjadi bagian dari Allah, yaitu dengan mengikuti apa yang diperintahkanNya. Jadi mendekat kepada Allah tidak perlu mendekatkan apapun dari diri kita kepada Allah, tapi ikutiLah apa yang diperintahkanNya. Bayangkan contoh yang bukan sepadan tapi dapat menjadi gambaran, jika seekor anjing ingin mendekat kepada majikannya, maka majikannya mengumpan makanan yang harus dimabil anjing lalu majikan pun memberikan reward atas apa yang dikerjakan anjing.
Allah mempunyai perintah dan larangan, lalu jika kita lakukan hal itu maka kitapun semakin dekat denganNya. Apa yang kta peroleh dengan kedekatan itu ? Allah memberi balasan untuk kita. Jadi maukah kita mendekat kepada Allah BUKAN lagi dengan berbagai cara seperti meditasi, renungan atau aktivitas lain. Tapi Beramal salehlah.

Saya tidak mau beriman

Judul di atas kayaknya nggak bener, tapi jangan protes dulu. Jika didalami dan melihat fakta pada diri kita atau kebanyakan orang, maka rasanya kita melakukannya. Melakukan apa ? Hampir banyak hal yang kita lakukan itu bernilai tidak beriman. Yang paling sederhana adalah kita tidak memanfaatkan waktu dengan hal baik. Memilih santai atau istirahat dibanding dengan berbuat kebaikan.
Bisa jadi Anda protes, tapi saya tunjukkan masih banyak hal negatif kita lakukan seperti berbuat zalim atau berbohong dan sebagainya. Bukankah semua itu adalah perbuatan dimana kita lagi tidak beriman ? 
Jika ditanya mau beriman nggak sih kita ? Jawabannya iya. Tapi seperti keinginan untuk beriman itu hanya lisan saja dan tidak melakukan upaya yang besar untuk beriman. Bahkan kita bilang,"mengalir aja". Contoh kemauan kita untuk beriman tidak ditunjukkan oleh keinginan kita untuk meningkatkan ibadah seperti shalat. Pernahkah dan seberapa sering kita berupaya untuk meningkatkan kualitas shalat ? Atau lebih detail lagi, adakah kita membaca pengetahuan tentang shalat yang semakin baik ? Ternyata kemauan tinggal hanya kemauan, tapi tidak diikuti upaya yang serius untuk melaksanakannya. Dengan demikian apa yang kita lakukan selama ini bisa jadi kita "tidak" mau beriman.
Disisi lain kalimat "saya tidak mau beriman" bermakna positif bagi otak. Karena kata "tidak" tidak membuat kita tidak beriman ... Yang membuat kita penasaran bahwa mengapa mau beriman ? Dalam hal ini saya contohkan, anak kecil jika dilarang "tidak boleh naik tangga" maka bagi anak itu diterjemahkannya malah "boleh naik tangga". Banyak berita buruk tentang Islam di dunia Barat, tapi ternyata bukan membuat dunia Barat benci Islam tapi malah banyak orang yang masuk Islam. Jadi kalimat "saya tidak mau beriman" bisa mendorong kita penasaran untuk mau beriman.
Apakah "saya tidak mau beriman" ? Saya yakin kita yang muslim menjawab "tidak", saya mau beriman. Kalimat pertanyaan jauh bermakna semakin baik dibanding kalimat "saya mau beriman". Jawaban atas pertanyaan membuat pikiran mencari jawabannya berupa apa yang sudah kita lakukan. Dan jawabannya belum ada, maka pikiran terus pikiran untuk menjawabannya dengan perbuatan. Akhirnya kalimat menjadi "saya mau beriman". Ada banyak cara menuju roma dan ada banyak cara untuk beriman asal mengikuti petunjuk Allah. Insya Allah kita dibimbing untuk selalu membaca Al Qur'an sebagai petunjuk agar pikiran kita selalu didorong untuk mengamalkannya. Aamiin

Belajar dari orang Bodoh

Seringkali kita merasa pintar karena tahu lebih dulu tentang sesuatu, dan jangan lupa kepintaran itu adalah bukan sekedar kita telah belajar tapi karena masih ada orang bodoh disekitar kita. Jika ada seorang murid bisa menjawab 100 pertanyaan matematika dengan benar, maka belum tentu murid itu pintar. Dikatakan pintar jika tidak ada murid lain yang bisa menjawab 100 pertanyaan.
Pintar adalah ukuran relatif terhadap orang lain yang tidak pintar. Bagaimana jika kita pintar satu ilmu ...lalu apakah kita disebut pintar ? bisa jika dibandingkan sama yang tidak tahu ilmu itu di sekitar kita. Lalu kepintaran itu menjadi tidak ada nilainya saat kita bertemu orang yang sudah tahu dan bahkan lebih pintar lagi. Kalau begitu kita tidak boleh sombong dengan kepintaran kita karena selalu ada yang lebih pintar lagi.
Lalu bagaimana kita bersikap tentang kepintaran itu ? Kepintaran bisa memberi motivasi kita belajar untuk lebih pintar dari orang lain, tapi bisa juga merasa minder menghadapi orang pintar. Sebaiknya tidak perlu membandingkan ilmu yang kita miliki (pintar) dengan orang lain tapi jadilah orang yang pintar menerapkan ilmu (kepintaran) itu dalam amal saleh yang memberi kebaikan bagi banyak orang. Artinya kita tidak perlu merasa pintar tapi benar-benar serius untuk menerapkan ilmu sekalipun sangat sedikit dengan amal saleh.
Siapakah yang hebat antara orang pintar dan orang bodoh ?  Atau seperti cerita perlombaan kancil dan kura-kura, dimana yang menang adalah kura-kura. Apa yang bisa kita pelajari dari orang bodoh :
1. Orang bodoh pastilah ilmunya tidak banyak, maka dia hanya mampu mempraktekkan ilmu yang sedikit yang dia miliki. Artinya dia lebih fokus bekerja daripada menambah ilmu untuk jadi pintar. Bagaimana dengan orang pintar ? Cenderung terus menambah ilmu dan sombong sehingga lalai bekerja (amal saleh).
2. Orang bodoh itu menjadi pintar dengan belajar dari kesalahan atau kegagalannya sehingga apa yang dia kerjakan selalu semakin baik setiap hari. Bagaimana dengan orang pintar ? Rasanya ilmu yang dimiliki hanya dianalisa dan dikembangkan sendiri (teoritis) dan menganggap ilmunya sudah paling hebat, padahal belum terbukti.
3. Orang bodoh memiliki motivasi besar untuk menjadi pintar, tapi sebaliknya orang pintar tidak cukup motivasinya untuk lebih pintar.
4. Orang bodoh menjadi lebih rendah hati dibandingkan orang pintar.
Dalam Al Qur'an orang yang bodoh karena ketidaktahuannya bisa dimaafkan, tapi sampai kapan dimaafkan ? Ketidaktahuan (kebodohan) itu mestinya mendorong kita untuk belajar terus agar semakin tahu. Semakin tahu membuat kita semakin yakin (beriman) dan semakin mendorong kita untuk mempraktekkannya (beramal saleh), begitulah rangkaian kata "beriman dan beramal saleh" itu tidak bisa dipisahkan.
Di ayat yang lain, seorang yang bertaqwa saja bisa berbuat salah. Maka orang yang bertaqwa itu sudah mengamalkannya dan salah. Artinya orang bertaqwa itu selalu belajar dan memperbaiki kesalahannya. Uraian dua paragraf terakhir ini merupakan sikap positif dari orang bodoh. Sudahkah kita merenungkan kebaikan dari orang bodoh ? Bukankah orang bodoh itu selalu dikaitkan dengan kesalahan atau kegagalan. tapi mereka selalu belajar untuk semakin baik.
Alangkah indahnya saat kita tahu dan sudah mengamalkannya, lalu tidak merasa pintar. Dalam hal ini kita tidak perlu membandingkan kepintaran kita kepada orang lain, tapi selalu melihat ke dalam diri untuk mengetahui hal lain yang belum kita ketahui. Bukankah tidak perlu melihat seseorang itu lebih bertaqwa dari orang lain, tapi teruslah bertaqwa untuk yakin kepada Allah dan beramal saleh.
Insya Allah kita diberi petunjuk untuk selalu belajar dan beramal saleh. Sadari dan mampukan kami untuk menjalaninya. Aamiin

Pagi dan doa

Pagi menjadi awal dari kehidupan  dan doa berupa permohonan kita kepada Allah. Apa yang terjadi di pagi hari ? Ada yang melewatkan pagi alias masih tidur dan bertemu siang. Masalah nggak ? nggak masalah kali ya. Tetapi dalam kehidupan ini mereka yang bangun siang berarti tidak memulai dari titik start yaitu pagi hari. Mereka memasuki kehidupan tanpa titik start dan melanjutkan di siang hari. Apa maknanya
1. Mereka yang bangun di siang hari bahasa perlombaan sudah disqualifikasi. Mengapa ? Karena mereka tidak memulai di titik start, pagi hari. Allah yang membuat perlombaan amal pun tidak melihat dan meperhatikan mereka yang bangun siang. Terserah mereka lah.
2. Mengawali kehidupan ini di siang hari sudah membuat kita "buru-buru" untuk beraktivitas atau bahkan di saat hari libur kita bangun siang maka membuat kita malas beraktivitas.
3. Dan jarang sekali berdoa.
Jika benar kita orang muslim yang benar-benar beriman, maka bangun pagi menjadi sebuah keharusan dan bahkan ada orang yang mempersiapkan titik start dengan bangun pagi (shalat malam). Pastilah Allah yang Maha melihat itu senang atas hambanya yang mempersiapkan kehidupan ini dengan baik.
Semua awal yang baik itu dengan persiapan yang bangun lebih pagi membuat kita lebih siap dan tenang dalam menghadapi kehidupan ini. Dan selalu ada doa dalam mengawali kehidupan ini dengan shalat Tahajjud dan shalat subuh atau mengaji.
Yang luar biasa lagi, saat kita bangun pagi dapat menikmati kehidupan pagi yang banyak memberi kebaikan bagi kesehatan, proses belajar (pikiran), dan banyak hal lain membuat kita semakin sehat jasmani dan rohani.
Dengan kondisi itu sudah semestinya kita yang bangun pagi lebih optimis menghadapi kehidupan ini karena sudah siap dan selalu diiingi doa. Insya Allah kita selalu dibangunkan oleh Allah dalam setiap awal kehidupan dan dimampukan untuk mempersiapkan semua hal. Masihkah kita tidak berusaha untuk bangun pagi ?

Keinginan dan fakta

Keinginan dan fakta bisa jadi sesuatu yang berbeda, ada kalanya bisa sama. Keinginan adalah harapan sesuatu yang belum kita miliki di masa depan. Misalkan,"saya sih pengennya punya bisnis dan dengan itu saya bisa banyak beramal". Sedangkan faktanya sesuatu yang terjadi oleh kebiasaan, bukan yang bersifat emosional sesaat.
Contoh sederhana, kita ingin beli smartphone yang bisa nulis (note), harapannya adalah kita nantinya banyak menulis ide dan sebagainya. Kita berusaha untuk membeli dengan cara apapun karena kita sangat ingin. Setelah membeli smartphone tersebut, kita pun membuktikan mulai banyak menulis. Tapi fakta sebenarnya berjalan setelah 2 minggu .... kita sudah malas menulis. Maka dapat kita disimpulkan bahwa keinginan memang cenderung emosional sesaat karena keinginan menulis di smartphone itu BELUM menjadi kebiasaan kita.
Dalam kehidupan beragama kitapun bisa terjadi seperti itu, pengen sih punya mobil agar nanti bisa shalat di Masjid-masjid besar. karena dengan mobil semua jadi mudah. Tapi ingat itu hanya keinginan dan keinginan itu tidak didukung oleh kebiasaan yang kuat. Perhatikan setelah membeli mobil ... fakta menunjukkan keinginan itu tidak terjadi.
Bagaimana dengan keinginan kita saat ini ? Banyak. Dan lihatlah keinginan kita itu tidak didukung kebiasaan (kemampuan). Contoh lain, Kalau nanti saya sudah kaya, maka saya pasti banyak sedekah. Artinya saat ini karena kita belum kaya maka sedekahnya sangat sedikit. Karena tidak terbiasa sedekah maka saat kaya nanti juga sulit untuk bersedekah.
Allah mengingatkan bahwa keinginan itu cenderung membawa kita kepada keburukan kecuali keinginan yang dirahmati Allah. Boleh nggak punya keinginan ? Boleh saja, tapi mulailah saat ini untuk belajar dan berlatih atas keinginan itu. Jika kita sudah terbiasa maka siapkan diri kita untuk memenuhi keinginan kita. Insya Allah keinginan itu menjadi kebaikan buat kita.
Kalaupun keinginan itu tidak tercapai atau tidak kita paksakan .... Ingatlah bahwa Allah itu Maha mengetahui yang bathin (yang tersembunyi) dan juga Allah Maha melihat apa yang kita kerjakan. Kita beriman dengan apa yang kita kerjakan (kebiasaan) dan Allah pun membalasnya dengan adil.

Belajar dari perampok

Judul di atas aneh, masak sih kita belajat dari perampok ? Bukankah perampok itu oang yang nggak bener dan menyesatkan. Mari dengan tenang kita menyimk lebih dalam, bukankah perampok itu manusia yang bisq bener dan bisa juga salah. Jadi tidak salah dong kita belajar dari perampok BUKAN melihat orangnya tapi apa yang dikerjakannya.
Seorang penceramah bilang,"yang bener itu datang dari Allah dan yang salah itu datang dari saya". Jika yang bicara seperti dari seorang perampok bisa juga dong. Maka yang penting bukan melihat orangnya tapi apa pesannya.
Pesan dari seorang perampok :
1. Perampok selalu punya rencana. Bukankah rencana itu rencana keberhasilan. Bagaimana dengan kita yang mengaku orang baik, sudahkah selalu merencanakan sesuatu dengan benar ?
2. Rencana yang sudah dibuat memerlukan persiapan dan ilmu yang mateng, begitulah seorang perampok melakukannya. Jika ilmunya tidak cukup, maka mereka belajar dan berlatih. Bagaimana dengan kita ? 
3. Seorang perampok menjadi sangat sabar dalam aksinya menunggu waktu yang tepat. Apakah kita sabar dalam amal kita ?
4. Perampok itu tidak banyak menabung, tapi lebih banyak bersedekah ke masjid atau memberikannnya ke orang jalanan. Setelah habis mereka merampo lagi. Bisa jadi kita beramal tapi hasilnya banyak ditabung daripada sedekah ? 
Dari 4 pesan atau perilaku perampok tadi sebenarnya baik tapi salah menempatkannya.  Dengan niat bercermin yang ikhlas, perampok ternyata menerapkan petunjuk Allah. Bagaimana dengan kita yang merasa jadi orang baik ? Bukankah Allah itu adil, maka orang jahat dapat rizki ... Lalu mengapa kita yang merasa diri orang baik seret rezekinya ? Mari muhasabah diri ... Hasil atau rizki kita hari ini bisa menjadi kita belum mengamalkan petunjuk Allah dengan benar.
Insya Allah kita diberi kemampuan mengevaluasi diri agar mampu melihat kekurangan kita lalu dimampukan pula untuk mengamalkannya.

Berani menerima kenyataan

Bisa jadi kita sendiri tidak berani menerima kenyataan, kok gitu ? Pastilah saya terima kenyataan hidup ini. Bagaimana kita tahu bahwa kita menerima berani kenyataan ? Buktinya saya jalani hidup ini. Cukupkah itu ? 
Kata berani memberi makna bahwa mau mengambil tanggung jawab dan menerima resiko apapun. Jadi jika berani menerima kenyataan berarti kita mau mengambil tanggung jawab atas apa yang ada pada diri kita saat ini. Saat kita masih memiliki motor, maka saya dengan penuh tanggung jawab menggunakan motor itu dengan baik dan memanfaatkannya bagi kebaikan kita sendiri. Selain itu kita bisa menerima resiko atas penggunaan motor, ya kalau hujan harus meneduh atau kehujanan, ya panas-panas di perjalanan dan sebagainya. Begitu juga jika kita seorang karyawan, maka mau tidak mau mengambil tanggung jawab tugas yang diberikan sebagai karyawan untuk kebaikan diri sendiri dan perusahaan. Kondisi ini menciptakan suasana yang nyaman dan baik bagi perasaaan kita. Dan perasaaan itu bisa membangkitkan semangat dalam mengerjakannya.
Jadi berbeda jika kita tidak berani menerima kenyataan alias pasrah menerima kenyataan yang membuat kita menjadi tidak bersemangat dengan apa yang kita miliki. Bahkan kita sendiri sering menutupi keadaan itu dengan apa yang belum seharusnya kita miliki (dengan berhutang). Contoh, saat kita hanya punya hp jadul, maka saat kita berani menerima kenyataan ... Kita pun tetap menggunakannya dan bahkan memanfaatkan hp dengan luar biasa tanpa malu. Sebaliknya jika kita tidak menerima kenyataan maka kita pun berusaha mengganti hp dengan hp terbaru yang sebenarnya kita tidak mampu membelinya ... Tapi semua itu demi pergaulan kita berhutang.
Orang yang punya motor lalu tidak berani menerima kenyataan maka mereka membeli mobil dengan hutang dan apa saja yang merupakan barang konsumtif.
Bagaimana dengan iman kita ? Berani beriman berarti berani mengambil tanggung jawab atas iman saat ini yang masih rendah dan meningkatkannya. Kenyataan dengan iman yang rendah , bukan berarti kita menunjukkan amal saleh kita sebagai upaya menutupinya sehingga kita bisa tidak ikhlas.
Mari kita berani beriman yang memberi dorongan luar biasa untuk mengakui lemahnya iman kita lalu berusaha menigkatkannya. Maka kita berani memohon ampun dan semakin banyak lagi ibadah dan amal saleh yang kita lakukan.

Yang pertama atau yang berikutnya

Ada orang yang bilang masih ada kesempatan kedua tapi jarang, maka jangan pernah sia-siakan kesempatan pertama. Jika ada kesempatan atau kita sendiri merasa ada peluang, maka ambillah hal tersebut karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi besok. Jadi kesempatan bertindak dan beramal lebih awal ...
Tapi disisi lain, ada orang yang menunggu atau tidak memilih karena ingin ada yang lebih baik. Pastilah selalu ada yang lebih baik dari yang pertama. Dan bahkan setelah pilihan kedua yang kita pilih memunculkan pilihan baru yang lebih baik lagi. Jadi tak pernah habis atau selesai jika kita selalu memilih yang lebih baik.
Pilihan apapun yang kita pilih saat ini bukanlah yang terbaik, tapi semakin baik jika kita mulai mengisi dan memanfaatkan pilihan itu dengan semaksimal mungkin. Sikap ini mampu menjadikan kita selalu bersemangat untuk memanfaatkan dari waktu ke waktu, yang terpenting bagaimana kita mampu menemukan ilmu (belajar).
Bagaimana dengan iman kita dan nikmat yang telah Allah berikan, sudahkah kita mensyukurinya dengan mengisi dan memanfaatkan iman untuk kebaikan kita hari ini ? Sama halnya dengan kondisi di atas, nikmat yang kita inginkan seperti kesempatan yang kita tunggu terjadi dan kita tidak pernah tahu kapan, bahkan bisa jadi nikmat itu tidak pernah diizinkan Allah buat kita. Lalu ? Begitulah hendaknya kita bersyukur dengan nikmat sekarang dengan iman yang terus ditingkatkan sehingga nikmat menjadi semakin baik. Nikmat tidak ditambah oleh Allah jika iman kita tidak semakin baik, maka belajarlah membaca Al Qur'an dan beramal saleh agar iman itu semakin kuat dan mampu memanfaatkan nikmat yang telah Allah berikan. Dengan demikian hari demi hari dalam hidup ini banyak dipenuhi oleh tindakan belajar meningkatkan iman  dan beramal saleh, Insya Allah kita tidak disibukkan untuk meminta ini dan itu tapi hanya fokus mensyukuri nikmat yang ada.

Profesional dan ulama

Berikut ini saya kutif dari wikipedia 
Profesional adalah istilah bagi seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya.
Ulama (Arab:العلماء Ulamāʾ, tunggal عالِم ʿĀlim) adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan
Membedakan keduanya profesional cenderung urusan dunia dan ulama urusan akhirat. Mengapa saya membahas kedua hal ini ? Saya ingin kita mampu menjadikan ulama yang profesional atau dibalik seorang profesional yang "berulama" (berdasarkan agama).
Seorang profesional belajar dan meningkatkan ilmu sesuai bidang dengan harapan bisa mendapatkannya kembali lewat service yang diberikan berupa uang atau materi. Orang ini sangat menguasai ilmunya dengan baik dan mampu menyampaikan/memberikan dengan baik pula. Sedangkan ulama sama dengan profesional karena menguasai ilmu agama dengan baik dan mampu pula menyampaikannya dengan baik pula. Yang berbeda adalah bidang ilmunya dan ulama tidak mengharapkan balasan alias ikhlas.
Bisakah kita menjadi keduanya ? Bisa tapi rasanya bisa tercampur. Mari kita renungkan ...
Ilmu agama itu adalah ilmu agama (berdasarkan Al Qur'an dan Hadist) bukan sekedar ilmu akhirat tapi juga membahas urusan dunia seperti manajemen, kemasyarakatan dan sebagainya. Jika benar seorang ulama itu menguasai betul ilmu agama maka dia juga termasuk profesional yang luar biasa. Perhatikan penemu-penemu ilmu matematika, fisika dan kedokteran adalah seorang pemikir agama yang mendalaminya sehingga menjadi ilmu (petunjuk) bagi ummat dalam kehidupan sehari-hari (urusan dunia). Mari kita memahami hal ini untuk menjadikan kita semakin kuat dalam mendalami agama (ilmu Al Qur'an dan Hadist) agar kita mampu menerapkannya dalam kehidupan ini (petunjukk kehidupan di dunia), menjadi ulama yang profesional. Belajar ilmunya ibadah dan menyampaikannya amal jari'ah. 
Bandingkan dengan seorang profesional yang "berulama" ?  

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...